Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Komplikasi hemodialisis salah satunya adalah peningkatan tekanan

darah. Tekanan darah biasanya menurun dengan ultrafiltrasi dialisis pada

sebagian besar klien, namun 10-15% klien yang menjalani hemodialisis

mengalami peningkatan tekanan darah (Sulistyaningsih 2011). Dilaporkan

Sekitar 5-15% dari klien yang menjalani HD reguler tekanan darahnya justru

meningkat saat HD. Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik (HID) atau

intradialytic hypertension(Agarwal 2011). Menurut penelitian yang

dilakukan oleh (Armiyati 2015)didapatkan hasil bahwa 70% klien mengalami

hipertensi intradialisis. Suatu area yang menjadi perhatian perawat

adalah hal yang berhubungan dengan penanganan non farmakologis untuk

mencegah terjadinya hipertensi intradialitik dan peningkatan kualitas

hidup, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan non farmakologis

dapat dilakukan yaitu meliputi tekhnik mengurangi stres, penurunan berat

badan, pembatasan alkohol, natrium, dan tembakau, olahraga atau latihan

yang berefek meningkatkan lipoprotein densitas tinggi, dan relaksasi. Latihan

fisik peregangan atau stretchingexercise dipercaya meningkatkan fungsi

fisik dan mental pada klien dengan dialisa, bahkan dapat meningkatkan

kualitas hidupnya (Painter et al. 2000). (Kaur et al, 2016)dalam

penelitiannya menyebutkan bahwa dalam waktu satu minggu dilakukan

stretching exercise pada klien dialisis dapat meningkatkan skor kualitas hidup

sebesar 0,25. Mekanisme latihan fisik peregangan atau stretching exercise

1
meningkatkan relaksasi yaitu dengan menurunkan aktifitas saraf simpatis dan

meningkatkan aktifitas saraf parasimpatis sehingga terjadi vasodilatasi

diameter arteriol (Hermanto 2014).Pranayama yoga adalah jembatan antara

pikiran dan hal-hal fisik antara tubuh dan roh (Sherman et al.2010). Yoga

dapat meningkatkan adekuasi klien ESRD dengan hemodialisis (Tayyebi et al.

2012). Beberapa hasil penelitian menunjukkan hasil bahwa yoga dapat

memberikan efek relaksasi sehingga menstimulus hipotalamus untuk

menurunkan ACTH dimana diikuti penurunan glukokortikoid dan kortisol.

Berdasarkan latar belakang masalah tingginya kejadian hipertensi

intradialitik dan penurunan kualitas hidup klien hemodialisis maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian pengaruh stretching exercise dan

pernafasan yoga (pranayama) terhadap regulasi tekanan darah dan

kualitas hidup klien end stage renal disease (ESRD) yang menjalani

hemodialisis.
B. TUJUAN PENELITIAN
a. Tujuan Umum

mengidentifikasi efektifitas stretching exercise dan pernafasan yoga


terhadap regulasi tekanan darah dan kualitas hidup klien esrd yang
menjalan kan hemodialisis di rumkital dr. ramelan Surabaya

b. Tujuan khusus
1. mengidentifikasi efektifitas stretching exercise terhadap
regulasi tekanan darah klien esrd yang menjalan hemodialisis di
rumkital dr. ramelan Surabaya
2. mengidentifikasi pernafasan yoga terhadap regulasi tekanan
darah klien esrd yang menjalan hemodialisis di rumkital dr.
ramelan Surabaya

2
3. mengidentifikasi kombinasi efektifitasstretching exercise dan
pernafasan yoga terhadap regulasi tekanan darah d esrd yang
menjalan hemodialisis di rumkital dr. ramelan Surabaya
4. mengidentifikasi pernafasan yoga terhadap kualitas hidup klien
esrd yang menjalan hemodialisis di rumkital dr. ramelan
Surabaya
5. mengidentifikasi pernafasan yoga terhadap regulasi tekanan
darah dan kualitas hidup klien esrd yang menjalan hemodialisis
di rumkital dr. ramelan Surabaya
6. mengidentifikasi modifikasi efektifitas stretching exercise dan
pernafasan yoga terhadap kualitas hidup klien esrd yang
menjalan hemodialisis di rumkital dr. ramelan Surabaya
C. MANFAAT PENELITIAN
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi petugas kesehatan

khususnya untuk perawat hemodialisa dan pasien CKD (ESRD) yang

sedang menjalankan hemodialisa, serta untuk mengembangkan

Mengembangkan ilmu pengetahuan non farmakologi tentang

stretching exercise dan pernafasan yoga untuk mempertahankan

kualitas hidup pasien .


b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian bagi

petugas kesehatan agar terapi strecing exsersis dan pernapasan yoga

dapat dijadikan alternative intervensi non farmakologi untuk

menurunkan tekanan darah dan peningkatan kualitas hidup pada

penderita CKD (ESRD). Dan bagi penderita CKD diharapkan

mampu menerapkan strecing exersis dan perbapasan yoga untuk

menurunkan tekanan darah dan mempertahankan kualitas hidup .

3
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 KONSEP STRETCHING EXERCISES

4
2.1.1 Stretching Exercises

Stretching adalah merupakan suatu bentuk latihan yang dilakukan dengan

tujuan mengulur otot agar dapat lebih rileks (Carolyn, Kisner & Colby, 1990).

Stretching adalah teknik penguluran pada jaringan lunak dengan teknik tertentu,

untuk menurunkan ketegangan otot secara fisiologis sehingga otot menjadi rileks

dan meningkatkan luas gerak sendi. Prinsip fisiologi stretching terdiri atas respon

mekanik dan respon neurofusuilogi. Respon mekanik : Respon mekanikal otot

terhadap peregangan bergantung pada myofibril dan sarkomer otot. Setiap serabut

otot tersusun dari beberapa serabut otot.Satu serabut otot terdiri atas beberara

myofibril. Myofibril tersusun dari beberapa sarkomer yang terletak sejajar dgn

serabut otot. Dan respon neurofisiologi : Tergantung pada muscle spindel dan

golgi tendon. Muscle spindel merupakan organ sensorik utama dan tersusun dari

organ intrafusal yg terletak paralel dgn serabut extrafusal. Muscle spindel

berfungsi untuk memonitor kecepatan dan durasi regangan serta rasa terhadap

perubahan panjang otot.

2.1.2 Fungsi Stretching

1. Meningkatkan kebugaran fisik

2. Mengoptimalkan aktifitas yang dilakukan sehari-hari

3. Meningkatkan perkembangan kesadaran tubuh

4. Meningkatkan mental dan rileksasi fisik

5. Mengurangi ketegangan otot

6. Meningkatkan fleksibilitas jaringan otot

7. Mengurangi resiko cidera

8. Mengurangi rasa nyeri pada otot

5
Dalam pengaplikasiannya, stretching exercise terbagi atas active stretching,

passive stretching, Hold rilex dan contrac rilex.

1. Active stretching : Suatu teknik penguluran dengan cara mengaktifkan otot-

otot antagonis dengan otot-otot yang akan diulur tanpa mendapat bantuan dari

luar. Aktive stretching adalah teknik penguluran yang dilakukan oleh penderita

sendir tanpa bantuan dari luar. Manfaatnya adalah Mempertahankan ROM,

Meningkatkan fleksibilitas jaringan dan Mencegah atau meminimalkan faktor

resiko injury
2. Pasive stretching : Suatu teknik penguluran dimana pasien dalam keadaan

rileks dan tanpa mengadakan gerakan, penguluran dilakukan oleh terapis.

Manfaatnya adalah Efektif pada otot agonis dalam keadaan lemah untuk

menerima respon gerakan , Otot akan siap menerima beban tambahan yang

lebih berat, Mengurangi spasme otot dan Meningkatkan elastisitas jaringan

otot. Berikut salah satu stretching secara passive :

Stretching untuk meningkatkan Hiperekstensi shoulder (Stretching otot


otot fleksor pada shoulder/bahu)

6
Stretching pada region Hip, meningkatkan fleksi hip dengan knee
difleksikan

3. Hold rilex : Hold relax adalah salah satu teknik PNF yang mengaktifkan

otot agonis yang mengalami spasme, kemudian relaks lalu diulur sampai

batas maksimal atau nyeri.


4. Contrac rilex : Contrac relax adalah salah satu teknik PNF yang

mengaktifkan otot antagonis, kemudian relaks lalu mengulur agonis yang

mengalami spasme sampai batas maksimal atau nyeri.


2.1.3 Indikasi Stretching :
1. Keterbatasan ROM akibat kontraktur, adhesive & terbentuknya jaringan

parut yang mimicu pemendekan otot, connective tissue & Kulit.


2. Keterbatasan yang memicu deformitas struktur tulang atau sebaliknya
3. Kontraktur yang mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan perawatan diri
4. Kelemahan otot yang menimbulkan ketegangan otot
2.1.4 Kontra Indikasi Stretching :
1. Tulang menghalangi gerakan (tulang sukar digerakkan)
2. Sedang mengalami patah tulang
3. Terdapat gerajala peradangan akut pada daerah sekitar sendi
4. Terdapat gejala osteoporosis
5. Terjadi rasa sakit yang akut & menyulitkan pergerakan sendi &

pemanjangan otot

7
6. Mengalami cidera, dislokasi dan ketegangan otot yang akut
7. Sedang menderita karena penyakit tertentu pada pembuluh darah maupun

penyakit kulit
8. Terdapat pengurangan atau penurunan fungsi pada daerah pergerakan

2.2. KONSEP PERNAFASAN YOGA

2.2.1 Definisi Terapi Pernafasan Yoga

Yoga merupakan suatu tehnik latihan untuk mengenal diri sehingga dapat

menganalisis lebih lanjut tentang pikiran dan tindakan yang sudah dilakukan.

Latihan dilakukan melalui sikap tubuh (asana), pernafasan (pranayama), dan

tehnik relaksasi sehingga dapat mengembangkan kecerdasan intuisi alamiah

dan membantu pikiran agar dapat terpusat, dan pada akhirnya dapat membuat

perubahan berupa ketenangan pikiran dan terpusatnya perhatian (Worby,

2007).

Pranayama berasal dari kata prana dan ayama. Prana berarti energi

kosmik yang diwujudnyatakan dengan nafas, dan ayama berarti ekspansi atau

perluasan. Dengan demikian prayama berarti perluasan dan kontrol terhadap

pernafasan, atau mengontrol pernafasan secara sadar (Weller, 2001).

2.2.2 Manfaat Pernafasan Yoga (pranayama)

Teknik pernafasan yoga mengendalikan pernafasan dan pikiran. Latihan

inin dapat menguatkan sistem pernafasan, menenangkan sistem saraf,

membantu mengurangi atau menghilangkan berbagai kecanduan, dan dapat

menguatkan sistem kekebalan tubuh. Pernafasan juga memainkan peranan

8
penting dalam metabolisme tubuh, yaitu proses tubuh menguraikan nutrisi

(Weller, 2001). Manfaat nyata yang dapat dirasakan dari latihan ini adalah

berkurangnya kelelahan, pikiran dan emosi menjadi tenang (Worby, 2007).

Mekanisme latihan pernafasan yoga terhadap perubahan fisik yang

terjadi pada tubuh diawali dengan terciptanya suasana relaksasi alam sadar

yang secara sistematis membimbing pada keadaan relaks yang mendalam.

Terciptanya suasana relaksasi akan menghilangkan suara-suara dalam pikiran

sehingga tubuh akan mampu untuk melepaskan ketegangan otot. Ketika

tubuh mulai santai nafas menjadi lambat dan dalam, sehingga sistem

pernafasan dapat beristirahat. Melambatnya ritme pernafasan ini akan

membuat detak jantung menjadi lebih lambat dan memberikan pengaruh

positif terhadap keseluruhan sistem sirkulasi jantung untuk beristirahat dan

mengalami proses peremajaan. Sistem saraf simpatik yang selalu siap beraksi

menerima pesan “aman” untuk melakukan relaksasi sedangkan sistem saraf

parasimpatik akan memberikan respon untuk relaksasi. Selain saraf simpatik,

pesan untuk relaksasi juga ditrerima oleh kelenjar endokrin yang bertanggung

jawab terhadap sebagian besar keadaan emosi dan fisik (Worby, 2007).

2.2.3 Tehnik Pranayama

Pranayama dilakukan dengan mengatur dan mengendalikan pernafasan.

Pengendalian nafas terdiri dari pengaturan panjang dan durasi tarikan nafas

(inhalasi), panjang dan durasi hembusan nafas (ekhalasi), serta perhentian

nafas. Frekuensi nafas rata-rata mencapai 16-18 kali permenit pada orang

normal, dengan melakukan latihan pernafasan yoga kecepatan nafas akan

9
menjadi lebih lambat, dan setiap tarikan dan hembusan nafas akan menjadi

lebih panjang dan lebih penuh. Kondisi ini disebut dengan pernafasan yang

dalam dan akan memampukan energi yang ada untuk bergerak mencapai

setiap sel (Worby, 2007).

Latihan pernafasan yoga dapat dilakukan sambil duduk maupun

berbaring. Karena disesuaikan dengan kondisi pasien, maka latihan

pernafasan ini akan dilakukan sambil berbaring. Bentuk latihan pernafasan

yoga sama dengan latihan pernafasan dalam yang sering dipraktekkan di

lingkungan keperawatan, diantaranya yaitu latihan relaksasi nafas dalam,

slow deep breathing, pursed lip breathing. Namun pada latihan pernafasan

yoga terdapat latihan pernafasan lainnya yaitu bernafas bergantian

menggunakan salah satu lubang hidung, serta memasukkan unsur-unsur

spiritualitas pada akhir latihan. Berikut ini adalah protokol pernafasan yoga

yang dikeluarkan oleh bagian psikologi universitas Fayetteville (2008).

2.2.4 Pernafasan Dasar (Pernafasan Dada dan Pernafasan Diafragma)

a. Berbaring dengan nyaman sambil memejamkan mata.

b. Rasakan pernafasan saat menarik nafas dan mengeluarkannya dari hidung.

c. Letakkan satu tangan di atas dada, dan yang satunya di atas perut. Tarik nafas

dan rasakan dengan tangan perut yang membesar. Pada saat menghembuskan

nafas rasakan perut tertarik kearah dalam. Jangan pindahkan tangan dari

dada. Dan jangan menekan perut kearah dalam, biarkan bebas dari

ketegangan.

10
d. Letakkan telapak tangan di sisi dada, tepatnya dibawah tulang dada dengan

pergelangan tangan terletak bebas diatas tubuh sedangkan ujung jari sedikit

saja menyentuh dada. Hembuskan nafas secara perlahan. Kemudian tarik

nafas secara perlahan sampai dada mengembang. Perhatikan/rasakan

pengembangan di seluruh sisi dada saat dada maju, mundur, dan tertarik ke

atas. Pada saat ekhalasi, tekan dengan lembut tulang dada ke dalam.

e. Letakkan tangan di sisi tulang dada, pada saat inhalasi rasakan

pengembangan tulang dada ke tangan, dan pada saat ekhalasi rasakan tulang

iga berkontraksi menjauhi tangan ke pusat tubuh.

f. Tarik nafas kemudian hembuskan dengan penuh. Paru-paru yang kosong ini

menyiapkan ruang untuk deep inhalasi.

g. Pada saat inhalasi, relaksasikan perut dan biarkan perut sedikit mengembang

ke depan. Jangan lakukan apapun. Jangan menekan perut kearah dalam.

Biarkan perut menggembung dengan sendirinya. Pada saat itu udara akan

masuk tanpa kesukaran atau tahanan.

h. Kemudian buat pernafasan menaikkan dan mengembangkan dada

(pernafasan dada). Jangan naikkan bahu. Pertahankan dan relaks.

i. Pada saat ekhalasi, biarkan tulang dada relaks dan biarkan udara secara

perlahan keluar dari perut.

j. Buat pernafasan pada saat inhalasi dan ekhalasi seperti aliran air yang keluar

masuk

11
2.2.5 Latihan Bernafas Bergantian

a. Dengan posisi berbaring dan kedua tangan disisi tubuh, lakukan pernafasan

dasar (pernafasan dada atau pernafasan diafragma). Latihan dimulai dengan

menghembuskan nafas secara penuh dan menarik nafas melalui kedua

hidung.b. Dengan menggunakan tangan kanan tutup cuping hidung sebelah

kanan dengan ibu jari kanan sambil dengan perlahan menghembuskan nafas

melalui hidung sebelah kiri.

c. Pada bagian akhir dari hembusan nafas tutup lubang hidung sebelah kiri

dengan menggunakan jari manis tangan kanan dan tarik nafas dengan lancar

serta perlahan melalui lubang hidung kanan. Ulangi putara ini 2 kali lalu

bernafaslah dengan normal sebanyak tiga kali.

2.2.6 Latihan Pengembangan Dada Pada Saat Ekhalasi

a. Dengan posisi berbaring lakukan pernafasan dasar (pernafasan dada atau

pernafasan diafragma)

b. Tarik nafas dalam 3 kali hitungan, kemudian hembuskan nafas dengan 3 kali

hitungan. Konsentrasi pada pernafasan perut yang dilanjutkan dengan

pernafasan dada. Pada saat menghembuskan nafas rasakan turunnya

punggung yang disertai turunnya bahu.

c. Tarik nafas dalam tiga hitungan, keluarkan nafas dalam 3 kali hitungan

d. Tarik nafas dalam 3 kali hitungan, keluarkan nafas dalam 4 kali hitungan

e. Tarik nafas dalam 3 kali hitungan, keluarkan nafas dalam 5 kali hitngan

f. Tarik nafas dalam 3 kali hitungan, keluarkan nafas dalam 6 kali hitungan.

12
2.2.7 Latihan mengembangkan jarak antara 2 pernafasan (Slow deep

breathing)

a. Tarik nafas dalam 4 kali hitungan

b. Tahan nafas dalam 2 kali hitungan

c. Hembuskan nafas dalam 4 kali hitungan

d. Tahan nafas dalam 2 kali hitungan

e. Ulangi rangkaian pernafasan namun tahan nafas dalam tiga kali hitungan.

f. Ulangi rangkaian pernafasan namun dalam 4 kali hitungan.

2.2.8 Latihan Nafas Pembersihan (Pursed lip breathing)

a. Dengan posisi berbaring pejamkan dan lemaskan otot serta lakukan

pernafasan dasar dengan teratur.

b. Tarik nafas melalui hidung dengan perlahan dan sedalam mungkin tanpa

dipaksakan.

c. Melalui bibir yang dibulatkan seolah-olah sedang bersiul hembuskan udara

keluar dalam aliran yang mantap. Lakukan latihan pernafasan ini dengan

perlahan, lancar dan penuh kesadaran.

d. Jika penghembusan nafas sudah selesai ulangi langkah ke-2 dan ke-3.

e. Kembali ke pernafasan normal.

13
2.3 KONSEP TEKANAN DARAH

2.3.1 Definisi

Tekanan darah merupakan daya yang dihasilkan oleh darah terhadap

setiap satuan luas dinding pembuluh. Bila seseorang mengatakan bahwa

tekanan dalam pembuluh adalah 100 mmHg hal itu berarti bahwa daya yang

dihasilkan cukup untuk mendorong kolom air raksa melawan gravitasi sampai

setinggi 100 mm (Guyton dan Hall, 2008). Tekanan darah juga didefinisikan

sebagai kekuatan lateral pada dinding arteri oleh darah yang didorong dengan

tekanan dari jantung (Potter dan Perry, 2005).

Tekanan puncakterjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan

sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung

beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan

sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar

dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80

(Smeltzer dan Bare, 2001).

Tekanan darah timbul ketika bersirkulasi di dalam pembuluh darah. Organ

jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam proses ini dimana

jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan untuk

menggerakkan darah, dan pembuluh darah yang memiliki dinding yang

14
elastis dan ketahanan yang kuat (Hayens, 2003). Tekanan darah diukur dalam

satuan milimeter air raksa (mmHg) (Palmer, 2007).

2.3.2 Fisiologi Tekanan Darah

Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan resistensi pembuluh

darah perifer (tahanan perifer). Curah jantung (cardiac output) adalah jumlah

darah yang dipompakan oleh ventrikel ke dalam sirkulasi pulmonal dan

sirkulasi sistemik dalam waktu satu menit, normalnya pada dewasa adalah

4-8 liter. Cardiac output dipengaruhi oleh volum sekuncup (stroke volume)

dan kecepatan denyut jantung (heart rate). Resistensi perifer total (tahanan

perifer) pada pembuluh darah dipengaruhi oleh jari-jari arteriol dan viskositas

darah. Stroke volume atau volume sekuncup adalah jumlah darah yang

dipompakan saat ventrikel satu kali berkontraksi normalnya pada orang

dewasa normal yaitu ±70-75 ml atau dapat juga diartikan sebagai perbedaan

antara volume darah dalam ventrikel pada akhir diastolik dan volume sisa

ventrikel pada akhir sistolik. Heart rate atau denyut jantung adalah jumlah

kontraksi ventrikel per menit. Volume sekuncup dipengaruhi oleh 3 faktor

yaitu volume akhir diastolik ventrikel, beban akhir ventrikel (afterload), dan

kontraktilitas dari jantung (Dewi, 2012).

Tubuh mensuplai darah ke seluruh jaringan, sehingga mampu memberikan

gaya dorong berupa tekanan arteri rata-rata dan derajat vasokonstriksi arteriol-

arteriol jaringan tersebut. Tekanan arteri rata-rata merupakan gaya utama yang

mendorong darah ke jaringan. Tekanan arteri rata- rata harus dipantau dengan

15
baik karena apabila tekanan ini terlalu tinggi dapat memperberat kerja

jantung dan meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah serta terjadinya

ruptur pada pembuluh-pembuluh darah halus. Tekanan arteri akan tetap

normal melalui penyesuaian jangka pendek (dalam hitungan detik) dan

penyesuaian jangka panjang (dalam hitungan menit sampai hari). Penyesuaian

jangka pendek dilakukan dengan mengubah curah jantung dan resistensi

perifer total yang diperantarai oleh sistem saraf otonom pada jantung, vena

dan arteriol. Penyesuaian jangka panjang dilakukan dengan menyesuaikan

volume darah total dengan cara menyeimbangkan garam dan air melalui

mekanisme rasa haus dan pengeluaran urin (Sherwood, 2001).

Penyimpangan pada arteri rata-rata akan mengaktivasi reflek baroresptor

untuk dapat menormalkan kembali tekanan darah yang diperantarai oleh saraf

otonom. Hal ini yang mempengaruhi kerja jantung dan pembuluh darah dalam

upaya menyesuaikan curah jantung dan resistensi perifer total. Reflek dan

respon lain yang mempengaruhi tekanan darah yaitu reseptor volume atrium

kiri, osmoreseptor hipotalamus yang penting dalam mengatur keseimbangan

air dan garam, kemoreseptor yang terletak di arteri karotis dan aorta yang

secara reflek akan meningkatkan pernafasan sehingga lebih banyak oksigen

yang masuk. Respon lainnya yaitu respon yang berkaitan dengan emosi,

kontrol hipotalamus terhadap arteriol kulit untuk mendahulukan pengaturan

suhu daripada kontrol pusat kardiovaskular dan zat-zat vasoaktif yang

dikeluarkan oleh sel-sel endotel seperti endothelium-derived relaxing factor

(ERDF) atau nitricoxide (NO) (Sherwood,2001).

2.3.3 Regulasi Tekanan Darah

16
Pengaturan tekanan darah secara umum dibagi menjadi dua yaitu

pengaturan tekanan darah untuk jangka pendek dan pengaturan tekanan darah

untuk jangka panjang.

a. Pengaturan tekanan darah jangka pendek

1) Sistem Saraf

Sistem saraf mengontrol tekanan darah dengan mempengaruhi tahanan

pembuluh darah. Kontrol ini bertujuan untuk mempengaruhi distribusi darah

sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan bagian tubuh yang spesifik,

dan mempertahankan tekanan arteri rata-rata yang adekuat dengan

mempengaruhi diameter pembuluh darah. Umumnya kontrol sistem saraf

terhadap tekanan darah melibatkan baroreseptor, kemoreseptor, dan pusat otak

tertinggi (hipotalamus dan serebrum) (Mayuni, 2013). Menurut Sherwood

(2006) refleks baroreseptor merupakan sensor utama pendeteksi perubahan

tekanan darah. Setiap perubahan pada tekanan darah rata-rata akan

mencetuskan refleks baroreseptor yang diperantarai secara otonom, seperti

yang disajikan pada Gambar 2.1. Sistem baroreseptor bekerja sangat cepat

untuk mengkompensasi perubahan tekanan darah. Baroreseptor yang penting

dalam tubuh manusia terdapat di sinus karotis dan arkus aorta. Baroreseptor

secara terus menerus memberikan informasi mengenai tekanan darah, dan

secara kontinu menghasilkan potensial aksi sebagai respon terhadap tekanan

didalam arteri. Jika tekanan arteri meningkat, potensial aksi juga akan

meningkat sehingga kecepatan pembentukan potensial aksi di neuron eferen

yang bersangkutan juga ikut meningkat. Begitu juga sebaliknya, jika terjadi

17
penurunan tekanan darah. Setelah mendapat informasi bahwa tekanan arteri

terlalu tinggi oleh peningkatan potensial aksi tersebut, pusat kontrol

kardiovaskuler merespon dengan mengurangi aktivitas simpatis dan

meningkatkan aktivitas parasimpatis. Sinyal-sinyal eferen ini menurunkan

kecepatan denyut jantung, menurunkan volume sekuncup, menimbulkan

vasodilatasi arteriol dan vena serta menurunkan curah jantung dan resistensi

perifer total, sehingga tekanan darah kembali normal. Begitu juga sebaliknya

jika tekanan darah turun dibawah normal.

Gambar 2.1 Sistem Baroreseptor untuk Mengendalikan Tekanan Arteri.

Sumber: Guyton dan Hall, 2008.

2) Kontrol kimi Kadar oksigen dan karbondioksida membantu proses pengaturan

tekanan darah melalui refleks kemoreseptor. Beberapa kimia darah juga

mempengaruhi tekanan darah melalui kerja pada otot polos dan pusat

vasomotor. Hormon yang penting dalam pengaturan tekanan darah adalah

hormon yang dikeluarkan oleh medula adrenal (norepinefrin dan epinefrin),

18
natriuretik atrium, hormon antidiuretik, angiostensin II, dan nitric oxide

(Mayuni, 2013).

b. Pengaturan tekanan darah jangka panjang

Organ ginjal memiliki peran penting dalam pengaturan tekanan darah jangka

panjang. Organ ginjal mempertahankan keseimbangan tekanan darah secara

langsung dan secara tidak langsung. Mekanisme secara langsung dengan

meregulasi volume darah rata-rata 5 liter/menit, sementara secara tidak

langsung dengan melibatkan mekanisme renin angiostesin. Pada saat tekanan

darah menurun, ginjal akan mengeluarkan enzim renin ke dalam darah yang

akan mengubah angiotensin menjadi angiotensin II yang merupakan

vasokontriktor yang kuat (Mayuni, 2013). Walaupun hanya berada 1 atau 2

menit dalam darah, tetapi angiotensin II mempunyai pengaruh utama yang

dapat meningkatkan tekanan arteri, yaitu sebagai vasokonstriksi di berbagai

daerah tubuh serta menurunkan eksresi garam dan air oleh ginjal (Ronny,

2009).

2.3.4 Klasifikasi Tekanan Darah

Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua

kali atau lebih pengukuran pada dua kali atau lebih kunjungan.

19
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII.

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah

Tekanan Darah Sistolik (Mmhg) Diastolic (Mmhg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi tahap I 140-159 90-99

Hipertensi tahap II >160 >100

2.3.5 Pengukuran Tekanan Darah

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tekanan darah adalah

sphygmomanometer dan stethoscope yang telah dikalibrasi dengan tepat,

seperti yang disajikan pada Gambar 2.2. Menurut Potter dan Perry (2005),

pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut

ini:

a. Kaji tempat paling baik untuk melakukan pengukuran tekanan darah.

b. Siapkan sphygmomanometer dan stetoskop serta alat tulis.

c. Anjurkan pasien untuk menghindari kafein dan merokok 30 menit sebelum

pengukuran.

d. Bantu pasien mengambil posisi duduk atau berbaring.

e. Posisikan lengan atas setinggi jantung dan telapak tangan menghadap keatas.

f. Gulung lengan baju bagian atas lengan.

20
g. Palpasi arteri brakialis dan letakkan manset 2,5 cm diatas nadi brakialis,

selanjutnya dengan manset masih kempis pasang manset dengan rata dan pas

di sekeliling lengan atas.

h. Pastikan sphygmomanometer diposisikan secara vertikal sejajar mata dan

pengamat tidak boleh lebih jauh dari 1 meter.

i. Letakkan earpieces stetoskop pada telinga dan pastikan bunyi jelas, tidak

redup (muffled).

j. Ketahui letak arteri brakialis dan letakkan belt atau diafragma chestpiece

diatasnya serta jangan menyentuh manset atau baju pasien.

k. Tutup kayup balon tekanan searah jarum jam sampai kencang.

l. Gembungkan manset 30 mmHg diatas tekanan sistolik yang dipalpasi

kemudian dengan perlahan lepaskan dan biarkan air raksa turun dengan

kecepatan 2-3 mmHg per detik.

m. Catat titik pada manometer saat bunyi pertama jelas terdengar .

n. Lanjutkan mengempiskan manset, catat titik pada manometer sampai 2 mmHg

terdekat atau saat bunyi tersebut hilang.

o. Kempiskan manset dengan cepat dan sempurna. Buka manset dari lengan

kecuali jika ada rencana untuk mengulang.

p. Bantu pasien kembali ke posisi yang nyaman dan rapikan kembali lengan

atas serta beritahu hasil pengukuran pada pasien.

21
Gambar 2.2 Cara Auskultasi untuk Mengukur Tekanan Arteri Sistolik dan

Diastolik. Sumber: Guyton dan Hall, 2008.

2.4 Konsep Kualitas Hidup (Quality of Life)

2.4.1 Defenisi Kualitas Hidup

Kualitas hidup menurut World Health Organozation Quality of Life

(WHOQOL) Group (dalam Rapley, 2003), didefinisikan sebagai

persepsi individu mengenai posisi individu dalam hidup dalam konteks

budaya dan sistem nilai dimana individu hidup dan hubungannya dengan

tujuan, harapan, standar yang ditetapkan dan perhatian seseorang. (Nimas,

2012)

22
Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu dari posisi

mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai di mana

mereka tinggal dan dalam hubungannya dengan tujuan mereka, harapan ,

standar dan kekhawatiran (WHO, 1996)

Kualitas hidup merupakan persepsi subjektif dari individu terhadap

kondisi fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan dalam kehidupan

sehari-hari yang dialaminya (Urifah, 2012).Sedangkan menurut Chipper

(dalam Ware, 1992) mengemukakan kualitas hidup sebagai kemampuan

fungsional akibat penyakit dan pengobatan yang diberikan menurut

pandangan atau perasaan pasien.

Donald (dalam Urifah, 2012) menyatakan kualitas hidup

merupakan suatu terminology yang menunjukkan tentang kesehatan. fisik,

sosial dan emosi seseorang serta kemsmpusnnys untuk melaksanakan tugas

sehari-hari.

Kualitas hidup adalah suatu cara hidup, sesuatu yang yang esensial untuk

menyemangati hidup, eksistensi berbagai pengalaman fisik dan mental

seorang individu yang dapat mengubah eksistensi selanjutnya dari individu

tersebut di kemudian hari, status sosial yang tinggi, dan gambaran

karakteristik tipikal dari kehidupan seseorang individu (Brian, 2003).

WHO (dalam Kurniawan, 2008) menggambarkan kualitas hidup

sebagai sebuah persepsi individu terhadap posisi mereka dalam kehidupan

dalam konteks budaya dan system nilai dimana mereka tinggal dan hidup

dalam hubungannya dengan tujuan hidup, harapan, standart dan fokus hidup

23
mereka. Konsep ini meliputi beberapa dimensi yang luas yaitu: kesehatan

fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial dan lingkungan.

Menurut Cohan & Lazarus (dalam Handini, 2011) kualitas hidup

adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seseorang individu yang

dapat dinilai dari kehidupan mereka.Keunggulan individu tersebut biasanya

dilihat dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya, hubungan interpersonal,

perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi materi.Sedangkan Ghozali

juga mengungangkap faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup

diantaranya adalah mengenali diri sendiri, adaptasi, merasakan perhatian

orang lain, perasaan kasih dan sayang, bersikap optimis, mengembangkan

sikap empati.

Defenisi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan (health-

related quality of life) dikemukakan oleh Testa dan Nackley (Rapley,

2003), bahwa kualitas hidup berarti suatu rentang anatara kedaan objektif

dan persepsi subjektif dari mereka.Testa dan Nackley menggambarkan

kualitas hidup merupakan seperangkat bagian-bagian yang berhubungan

dengan fisik, fungsional, psikologis, dan kesehatan sosial dari

individu.Ketika digunakan dalam konteks ini, hal tersebut sering kali

mengarah pada kualitas hidup yang mengarah pada kesehatan.

Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan mencakup lima

dimensi yaitu kesempatan, persepsi kesehatan, status fungsional, penyakit,

dan kematian.

24
Sedangkan menurut Hermann (Silitonga, 2007) kualitas hidup yang

berhubungan dengan kesehatan dapat diartikan sebagai respon emosi dari

pasien terhadap aktivitas sosial, emosional, pekerjaan dan hubungan antar

keluarga, rasa senang atau bahagia, adanya kesesuaian antara harapan dan

kenyataan yang ada, adanya kepuasaan dalam melakukan fungsi fisik, sosial

dan emosional serta kemampuan mengadakan sosialisasi dengan orang lain.

Kualitas hidup menurut definisi WHO adalah persepsi individu tentang

keberadaannya di kehidupan dalam konteks budaya dan system nilai tempat

ia tinggal. Jadi dalam skala yang luas meliputi berbagai sisi kehidupan

seseorang baik dari segi fisik, psikologis, kepercayaan pribadi, dan

hubungan sosial untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Definisi ini

merefleksikan pandangan bahwa kualitas hidup merupakan evaluasi subjektif,

yang tertanam dalam konteks cultural, sosial dan lingkungan. Kualitas hidup

tidak dapat disederhanakan dan disamakan dengan status kesehatan, gaya

hidup, kenyamanan hidup, status mental dan rasa aman (Snoek, dalam

Indahria, 2013).

Menurut Karangora (2012) mendefinisikan kualitas hidup sebagai

persepsi seseorang dalam konteks budaya dan norma yang sesuai dengan

tempat hidup seseorang tersebut serta berkaitan dengan tujuan, harapan,

standard an kepedulian selama hidupnya. Kualitas hidup individu yang

satu dengan yang lainnya akan berbeda, hal itu tergantung pada definisi

atau interpretasi masing-masing individu tentang kualitas hidup yang

baik. Kualitas hidup akan sangat rendah apabila aspek-aspek dari

kualitas hidup itu sendiri masih kurang dipenuhi.

25
Dari beberapa uraian tentang kualitas hidup diatas maka dapat ditegaskan

bahwa yang dimaksud dengan kualitas hidup dalam kontek penelitian ini

adalah persepsi individu terhadap posisi mereka dalam kehidupannya baik

dilihat dari konteks budaya maupun system nilai dimana mereka tinggal dan

hidup yang ada hubungannya dengan tujuan hidup, harapan, standart dan

fokus hidup mereka yang mencakup beberapa aspek sekaligus,

diantaranyaaspek kondisi fisik, psikologis, sosial dan lingkungan dalam

kehidupan sehari-hari.

2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Kualitas hidup pasien diabetes melitus dipengaruhi oleh

berbagai faktor baik secara medis, maupun psikologis. Berbagai

faktor tersebut diantaranya adalah pemahaman terhadap diabetes, penyesuaian

terhadap diabetes, depresi, regulasi diri (Watkins, Connell,

Fitzgerald, Klem, Hickey & Dayton, 2000) emosi negatif, efikasi diri,

dukungan sosial, komplikasi mayor (kebutaan, dialysis, neuropati, luka

kaki, amputasi, stroke dan gagal jantung), karakteristik kepribadian dan

perilaku koping (Rose et al., 1998; 2002), tipe dan lamanya diabetes,

tritmen diabetes, kadar gula darah, locus of control, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, usia, status perkawinan dan edukasi diabetes (Milencovic et

al.,2004; Akimoto et al.,2004), emotional distress yang berhubungan

dengan diabetes (Polonsky, Fisher, Earles, Dudl, Lees, Mullan & Richard,

2005). (Melina, 2011)

26
Raebun dan Rootman (Angriyani, 2008) mengemukakan bahwa

terdapat delapan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang, yaitu:

1. kontrol, berkaitan dengan control terhadap perilaku yang dilakukan oleh

seseorang, seperti pembahasan terhadap kegiatan untuk menjaga kondisi

tubuh.

2. Kesempatan yang potensial, berkaitan dengan seberapa besar

seseorang dapat melihat peluang yang dimilikinya.

3. Keterampilan, berkaian dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan keterampilan lain yang mengakibatkan ia dapat mengembangkan

dirinya, seperti mengikuti suatu kegiatan atau kursus tertentu.

4. Sistem dukungan, termasuk didalamnya dukungan yang berasal dari

lingkungan keluarga, masyarakat maupun sarana-sarana fisik seperti tempat

tinggal atau rumah yang layak dan fasilitas-fasilitas yang memadai sehinga

dapat menunjang kehidupan.

5. Kejadian dalam hidup, hal ini terkait dengan tugas perkembangan dan

stress yang diakibatkan oleh tugas tersebut. Kejadian dalam hidup sangat

berhubungan erat dengan tugas perkembangan yang harus dijalani, dan

terkadang kemampuan seseorang untuk menjalani tugas tersebut

mengakibatkan tekanan tersendiri.

6. Sumber daya, terkait dengan kemampuan dan kondisi fisik seseorang.

Sumber daya pada dasarnya adalah apa yang dimiliki oleh seseorang sebagai

individu.

27
7. Perubahan lingkungan, berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada

lingkungan sekitar seperti rusaknya tempat tinggal akibat bencana.

8. Perubahan politik, berkaitan dengan masalah Negara seperti krisi moneter

sehingga menyebabkan orang kehilangan pekerjaan/mata pencaharian.

Selain itu, kualitas hidup seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor diantaranya, mengenali diri sendiri, adaptasi, merasakan pasienan

orang lain, perasaan kasih dan sayang, bersikap optimis, mengembangkan

sikap empati.

2.4.3 Aspek-Aspek Kualitas Hidup

Menurut WHO (1996) terdapat empat aspek mengenai

kualitas hidup, diantaranya sebagai berikut:

1. Kesehatan fisik, diantaranya Aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada zat

obat dan alat bantu medis, energi dan kelelahan, mobilitas, rasa sakit dan

ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, kapasitas kerja.

2. Kesejahteraan psikologi, diantaranya image tubuh dan penampilan,

perasaan negative, perasaan positif, harga diri, spiritualitas/agama/keyakinan

pribadi, berpikir , belajar , memori dan konsentrasi.

3. Hubungan sosial, diantaranya hubungan pribadi, dukungan sosial, aktivitas

seksual.

28
4. Hubungan dengan lingkungan, diantaranya sumber keuangan,

kebebasan, keamanan fisik dan keamanan Kesehatan dan perawatan sosial :

aksesibilitas dan kualitas, lingkungan rumah, Peluang untuk memperoleh

informasi dan keterampilan baru, partisipasi dalam dan peluang untuk

kegiatan rekreasi / olahraga, lingkungan fisik ( polusi/ suara / lalu lintas /

iklim ), mengangkut.

Menurut WHOQOL-BREF (dalam rapley, 2003) terdapat empat

aspek mengenai kualitas hidup, diantaranya sebagai berikut: (Nimas, 2012)

1. Kesehatan fisik, mencakup aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada

obat-obatan, energi dan kelelahan, mobilitas, sakit dan ketidaknyamanan,

tidur/istirahat, kapasitas kerja

2. Kesejahteraan psikologis, mencakup bodily image appearance, perasaan

negative, perasaan positif, self-esteem, spiritual/agama/keyakinan pribadi,

berpikir, belajar, memori dan konsentrasi.

3. Hubungan sosial, mencakup relasi personal, dukungan sosial, aktivitas

seksual

4. Hubungan dengan lingkungan mencakup ssumber finansial,

kebebasan, keamanan dan keselamatan fisik, perawatan kesehatan dan

sosial termasuk aksesbilitas dan kualitas, lingkungan rumah, kesempatan

untuk mendapatkan berbagai informasi baru maupun keterampilan,

partisispasi dan mendapat kesempatan untuk melakukan rekreasi dan

kegiatan yang menyenangkan di waktu luang, lingkungan fisik termasuk

polusi/kebisingan/lalu lintas/iklim serta transportasi.

29
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Penelitian ini menggunakan quasi

eksperimen dengan metode pre test- post test control group

design. Desain ini digunakan untuk membandingkan pengaruh

stretching exercise, pernafasan yoga (pranayama), serta modifikasi antara

stretching exercise dan pernafasan yoga (pranayama) terhadap regulasi

tekanan darah, dan kualitas hidup pada klien ESRD yang menjalani

hemodialisis.Populasi dalam penelitian ini adalah semua klien ESRD

yang melakukan terapi hemodialisis di ruang hemodialisis Rumkital Dr.

Ramelan Surabaya pada pada bulan Mei- Juni 2017. Tekhnik

pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode

purposive samplingsejumlah 7 responden di tiap kelompok. Total 28

responden. Etik penelitian pada penelitian ini diberikan oleh komite etik

Rumkital Dr. Ramelan SurabayaInstrumen

Instrumen stretching exercise menggunakan SAP, buku

panduan stretching exercise (modul).Instrumen pernafasan yoga

(pranayama) menggunakan SAP, buku panduan pernafasan yoga

(pranayama) (modul), instrumen stretching exercise dan pernafasan

yoga (pranayama) menggunakan SAP, buku panduan stretching exercise

30
dan pernafasan yoga (pranayama) (modul), mengukur tekanan darah

menggunakan spygmomanometer air raksa yang telah dilakukan

kalibrasi dan lembar observasi, kualitas hidup pasien penyakit ginjal

kronik yang menjalani hemodialisis diukur dengan menggunakan

kuesioner Kidney Disease Quality Of Life Short Form 1.3 (KDQOL-SF

1.3) yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut dr.

Ramelan Surabaya di ruang Hemodialisis, terdiri dari 24 bed beserta alat

hemodialisis nya. Ruangan nyaman disertai ruang tunggu. Pengumpulan

data dilaksanakan bulan 2 Mei hingga 31 Mei 2017

31
BAB 4

PEMBAHASAN

Efektifitas intervensi terhadap tekanan darah dan kualitas hidup

1. Variabel tekanan darah sistolik

Untuk mengetahui seberapa besar efektifitas intervensi terhadap

tekanan darah sistolik, selanjutnya dilakukan analisis regresi yang berguna

untuk mendapatkan pengaruh variabel-variabel bebas (K1 (stretching

exercise), K2 (pernafasan yoga), K3 (kombinasi), dan K4 (kontrol))

terhadap variabel Y (tekanan darah sistolik post).

Tabel 5.2 Ringkasan hasil uji beda rata-rata antara kelompok

Kelompok Rata- St dev. Normalitas Statistic Signifikans Keterangan


rata hitung i
K1 Pre 170.00 33.665 0.200 t= 3.464 0.013 Berbeda
Post 150.00 30.000 0.503 signifikan
K2 Pre 148.57 13.452 0.873 t= -1.146 0.296 Tidak
Post 158.57 22.678 0.086 berbeda
signifikan
K3 Pre 150.00 24.495 0.753 t= 2.517 0.045 Berbeda
post 131.43 12.150 0.147 signifikan
K4 Pre 138.57 12.150 0.237 t= -4.583 0.004 Berbeda
post 158.57 10.690 0.294 signifikan

Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan software

SPSS 22 didapatkan model regresi sebagai berikut: Y = 158,571-

8,571*stretching -0,000*yoga-27,143*kombinasi

Keterangan: Y= tekanan darah sistolik

32
Apabila yoga dan kombinasi konstan, dan stretching dilakukan sesuai

prosedur maka akan menurunkan tekanan darah sistolik 8,57 mmHg. Apabila

stretching dan kombinasi konstan dan yoga dilakukan sesuai prosedur

maka akan menurunkan tekanan darah sistolik 0,000 mmHg. Apabila

stretching dan yoga konstan, dan kombinasi dilakukan sesuai prosedur maka

akan menurunkan tekanan darah sistolik 27,143 mmHg.

2. Variabel tekanan darah diastolik

Tabel 5.2 Ringkasan hasil uji beda rata-rata antara kelompok

Kelompok Rata- St dev. Normalitas Statistic signifikansi Keterangan


rata hitung
K1 Pre 92.86 13.801 0.099 Z= -2.121 0.034 Berbeda
post 84.29 7.868 0.001 signifikan
K2 Pre 88.57 3.780 0.000 Z= -0.378 0.705 Tidak
post 88.57 14.639 0.002 berbeda
signifikan
K3 Pre 81.41 3.780 0.000 Z= -0.577 0.564 Tidak
post 82.86 4.880 0.000 berbeda
signifikan
K4 Pre 82.86 4.880 0.000 Z= -1.000 0.317 Tidak
post 85.71 7.868 0.020 berbeda
signifikan

Pada variabel tekanan darah diastolik tidak dilakukan uji regresi linier

karena data bersifat tidak normal.

3. Variabel kualitas hidup

Untuk mengetahui seberapa besar efektifitas intervensi terhadap

kualitas hidup, selanjutnya dilakukan analisis regresi yang berguna untuk

mendapatkan pengaruh variabel-variabel bebas (K1 (stretching exercise), K2

33
(pernafasan yoga), K3 (kombinasi), dan K4 (kontrol)) terhadap variabel Y

(tekanan darah diastolik post).

Tabel 5.4 Ringkasan hasil uji beda rata-rata kualitas hidup antar kelompok

Kelompok Rata - St dev. Normalitas Statistic Signifikasi Keterangan


rata hitung
K1 Pre 40.89 6.259 0.481 t= -0.606 0.567 Tidak
Post 42.00 6.998 0.296 berbeda
signifikan
K2 Pre 44.75 5.132 0.628 t= -2.592 0.041 Berbeda
Post 47.85 4.901 0.702 Signifikan
K3 Pre 42.29 7.365 0.738 t= -2.117 0.079 Tidak
Post 44.08 7.688 0.619 berbeda
signifikan
K4 Pre 45.29 7.033 0.247 t= 3.385 0.015 Berbeda
Post 42.40 5.738 0.463 signifikan

Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan software SPSS

22 didapatkan model regresi sebagai berikut:

Y = 42,571-0,714*stretching+5,143*yoga+1,286*kom binasi

Keterangan: Y = kualitas hidup

Apabila yoga dan kombinasi konstan, dan stretchingdilakukan sesuai

prosedur maka akan menurunkan kualitas hidup 0,714. Apabila stretching dan

kombinasi konstan dan yoga dilakukan sesuai prosedur maka akan menaikkan

kualitas hidup 5,143. Apabila stretching dan yoga konstan, dan kombinasi

dilakukan sesuai prosedur maka akan meningkatkan kualitas hidup 1,286.

34
Tekanan darah

Rata-rata angka penurunan tekanan darah sistolik tertinggi ada pada

kelompok stretching exercise, rata-rata peningkatan tekanan darah sistolik ada

pada kelompok kontrol. Penurunan tekanan darah diastolik tertinggi pada

kelompok stretching exercise, dan rata-rata angka penurunan diastolik terendah

pada kelompok yoga dan kontrol masing-masing sebesar 1.43. Dalam keadaan

relaks, tubuh melalui otak akan memproduksi endorphrin yang berfungsi sebagai

analgesik alami tubuh dan dapat meredakan rasa nyeri (keluhan- keluhan fisik).

sistem saraf parasimpatetis yang aktif berfungsi untuk menurunkan tekanan

darah (Poppen, 1998). Relaksasi adalah suatu prosedur dan teknik yang

bertujuan untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan, dengan cara

melatih pasien agar mampu dengan sengaja untuk membuat relaksasi otot-otot

tubuh setiap saat, sesuai dengan keinginan.

Penelitian yang dilakukan oleh Ross dalam Purnawarman,

menjelaskan bahwa latihan fisik pada klien gangguan vaskuler dapat berfungsi

ganda yaitu meningkatkan ekspresi protein e NOS yang dapat berlangsung

selama beberapa jam dan meningkatkan fosforilasi eNOS dalam beberapa

menit sehingga meningkatkan produksi NO vaskular dimana sangat berperan

penting terhadap fungsi endotelium pada klien dengan gangguan pembuluh

darah. Antara proporsi fosforilsasi eNOS dan perubahan endothelium tergantung

pada aliran pembuluh darah yang di rangsang oleh latihan fisik yang dilakukan,

hal ini konsisten dengan hipotesis bahwa peningkatan ekspresi protein NOS dan

fosforilasi berperan penting terhadap perubahan fungsi endotelium pada pasien

dengan penyakit pembuluh darah.Stretching exercise juga dapat menurunkan

35
level kelelahan pada klien yang menjalani hemodialisis, hal ini dapat dijelaskan

bahwa dengan latihan maka akan meningkatkan peredaran darah ke otot dan

juga memperluas permukaan kapiler yang menghasilkan aliran urea dan toksin

lebih besar ke alat dialiser, selain itu stretching exercise dapat memperbaiki

fungsi fisik klien (Thejaswi et al. 2016).

Peneliti berpendapat bahwa latihan yang intensif disertai dengan

perasaan yang rileks akan meningkatkan fungsi dari jantung sehingga klien dapat

rileks dan menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik.

Kelompok pernafasan yoga didapatkan hasil terdapat peningkatan rata-

rata angka sistolik yang tidak signifikan dan tidak terdapat perbedaan tekanan

diastolik yang signifikan antara sebelum dan setelah perlakuan. Yoga memiliki

efek relaksasi yang dapat meningkatkan sirkulasi darah ke seluruh tubuh,

sirkulasi darah yang lancar mengindikasikan kerja jantung yang baik (Oktavia,

Indriati, and Supriyadi 2012). Ruangan yang tenang berventilasi baik dan

nyaman merupakan hal yang dibutuhkan dalam melakukan yoga (Worby,

2011). Lingkungan sangat berpengaruh terhadap tekanan darah dan tingkat stres

sesuai penelitian tentang pengaruh intensitas kebisingan terhadap tekanan darah

dan tingkat stres kerja dilakukan oleh Ardiansyah, Salim, & Susihono bahwa

tekanan darah mengalami kenaikan sebelum dan sesudah bekerja masing-masing

sebesar 2.39 mmHg untuk sistolik dan 3.53 mmHg untuk diastolik. Tingkat stres

kerja mengalami kenaikan sebesar 5.33 satuan. Hal ini sesuai dengan kondisi

lingkungan saat dilakukan hemodialisis dimana tidak menutup kemungkinan

pada saat hemodialisis berlangsung mesin mengalami kemacetan dan alarm

berbunyi sehingga akan mengurangi konsentrasi serta meningkatkan rasa panik,

36
dimana akan sangat berpengaruh terhadap intervensi pernafasan yoga yang

membutuhkan ketenangan. Peneliti berpendapat bahwa suasana yang tenang,

nyaman serta konsentrasi yang tinggi akan mendukung terciptanya suasana

relaks sehingga dapat menurunkan aktifitas saraf simpatis dan akan menurunkan

tekanan darah.

Pada kelompok modifikasi stretching exercise dan pernafasan yoga

didapatkan hasil yang signifikan terhadap tekanan darah sistolik dan tidak

berbeda signifikan terhadap penurunan tekanan darah diastolik. Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan Moniaga & Pangemanan, tentang latihan

peregangan yang dilakukan pada lansia memberikan hasil penurunan tekanan

darah sistolik yang bermakna, sedangkan tekanan darah diastolik mengalami

kenaikan dan tidak menunjukan perbedaan bermakna tapi masih dalam batas

normal. Penurunan tahanan perifer dapat jelaskan dari dua mekanisme yaitu

terjadinya perubahan pada aktivitas sistem saraf simpatik dan respon vaskular

setelah berolahrga.Pertama, secara neurohumoral menurunnya aktivitas sistem

saraf simpatik pada pembuluh darah perifer sebagai petunjuk terjadi penurunan

tekanan darah.Kedua, respon vaskular mempunyai peranan penting pada

penurunan tekanan darah setelah berolahraga.Exercise pada klien hemodialisis

dapat mengurangi konsumsi obat-obatan antihipertensi (Capitanini et al. 2008)

Kualitas hidup

Rata-rata angka peningkatan kualitas hidup tertinggi pada kelompok

yoga dan rata-rata angka penurunan kualitas hidup terendah pada kelompok

kontrol. Salah satu terapi yang direkomendasikan untuk ESRD adalah

37
hemodialisis (Hartanti and Kidney 2016), namun meskipun hemodialisis berkala

mencegah kematian akibat uremia rendahnya harapan hidup klien masih

menjadi suatu permasalahan (Zyga and Sarafis 2009). Kualitas hidup yang baik

menjadi salah satu indikator keberhasilan terapi hemodialisis yang dilakukan

(Mailani 2015).

Hasil dalam penelitian ini menyebutkan kualitas hidup tertinggi ada pada

kelompok yoga, hal ini dapat dijelaskan bahwa pernafasan yoga dapat

meningkatkan kualitas hidup seseorang seperti yang dijelaskan oleh

(Kinasih, 2010) setiap manusia mempunyai cara untuk meningkatkan kualitas

hidup, dan salah satunya dengan yoga.Pranayama dalam yoga meningkatkan

pernafasan dan menurunkan detak jantung.Berdasar penelitian tersebut

disimpulkan bahwa syaraf otonom yang aktif adalah syaraf parasimpatis yang

berfungsi memperlambat detak jantung dan mengatur sekresi kelenjar

adrenalin.Aktivitas syaraf simpatis dapat menurunkan tingkat kecemasan pada

responden. Intervensi yang dapat menurunkan kecemasan dan depresi akan

meningkatkan kualitas hidup klien (Li et al. 2016).

Latihan yoga khususnya pranayama atau pernafasan yoga dapat

membuat individu mengidentifikasi pemikiran negatif yang jauh berkembang

dalam pikiran mereka (Segal, 2002). Saat menarik dan menghembuskan nafas

udara masuk dalam tubuh membawa oksigen yang berfungsi sebagai bahan

bakar untuk mengaktifkan sel di dalam tubuh (Kinasih, 2010). Kualitas hidup

yang baik menjadi salah satu indikator keberhasilan terapi hemodialisis yang

dilakukan. Pada kelompok stretching exercise didapatkan hasil yang tidak

berbeda secara signifikan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pentingnya motivasi

38
dan tingkat kelelahan klien akan sangat mempengaruhi kualitas hidup seseorang,

dimana tingkat stres pada kelompok ini lebih banyak berada pada stres sedang.

Hal ini sejalan dengan (Henson et al. 2016) yang menyebutkan hambatan

yang dihadapi individu dengan penyakit ginjal kronis pada perawatan

hemodialisis meliputi peningkatan kadar kelelahan, penurunan motivasi, dan

ketidakmampuan untuk menjadwalkan latihan akan mempengaruhi kualitas

hidup seseorang. Peneliti berpendapat bahwa meskipun tindakan stretching

exercise dapat meningkatkan fungsi fisik dan mental klien namun ada

beberapa faktor penting yang perlu dinilai yakni motivasi, tingkat stres dan

depresi, dan kondisi fisik klien yang melakukan latihan.

Pada kelompok kontrol didapatkan nilai kualitas hidup terendah hal ini

dapat dijelaskan bahwa terapi hemodialisis membutuhkan waktu yang lama,

memiliki komplikasi dan membutuhkan kepatuhan klien, hal ini akan

memberikan stresor fisiologis dan psikologis bagi klien yang kemudian akan

mempengaruhi kualitas hidup klien (Sulistyarini 2013). Pada kelompok

modifikasi stretching exercise dan pernafasan yoga didapatkan nilai kualitas

hidup yang kurang signifikan antara sebelum dan sesudah perlakuan.Kondisi

konsentrasi juga berpengaruh terhadap kualitas seseorang, dimana pada

kelompok modifikasi diberikan gabungan dua intervensi sekaligus yang tidak

menutup kemungkinan bahwa terjadinya penurunan konsentrasi untuk

melakukan hal tersebut secara bersamaan. Seperti diungkapkan oleh (Septia

2014) bahwa konsentrasi dapat mempengaruhi hasil keterampilan menyimak.

Peneliti berpendapat bahwa adanya faktor koping individu, kondisi lingkungan

serta daya konsentrasi seseorang akan mempengaruhi suatu intervensi.

39
BAB 5

PENUTUP

5.1 Simpulan

1. Stretching exercise merupakan intervensi komplementer yang

dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik

pada klien ESRD yang menjalani hemodialisis

2. Pernafasan yoga (pranayama) yang dilakukan rutin dapat meningkatkan

kualitas hidup klien ESRD yang menjalani hemodialisis

3. Kombinasi stretching exercise dan pernafasan yoga merupakan intervensi

yang paling efektif dalam menurunkan tekanan darah dan pernafasan

yoga merupakan intervensi yang paling efektif meningkatkan kualitas

hidup klien ESRD yang menjalani hemodialisis

5.2 Saran

Stretching exercise dan pernafasan yoga

bermanfaat untuk meningkatkan relaksasi klien, sehingga

diharapkan hasil penelitian ini sebagai acuan untuk menyusun standar

operasional prosedur ruangan dan bagi peneliti selanjutnya Peneliti

selanjutnya diharapkan dapat meneliti lebih lanjut dengan mengukur

tekanan darah secara time series sehingga didapatkan efektifitas waktu

terhadap intervensi stretching exercise dan pernafasan yoga

(pranayama).

40
TELAAH JURNAL

Judul : Efektifitasstretching exercise dan pernafasan yoga terhadap


regulasi tekanan darahdan kualitas hidup klien esrd yang
menjalani hemodialisis di rumkital dr. Ramelan surabaya

Peneliti :

1. Nur Muji Astuti (Mahasiswa Program Magister Keperawatan, Universitas


Airlangga
2. Ketut Sudiana (Departemen Ilmu Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga)
3. Joni Haryanto (Departemen Keperawatan Gerontik, Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga

Publikasi : Jurnal Ilmiah kesehatan , vol.10,no.2,agustus 2017, hal 226-233

Penelaah :

Komponen Jurnal Hasil Analisa


A. Pendahuluan 1. Masalah penelitian yang disampaikan peneliti :
(introduction)  Komplikasi hemodialisis salah satunya
adalah peningkatan tekanan darah
 Klien yang menjalani hemodialisis
mengalami peningkatan tekanan darah

2. Besar Masalah menurut peneliti ( berdasarkan


prevalensi atau insidensi masalah, adanya
peningkatan masalah dibandingkan sebelumnya
atau dibandingkan sebelumnya atau
dibandingkan area lain)

 Dilaporkan Sekitar 5-15% dari klien yang


menjalani HD reguler tekanan darahnya
justru meningkat saat HD. Kondisi ini
disebut hipertensi intradialitik (HID) atau
intradialytic hypertension.
 Menurut penelitian yang dilakukan oleh
(Armiyati
2015)didapatkan hasil bahwa 70% klien
mengalami hipertensi intradialisis
3. Dampak masalah jika tidak diatasi :
Peneliti tidak menjelaskan dampak dari masalah
jika tidak diatasi
4. Kesenjangan yang terjadi/perbandingan antara
masalah yang ada dengan harapan atau target :
Peneliti secara langsung tidak menjelaskan
tentang kesenjangaan yang terjadi namun secara

41
tidak langsung peneliti menyampaikan bahwa
semakin lama klien yang menjalani Hemodialisa
dan mengalami hipertensi intradialisis semakin
meningkat.
5. Tujuan dan hipotesis yang ditetapkan oleh
peneliti :
Tujuan yang ditetapkan peneliti sesuai dengan
masalah penelitian yaitu mengembangkan suatu
metode nonfarmakologi untuk menurunkan
kejadian hipertensi intradialisis.
B. Metode ( Method ) 6. Populasi target dan populasi terjangkau
B1. Populasi da Sampel. penelitian :
Populasi dalam penelitian ini adalah semua
klien ESRD yang melakukan terapi hemodialisis
di ruang hemodialisis Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya pada pada bulan Mei- Juni 2017
7. Sampel penelitian dan kriteria sampel
Peneliti tidak menjelaskan kriteria sampel secara
khusus tetapi peneliti hanya menjelaskan yang
dijadikan sampel adalah pasien yang sedang
melakukn terapi hemodialisis Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya pada pada bulan Mei- Juni
2017
8. Metode sampling yang digunakan untuk
memilih sampel dari populasi target
Tekhnik pengambilan sampel dalam penelitian
ini dilakukan dengan metode purposive
sampling
B2.Desain Penelitian 9. Jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian.
Total sampel 28 responden

10. Desain penelitian yang digunakan :


Penelitian ini menggunakan quasi
eksperimen dengan metode pre test- post test
control group design. Desain ini digunakan
untuk membandingkan pengaruh stretching
exercise, pernafasan yoga (pranayama), serta
modifikasi antara stretching exercise dan
pernafasan yoga (pranayama) terhadap
regulasi tekanan darah, dan kualitas hidup
pada klien ESRD yang menjalani hemodialisis
11. Penggunaan random alokasi
Peneliti tidak menggunakan randomisasi
karena peneliti menggunakan metode
purposive sampling
12. Masking atau penyamaran.
Peneliti menggunakan penyamaran atau

42
masking dengan mengukur tekanan darah
menggunakan spygmomanometer air raksa
B3. Pengukuran atau yang telah dilakukan kalibrasi dan lembar
pengumpulan data observasi

13. Blinding :
Pada penelitian ini peneliti tidak menjelaskan
tentang blinding

14. Variabel yang diukur dalam penelitian :


B4.Analisi data atau uji  Variabel independent adalah perlakuan berupa
statistik stretching exercise sebagai terapi
nonfarmakologi pada pasien ERDS
 Variabel dependen adalah angka kejadian
hipertensi intradialitik dan peningkatan
kualitas hidup
15. Metode Pengumpulan data :
Metode pengumpulan data dengan menggunakan
lembar observasi
16. Alat ukur yang digunakan untuk
mengumpulkan data.
Instrumen Penelitian :
Instrumen stretching exercise menggunakan SAP,
buku panduan stretching exercise
(modul).Instrumen pernafasan yoga
(pranayama) menggunakan SAP, buku panduan
pernafasan yoga (pranayama) (modul),
instrumen stretching exercise dan pernafasan
yoga (pranayama) menggunakan SAP, buku
panduan stretching exercise dan pernafasan
yoga (pranayama) (modul), mengukur tekanan
darah menggunakan spygmomanometer air
raksa.
17. Validitas dan reabilitas alat ukur.
Peneliti tidak menjelaskan tentang nilai validitas dan
reliabilitas alat ukur.
18. Yang melakukan pengukuran
Pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti

19. Uji statistic yang digunakan untuk menguji


hipotesis
Data dianalisa menggunakan paired t test dan
regresi linier berganda
20.Program atau software yang digunakan untuk
menganalisa data.
Pasien tidak menjelaskan tentang program atau
software yang digunakan untuk menganalisa
data.

43
c. hasil penelitian 2.1. alur penelitian yang menggambarkan
 c.1 alur penelitian responden yang mengikuti dengan kelompok
dan data base line experiment dan kelompok peneliti sampai
selesai.
 Populasi dalam penelitian ini adalah
semua klien ESRD yang melakukan terapi
hemodialisis di ruang hemodialisis
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya sampel
dalam penelitian ini sejumlah 7 responden
di tiap kelompok. Total 28 responden.
 Peneliti memaparkan dengan
menggunakan kelompok eksperimen
2.2 Berdasarkan analisa statistik pada
keempat kelompok exsperimen di
lakukan 4 exsperiment yang berbeda (K1
(stretching exercise) , K2 (pernafasan
yoga), K3 (kombinasi), dan K4 (kontrol)
terhadap variabel Y (tekanan darah
sistolik post). hasil pada penelitian
tekanan darah sistolik bahwa terdapat 3
dari 4 kelompok mengalami perbedaan
yang signifikan . hal ini menunjukan
bahwa penelitian berpengaruh terhadap
penurunan tekanan darah sistolik.
 Berdasarkan analisa statisstk pada
keempat kelompok exsperimen didpatkan
hasil pada penelitian tekanan darah
diastolik bahwa terdapat 3 dari 4
kelompok tidak mengalami perbedaan
yang signifikan . hal ini menunjukan
bahwa penelitian tidak berpengaruh
terhadap penurunan tekanan darah

44
c.2. hasil peneli diastolik.
 Berdasarkan analisa statisstk pada
keempat kelompok exsperimen didpatkan
hasil pada penelitian kualitas hidup bahwa
terdapat 2 dari 4 kelompok mengalami
perbedaan yang signifikan , sedangkan 2
kelompok tidak mengalami perbedaan
yang signifikan. hal ini menunjukan
bahwa penelitian berpengaruh terhadap
kualitas hidup.

2.3. hasil penelitian


 Setelah dilakukan stretcing exercise
pernafasan dan yoga terdapat perbedaan
yang signifikan pada hasil uji tekanan
darah sistolik sedangkan pada tekanan
diastolik tidak ada perbedaan yang
signifikan. Hal ini disebabkan karena
penurunan tekanan darah diastolik
tertinggi terjadi pada kelompok stretcing
exercise. Sedangkan rata-rata angka
 Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan
dari bulan mei-juni 2107 Penelitian ini
terdapat sampel 28 orang dibagi menjadi 4
kelompok yang masing-masing kelompok
terdapat 7 responden didapatkan hasil
bahwa :
1. Setelah melakukan Stretching exercise
dapat menurunkan tekanan darah
sistolik dan diastolik pada klien ESRD
yang menjalani hemodialisis.
2. Setelah melakukan pernafasan yoga
(pranayama) yang dilakukan rutin
dapat meningkatkan kualitas hidup
klien ESRD yang menjalani

45
hemodialisis.
3. Setelah melakukan Kombinasi antara
stretching exercise dan pernafasan
yoga ternyata intervensi ini merupakan
yang paling efektif untuk membantu
menurunkan tekanan darah dan paling
efektif meningkatkan kualitas hidup
klien ESRD yang menjalani
hemodialisa
D Diskusi 26. Hasil penelitian tentang efektifitas
Stretching exercise dan pernafasan yoga
terhadap regulasi tekanan darah dan
kualitas hidup klien ESRD yang menjalani
hemodialisis di Rumkital Surabaya adalah
kombinasi intervensi sangat efektif untuk
menurunkan tekanan darah dan kualitas
hidup pasien ESRD . Exercise streaching
dapat menurunkan tekanan darah diastolik
yang signifikan karena dalam keadaan
rileks tubuh melalui otak akan
memproduksi endokrin yang berfungsi
sebagai analgesic tubuh dan dapat
meredakan rasa nyeri atau keluhan –
keluhan fisik., sistem saraf parasimpatetis
yang aktif akan berfungsi untuk
menurunkan tekanan darah. Latihan yang
dilakukan secara intensif dan disertai
dengan perasaan yang rileks akan
meningkatkan fungsi dari jantung sehingga
klien dapat rileks dan menurunkan tekanan
darah sistolik dan diastolic. Sedangakan
pernafasan yoga dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien ERSD karena

46
pranayama dalam yoga atau pernafasan
dalam yoga dapat mengangktifkan syaraf
parasimpatis yang berfungsi
memperlambat detak jantung dan
mengatur sekresi kelenjar adrenalin.
Aktivitasi syaraf simpatis dapat
menurunkan tingkat kecemasan dan
depresi sehingga akan meningkatkan
kualitas hidup pasien hemodialisa.

27.
 Penelitian tentang modifikasi stretching
exercise dan pernafasan yoga didapatkan
hasil yang signifikan terhadap tekanan
darah sistolik dan tidak berbeda signifikan
terhadap penurunan tekanan darah
diastolik. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan Moniaga and Pangemanan
tentang Pengaruh Senam Bugar Lansia
Terhadap Tekanan Darah Penderita
Hipertensi Di Bplu Senja Cerah Paniki
Bawah 2 (2013) memberikan hasil bahwa
dengan latihan peregangan pada lansia
dapat menurunkan tekanan darah sistolik
yang bermakna, sedangkan tekanan darah
diastolik mengalami kenaikan dan tidak
menunjukan perbedaan bermakna tapi
masih dalam batas normal.
 Pada variabel tentang kualitas hidup
menghasilakn bahwa kualitas hidup
tertinggi ada pada kelompok yoga, hal ini
sesuai dengan penelitian Kinasih, Arum
Sukma tentang Pengaruuh Latihan Yoga

47
Terhadap Kualitas Hidup Pasien
Hemodialisis (2010), Hasil dalam
penelitian ini menjelaskan bahwa
pernafasan yoga dapat meningkatkan
kualitas hidup seseorang. Pranayama
dalam yoga meningkatkan pernafasan dan
menurunkan detak jantung. Saat menarik
dan menghembuskan nafas udara masuk
dalam tubuh membawa oksigen yang
berfungsi sebagai bahan bakar untuk
mengaktifkan sel di dalam tubuh

28. Peneliti berpendapat bahwa latihan yang


intensif disertai dengan perasaan yang rileks
akan meningkatkan fungsi dari jantung
sehingga klien dapat rileks dan menurunkan
tekanan darah sistolik dan diastolik. Peneliti
berpendapat bahwa suasana yang tenang,
nyaman serta konsentrasi yang tinggi akan
mendukung terciptanya suasana relaks
sehingga dapat menurunkan aktifitas saraf
simpatis dan akan menurunkan tekanan
darah. Peneliti berpendapat bahwa meskipun
tindakan stretching exercise dapat
meningkatkan fungsi fisik dan mental klien
namun ada beberapa faktor penting yang
perlu dinilai yakni motivasi, tingkat stres dan
depresi, dan kondisi fisik klien yang
melakukan latihan.

29. Kelompok pernafasan yoga didapatkan


hasil terdapat peningkatan rata-rata angka

48
sistolik yang tidak signifikan dan tidak
terdapat perbedaan tekanan diastolik yang
signifikan antara sebelum dan setelah
perlakuan. Pada kelompok modifikasi
stretching exercise dan pernafasan yoga
didapatkan hasil yang signifikan terhadap
tekanan darah sistolik dan tidak berbeda
signifikan terhadap penurunan tekanan
darah diastolik

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal,Rajiv 2011. ―Interdialytic Hypertension—An Update.‖


Advances in Chronic Kidney Disease 18(1): 11–16.

49
Ardiansyah, Muhamad Rian, Ja Salim, and Wahyu Susihono. 2013. ―Pengaruh
Intensitas Kebisingan Terhadap Tekanan Darah Dan Tingkat Stres Kerja.‖
Jurnal Tekhnik Industri 1(1):7–12.

Armiyati, Yunie. 2015. ―Hipotensi Dan Hipertensi Intradialisis Pada


Hemodialisis Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.‖ (July): 1–9.

Capitanini, Alessandro et al. 2008. ―Effects of Exercise Training on


Exercise Aerobic Capacity and Quality of Life in Hemodialysis
Patients.‖ Journal Of Nephrology 21:738–43.

Hartanti, Rita Dwi, and National Kidney. 2016. ―Exercise Intradialisis


Meningkatkan Nilai URR Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan
Hemodialisis.‖ In The 3rd University Research Colloquium, , 533–41.

Henson, Angela et al. 2016. ―Intradialytic Exercise : A Feasibility Study


Intradialytic Exercise : A Feasibility Study.‖ Renal Society of AUstralia
Journal 6(1): 11–15.

Hermanto, Jeri. 2014. ―Pengaruh Pemberian Meditasi Terhadap Penurunan


Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Unit Sosial
Rehabilitasi Pucang Gading Semarang.‖
Kinasih, Arum Sukma. 2010. ―Pengaruh Latihan Yoga Terhadap Kualitas Hidup
Pasien Hemodialisis.‖ 18(1):1–12.

Li, Yi-nan et al. 2016. ―Association between Quality of Life and Anxiety ,
Depression , Physical Activity and Physical Performance in Maintenance
Hemodialysis Patients.‖ Chronic Diseases and Translational Medicine
2(2): 110–19. http://dx.doi.org/10.1016/j.cdtm.2016.09.004.

Mailani, Fitri. 2015. ―Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang
Menjalani Hemodialisis: Systematic Review.‖ Ners Jurnal
Keperawatan11(1): 1–8.

Moniaga, Victor, and Damajanty H C Pangemanan. 2013. ―Pengaruh Senam


Bugar Lansia Terhadap Tekanan Darah Penderita Hipertensi Di Bplu Senja
Cerah Paniki Bawah2.‖ E biomedik Journal 1(1): 785–89. Oktavia, Devi,
P A Indriati, and Supriyadi. 2012. ―Pengaruh Latihan Yoga Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Lanjut Usia ( Lansia ) Di Panti Wreda
Pengayoman ‗ Pelkris ‘ Semarang.‖ Journal Keperawatan STIKES
Telogorejo: 1–8.

Painter, Patricia et al. 2000. ―Physical Functioning and Health-Related Quality-


of-Life Changes with Exercise Training in Hemodialysis Patients.‖
American Journal of Kidney Diseases 35(3): 482–92.

50
Purnawarman, Adi. 2014. ―Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Fungsi Endotel.‖
Jurnal Kesehatan Syiah Kuala 14(2): 109–18.

Septia, Syifa. 2014. ―Hubungan Antara Daya Konsentrasi Dan Keterampilan


Menyimak Mahasiswa BAhasa Jerman UPI.‖ : 1–16.
Sherman, Karen J et al. 2010. ―Study Protocol Comparison of Yoga versus
Stretching for Chronic Low Back Pain : Protocol for the Yoga
Exercise Self-Care ( YES ) Trial.‖ Trialsjurnal: 1–17.
Sulistyaningsih, Dwi Retno. 2011. ―Efektivitas Latihan Fisik Selama
Hemodialisis Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Penyakit Ginjal
Kronik Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang.‖ Universitas
Indonesia.
Sulistyarini, Indahria. 2013. ―Terapi Relaksasi Untuk Menurunkan Tekanan
Darah Dan Meningkatkan Kualitas Hidup Penderita Hipertensi.‖ Jurnal
Psikologi 40(1): 28–38.
Tayyebi, Ali et al. 2012. ―Study of the Effect of Hatha Yoga Exercises on
Dialysis Adequacy.‖ Iranian Journal Of Critical Care Nursing 4(4):
183–
90.

Thejaswi, Veeram Reddy, A Latha, Arumugam Indira, and M Radhika.

2016. ―Effectiveness of Leg Stretch Exercises on Fatigue among Patients


Undergoing Haemodialysis.‖ International Journal Of Applied Research
2(6): 74–76.

51

Anda mungkin juga menyukai