Anda di halaman 1dari 14

REFERAT ILMU PENYAKIT MATA

Oftalmia Neonatorum

Edwin Halim
07120110101

Pembimbing
Dr. Werlinson, Sp. M
Dr. Dion, Sp.M

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA


SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PELITA
HARAPAN
Periode 21 Maret – 23 April 2016
Daftar Isi
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2
A. LATAR BELAKANG............................................................................................. 2
B. DEFINISI......................................................................................................... 3
C. FAKTOR RISIKO DAN ETIOLOGI............................................................................3
Larutan Perak Nitrat/Antibiotik.......................................................................3
Chlamydia trachomatis................................................................................... 3
Neisseria gonorrhoea..................................................................................... 4
Herpes simplex............................................................................................... 4
Bakteri Lain.................................................................................................... 4
D. PATOFISIOLOGI................................................................................................. 5
E. MANIFESTASI KLINIS & DIAGNOSIS......................................................................6
F. TATALAKSANA.................................................................................................. 8
Profilaksis pada masa antenatal, natal dan postnatal....................................8
Pengobatan Kuratif2, 5,11-13................................................................................ 8
G. KOMPLIKASI.................................................................................................. 11
H. PENCEGAHAN................................................................................................ 11
RINGKASAN......................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................13

1
TINJAUAN PUSTAKA
A. Latar Belakang
Oftalmia Neonatorum, yang disebut juga konjungtivitis neonatal atau blenore,
merupakan infeksi mukopurulen akut yang terjadi pada 4 minggu pertama kehidupan. 1 Istilah
ini dulunya hanya digunakan pada kasus dimana Neisseria gonorrhoea merupakan agen
penyebab. Saat ini, istilah tersebut dimaknai sebagai konjungtivitis yang disebabkan oleh zat
kimia, bakteri, ataupun virus. Sebelum tahun 1880, oftalmia neonatorum oleh Neisseria
gonorrhoea merupakan penyebab utama kebutaan pada neonatus. Epidemiologi oftalmia
neonatorum berubah ketika larutan AgNO3 diperkenalkan oleh Crede pada
tahun 1881 sebagai profilaksis oftalmia gonokokal.2,3
Saat ini, prevalensi oftalmia neonatorum bervariasi di berbagai belahan dunia.
berkisar dari 0,1% di negara-negara yang maju dengan perawatan prenatal yang efektif,
hingga 10% di daerah dengan pelayanan medis minimal seperti Afrika Timur. Dalam satu
rumah sakit di Pakistan, kejadian oftalmia neonatorum dilaporkan 17%. Insiden oftalmia
neonatorum di Amerika berkisar antara 1-2%, tergantung pada karakter sosial ekonomi
wilayah tertentu.3,4
Meskipun saat ini frekuensi dari penyakit ini telah menurun diseluruh dunia,
prognosis dari kasus-kasus yang tidak mendapat penanganan tetaplah buruk. 5 Oleh sebab itu,
penting bagi seorang klinisi untuk dapat mengidentifikasi dan menangani penyakit ini dengan
baik.

2
B. Definisi
Oftalmia neonatorum adalah radang konjungtiva yang terjadi pada neonatus dengan
onset munculnya manifestasi dalam 28 hari pertama kehidupan. 1,2 Infeksi ini umumnya
diperoleh oleh neonatus selama perjalanan melalui jalan lahir yang terinfeksi. Kondisi ini
juga dikenal sebagai konjungtivitis neonatal yang dapat mengakibatkan berbagai macam
komplikasi visual6.
Kejadian oftalmia neonatorum dapat disebabkan oleh agen infeksius maupun non-
infeksius. Penyebab infeksius antara lain bakteri, parasit (Chlamydia) dan virus, sedangkan
penyebab non-infeksius adalah bahan kimia yang biasanya diberikan sebagai profilaksis mata
pada bayi baru lahir.7,8

C. Faktor Risiko dan Etiologi


Faktor risiko untuk terjadinya ophtalmia neonatorum termasuk:8
1.
Infeksi Menular Seksual yang tidak terdeteksi/tertangani pada ibu
2.
Terdapatnya mekonium pada air ketuban saat bayi lahir
3.
Ketuban pecah dini
4.
Partus yang lama
5.
Rendahnya tingkat lisozim dan imunoglobulin dalam konjungtiva neonatal,
6.
Tidakan pertolongan persalinan yang tidak higienis dan steril
Etiologi dari oftalmia neonatorum dibagi menjadi kimiawi dan mikrobial (bakteri dan
virus). Adapun penyebab dari yang tersering adalah larutan perak nitrat (AgNO3),
Chlamydia, N. gonorrhoea, dan infeksi virus herpes.
Larutan Perak Nitrat/Antibiotik
Perak nitrat adalah bahan kimia aktif yang memfasilitasi aglutinasi dan inaktivasi
gonokokus. Namun, perak nitrat sendiri merupakan zat toksik bagi konjungtiva, terutama
dalam konsentrasi yang lebih tinggi, sehingga berpotensi menyebabkan konjungtivitis
steril pada neonatus. Antibiotik seperti tetrasiklin dan gentamisin juga memiliki efek
iritatif pada konjungtiva.2
Chlamydia trachomatis
Chlamydia trachomatis adalah parasit intraseluler obligat dan telah diidentifikasi sebagai
penyebab infeksi yang paling umum dari konjungtivitis neonatal. 9 Infeksi dari C.
trachomatis disebut juga Trachoma Inclusion Conjunctivitis (TRIC). Leher rahim atau
uretra merupakan reservoar bagi patogen ini . Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi

3
beresiko + 25 % -50 % untuk mengidap infeksi. Kasus konjungtivitis neonatal dapat juga
disertai pneumoni klamidial.10
Neisseria gonorrhoea
N. gonorrhoea adalah diplokokus gram negatif yang merupakan patogen paling
berbahaya dan virulen dari oftalmia neonatorum. Sama seperti Chlamydia, serviks dan
uretra ibu merupakan reservoar bagi patogen ini, yang lalu menginfeksi bayi saat
melewati jalan lahir. N. gonorrhoea mampu menembus sel epitel hidup untuk
berproliferasi didalamnya. Pewarnaan Gram dan Giemsa dari urogenital atau mukosa
okuli akan menunjukkan gambaran khas diplokokus gram negatif intraseluler.
Kemampuan penetrasi sel epitel inilah yang dapat berujung komplikasi yang
mengakibatkan kebutaan, sehingga diagnosa oftalmitis gonokokal harus disingkirkan
pada setiap kasus oftalmia neonatorum4,10.

Gambar 1.1 Konjungtivitis e.c. Neisseria gonorrhoea


(The Public Health Image Library, Centers for Disease Control and Prevention. Foto oleh Dr.
J Pledger)

Herpes simplex
Virus Herpes Simplex (VHS) merupakan penyebab keratokonjungtivitis yang langka
(<1%)11. Infeksi terjadi saat proses persalinan. Adanya infeksi okuler oleh patogen ini
dapat merupakan tanda infeksi umum (generalizedI), sehingga operasi sesar sangat
disarankan bila infeksi aktif pada genital ditemukan saat persalinan. Risiko penularan
pada bayi saat kelahiran per vaginam sebesar 20-60%.12
Bakteri Lain
Bakteri Gram-positif yang paling sering diisolasi antara lain Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, Streptococcus Pneumoniae,dan Streptococcus viridans.
Bakteri-bakteri ini berkontribusi terhadap 30-50% kasus. Bakteri Gram-negatif, seperti

4
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Serratia marcescens, Proteus, Enterobacter, dan
spesies Pseudomonas, juga telah ditemukan sebagai penyebab oftalmia neonatorum.
Neonatus dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan prematur dengan tanda-tanda
klinis konjungtivitis di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) sebaiknya dievaluasi dan
ditatalaksana dengan kecurigaan etiologi bakteri Gram-negatif.9

D. Patofisiologi
Konjungtiva merupakan selaput lendir tipis, berdasarkan lokasi dapat dibagi menjadi
tarsal, bulbi, dan forniks. Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel
yang meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem
imun yang terdiri atas sistem peredaran darah konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang
terdapat pada lapisan air mata, serta mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip.
Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan
terjadinya infeksi pada konjungtiva.3,10

Gambar 1.1 Anatomi lapisan konjungtiva


(JS Smith. 1997. Eye Diseases in Hot Climates. 2nd Ed. Bab 2. Hal 17. London. RE&PP)

Konjungtiva pada neonatus berada dalam kondisi steril saat lahir namun mudah
menjadi tempat kolonisasi berbagai mikroorganisme yang dapat bersifat patogenik ataupun
non-patogenik. Konjungtiva neonatus rentan terhadap infeksi, karena selain rendahnya zat

5
antibakteri seperti lisozim serta Immunoglobulin (IgA dan IgG), juga karena kelenjar dan
saluran air matanya baru mulai berkembang.10
Peradangan pada konjungtiva dapat menyebabkan pelebaran pembuluh darah,
kemosis, dan sekresi berlebihan. Eksotoksin dari spesies bakteri spesies Streptococcus dan
Staphylococcus dapat menginduksi terjadi nekrosis, terutama bagi sel epitel konjungtiva.
Hasil nekrosis dari epitel inilah yang menghasilkan sekret berlebih pada mata.1,10-12
Walaupun pada fase akut sebagian besar patogen akan tereliminasi, tapi beberapa
spesies dapat bertahan dari reaksi imun tersebut. Seperti pada spesies Chlamydia trachomatis
dan Neisseria Gonorrhoea yang dapat bertahan dan hidup didalam sel fagosit.3,5

E. Manifestasi Klinis & Diagnosis


Gejala klinis bervariasi sesuai dengan etiologi, dan sulit untuk mengidentifikasikan
agen etiologis dari oftalmia neonatorum hanya berdasarkan temua klinis semata, sehingga
diagnosa definitif membutuhkan minimal pemeriksaan kultur/sitologi. Penggunaan metode
pemeriksaan lain seperti Polymerase Chain Reaction (PCR), Transcription-mediated
Amplification (TMA), ataupun Direct Fluorescein Antibody (DFA) memiliki sensitifitas dan
spesifisitas yang lebih baik ketimbang metode konvensional, namun harganya yang mahal
dan ketersediaan yang rendah belum memungkinkan penggunaannya secara rutin. 9,14,15Secara
singkat, onset, gejala klinis, dan hasil pemeriksaan laboratorium dari masing-masing entitas
penyebab oftalmisa neonatorum dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1.1. Manifestasi Oftalmia Neonatorum2
Hasil
Penyebab Onset Temuan Klinis Laboratorium dan
Sitologi
Kimiawi Dalam Konjungtivitis ringan Kultur negatif
(AgNO3/Antibiotik beberapa dengan sekret
sebagai jam minimal dan injeksi
profilaksis) konjungtiva
Sekret bisa cair maupun
mukoid

6
Gonokokus 2-7 hari Konjungtivitis Gram negatif
setelah Hiperakut, biasanya diplokokus
lahir, bisa bilateral intraselular
lebih lama Eksudat yang Profuse Kultur Agar coklat
Edem palpebra dan darah
Keterlibatan kornea (Thayer-Martin)
(berupa edem dan
ulserasi di daerah
limbus) kemosis dan
kekeruhan difus, cepat
berprogresi menjadi
perforasi kornea dan
endoftalmitis bila
pengobatan tertunda
Kadang terdapat
manifestasi sistemik
(rinitis, artritis septik,
meningitis, infeksi
anorektal, dan sepsis)
Klamidia 5-14 hari Bervariasi; dari injeksi Giemsa : Inklusi
setelah konjungtiva ringan sitoplasma dalam
lahir sampai sekresi sel epitel.
mukopurulen berat Kultur negatif
dengan edem
palpebra, kemosis,
dan pembentukan
pseudomembran
Komplikasi kebutaan
terjadi lebih lambat
ketimbang etiologi
gonokokkal dan
bukan karena
keterlibatan kornea,
namun oleh pannus
dan jaringan parut
Manifestasi sistemik
biasanya berupa
pneumonia, otitis,
serta kolonisasi faring
dan rektum.
Bakteri lain 5-14 hari Konjungtivitis Kultur positif pada
(Pseudomonas setelah mukopurulen, umumnya agar darah, bisa
aeruginosa, lahir tidak seberat kedua agen Gram (+)
Staphylococcus etiologi diatas ataupun (-).
aureus,
Streptococcus
pneumoniae,
Haemophilus)
Herpes simpleks 5-7 hari Vesikel-vesikel pada Multinucleated

7
setelah kulit periokuler Giant Cell
lahirKeterlibatan kornea dengan inklusi
(Keratitis, Ulkus) sitoplasma
Seringkali terjadi Kultur negatif.
bersamaan dengan
manifestasi sistemik
serius (ensefalitis)
dapat terjadi karena
respon imun neonatus
yang rendah
(Lang, G.K. & Lang, G.E. 2000. Conjungtiva. Ophthalmology A Short Textbook. Thieme
Stuttgart. New York. Page 96-98)

F. Tatalaksana
Penatalaksanaan kasus oftalmia nenonatorum menitikberatkan aspek pencegahan,
ketimbang berfokus pada pengobatan.1,2,11-13
Profilaksis pada masa antenatal, natal dan postnatal
1. Antenatal: perawatan antenatal yang baik dan pengobatan bila dicurigai adanya
infeksi urogenital.5
2. Natal: momen yang vital, karena sebagian besar infeksi terjadi selama persalinan.5
- Proses melahirkan harus dilakukan secara higienis dan tindakan aseptik harus
diterapkan dengan baik.
- Kelopak mata bayi yang tertutup harus benar-benar dibersihkan dan dikeringkan.
3. Postnatal:5,11-13
- Pemberian profilaksis (tetrasiklin topikal 1%, eritromisin topikal 0,5% atau perak
nitrat 1% (metode Crede 's)) pada mata bayi segera setelah kelahiran.
- Suntikan tunggal ceftriaxone 50 mg / kg IM atau IV (tidak melebihi 125 mg)
harus diberikan kepada bayi yang lahir dari ibu yang terdiagnosa infeksi menular
seksual dan belum sempat diobati saat persalinan. Ibu pasien beserta pasangannya
juga harus diobati.
Pengobatan Kuratif2, 5,11-13
Oftalmia neonatorum adalah keadaan darurat mata sehingga semua bayi dengan
konjungtivitis neonatal harus dirawat.4 Pengobatan neonatal harus didasarkan pada
gambaran klinis dan diagnosis laboratorium (Gram & Giemsa stain).
1. Oftalmia neonatorum kimiawi

8
Kondisi ini dapat sembuh dengan sendirinya (biasanya dalam 2-4 hari) dan tidak
memerlukan pengobatan apapun. Beri irigasi mata dengan larutan normal salin untuk
membantu membersihkan debris dan mencegah tersumbatnya saluran air mata.2
2. Gonococcal conjunctivitis
Ini adalah varian yang membutuhan pengobatan cepat untuk mencegah komplikasi
berupa kerusakan pada kornea, perforasi, endoftalmitis, kebutaan hingga penyebaran
sistemik. Pengobatan dibagi menjadi topikal dan sistemik.
 Terapi topikal:2,11-13
- Pemberian irigasi dengan larutan garam salin 4x/hari hingga eksudat dari
konjungtiva bersih.
- Salep mata Bacitracin 4 kali/hari. N.gonorrhoea sebagian besar resisten
terhadap penisilin, terapi topikal dengan golongan ini tidak dianjurkan, kecuali
hasil uji resistensi menunjukkan kerentanan terhadap penisillin.
- Jika terjadi keterlibatan kornea maka atropin sulfat diberikan, dan
dikonsultasikan pada Oftalmolog.
 Terapi sistemik4
Neonatus dengan gonokokal ophthalmia harus dirawat dengan salah satu regimen
berikut (sesuai dengan hasil kultur sensitivitas; bila hasil kultur belum tersedia,
maka digunakan antibiotik sesuai pola resistensi lokal):
Tabel 1.2 Tatalaksana Konjungitivitis Neonatal pada bayi

(Dirjen Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Infeksi


Menular Seksual 2011. Kementerian Kesehatan RI 2011)

9
Tabel 1.3 Pengobatan Ibu dengan Gonorrhoea saat kehamilan

(Dirjen Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Infeksi


Menular Seksual 2011. Kementerian Kesehatan RI 2011)

3. Oftalmia neonatorum oleh bakteri lain


Diberikan pengobatan dengan tetes antibiotik spektrum luas/salep selama 2 minggu.
Edukasi orang tua pasien untuk membawa bayi kembali setelah 2 minggu atau bila
kondisi klinis tidak menunjukkan perbaikan dalam 3-4 hari.
4. Oftalmia neonatorum Chlamydial
Diberikan eritromisin sistemik 50 mg/kg/hari per oral, dibagi menjadi 4 dosis sehari
selama 2 minggu karena pada infeksi konjungtiva oleh Chlamydia biasanya
ditemukan kolonisasi pada saluran pernapasan bagian atas, yang dikhawatirkan bisa
menyebabkan pneumonia. Tetrasiklin 1% atau eritromisin 0,5% topikal dapat
diberikan 4 kali sehari sebagai adjuvan. Namun, tidak dianjurkan untuk hanya
memberikan terapi topikal saja. Kedua orang tua juga harus diobati dengan
eritromisin sistemik.
5. Oftalmia neonatorum oleh Herpes simpleks
Diberikan dosis rendah asiklovir sistemik (30mg/kg/hari secara intravena dibagi 3
kali) atau vidarabine (30 mg/kg/hari dalam dosis terbagi secara intravena) selama
minimal 2 minggu untuk mencegah penyebaran infeksi secara sistemik. Pengobatan
topikal dapat diberikan secara bersamaan, yakni asiklovir salep mata 3% 5 kali sehari.

10
G. Komplikasi
Kasus yang tidak diobati, khususnya bila etiologi infeksi adalah ofthalmia
neonatorum gonokokal, dapat berkembang menjadi ulkus kornea, yang dapat menyebabkan
perforasi kornea. Hal ini dapat menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang mengganggu
penglihatan, hingga kebutaan permanen. Pada pasien pediatrik, kehilangan penglihatan pada
masa awal kehidupan akan sangat berdampak terhadap perkembangannya kelak.4,5
Bila tidak diketahui dan tidak segera diobati, infeksi Pseudomonas dapat
menyebabkan endoftalmitis, bahkan kematian. Pneumonia telah dilaporkan pada 10-20%
kasus pada bayi dengan konjungtivitis Chlamydial. Baik infeksi gonokokal maupun
Chlamydial dapat menyebabkan infeksi sistemik; infeksi sistemik gonokokal dalam bentuk
rinitis, artritis septik, meningitis, infeksi anorektal, dan sepsis, sedangkan Chlamydia
termanifestasi secara sistemik sebagai pneumonia, otitis, serta kolonisasi faring dan rektum.
Keratokonjungtivitis oleh VHS dapat menyebabkan jaringan parut kornea dan ulserasi. Selain
itu, infeksi HSV yang menyebar luas seringkali menyebabkan keterlibatan sistem saraf pusat.

H. Pencegahan
Elemen terpenting dari pencegahan oftalmia neonatorum adalah edukasi pasien untuk
kontrol antenatal yang teratur, agar infeksi urogenital dapat terdeteksi bilamana terjadi dan
segera ditangani. Sejauh ini, cara paling efektif dalam meminimalisir kejadian maupun
dampak oftalmia neonatorum adalah dengan mengobati atau mengontrol penularan penyakit
seksual ibu sebelum masa persalinan. Bila ibu terdeteksi mengidap infeksi herpes urogenital
yang aktif saat persalinan, maka operasi sesar sangat disarankan, guna menghindari lewatnya
janin pada jalan lahir.

RINGKASAN
Oftalmia neonatorum merupakan penyakit infeksi pada bayi baru lahir yang
insidennya tinggi terutama pada daerah dengan insiden penyakit menular seksual yang tinggi.
Proses transmisi dari penyakit ini biasanya terjadi pada saat persalinan bayi dari ibu yang
terinfeksi. Oleh sebab itu, penyakit ini dapat dicegah dengan menjaga higienisitas jalan lahir
saat persalinan, implementasi teknik aseptik, penggunaan AgNO 3/Antibiotik profilaksis,
ataupun pemilihan persalinan melalui operasi sesar.
Etiologi oftalmia neonatorum yang paling sering ditemui sesuai urutannya adalah,
AgNO3/Antibiotik (zat profilaksis), Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhea, Herpes

11
simpleks, serta bakteri patogenik lainnya. Gejala, perjalanan penyakit, tatalaksana, serta
komplikasi yang mungkin terjadi bervariasi berdasarkan agen penyebab masing-masing,
namun sukar dibedakan berdasarkan tampilan klinis semata, sehingga pemeriksaan
laboratorium (sitologi dan kultur) memegang peranan kunci dalam penegakan diagnosa.
Tanpa penanganan yang baik, oftamia neonatorum dapat menyebabkan pembentukan jaringan
parut, ulkus kornea, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan dan kematian.
Kendati demikian, pencegahan merupakan penanganan yang paling efektif untuk
mengurangi insiden dari infeksi yang dapat berujung pada kebutaan ini. Antenatal Care yang
baik merupakan kunci utama dari pencegahan oftalmisa neonatorum. Dengan kontrol yang
teratur, seorang ibu yang mengidap PMS akan lebih awal terdeteksi dan tertangani dengan
baik, sehingga kelak saat persalinan risiko terjadinya penularan infeksi pada bayi yang akan
dilahirkan akan sangat menurun.

12
Daftar Pustaka
1. Palafox, S.K et all. 2011. Ophtalmia Neonatorum. Clinic Experiment Ophthalmology
Volume 2. Available at:
http://omicsonline.org/2155-9570/2155-9570-2-119.php
2. Matejcek A, Goldman RD. Treatment and prevention of ophthalmia neonatorum.
Canadian Family Physician. 2013;59(11):1187-1190.
3. American Academy of Ophthalmology. 2011. Infectious and Allergic Ocular Disease. In
Pediatric Ophthalmology and Strabismus Section 6. San Fransisco. Page 186-187
4. Malika P, Asok T, Faisal H, Aziz S, Tan A, Intan G. Neonatal Conjunctivitis - A Review.
Malays Fam Physician [Internet]. 2008 [cited 24 March 2016];3(2):77-81. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4170304/2016.
5. Khurana, A.K. 2007. Disease of Conjunctiva. In Comprehensive Ophthalmology Fourth
Edition. New Age International (P) Limited Publisher. New Delhi. Page 52, 71-73.
6. Gul, S.S. et all. 2010. Ophtalmia Neonatorum. Journal of the College of Physicians and
Surgeons Pakistan Volume 20. Pakistan Available at:
http://www.jcpsp.pk/archive/2010/Sep2010/08.pdf.
7. Moore D, MacDonald N. Preventing Ophtalmia Neonatorum. Canadian Pediatric Society
[Internet]. 2015 [cited 24 March 2016];20(2):93-96. Available from:
http://www.cps.ca/en/documents/position/ophthalmia-neonatorum.
8. Rours IG, Hammerschlag MR, Ott A, De Faber TJ, Verbrugh HA, de Groot R, et al.
Chlamydia trachomatis as a cause of neonatal conjunctivitis in Dutch infants. Pediatrics.
2008 Feb. 121(2):e321-6. [Medline].
9. American Academy of Pediatrics. Chlamydia Trachomatis. Pickering LK, Baker CJ,
Kimberlin DW, Long SS, eds. Red Book: Report of the Committee on Infectious Diseases.
28th ed. Elk Grove Village, Ill: American Academy of Pediatrics; 2009. 255-9
10. Riordan-Eva P, Cunningham E, Vaughan D, Asbury T. Oftalmología general. México,
D.F.: McGraw-Hill/Interamericana Editores; 2012.
11. American Academy of Pediatrics. Prevention of Neonatal Ophthalmia. Pickering LK,
Baker CJ, Kimberlin DW, Long SS eds. Red Book 2009 Report of the Committee on
Infectious Diseases. 28th ed. Elk Grove Village, Ill: American Academy of Pediatrics;
2009. 827-9.
12. American Academy of Pediatrics. Herpes Simplex. Pickering LK, Baker CJ, Kimberlin
DW, Long SS eds. Red Book 2009 Report of the Committee on Infectious Diseases. 28th
ed. Elk Grove Village, Ill: American Academy of Pediatrics; 2009. 363-73
13. . Milot, J. 2008. Ophthalmia neonatorum of the newborn and its treatments in Canadian
medical publications. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19297783.
14. American Academy of Pediatrics. Herpes Simplex. Pickering LK, Baker CJ, Kimberlin
DW, Long SS eds. Red Book 2009 Report of the Committee on Infectious Diseases. 28th
ed. Elk Grove Village, Ill: American Academy of Pediatrics; 2009. 363-73
15. American Academy of Pediatrics. Gonococcal Infections. Pickering LK, Baker CJ,
Kimberlin DW, Long SS eds. Red Book 2009 Report of the Committee on Infectious
Diseases. 28th ed. Elk Grove Village, Ill: American Academy of Pediatrics; 2009. 305-13.

13

Anda mungkin juga menyukai