Referat Tumor Sinonasal
Referat Tumor Sinonasal
Tumor sinonasal jinak adalah pertumbuhan sel abnormal didalam cavum nasal
dan atau rongga sinus paranasal. Tumor ini biasanya tumbuh secara perlahan dan
tidak menyebar ke bagian lain dari tubuh, tumor jinak ini dapat timbul dari salah satu
daerah di dalam sinonasal, termasuk pembuluh darah, saraf, tulang, tulang rawan.
1.1.2 Etiologi
Etiologi dari Schneiderian papilloma masih belum diketahui. Diduga
sinusitis kronik, polusi udara dan infeksi virus merupakan salah satu
penyebabnya.
Sinusistis paranasal merupakan hal yang sering ditemukan pada pasien
dengan SP dan dianggap oleh banyak peneliti sebagai hal yang terjadi
akibat tumor yang menghalangi sinus daripada hal yang mencetuskan
tumor tersebut. Virus telah lama diduga menjadi penyebab lesi neoplastik
karena memilki kecenderungan untuk membentuk papilloma di daerah lain
di tubuh. Virus yang diduga kuat sebagai salah satu penyebabnya adalah
HPV (Human Papillom Virus).
CT-scan kepala tanpa kontras potongan coronal dan axial : Inverted Papilloma.
Gambar kanan : tampak massa isodens pada seluruh rongga sinus maxillaris
sinistra sebagian ronggan sinus maxillary dextra. Gambar kiri : tampak massa
isodens pada seluruh rongga sinus maxillary sinistra
CT-Scan kepala dengan
kontras:
Inverted Papilloma,
Tampak massa
hiperdens pada kavum
nasal dengan
perselubungan pada
sinus maksilaris
(sinusitis sekunder)
1.1.5 Tatalakasana
Kebanyakan dokter setuju bahwa operasi pembedahan adalah
pengobatan pilihan untuk SP, namun belum ada konsensus yang telah
dicapai pada jenis atau tingkat intervensi bedah.
1.2. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma (JNAs)
JNA adalah suatu tumor jinak nasofaring yang secara histologis terdiri dari
komponen pembuluh darah dan jaringan ikat. Meskipun secara histologis jinak,
tumor ini berkembang secara perlahan, menginvasi secara lokal dan tidak
bermetastasis, akan tetapi tumor ini mempunyai daya ekspansif yang amat
merusak dan mendorong jaringan sekitarnya.
1.2.1. Epidemiologi
Tumor ini jarang ditemukan, merupakan 0.05% dari tumor kepala dan
leher paling sering ditemukan pada pria usia remaja.
1.2.2. Etiologi
Penyebab yang pasti dari angiofribroma belum diketahui. Terdapat
beberapa teori yang mengatakan bahwa terjadinya angiofibroma adalah akibat
gangguan hormonal atau karena pertumbuhan abnormal jaringan
fibrokartilago embrional di daerah oksipitalis os sfenoidalis.
1.2.5. Tatalaksana
Pembedahan (ekstirpasi tumor)
Radioterapi dilakukan bila tumor tidak dapat dioperasi
1.3.1. Epidemiologi
Polip nasal lebih sering dialami oleh pria daripada wanita dengan
perbandingan 4:1, biasanya pada pasien berumur lebih dari 20 tahun,
dan lebih sering pada orang-orang umur 40 tahun.
1.3.2. Etiologi
Pembentukkan polip sendiri dikaitkan dengan peradangan kronis,
disfungsi sistem saraf otonom dan predisposisi genetik. Kebanyakan
teori menganggap polip menjadi manifestasi utama dari peradangan
kronik. Oleh karena itu, kondisi yang menyebabkan peradangan kronis
di rongga hidung dapat menyebabkan polip hidung, seperti misalnya;
bronchial asthma, rhinitis alergi.
1.3.3. Manifestasi Klinis
Obstruksi nasal
Kongesti nasal
Postnasal drip
Nyeri pada wajah
Hiposmia atau Anosmia
Bersin
CT-Scan kepala
tanpa kontras :
Tampak massa
isodens pada cavum
nasal dextra
CT-Scan kepala
tanpa kontras:
Tampak massa
isodens di seluruh
sinus maxillary kiri
dengan massa isoden
pada setengah dari
bagian inferior
cavum nasal
1.3.5. Tatalaksana
Topical : Fluticasone, Beclomethasone
Oral : Predinosone (1 mg/kg/hari, 4-7 hari)
1.4. Osteoma
Osteoma adalah lesi tulang jinak yang sering muncul di sinus frontalis dan
ethmoid. Osteoma multipel dapat dikaitkan dengan Sindrom Gardner. Osteoma
biasanya ditemukan secara kebetulan pada CT-Scan.
1.4.1. Epidemiologi
Osteoma lebih sering terjadi pada orang usia 20-30 tahun dan pada
umur 60 tahun. Ratio antara pria dan wanita adalah 2:1. Daerah sinus
paranasal yang paling sering mengalami osteoma adalah sinus frontalis
(80%).
1.4.2. Etiologi
Etiologi dari osteoma sendiri belum diketahui. Terdapat bebarapa teori
yang mengatakan bahwa osteoma mungkin terjadi akibat mekanisme
reaktif yang dipicu oleh trauma atau infeksi.
1.4.5. Tatalaksana
Pengobatan atau terapi yang digunakan untuk osteoma adalah
pembedahan berupa eksisi untuk lesi simtomatik
TUMOR SINONASAL BENIGNA
2.1. Epidemiologi
Keganasan pada sinonasal sendiri lebih sering terdiagnosis pada orang-
orang berusia 50-60 tahun. Jenis keganasan sinonasal yang umum terjadi di
sinus maxillaris, yaitu mencakup 60-70% angka kejadian keganasan sinonasal,
sedangkan 20-30% terjadi di dalam cavum nasal dan 10-15% berada di sinus
ethmoid. Kanker sinus sphenoid dan sinus frontalis sangatlah jarang terjadi,
dan hanya terjadi 5% dari angka kejadian tumor sinonasal.
Di Indonesia maupun di luar negeri, jenis tumor yang ganas hanya
mencakup kurang dari 1% dari semua jenis keganasan seluruh tubuh dan 3%
dari seluruh keganasan di bagian kepala dan leher.2,3 Gejala-gajala dan tanda
klinis yang ditimbulkan semua tumor hidung maupun sinus paranasal hampir
mirip, sehingga seringkali hanya pemeriksaan histopatologi yang dapat
menentukan jenisnya.
Tumor sinonasal lebih sering terjadi pada pria daripada wanita dengan
perbandingan 1,5 : 1 dan sekitar 80% penderita tumor sinonasal berusia 45-85
tahun.
2.2. Etiologi
Tumor sinonasal sendiri dapat dipicu oleh berbagai hal, beberapa
faktor resiko yang dapat mengakibatkan timbulnya tumor sinonasal antara
lain; virus (HPV, virus Epstein-barr), sinar ionisasi, inhalasi gas dan debu di
pabrik, seperti; debu kulit, tepung, debu tekstil, debu kayu atau serbuk gergaji
debu kromium dan nikel, dan pada perokok serta alkoholik berat akan
memiliki risiko yang lebih besar dalam mengalami malignansi sinonasal.
2.3. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis masing-masing pasien tergantung pada letak atau
lokasi primer dan arah perluasan penyebaran berikut beberapa gejala yang
mungkin muncul pada penderita yaitu berupa ;
o Hidung : obstruksi unilateral, epistaksis, rhinorrhea, adanya massa pada
kavum nasi yang dapat mendesak tulang hidung hingga mengakibatkan
deformitas pada hidung.
o Wajah : nyeri, pembengkakan pada hidung, pipi atau palatum,
parastesia, deformitas pada wajah.
o Mata : proptosis, diplopia, lakrimasi, epifora
o Telinga : otalgia, pendengeran menurun
o Luka yang tidak kunjung sembuh atau ulkus
2.4.1.1 Epidemiologi
Jenis tumor ganas sinonsal yang paling sering ditemukan dan
terjadi, mencapai 80% angka kejadian dari seluruh keganasan yang
ada di sinonasal, ataupun melibatkan rongga sinus maxillaris
walaupun terdapat kemungkinan bahwa tumor ganas ini berasal
dari hidung maupun rongga sinus paranasal lainya. Angka
kelangsungan hidup selama 5 tahun adalah 60-64%.
2.4.1.2 Etiologi
Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabakan SCC adalah
paparan terhadap nikel, debu tekstil, rokok dan riwayat atau
adanya rekurensi Schneiderian Papilloma.
Foto Waters :
Tampak perselubungan pada seluruh rongga sinus maksilaris
dextra dengan destruksi pada dinding lateral sinus maksilaris
CT-Scan kepala :
Tampak massa isodens
dengan tepi ireguler
didalam rongga hidung
dan sinus maxillaris
dextra dan desktruksi
dinding sinus maxillaris
media, serta terdapat
destruksi tulang dinding
medial dan inferior os
orbita dekstra.
2.4.2.1. Epidemiologi
SNUC lebih sering terjadi pada pria dengan jangkauan usia
yang luas. Kavum nasal, sinus maksilaris dan etmoidalis
biasanya terlibat, baik sendiri ataupun kombinasi.
2.4.2.2. Etiologi
SNUC adalah jenis kenker yang berasal dari sel epithelial di
kavum nasal ataupun sinus paranasal. Etiologi terjadinya
sinonasal undifferentiated carcinoma sendiri masih belom
diketahui. Akan tetapi terdapat teori yang menyebutkan bahwa
adanya pengaruh gen, dapat tumbuh dari memebran
schneiderian dan tidak memiliki kaitan dengan EBV.
CT-Scan kepala:
SNUC
Terdapat massa
isodens dengan
batas ireguler
pada sinus
maxillary dan
sinus ethmoid
dextra
2.4.3. Adenokarsinoma
Adenocarcinoma berasal dari epitel saluran pernafasan atau kelenjar
mukoserous. Tipe ini dibagi menjadi tipe intestinal dan non-intestinal.
Intestinal Type Adenocarcinoma merupakan tumor ganas primer yang
berasal dari epitel kelenjar pada traktus sinonasal yang secara
histopatologi mirip dengan adenokarsinoma dan adenoma pada intestinal.
2.4.3.1. Epidemiologi
Lokasi yang paling sering yaitu sinus etmoidalis (40%), diikuti
oleh kavum nasi (27%) dan sinus maksilaris (20%).
2.4.3.2. Etiologi
Adenocarcinoma sangatlah penting karena berhubungan
dengan faktor risiko tertentu seperti paparan debu kayu dan
senyawa organik lainnya.
2.4.3.3. Manifestasi Klinik
Gejala awal cenderung tidak spesifik dan bervariasi mulai dari;
Obstruksi hidung unilateral
Rinorhea yang jernih atau purulent
Epistaksis
2.4.4.1. Epidemiologi
Adenoid cystic carcinoma merupakan keganasan sinonasal
kedua yang paling sering ditemukan, mencapai 10% dari total
kasus. Paling sering dijumpai pada sinus maksila (60%) dan
rongga hidung (25%).
2.4.4.2. Etiologi
Adenoid cystic carcinoma sering dikaitkan dengan paparan di
area tempat kerja dan peningkatan risiko dikalangan pekerja
furnitur dan pekerja kayu lainnya. peningkatan risiko juga telah
diamati di kalangan pekerja nikel, industri tekstil dan industri
sepatu.
2.4.5.1. Epidemiologi
Limfoma sendiri lebih umum ditemukan di Negara-negara
Asia. Telah dilaporkan bahwa limfoma sel NK/T tampak relatif
umum pada pasien dengan limfoma non-Hodgkin.
2.4.5.2. Etiologi
Kebanyakan limfoma yang timbul di dalam cavum nasal
berasal dari sel natural killer (NK) dan diyakini sangat erat
kaitannya dengan Epstein-barr virus. Meskipun demikian,
beberapa laporan kasus mengindikasikan bahwa limfoma
primer dapat juga bersal dari sel B dan T.
CT-Scan kepala :
Tampak massa
isodens pada sinus
maxillaris sinistra
2.4.6.1. Epidemiologi
Merupakan keganasan yang dapat terjadi pada setiap bagian
tubuh. Tempat yang paling sering terkena adalah pada regio
kepala dan leher, saluran urogenital, lengan dan kaki. Paling
umum dialami oleh anak-anak dan dewasa muda.
2.4.6.2. Etiologi
Penyebab Rhabdomyosarcoma secara pasti tidak diketahui
tetapi diduga karena adanya mutasi genetik yang meningkatkan
resiko terjadinya Rhabdomyosarcoma.
2.6. Pengobatan
1. Pembedahan
Pembedahan yang dilakukan dapat dalam berbagai bentuk seperti;
Drainase/ Debridement
Reseksi
Reseksi bedah dianjurkan dengan tujuan kuratif. Eksisi paliatif
dipertimbangkan untuk mengurangi nyeri yang parah, untuk
dekompresi cepat dari struktur-struktur vital atau debulking lesi
masif, atau untuk membebaskan pasien dari rasa malu
2. Rehabilitasi
Tujuan utama dari rehabilitasi post-operasi adalah penyembuhan luka
primer, memelihara atau rekonstruksi bentuk wajah dan pemulihan
oronasal yang terpisah kemudian mempelancar proses bicara dan menelan.
3. Terapi Radiasi
Radiasi digunakan sebagai metode tunggal untuk membantu pembedahan
atau sebagai terapi paliatif. Radiasi post operasi dapat mengontrol secara
lokal tetapi tidak menyebabkan kelangsungan hidup spesifikatau absolut.
4. Kemoterapi
Peran kemoterapi untuk pengobatan tumor traktus sinonasal biasanya
paliatif, penggunaan efek cytoreductive untuk mengurangi rasa nyeri dan
penyumbatan, atau untuk mengecilkan lesi eksternal masif. Pasien yang
menunjukkan risiko pembedahan yang buruk dan yang menolak untuk
dilakukan operasi dipertimbangkan untuk mendapatkan kombinasi radiasi
dan kemoterapi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. 2003. Pola Penyakit 50 Peringkat Utama Menurut DTD Pasien
Rawat. Jakarta: Jalan Di Rumah Sakit Indonesia Tahun 2003, Depkes RI.
2. Sutton David, Young Jeremy WR. 1995. A Concise Textbook of Clinical
Imaging. USA: Maple Vail-York
3. Roezin, A. et al. 2007. Tumor Hidung dalam : Soepardi E, Iskandar N, eds.,
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi ke-6. Jakarta: BP
FK UI
4. Carrau RL. Malignant Tumor of the Nasal Cavity and Sinuses. [cited on
Desember 10th 2015]. Available at : http://emedicine.medscape.com/article
/846995
5. Scholes MA. , Ramakrishnan, VR. 2015. ENT Secrets, 4th ed.. Elsevier Health
Sciences.
6. Sadeghi, Nader. Sinonasal Papilloma. [cited on Desember 10th 2015].
Available at : http://emedicine.medscape.com/article/862677
7. Xu Caroline C, Dziegielewski PT, etal. Sinonasal Undifferentiated Carsinoma
(SNUC): the Alberta experience and literature review. Journal of
Otolaryngology – Head and Neck Surgery. 2013; 42:2
8. Soepardi EA, Iskandar N, et al. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kelapa & Leher, edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI.
9. Bernardo Teresa, Ferreira Edite, et al. Sinonasl Adenocarcinoma – Experience
of an Oncology Center. Journal of Otolaryngology – Head and Neck Surgery.
2013; 2(13-16)
10. Barnes Leon. Schneiderian Papillomas and Nonsalivary Glandular Neoplasms
of the Head and Neck. Mod Pathol. 2002; 15(3).
11. Herrmann BW, Sotelo C, Eisenbeis JF. Pediatric Sinonasal
Rhabdomyosarcoma. Three cases and a review of the literature. Am. J.
Otolaryngol. 2003;24:174-180.
12. Barnes Leon. Pathology and Genetics of Head and Neck Tumours. World
Health Organization. 2005. 18-35