Anda di halaman 1dari 1

Dokumen Rencana RTRW Kota Bukan Hanya Formalitas, Apalagi Mainan

Oleh : Virgiana S. Maulidya (08211440000024)

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau biasa disebut RTRW Kota merupakan penjabaran
RTRW provinsi ke dalam kebijakan dan strategi pengembangan wilayah kabupaten/kota yang
sesuai dengan fungsi dan peranannya di dalam rencana pengembangan wilayah provinsi secara
keseluruhan, strategi pengembangan wilayah ini selanjutnya dituangkan ke dalam rencana struktur
dan rencana pola ruang operasional.

RTRW Kota memuat tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kota, rencana
struktur ruang wilayah kota, rencana pola ruang wilayah kota, penetapan kawasan strategis kota,
arahan pemanfaatan ruang wilayah kota, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
kota. Dengan kata lain keseluruhan rencana pengembangan sebuah kota tertuang dalam dokumen
RTRW Kota sehingga seluruh kegiatan pengembangan harus mengacu pada dokumen yang
memiliki masa berlaku 20 tahun ini.

Sebagai dokumen yang menjadi acuan dari segala rencana terkait pengembangan sebuah
kota, masih ditemui adanya dokumen RTRW yang belum layak untuk dijadikan acuan, bahkan
terkesan asal-asalan yang penting ada. Dokumen yang demikian jelas perlu dilakukan revisi.
Sebelum revisi dilakukan tentunya ada tahap yang dinamakan Peninjauan Kembali (PK) untuk
mengukur seberapa besar ketidaksesuaian dokumen tersebut baru diputuskan perlu dilakukan
revisi atau tidak.

Namun masalah belum selesai, dokumen PK yang seharusnya menjadi acuan untuk revisi
RTRW Kota pun juga ada yang dikerjakan asal-asalan dengan penghitungan yang antah berantah
entah darimana dan peraturan-peraturan yang tidak up to date bahkan tidak relevan. Hal yang
seperti ini tentu saja menghasilkan revisi RTRW yang kualitasnya tidak akan jauh beda dari
dokumen awal. Jika hal yang seperti ini dilanjutkan maka akan terbentuk sebuah siklus kebobrokan
dokumen perencanaan.

Menilik urgensi dari RTRW yang telah disebutkan, tidak heran jika pembangunan atau
pengembangan kota di Indonesia masih jauh dari kata memuaskan. RTRW hanya dipandang
sebagai formalitas kelengkapan dokumen di Pemkot, bahkan hanya dilihat sebagai pundi-pundi
uang bagi pihak yang membuat. Lantas untuk apa ada berbagai lelang proyek produk perencanaan
bernilai puluhan bahkan ratusan juta jika hasilnya hanya teronggok di perpustakaan Pemkot?

Perkara ini jelas salah, dan harus disudahi. Perlu adanya kerjasama yang baik antara
pembuat dokumen dan pemangku kepentingan dalam hal ini Pemkot. Pembuat dokumen
hendaknya melakukan yang terbaik dalam proses penyusunan dokumen, begitu pula Pemkot juga
harus memantau dengan seksama proses dan hasilnya. Bagaimanapun Pemkot adalah pihak yang
tahu kebutuhan kotanya. Dengan demikian lingkaran kebobrokan dokumen perencanaan,
khususnya dalam hal ini

Anda mungkin juga menyukai