Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PINDAH PANAS DAN PROSES TERMAL

Pengaruh Penambahan Fin terhadap Laju Pindah Panas pada Heat Exchanger
Shell And Tube yang Diaplikasikan pada Industri Pengolahan Susu
Review Jurnal “Pengaruh Pemasangan Fin dan Adanya Getaran pada Heat
Exchanger Shell And Tube terhadap Laju Pindah Panas” oleh Andrea Ayu
Prawesti

Disusun oleh :

Kelompok 6

Salma Fauziyah Afifah S 240210140029


Matilda Christina Tri Tresnawati 240210140041
Resti Arbaiah 240210140046
Dewi Alfiah 240210140051
Rezsa Hanifah Fazaryasti 240210140056

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR
2015
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 3


BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 4
1.2 Tujuan ............................................................................................................... 5
1.3 Rumusan Masalah ............................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 6
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................. 9
BAB IV KESIMPULAN ............................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 15
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkah dan rahmat - Nya kami dapat menyelesaiakan makalah yang berjudul
“Pengaruh Penambahan Fin terhadap Laju Pindah Panas pada Heat Exchanger
Shell And Tube yang Diaplikasikan pada Industri Pengolahan Susu” yang di
review dari jurnal dengan judul “Pengaruh Pemasangan Fin dan Adanya Getaran
pada Heat Exchanger Shell And Tube terhadap Laju Pindah Panas” oleh Andrea
Ayu Prawesti. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang kami alami dalam
proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikannya dengan baik.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pindah
panas dan proses termal. Diharapkan dengan adanya makalah ini materi pindah panas
yang disampaikan bisa lebih diperdalam dan bisa dipahami dengan baik.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada bapak dosen yang telah
memberikan tugas ini dan kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman
mahasiswa yang juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak
langsung dalam pembuatan makalah ini.

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan teknologi yang cukup pesat memberikan dampak bagi industri.
Pelaku industri mulai menggunakan berbagai mesin dan peralatan yang serba mudah
danefisien. Dari situ pula, industri memanfaatkan sumber energi yang mampu
menambah tingkat produktivitasnya. Sumber energy ini tentunya belum dapat
diperbarui sehingga diperlukan rekayasa terhadap peralatan engineering dengan
memanfaatkan energy terbuang.
Peralatan yang sering digunakan untuk memanfaatkan energi yang terbuang
adalah Heat exchangeratau alat penukar panas. Sebagian besar alat penukar kalor
yang biasa digunakan dalam industri (terutama industri kimia), adalah jenis shell and
tube. Pada jenis penukar kalor ini, dua jenis fluida dengan suhu yang berbeda
mengalir melalui saluran yang berbeda. Heat exchanger shell and tube ini memiliki
bagian yang disebut floating head, yang memungkinkan tube untuk bergerak relative
terhadap shell dengan tujuan untuk mengantisipasi perbedaan pemuaian antara shell
dan tube.
Aliran yang terhalang menimbulkan adanya getaran pada pipa, sehingga
fungsi floating head adalah memungkinkan pipa tersebut bergetar. Vortex atau
getaran yang terbentuk menimbulkan gangguan pada pipa karena adanya pembalikan
arah aliran fluida. Vortex ini sangat mempengaruhi osilasi pada tube, baik amplitude
maupun frekuensi yang ditimbulkan. Vortex yang terbentuk pada saluran akan
menarik fluida yang berada pada lapisan batas menuju ke pusat vortex, dan boundary
layer akans emakin tipis serta terkoyak sehingga perpindahan panas semakin besar.
Penambahan sirip pada pipa memperbesar luas daerah perpindahan panas,
selain itu dapat mempengaruhi pola aliran fluida serta vortex yang terbentuk di
belakang pipa yang mengakibatkan perpindahan panas yang terjadi semakin besar.
Kecepatan aliran fluida mempengaruhi energy dan polaaliran vortex, dan hal tersebut
mampu mempengaruhi pula pencampuran fluida yang menyebabkan aliran semakin
acak sehingga meningkatkan laju perpindahan panas pada Heat exchanger tersebut.
Oleh karena itu, makalah ini akan menjabarkan bagaimana pengaruh kecepatan aliran
fluida terhadap laju perpindahan panas pada pipa bersirip dan bergetar, dengan
pembanding yaitu pipa tanpa sirip dan tidak bergetar.

1.2 Tujuan
1. Menjabarkan bagaimana pengaruh kecepatan aliran fluida terhadap laju
perpindahan panas pada pipa bersirip dan bergetar, dengan pembanding
yaitu pipa tanpa sirip dan tidak bergetar.
2. Mengetahui pemanfaatan penambahan fin pada dinding di sekitar shell
dan tube pada Heat exchanger.
3. Mengetahui hasil dan pengaruh dari nilai koefiesien pindah panas yang
diperoleh pada Heat exchanger yang diberi tambahan fin.

1.3 Rumusan Masalah


1. Apa itu Heat exchanger shell and tube?
2. Apa contoh pengolahan yang menggunanakan Heat exchanger shell and
tube?
3. Jenis pemanasan apa yang diaplikasikan dengan jenis Heat exchanger
shell and tube?
4. Apa pengaruh penambahan sirip (fin) terhadap laju pindah panas pada
proses pengolahan?
5. Bagaimana perbedaan perpindahan panas pada Heat exchanger dengan
shell and tube dan dengan Heat exchanger dengan penambahan fin?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan


energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material. Pada
termodinamika telah kita ketahui bahwa energi yang pindah itu dinamakan kalor
(heat). Ilmu perpindahan kalor tidak hanya mencoba menjelaskan bagaimana energi
kalor itu berpindah dari suatu benda ke benda lain, tetapi juga dapat meramalkan laju
perpindahan yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Kenyataan di sini yang
menjadi sasaran analisis ialah masalah laju perpindahan, inilah yang membedakan
ilmu perpindahan kalor dari ilmu termodinamika.
Termodinamika membahas sistem dalam keseimbangan, ilmu ini dapat
digunakan untuk meramal energi yang diperlukan untuk mengubah sistem dari suatu
keadaan seimbang ke keadaan seimbang lain, tetapi tidak dapat meramalkan
kecepatan perpindahan itu. Hal ini disebabkan karena pada waktu proses perpindahan
itu berlangsung, sistem tidak berada dalam keadaan seimbang. Ilmu perpindahan
kalor melengkapi hukum pertama dan kedua termodinamika, yaitu dengan
memberikan beberapa kaidah percobaan yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan
perpindahan energi. Sebagaimana juga dalam ilmu termodinamika, kaidah-kaidah
percobaan yang digunakan dalam masalah perpindahan kalor cukup sederhana, dan
dapat dengan mudah dikembangkan sehingga mencakup berbagai ragam situasi
praktis. (Holman,1997).
Perpindahan Kalor Konduksi
Perpindahan kalor konduksi adalah perpindahan energi sebagai kalor melalui
sebuah proses medium stasioner, seperti tembaga, air, atau udara. Di dalam benda-
benda padat maka perpindahan tenaga timbul karena atom-atom pada temperatur
yang lebih tinggi bergetar dengan lebih bergairah, sehingga atom-atom tersebut dapat
memindahkan tenaga kepada atom-atom yang lebih lesu yang berada di dekatnya
dengan kerja mikroskopik, yakni kalor. Di dalam logam-logam, elektron-elektron
bebas juga membuat kontribusi kepada proses hantaran kalor. Di dalam sebuah cairan
atau gas, molekul-molekul juga mudah bergerak, dan tenaga juga dihantar oleh
tumbukan-tumbukan molekul (Reynold dan Perkins, 1983).

Gambar 1. Distribusi suhu untuk konduksi keadaan stedi melalui dinding


datar.
Perpindahan kalor konduksi satu dimensi melalui padatan diatur oleh hukum
Fourier, yang dalam bentuk satu dimensi dapat dinyatakan sebagai,

di mana q adalah laju perpindahan kalor dan T/ x merupakan gradient suhu ke arah
perpindahan kalor. Konstanta positif k disebut konduktivitas atau thermal
conductivity benda itu, sedangkan tanda minus diselipkan agar memenuhi hukum
kedua termodinamika, yaitu bahwa kalor mengalir ke tempat yang lebih rendah dalam
skala suhu. (Holman, 1997).
Perpindahan Kalor Konveksi
Bila sebuah fluida lewat di atas sebuah permukaan padat panas, maka energi
dipindahkan kepada fluida dari dinding oleh hantaran panas. Energi ini kemudian
diangkut atau dikonveksikan (convected), ke hilir oleh fluida, dan didifusikan melalui
fluida oleh hantaran di dalam fluida tersebut. Jenis proses perpindahan energi ini
dinamakan perpindahan panas konveksi (convection heat transfer). (Stoecker dan
Jones, 1982) Jika proses aliran fluida tersebut diinduksikan oleh sebuah pompa atau
sistem pengedar (circulating system) yang lain, maka digunakan istilah konveksi
yang dipaksakan (forced convection). Bertentangan dengan itu, jika aliran fluida
timbul karena gaya apung fluida yang disebabkan oleh pemanasan, maka proses
tersebut dinamakan konveksi bebas (free) atau konveksi alami (natural).

Dimana : q = Laju perpindahan panas (W), h = Koefisien perpindahan panas konveksi


(W/ m2.0C), A = Luas permukaan ( m2), ΔT = Perbedaan temperatur (0C).
Hampir disemua heat exchanger, perpindahan panas didominasi oleh
konveksi dan konduksi dari fluida panas ke fluida dingin, dimana keduanya
dipisahkan oleh dinding. Perpindahan panas secara konveksi sangat dipengaruhi oleh
bentuk geometri Heat exchanger dan tiga bilangan tak berdimensi, yaitu bilangan
Reynold, bilangan Nusselt dan bilangan Prandtl fluida. Besar konveksi yang terjadi
dalam suatu double-pipe Heat exchangerakan berbeda dengan cros-flow Heat
exchangeratau compact Heat exchangeratau plate Heat exchangeruntuk berbeda
temperatur yang sama. Sedang besar ketiga bilangan tak berdimensi tersebut
tergantung pada kecepatan aliran serta property fluida yang meliputi massa jenis,
viskositas absolut, panas jenis dan konduktivitas panas (Cengel, 2003).
Alat penukar kalor (Heat Exchanger) secara tipikal diklasifikasikan
berdasarkan susunan aliran (flow arrangement) dan tipe konstruksi. Penukar kalor
yang paling sederhana adalah satu penukar kalor yang mana fluida panas dan dingin
bergerak atau mengalir pada arah yang sama atau berlawanan dalam sebuah pipa
berbentuk bundar (atau pipa rangkap dua). Pada susunan aliran sejajar (parallel-flow
arrangement) yang ditunjukkan gambar 5 (a) fluida panas dan dingin masuk pada
ujung yang sama, mengalir dalam arah yang sama dan keluar pada ujung yang sama.
Pada susunan aliran berlawanan (counter flow arrangement) yang ditunjukkan
gambar 5 (b) kedua fluida tersebut pada ujung yang berlawanan, mengalir dalam arah
yang berlawanan, dan keluar pada ujung yang berlawanan. (Incropera, 2007)

Gambar 2. Penukar kalor pipa konsentris (a) parallel flow (b) counterflow

Gambar 3. Penukar kalor aliran melintang (a) bersirip dengan kedua fluidanya
tidak campur (b) tidak bersirip dengan satu fluida campur dan satu fluida lagi
tidak campur.
BAB III
PEMBAHASAN

Heat exchanger merupakan alat yang menjalankan proses perpindahan panas,


atau alat penukar panas, yang digunakan untuk memanfaatkan energi terbuang dari
suatu proses pengolahan pada industri. Salah satu jenis Heat exchanger dalah shell
and tube yang memiliki tube bundle di dalam shell. Heat exchanger jenis ini
mempunyai luas perpindahan panas yang besar per satuan, akan tetapi, laju
perpindahan panas pada alat jenis ini relatif kecil. Alat ini menggunakan prinsip kerja
menukar atau mengalirkan panas dari satu fluida dengan temperatur lebih tinggi ke
fluida lain yang temperaturnya lebih rendah. Perpindahan panas yang terjadi pada
Heat exchanger merupakan gabungan dari perpindahan panas secara konduksi dan
konveksi.

Gambar 1. Shell and Tube Heat Exchanger


Sumber : dreamstime

Pada gambar 1, terdapat tube inlet (warna merah muda), merupakan tempat
masuknya fluida yang dimaksudkan sebagai fluida yang melepas panas. Fluida
tersebut mengalir melalui tube, menuju tube outlet. Sedangkan fluida yang lain
(fluida yang dimaksudkan sebagai fluida penyerap panas), disalurkan dari atas
melalui shell inlet, mengalir memutari tube bundle menuju shell outlet.
Alat penukar panas ini biasa digunakan di industri, salah satunya industri
pengolahan susu agar tidak ada energi yang terbuang saat terjadinya perpindahan
panas. Jika ada energi yang terbuang bisa dimanfaatkan untuk menambah tingkat
produktivitas industri tersebut.
Pada industri pengolahan pangan seperti susu, energi digunakan sebagai
bahan baku utama untuk menjalankan proses produksi. Energi yang digunakan adalah
energi panas. Energi panas ini digunakan baik pada pemanasan maupun pendinginan
bahan. Pemanasan maupun pendinginan ini dalam produksi berfungsi untuk
mencegah pertumbuhan mikrobial yang akan menyebabkan kerusakan dan juga akan
mencegah degradasi enzim pada bahan.
Pengolahan susu dengan menggunakan prinsip Heat exchanger ini contohnya
adalah, susu steril UHT (yang biasa dikonsumsi yaitu susu ultra) dan juga susu
pasteurisasi.
Pada proses pasteurisasi, susu yang telah disaring masuk plate cooler berupa
Plate Heat exchanger (PHE) pada suhu maksimal 14oC untuk didinginkan hingga
mencapai suhu 4oC menggunakan media air dingin bersuhu 2oC. Susu dialirkan ke
plate-plate dengan arah yang berlawanan dengan media pendingin.
Setelah didinginkan dan dimasukkan kedalam tangki, susu tersebut dialirkan
menuju unit pasteurisasi berupa Plate Heat exchanger (PHE). Pasteurisasi dilakukan
secara kontinyu menggunakan suhu tinggi dalam jangka waktu yang singkat atau
disebut sistem HTST (High Temperature Short Time). Suhu yang digunakan adalah
83oC dengan penahanan dalam holding tube selama 15 detik. Waktu yang singkat
dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nutrisi terutama protein susu agar tidak
terdenaturasi. Plate Heat exchanger (PHE) untuk pasteurisasi terdiri dari tiga bagian,
yaitu bagian regenerasi, pasteurisasi dan pendinginan. Susu dialirkan ke bagian
regenerasi untuk mengalami pemanasan awal menggunakan medium pemanas yakni
susu yang telah mengalami pasteurisasi bersuhu 60oC. Susu kemudian dialirkan
kebagian pasteurisasi untuk mengalami pemanasan lebih lanjut sampai mencapai
suhu 83oC dengan medium pemanas steam bersuhu 83oC. Susu lalu masuk holding
tube untuk ditahan suhunya selama 15 detik. Setelah itu susu didinginkan dengan
melewati bagian regenerasi terlebih dahulu sehingga terjadi kontak tidak langsung
karena dibatasi oleh plat. Dengan cara demikian susu segar yang baru masuk akan
mengalami pemanasan awal dan susu yang sudah dipasteurisasi akan mengalami
penurunan suhu. Pendinginan kemudian dilakukan dibagian pendingin sampai suhu
mencapai 4oC. Pendinginan bertujuan untuk shocking bacteria, yakni mematikan
bakteri yang tahan terhadap suhu pasteurisasi.
Pada sterilisasi UHT, susu disterilkan dengan suhu 140oC selama 4 detik
untuk membunuh semua bakteri yang membahayakan. Setelah melalui proses
sterilisasi, susu dialirkan menuju tempat pengemasan. Pada perjalanan pengaliran
tersebut, susu harus diturunkan terlebih dahulu suhunya, salah satunya adalah dengan
menggunakan Heat exchanger shell and tube ini. Susu dialirkan melalui tube bundle,
dan fluida dengan suhu yang lebih rendah dari susu dialirkan melalui shell.
Proses transfer panas pada pengolahan susu ini tidak akan selalu berjalan
dengan sempurna. Permasalahan yang biasanya timbul adalah kondisi transfer panas
yang terjadi. Kondisi transfer panas dapat dibedakan menjadi 2, yaitu steady-state
dan unsteady-state. Pada kondisi steady state, waktu tidak memiliki pengaruh
terhadap distribusi atau perpindahan panas yang terjadi pada obyek. Sedangkan pada
unsteady state, perubahan temperatur terjadi dengan disertai perpindahan lokasi dan
perubahan waktu. Perubahan temperatur ini akan berjalan seiring dengan
penambahan waktu, semakin lama waktu yang dibutuhkan akan menyebabkan
temperatur yang tinggi juga. Tingginya temperatur tersebut akan menyebabkan
beberapa perubahan pada aroma, tekstur, rasa dan nilai letalitas pada produk tersebut
yang akan menyebabkan penerimaan produk oleh konsumen juga berkurang. Sebagai
contoh grafik yang disebabkan oleh pemanasan pada unstedy state.
Pada Heat exchanger shell and tube, terjadi pindah panas konduksi dan
konveksi. Pindah panas secara konduksi terjadi antara perpindahan panas pada fluida
menuju ke dinding tube, dan pindah panas secara konveksi terjadi antara perpindahan
panas dari dinding tube menuju fluida yang bersuhu lebih rendah daripada fluida
yang memberi panas ke dinding tube. Pada steady maupun unsteady state
perpindahan panas pada pengolahan ini akan terjadi secara konduksi dan konveksi,
untuk itu besarnya laju perpindahan panasnya akan sangat dipengaruhi oleh luas
permukaan dari material dinding tube tersebut. Luas permukaan dinding tube yang
kecil akan menyebabkan kapasitas perpindahan panas yang dihasilkan kecil dan
kurang efektif untuk memperbesar tingkat produktivitas industri. Pada industri
pengolahan perlu dilakukan cara yang efektif agar bisa menghasilkan kapasitas
perpindahan panas yang besar tanpa menggangu proses produksi dan akan
meningkatkan produktifitas industri. Salah satu cara untuk memperbesar kapasitas
perpindahan panas dari heat exchager shell and tube adalah dengan melakukan
beberapa modifikasi pada alat tersebut.
Salah satu modifikasi dari Heat exchangershell and tube adalah dengan
memberi fin (sirip) pada setiap tube sehingga luas permukaan atau luas penampang
pada tube semakin besar, hal ini akan memungkinkan panas yang di transferkan akan
lebih besar. Penambahan sirip juga mempengaruhi pola aliran dari fluida di antara
dinding dalam shell dan dinding luar tube. Semakin acak aliran, makan semakin besar
pula laju perpindahan panas fluida.

Gambar 2. Sistem Konduksi dan Konveksi pada fin atau sirip.


Dengan mengetahui distribusi suhu lingkungan di sirip, maka besarnya panas
yang terlepas dapat dihitung. Distribusi suhu di sirip dapat dijadikan parameter
efisiensi sirip. Efisiensi sirip semakin besar bila beda suhu antara permukaan sirip
dengan suhu di sepanjang sirip tidak terlalu besar.
Sumber jurnal yang dibaca telah melakukan suatu percobaan penambahan
sirip ini. Hasil dari percobaan tersebut diperoleh bahwa, kecepatan fluida sangat
mempengaruhi harga dari koefisien pindah panas. Semakin tinggi kecepatan fluida,
maka semakin tinggi pula harga h, yang juga berarti semakin tinggi pula kecepatan
pindah panasnya (q).
Gambar 3. Grafik Perbandingan Kecepatan Fluida Terhadap Koefisien
Pindahan Panas Konveksi dengan Berbagai Variasi (dengan dan tanpa fin).

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa Heat exchanger yang diberi
penambahan sirip akan menghasilkan koefisien pindah panas konveksi (h) yang
semakin besar seiring dengan kecepatan fluida. Laju pindah panasnya lebih besar
dibandingkan dengan alat tanpa sirip. Pindah panas yang dihasilkan akan lebih besar
lagi jika alat tersbut di modifikasi dengan penmbahan vortex atau penghasil getaran,
sehingga terbentuk getaran pada fluida di dalam heat exchanger. Getaran yang
terbentuk sangat mempengaruhi osilasi pada tube, baik amplitude maupun
frekuensinya. Getaran yang terbentuk akan menyedot fluida pada lapisan batas
sehingga fluida tertarik ke dalam dan boundary layer dari fluida akan semakin tipis
dan perpindahan panas pada fluida dan dinding tube akan semakin besar. Hal ini bisa
dibuktikan dari grafik yang ada bahwa Heat exchanger yang di modifikasi dengan
sirip dan alat penghasil getar akan jauh menghasilkan kapasitas pindag panas yang
lebih besar.
Penambahan fin atau sirip pada Heat exchangershell and tube menyebabkan
peningkatan nilai koefisien pindah panas, yang menyebabkan meningkatnya nilai laju
pindah panas. Sirip ini memperluas permukaan tube sehingga perpindahan panas
antara fluida menuju ke dinding tube berlangsung semakin cepat. Selain memperluas
permukaan, sirip ini juga mengacak aliran fluida pada shell, sehingga alirannya
semakin cepat dan laju pindah panas semakin cepat pula.
BAB IV
KESIMPULAN

Industri pengolahan panganakan melakukan beberapa cara untuk


memaksimalkan pemasukan dan akan mengusakan supaya biaya yang dikeluarkan
sedikit. Untuk meningkatkan efisiensi proses produksi dan meminimasikan biaya
yang dikeluarkan adalah dengan car memanfaatkan energi yang terbuang. Energi
yang terbuang ini dapat dimanfaatkan dengan Heat exchange ratau alat penukar
panas. Salah satu jenis Heat exchanger adalah shell and tube , yang terdiri dari shell
untuk tempat aliran fluida, dan di dalamnya terdapat tube bundle sebagai aliran fluida
yang berbeda temperaturnya. Agar kerja Heat exchanger lebih maksimal perlu
ditambahkan fin atau sirip pada Heat exchanger tersebut. Adanya penambahan fin
ini terbukti dapat meningkatkan laju pindah panas pada Heat exchanger yang
digunakan dalam pengolahan pangan seperti pada proses sterilisasi, pendinginan dan
pasteurisasi susu. Laju pindah panas pada Heat exchanger dengan penambahan fin
menyebabkan luas permukaannya bertambah danterbukti lebih besar laju pindah
panasnya dibandingkan dengan tanpa penambahan fin.
DAFTAR PUSTAKA

Cengel, Y.A. 2003. Heat Transfer “A Practical Approach” Second Edition. McGraw
Hill, New York.

Holman, J.P. 1997. Heat Transfer Sixth Edition. McGraw Hill, London.

Incropera, F.P., Dewitt, D.P. 2007. Fundamentals Of Heat Transfer Edition. John
Willey And Sons, New York.

Reynold, William C., Perkins, Henry C.1983. Engineering Thermodynamics.


McGraw Hill, New York.

Anda mungkin juga menyukai