Anda di halaman 1dari 19

TUGAS KOMPREHENSIF

SEPSIS

DISUSUN OLEH :

1. Denta Haris
2. Irma Apriliana
3. Muawanah
4. Nita Sukmawati
5. Nuriyatul
6. Nurul Adhani
7. Sri Mulyani
8. Suwandi
9. Yuni Anggoroningsih
10. Zuli Misnawati

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA

SEMARANG

Tahun 2017/2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sepsis adalah penyakit sistemik yang dicetuskan oleh infeksi bakteri atau jamur ditandai
dengan beberapa hal meliputi bukti infeksi pada pasien, demam atau hipertermi, leukositosis atau
leukopenia, takikardia dan takipnea (Opal, 2012). Berbagai definisi tentang sepsis, namun definisi
yang digunakan saat ini di klinik adalah definisi yang ditetapkan dalam consensus American
College of Chest Physician dan Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992 yang
mendefnisikan sepsis sebagai sindrom respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory
response syndrome/SIRS), sepsis berat dan syok/renjatan sepsis (Chen et.al, 2009).
Sepsis masih merupakan penyebab kematian utama pada kasus kritis di berbagai penjuru
dunia (Nasronudin, 2007).Tingginya kejadian dan problema infeksi yang biasanya dikaitkan
dengan keadaan negara berkembang atau tempat dengan higienitas kurang, ternyata tidak
seluruhnya benar. Data dari Center for Disease Control (CDC) menunjukkan bahwa insiden
sepsis meningkat ±8,7% setiap tahun, dari 164.000 kasus (83 per 100.000 populasi) pada tahun
1979 menjadi 660.000 kasus (240 kasus per 100.000 populasi) pada tahun 2000. Sepsis
merupakan penyebab kematian nomor 11 dari seluruh penyebab kematian (Suharto, 2007).
Di Amerika Serikat juga yang merupakan negara maju, kematian akibat sepsis setiap tahun
mencapai 70.000 orang. Kira-kira 500.000 kasus baru mengalami sepsis dimana kematiannya
mencapai 35% (Kuntaman, 2007). Angka kematian ini cenderung naik dan kini menempati urutan
ke-10 penyebab kematian di Amerika Serikat (Shapiro et. al,2010)
Sepsis berat merupakan sepsis yang disertai hipoperfusi atau hipotensi dan disfungsi
organ (Hinds et.al,2012). Hipotensi dan hipoperfusi berdampak pada penurunan tekanan darah.
Ada beberapa hal yang dapat terjadi pada penderita penurunan kesadaran, oliguria, dan asidosis
meta bolik (Moss et.al, 2012). Keadaan sepsis berat sering terjadi dan bisa berakibat fatal (Kumar
et.al,2011). Seperti penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat jumlah penderita sepsis berat
yang dirawat meningkat dari 143 dari 100.000 pasien pada tahun 2000 menjadi 343 dari 100.000
pasien pada tahun 2007 dengan peningkatan ratarata 16,5% setiap tahun.
Sepanjang tahun 2000-2007 peningkatan kejadian sepsis berat cukup konsisten dan angka
kematian tidak berbeda pada penderita laki-laki dan perempuan (Shen et. al,2010) oleh karena itu
dapat disimpulkan kematian akibat sepsis berat tidak bergantung dengan jenis kelamin penderita
(Wichmann et. al,2000). Peningkatan kejadian sepsis berat terjadi pada pasien berumur tua (>65
tahun) (Kumar et all,2011). Tetapi data epidemologi sepsis berat masih sangat terbatas di negara
berkembang (Shen et. al,2010).
Selama periode 1997-2006 pada penelitian yang dilakukan di Taiwan, pasien mengalami
kerusakan organ, terutama pada organ pernafasan, kardiovaskular, dan sistem neurologi. Hal
tersebut menyebabkan peningkatan jumlah pasien yang harus dikirimkan ke UPI (Shen et.
al,2010). Dari latar belakang, sangat penting untuk mengetahui mortalitas penderita sepsis berat
yang dirawat di unit perawatan intensif RSUP H.Adam Malik Medan periode Juli 2012-Juni 2013
karena dari penelitian sebelumnya tampak kejadian sepsis berat terus meningkat dan berakibat
fatal, oleh karena itu penting bagi kita melakukan penelitian ini sebagai bahan pertimbangan
untuk melakukan koreksi dalam penatalaksanaan sepsis berat untuk menurunkan mortalitas.

B. TUJUAN

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:

1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian sepsis

2. Mahasiswa mampu menyebutkan penyebab sepsis

3. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi sepsis

4. Mahasiswa mampu menyebutkan tanda dan gejala sepsis

5. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis sepsis

6. Mahasiswa mampu menyebutkan pemeriksaan penunjang sepsis

7. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian, menentukan diagnosa keperawatan serta


intervensi pada pasien yang mengalami sepsis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Sepsis didefinisikan sebagai invasi dari mikroorganisme atau toxinnya ke dalam
darah, yang diikuti oleh respon tubuh terhadap invasi tersebut. Oleh karena itu, patofisiologi
sepsis merupakan kombinasi antara efek infeksi dengan respon tubuh, berupa inflamasi
generalisata, yang dapat berakhir dengan disfungsi multiorgan dan kematian. ACCP / SCCM
mendefinisikan sepsis sebagai Systemic Inflamatory Response Syndrome ( SIRS ) yang
disertai dengan infeksi.
Kriteria dari Bone et al, SIRS adalah pasien dengan kriteria tersebut di bawah ini
sebanyak dua atau lebih kriteria :
1. Suhu > 38o atau < 36o
2. Denyut jantung > 90 kali / menit
3. Laju respirasi > 20 kali / menit atau PaCO2 < 32 mmHg
4. Hitung leukosit >12.000 mm3 atau >10% sel imatur/band
Secara klinis sepsis dibagi berdasarkan beratnya kondisi yaitu sepsis, sepsis berat
dan syok sepsis. Sepsis berat adalah infeksi dengan adanya kegagalan organ akibat hipoperfusi.
Syok septik adalah sepsis berat dengan hipotensi yang persisten setelah diberikan resusitasi
cairan dan menyebabkan hipoperfusi jaringan.

Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-
gejala yang parah, yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik.

Septisemia menunujukan munculnya infeksi sistemik yang disebabkan oleh penggad


aan mikroorganisme secara cepat atau zat-
zat racunnya, yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar

(Doengoes, 1993).

Sepsis adalah kumpulan gejalagejala patofisologis seperti; demam, tachycardia, hype


rventilasi dan leukositosis yang dikenal dengan Systemic Inflammatory Respone Syndrome / SIR
S, dan disebut dengan sepsis apabila ditemukan infeksi yang terdokumentasi (B Ongard,1994).
B. ETIOLOGI
Etiologi dari sepsis adalah mikroorganisme berupa bakteri, fungi, parasit dan virus.
Namun bakteri lebih dikenal sebagai etiologi umum terjadinya sepsis. Dari jenis – jenis bakteri,
penyebab tersering terjadinya sepsis adalah bakteri gram negatif, sebanyak 20 – 35%. Namun dari
beberapa dekade terakhir dilapornkan peningkatan bakteri gram positif pada kultur darah
penderita sepsis.
Dinding sel bakteri akan menghasilkan lipopolisakarida yang akan menginisiasi
respon imun penderita. Lipopolisakarida merangsang peradangan jaringan, demam, dan syok
pada penderita yang terinfeksi. Staphilococcus, pneumococcus, streptococcus dan bakteri gram
positif lainnya dilaporkan jarang menjadi etiologi, dengan angka kejadian 20 – 40% dari
keseluruhan kasus. Selain itu jamur oportunistik, virus ( dengue dan herpes ) serta protozoa (
Falcifarum malariae ) dilaporkan dapat menyebabkan sepsis, walaupun angka kejadian sangat
Jarang.

C. EPIDEMIOLOGI
Sebuah studi retrospektif yang dilakukan oleh Harrison Dkk pada tahun 2006 di
Inggris, Wales dan Irlandia melaporkan bahwa selama tahun 1996 hingga tahun 2004 dari 92.672
pasien yang dirawat di rumah sakit sebesar 27% di antaranya terdiagnosa sebagai sepsis berat
dalam 24 jam pertama perawatan. Dari studi yang sama dilaporkan bahwa angka kematian pasien
di rumah sakit yang terdiagnosis sepsis mengalami peningkatan dari perkiraan sebanyak 9.000
jiwa menjadi 14.000 jiwa selama rentang tahun yang sama.
Sementara studi lain yang dilakukan di Brazil melaporkan bahwa terjadinya peningkatan angka
kematian rata – rata pada pasien yang terdiagnosis SIRS, sepsis, sepsis berat dan syok sepsis dari
24,3% menjadi 34,7% selama Mei 2001 hingga Januari 2002.

D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi sepsis sangat kompleks dengan melibatkan proses reaksi inflamasi
sistemik akibat invasi bakteri ke dalam tubuh, jalur koagulasi dan disfungsi endotel. Terjadi
ketidakseimbangan antara sitokin proinflamasi berupa tumor necrosis factor – α (TNF-α) ,
interleukin-1ß (IL-1ß), interleukin 6 (IL-6), interferon -γ (IFN-γ) dengan sitokin anti inflamasi
seperti interleukin-1 (IL-1) reseptor anatgonis, interleukin-4 (IL-4) dan interleukin-10 (IL-
10).21 Selanjutnya, produksi dari sitokin antiinflamasi sebagai hasil aktivasi nuclear factor кB
(NF-кB) akan menyebabkan aktivasi respon secara sistemik berupa SIRS yang akan
mempengaruhi permeabilitas kapiler akibat disfungsi endothel berupa dihasilkannya mediator
vasoaktif seperti nitric oxide (NO) sebagai vasodilator. Selain itu TNF dan IL-1 menyebabkan
terjadinya perubahan fungsi jantung melalui kerja depresi miokardium. Reaksi SIRS juga
mempengaruhi terjadinya perubahan metabolik yang mengacu pada apoptosis sel, nekrosis
jaringan, syok septik, dan berakhir sebagai multiorgan failure (MOF) dan kematian. Disfungsi
selular yang disebabkan oleh hipoksia akibat perubahan fungsi jantung, disregulasi lokal
maupun sistemic vaskular dan kerusakan mikrosirkulasi merupakan faktor yang menyebabkan
terjadinya MOF. Faktor lainnya yang juga berperan dalam kejadian MOF antara lain apoptosis
dan substansi toksik seperti endotoxin bakteri dan radikal O2.

E. DIAGNOSIS
Tanda dan gejala seseorang dengan sepsis sangat bervariasi, dipengaruhi oleh banyak
faktor, di antaranya virulensi kuman, jalur masuk infeksi, host dan tahapan perjalanan penyakit.
Secara umum didapatkan gejala sistemik, dan gejala lokal pada organ atau lokasi asal infeksi.
Gejala klinis dan laboratoris sangat penting dalam diagnosa sepsis. Demam merupakan salah satu
tanda infeksi, walaupun pada beberapa keadaan dijumpai pasien dengan hipotermi. Tanda non
spesifik seperti takipneu dan hipotensi harus diwaspadai.Adanya tanda disfungsi organ dan syok
mengacu pada keadaan yang berat. Sementara diagnosa mikrobiologi dilakukan setelah terapi dan
resusitasi diberikan. Kultur jaringan, terutama darah adalah diagnosa penting pada pasien sepsis.
Rapid test jarang dilakukan.
Tanda – tanda dan gejala yang sering ditemukan :
1. Fisik ;
 Hipertermia (>38° C)
 Demam
 Tachycardia (>90 x / menit)
 Tachypnea (>20 x ? menit)
 Hypotermia (>36° C)
 Sakit kepala, pusing, pingsan
 Riwayat Trauma
 Malaise
 Hypotensi
 Anoreksia
 Gelisah
 Gangguan status mental : disoreintasi, delirium, koma
 Suara jantung : deritmia, S3
 Ditemukan luka : operasi, luka traumatik, post partum, ganggren
2. Laboratorium
 Acidosis Metabolik
 Alkalosis Respiratonik
 PT / PTT memanjang
 Trombositopenia
 Leokositosis (>12.000 / mm3)
 Hyperglikemia
 Kultur Sensi (luka, spuntum, urine, darah) positif
 EKG : Perubahan segmen ST, Gelombang T, distania
 BUN, creat, elektrolit meningkat
 Perubahan hasil tes fungsi hati

F. KOMPLIKASI
Komplikasi bisa terjadi pada pasien dengan sepsis jika tidak diobati dengan benar atau tidak
diobati sama sekali.
Sepsis berat Sepsis dapat berlanjut ke sepsis berat dengan gejala disfungsi organ, hipotensi atau
hipoperfusi, asidosis laktat, oliguria, tingkat kesadaran yang berubah, gangguan koagulasi, dan
fungsi hati yang berubah.
Beberapa sindrom disfungsi organ. Ini mengacu pada adanya fungsi yang diubah dari satu atau
lebih organ pada pasien akut yang memerlukan intervensi dan dukungan organ untuk mencapai
fungsi fisiologis yang diperlukan untuk homeostasis.

G. TES SENSITIVITAS KUMAN


Tes sensitivitas kuman terhadap antibiotik dibagi berdasarkan prinsip yang dipegang oleh
masing – masing sistem. Penentuan nilai – nilai dapat dilakukan dengan salah satu dari dua
metode utama yaitu difusi dan pengenceran.
1. Metode Difusi
Metode difusi adalah metoda yang digunakan secara luas untuk tes sensitivitas antibiotik
terhadap kuman. Cakram kertas filter masing – masing dipenuhi dengan antibiotika,
ditempatkan pada permukaan agar, dan setelah inkubasi selama 18 – 24 jam, garis tengah
hambatan jernih yang mengelilingi obat dianggap sebagai ukuran kekuatan hambatan
obat terhadap organisme yang diperiksa. Semakin besar diameternya maka semakin
terhambat pertumbuhannya. Kelemahan yang biasa dijumpai dalam penggunaan metode
ini yaitu perbedaan kecil dalam diameter zone mempunyai pengertian yang luas sehingga
pengukuran zona harus tepat. Selain itu, metode ini hanya dapat mengukur kadar hambat
obat. 26,27 Namun, penggunaan cakram tunggal untuk tiap antibiotika dengan tes yang
standar memungkinkan penilaian kepekaan atau resistensi mikroorganisme dengan
membandingkan ukuran daerah hambatan terhadap suatu patokan obat yang sama
(metode Kirby - Bauer).

2. Metode Pengenceran
Metode ini dapat menetukan potensi antibiotik dan dapat mengetahui kepekaan bakteri
terhadap konsentrasi antibiotic.
Sejumlah antibiotik diencerkan hingga diperoleh beberapa konsentrasi. Kemudian tiap
konsentrasi obat dicampur dengan media agar lalu ditanami kuman kemudian
diinkubasi. Setelah inkubasi selesai, diperiksa pada konsentrasi berapa antibiotik
tersebut dapat menghambat pertumbuhan ataupun membunuh bakteri.

Kadar antibiotik terendah yang menyebabkan tabung menjadi jernih dinilai sebagai
kadar hambat minimal (KHM). Untuk mendapatkan kadar tersebut tabung disubkulturkan
pada plat agar; kadar antibiotika terendah yang menghasilkan penurunan 99,9% kehidupan
organisme merupakan kadar bunuh minimal (KBM).

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pengobatan terbaru syok sepsis mencakup mengidentifikasi dan mengeliminasi penyebab
infeksi yaitu dengan cara pemeriksaan- pemeriksaan yang antara lain:
1) Kultur (luka, sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi organisme penyebab seps
is. Sensitifitas menentukan pilihan obat yang paling efektif.
2) SDP : Ht Mungkin meningkat pada status hipovolemik karena hemokonsentrasi. Leucop
enia (penurunan SDB) terjadi sebalumnya, diikuti oleh pengulangan leukositosis (1500-
30000) d4engan peningkatan pita (berpindah kekiri) yang mengindikasikan produksi SD
P tak matur dalam jumlah besar.
3) Elektrolit serum: Berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan asidosi
s, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
4) Trombosit : penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit
5) PT/PTT : mungkin memanjang mengindikasikan koagulopati yangdiasosiasikan dengan
hati/ sirkulasi toksin/ status syok.
6) Laktat serum : Meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati, syok
7) Glukosa Serum : hiperglikenmio yang terjadi menunjukkan glikoneogenesis dan glikonol
isis di dalam hati sebagai respon dari puasa/ perubahan seluler dalam metabolism
8) BUN/Kreatinin : peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi, ketidakseimbangan
atau kegagalan ginjal, dan disfungsi atau kegagalan hati.
9) GDA : Alkalosis respiratosi dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya. Dalam tahap lanj
ut hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolik terjadi karena kegagalan mek
anisme kompensasi
10) EKG : dapat menunjukkan segmen ST dan gelombang T dan distritmia menyerupai infar
k miokard

I. ANTIBIOTIK PADA TERAPI SEPSIS


Pemberian antibiotik pada pasien sepsis dimulai dengan terapi awal dengan
menggunakan antibiotik empiris broad spectrum, sebelum hasil kultur didapatkan untuk
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien.28Setelah hasil kultur didapatkan, terapi
di evaluasi kembali, selanjutnya dilakukan pengurangan jumlah regimen ataupun ditambah.29
Antibiotik broad spectrum mengacu pada antibiotik bagi Pseudomonas aeruginosa, seperti
imipenem – cilastatin, piperasilin-tazobaktam, ceftazidim atau ciprofloxacin. Sementara
antibiotik berspektrum sempit mengacu pada antiotik β-laktam tanpa aktivitas terhadap P.
Aeruginosa, seperti ceftriaxone dan amoxicillin-klavulanat
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian primer selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
Airway
 yakinkan kepatenan jalan napas
 berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
 jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera
mungkin ke IC

Breathing
 kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang signifikan
 kaji saturasi oksigen
 periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan asidosis
 berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
 auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
 periksa foto thorak

Circulation
 kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
 monitoring tekanan darah, tekanan darah <>
 periksa waktu pengisian kapiler
 pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
 berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
 pasang kateter
 lakukan pemeriksaan darah lengkap
 siapkan untuk pemeriksaan kultur
 catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari 36oC
 siapkan pemeriksaan urin dan sputum
 berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal sebelumnya tida
k ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.

Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan dan tem
pat sumber infeksi lainnya.

Tanda ancaman terhadap kehidupan


Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan kegagalan fungsi organ
. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka pasien harus dibawa ke ICU, ada
pun indikasinya sebagai berikut:
· Penurunan fungsi ginjal
· Penurunan fungsi jantung
· Hyposia
· Asidosis
· Gangguan pembekuan
· Acute respiratory distress syndrome (ards) – tanda cardinal oedema pulmonal.

Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas dan istirahat
a) Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia

2. Sirkulasi
a) Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary, fenomena emboli
k(darah, udara, lemak)
b) Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia), hipote
nsi terjadi pada stadium lanjut (shock)
c) Heart rate : takikardi biasa terjadi
d) Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi disrit
mia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal
e) Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium
lanjut)
3. Integritas Ego
a) Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian
b) Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
4. Makanan/Cairan
Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan, hilang/melemahnya bowel sounds
5. Neurosensori
Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental, disfungsi motorik
6. Respirasi
Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal diffuse, kesulitan bernafa
s akut atau khronis, “air hunger”
Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting
7. Rasa Aman
Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi darah, episode anaplastik
8. Seksualitas
Subyektif atau obyektif : Riwayat kehamilan dengan komplikasi eklampsia

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai


dan kebutuhan O2 edema paru.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Airway Management :
3 x 24 jam . pasien akan :  Buka jalan nafas
 TTV dalam rentang normal  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
 Menunjukkan jalan napas yang paten ventilasi ( fowler/semifowler)
 Mendemostrasikan suara napas yang bersih,  Auskultasi suara nafas , catat adanya su
tidak ada sianosis dan dypsneu. ara tambahan
 Identifikasi pasien perlunya pemasanga
n alat jalan nafas buatan
 Monitor respirasi dan status O2
 Monitor TTV.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan preload
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Cardiac care :
3 x 24 jam . pasien akan :  catat adanya tanda dan gejala penurunan c
 Menunjukkan TTV dalam rentang n ardiac output
ormal  monitor balance cairan
 Tidak ada oedema paru dan tidak ada a  catat adanya distritmia jantung
sites  monitor TTV
 Tidak ada penurunan kesadaran  atur periode latihan dan istirahat untuk mengh
 Dapat mentoleransi aktivitas dan tidak indari kelelahan
ada kelelahan.  monitor status pernapasan yang menandakan
gagal jantung.

3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Fever Treatment :
3 x 24 jam . pasien akan :  Observasi tanda-tanda vital tiap 3 jam.
 Suhu tubuh dalam rentang normal  Beri kompres hangat pada bagian lipatan tubu
 Tidak ada perubahan warna kulit dan tid h ( Paha dan aksila ).
ak ada pusing  Monitor intake dan output
 Nadi dan respirasi dalam rentang norma  Monitor warna dan suhu kulit
l  Berikan obat anti piretik
Temperature Regulation
 Beri banyak minum ( ± 1-
1,5 liter/hari) sedikit tapi sering
 Ganti pakaian klien dengan bahan tipis menye
rap keringat.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac
output yang tidak mencukupi.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 Management sensasi perifer:
x 24 jam . pasien akan :  Monitor tekanan darah dan nadi apikal s
 Tekanan sisitole dan diastole dalam re etiap 4 jam
ntang normal  Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
 Menunjukkan tingkat kesadaran yang bai kulit jika ada
k  Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
peka terhadap panas atau dingin
 Kolaborasi obat antihipertensi.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuh


an oksigen.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam Activity Therapy
a ... x 24 jam . pasien akan :  Kaji hal-hal yang mampu dilakukan klien.
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik  Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya s
tanpa disertai peningkatan tekanan esuai dengan tingkat keterbatasan klien
darah nadi dan respirasi  Beri penjelasan tentang hal-
 Mampu melakukan aktivitas sehari- hal yang dapat membantu dan meningkatkan ke
hari secara mandiri kuatan fisik klien.

 TTV dalam rentang normal  Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL klien
 Status sirkulasi baik  Jelaskan pada keluarga dan klien tentang pentin
gnya bedrest ditempat tidur.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sepsis didefinisikan sebagai invasi dari mikroorganisme atau toxinnya ke dalam
darah, yang diikuti oleh respon tubuh terhadap invasi tersebut. Oleh karena itu, patofisiologi
sepsis merupakan kombinasi antara efek infeksi dengan respon tubuh, berupa inflamasi

generalisata, yang dapat berakhir dengan disfungsi multiorgan dan kematian.16 ACCP /
SCCM mendefinisikan sepsis sebagai Systemic Inflamatory Response Syndrome ( SIRS )
yang disertai dengan infeksi.
Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-
gejala yang parah, yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik.
Septisemia menunujukan munculnya infeksi sistemik yang disebabkan oleh penggadaan
mikroorganisme secara cepat atau zat-
zat racunnya, yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar
(Doengoes, 1993).
Sepsis adalah kumpulan gejalagejala patofisologis seperti; demam, tachycardia, hyper
ventilasi dan leukositosis yang dikenal dengan Systemic Inflammatory Respone Syndrome / SIRS,
dan disebut dengan sepsis apabila ditemukan infeksi yang terdokumentasi (B Ongard,1994).

DAFTAR PUSTAKA
Ackley, Betty. J, Ladwig, Gail. B, Nursing Diagnosis Hand Book, A Guide to Planning Care, Ma
sby-year Book, Inc, Missouri, 1997.
Bongard, Frederic, S, Sue, Darryl. Y, Current Critical Care Diagnosis and Treatment, frst ed, Para
mount Publishing Bussiness and Group, Los Anggles, 1994.
Doenges, Marilyn. E, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencana dan Pendokume
ntasian Perawatan Pasien, alih bahasa I Made Kariasa, EGC, Jakarta, 1993.
Japardi, Iskandar. 2002. Manifestasi Neurologik Shock Sepsis. library.usu.ac.id/download/fk/bed
ah-iskandar%20japardi20.pdf.
North American Nursing Diagnosis Assosiation, Nursing Diagnosis : Deffinition and Classificati
on, The Assosiation, Philadelphia, 2009.
Sibbald, William J, Maudel, Jess, Management of Septic Shock in Adults, www.uptodate.com, 20
03
Sibbald, William J, Neviere, Reny, Pathophysiology of Sepsis, www.uptodate.com, 2003
Taptich, Barbara, J, Nursing Diagnosa and Care Planning, WB. Saunders Company, Philadelphia,
1994.
www.nicnoc@harcourt.com, Nursing Intervention Classification and Nursing Outcomes Classific
ation, 2000.

Anda mungkin juga menyukai