Anda di halaman 1dari 16

A.

Sejarah Perekonomian Indonesia

Indonesia adalah negara yang memiliki letak geografis yang sangat

strategis, karena berada di antara dua benua (Asia dan Eropa) serta dua samudra

(Pasifik dan Hindia), sebuah posisi yang strategis dalam jalur pelayaran

perdagangan antar benua. Perdagangan saat itu mengenal sebutan jalur sutra laut,

yaitu jarur dari Tiongkok dan Indonesia yang melalui Selat Malaka menuju ke

India. Perdagangan laut antara India, Tiongkok, dan Indonesia dimulai pada abad

pertama sesudah masehi, demikian juga hubungan Indonesia dengan daerah-

daerah di Barat (Kekaisaran Romawi). Perdagangan di masa kerajaan-kerajaan

tradisional disebut oleh Van Leur mempunyai sifat kapitalisme politik, dimana

pengaruh raja-raja dalam perdagangan itu sangat besar. Misalnya di masa

Sriwijaya, saat perdagangan internasional dari Asia Timur ke Asia Barat dan

Eropa, mencapai zaman keemasannya. Raja-raja dan para bangsawan

mendapatkan kekayaannya dari berbagai upeti dan pajak. Tak ada proteksi

terhadap jenis produk tertentu, karena mereka justru diuntungkan oleh banyaknya

kapal yang lewat di daerah mereka.

Sejarah Perekonomian Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 4 masa,

yaitu:

1. Masa Sebelum Kemerdekaan

Daya tarik Indonesia akan sumber daya alam dan rempah-rempah membuat

bangsa-bangsa Eropa berbondong-bondong datang untuk menguasai Indonesia.

Sebelum merdeka setidaknya ada 4 negara yang pernah menjajah Indonesia,

diantaranya adalah Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang.

1
Pada masa penjajahan Portugis, perekonomian Indonesia tidak banyak

mengalami perubahan dikarenakan waktu Portugis menjajah tidaklah lama

disebabkan kekalahannya oleh Belanda untuk menguasai Indonesia, sehingga

belum banyak yang dapat diberlakukan kebijakan.

Dalam masa penjajahan Belanda selama 350 tahun Belanda melakukan

berbagai perubahan kebijakan dalam hal ekonomi, salah satunya dengan

dibentuknya Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Belanda memberikan

wewenang untuk mengatur Hindia Belanda dengan tujuan menghindari

persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus untuk menyaingi

perusahaan imperialis lain seperti EIC milik Inggris.

Hak-hak itu seakan melegalkan keberadaan VOC sebagai “penguasa”

Hindia Belanda. Namun walau demikian, tidak berarti bahwa seluruh ekonomi

Nusantara.

Kenyataannya, sejak tahun 1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi

ekspor sesuai permintaan pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah.

2. Masa Orde Lama

a. Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)

Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk

karena inflasi yang disebabkan oleh beredarnya lebih dari satu mata uang secara

tidak terkendali. Pada Oktober 1946 pemerintah RI mengeluarkan ORI (Oeang

Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Namun adanya blokade

ekonomi oleh Belanda dengan menutup pintu perdagangan luar negeri

mengakibatkan kekosongan kas negara.

2
Dalam menghadapi krisis ekonomi-keuangan, pemerintah menempuh

berbagai kegiatan, diantaranya :

1) Pinjaman Nasional, menteri keuangan Ir. Soerachman dengan persetujuan

Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) mengadakan

pinjaman nasional yang akan dikembalikan dalam jangka waktu 40 tahun.

2) Hubungan dengan Amerika, Banking and Trade Coorporation (BTC)

berhasil mendatangkan Kapal Martin Behrman di pelabuhan Ciberon yang

mengangkut kebutuhan rakyat, namun semua muatan dirampas oleh

angkatan laut Belanda.

3) Konferensi Ekonomi, Konferensi yang membahas mengenai peningkatan

hasil produksi pangan, distribusi bahan makanan, sandang, serta status dan

administrasi perkebunan asinng.

4) Rencana Lima Tahunan (Kasimo Plan), memberikan anjuran

memperbanyak kebun bibit dan padi ungul, mencegah penyembelihan

hewan-hewan yang membantu dalam pertanian, menanami tanah terlantar di

Sumatra, dan mengadakan transmigrasi.

5) Keikutsertaan Swasta dalam Pengembangan Ekonomi Nasional,

mengaktifkan dan mengajak partisipasi swasta dalam upaya menegakkan

ekonomi pada awal kemerdekaan.

6) Nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Negara Indonesia,

7) Sistem Ekonomi Gerakan Benteng (Benteng Group)

8) Sistem Ekonomi Ali-Baba

3
b. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)

Perekonomian diserahkan sepenuhnya pada pasar, padahal pengusaha

pribumi masih belum mampu bersaing dengan pengusaha non-pribumi. Pada

akhirnya hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasinya antara lain:

1) Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang untuk mengurangi

jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun

2) Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu menumbuhkan wiraswasta pribumi

agar bisa berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional

3) Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni

Indonesia-Belanda.

c. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)

Sebagai akibat Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan

sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem

etatisme (segalanya diatur pemerintah). Namun lagi-lagi sistem ini belum mampu

memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia. Akibatnya adalah :

1) Devaluasi menurunkan nilai uang dan semua simpanan di bank diatas

25.000 dibekukan

2) Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi

sosialis Indonesia dengan cara terpimpin

3) Kegagalan dalam berbagai tindakan moneter

4
3. Masa Orde Baru

Pada awal orde baru, stabilitas ekonomi dan politik menjadi prioritas utama.

Program pemerintah berorintasi pada pengendalian inflasi, penyelamatan

keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Setelah melihat

pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha

pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak

memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka

sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari salah satu teori

Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas.

Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang,

tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan,

pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi

wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Semua itu

dilakukan dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30

tahun) secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita.

Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan

angka kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan rakyat seperti angka

partisipasi pendidikan dan penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi

yang meningkat pesat. Pemerintah juga berhasil menggalakkan preventive checks

untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB.

Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan

hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar

golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam,

5
serta penumpukan utang luar negeri. Disamping itu, pembangunan menimbulkan

konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme. Pembangunan

hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik,

ekonomi, dan sosial yang adil.

Sehingga meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi

secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh. Akibatnya, ketika terjadi

krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia merasakan dampak

yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah

melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang,

terutama ekonomi.

4. Masa Orde Reformasi

Orde reformasi dimulai saat kepemimpinan presiden BJ.Habibie, namun

belum terjadi peningkatan ekonomi yang cukup signifikan dikarenakan masih

adanya persoalan-persoalan fundamental yang ditinggalkan pada masa orde baru.

Kebijakan yang menjadi perhatian adalah cara mengendalikan stabilitas politik.

Sampai pada masa kepemimipinan presiden Abdurrahman Wahit, Megawati

Soekarnoputri, hingga sekarang masa kepemimpinan presiden Susilo Bambang

Yudhoyono pun masalah-masalah yang diwariskan dari masa orde baru masih

belum dapat diselesaikan secara sepenuhnya. Bisa dilihat dengan masih adanya

KKN, inflasi, pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, dan melemahnya nilai tukar

rupiah yang menjadi masalah polemik bagi perekonomian Indonesia.

6
B. Peran Sektor Moneter Di Indonesia

1. Perkembangan Inflasi di Indonesia

Perkembangan yang berulang menimpa perekonomian kita mencapai

puncaknya dengan “tiga angka” pada masa 100 Menteri dan memberikan

gambaran klasik dengan berlakunya teori kuantitas uang. Pada masa orde baru,

inflasi memasuki alam baru akibat langkah-langkah positif yang diambil

pemerintah untuk mengatasinya. Defisit APBN yang dulunya merupakan sumber

utama kenaikan uang dalam peredaran dapat dialihkan menjadi surplus, walaupun

anggaran domestik dari APBN merupakan arus inflasioner yang besar

(Oppusunggu, HMT, 1985).

Sejak akhir tahun 1980-an, tingkat inflasi rata-rata per tahun di Indonesia

mulai tinggi lagi walaupun beelum pernah mencapai sampaid I atas 10,0%.

Selama periode 1993 – 1995 laju inflasi sebagai berikut : 9,8% (1993), 9,2%

(1994), 8,6% (1995). Angka ini tertinggi di antara negara-negara ASEAN,

misalnya Malaysia: 3,6% (1993), 3,7% (1994), 3,2% (1995).

Inflasi di Malaysia, Singapura dan Thailand relatif rendah dan merupakan

negara-negara di ASEAN yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Ini berarti bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak harus dengan laju

inflasi yang tinggi pula, seperti halnya yang dialami Indonesia (Tulus, T.H.

Tambunan, Dr. 1996).

Laju inflasi selama periode 1997 – 2002 sebagai berikut : 11,1% (1997),,

77,6% (1998), 2,0% (1999). Laju inflasi selama tahun 1998/1999 mencapai

45,9%. Meningkatnya tekanan haarga terutama berasal dari sisi penawaran

7
sebagai akibat depresiasi rupiah yang sangat tajam pada tahun 1997/1998. tiga

tahun terakhir laju inflasi : 9,3% (2000), 12,5% (2001) dan turun 10,0% (2002).

Kondisi moneter yang stabil menyeabkan tingkat inflasi IHK selama tahun 2002

cenderung menurun hingga 10,03%.

2. Cara Menghitung Tingkat Inflasi

Sejak April 1979 angka inflasi dihitung oleh Biro Pusat Statistik (BPS)

berdasarkan perubahan Indek Harga Konsumen (umum) gabungan 17 kota-kota

besar di seluruh Indonesia. Sebelum itu inflasi dihitung berdasarkan Indek Biaya

Hidup (umum) kota Jakarta yang meliputi 62 jenis barang dan jasa. Sedang Indeks

Harga Konsumen IHK meliputi 115 – 150 jenis barang dan jasa (Widodo, Hg.

Suseno Triyanto, 1995).

Sejak April 1989 angka inflasi dihitung berdasarkan perubahan IHK umum

gabungan dari 27 kota-kota besar (sesuai jumlah propensi) di seluruh Idnoensia.

Jenis bararng dan jasa yang diliput dewasa ini sekitar 400 item, terdiri dari : (1)

bahan makanan, (2) makanan jadi, minuman dan rokok, (3) sandang, (4)

transportasi dan komunikasi, (5) pendidikan rekreasi dan olah raga, (6)

perumahan, (7) kesehatan.

d. Penyebab Inflasi Secara Umum

Sebab-sebab inflasi, yaitu sebagai berikut:

1. Cost – Rust Inflation (CP)

8
CPI adalah faktor penyebab inflasi dari sisi penawaran. Selain biaya

produksi lainnya, ongkos tenaga kerja juga sering menjadi salah satu penyebab

utama CPI, misalnya kenaikan UMR di semua propinsi.

2. Demand – Pull Inflation (DPL)

DPI adalah faktor penyebab inflasi dari sisi permintaan. Menurut teori

moneter ekses permintaan ini disebabkan terlalu banyaknya uang beredar (M1) di

masyarakat, sedangkan jumlah barang di pasar sedikit. Peningkatan permintaan

agregat domestik bisa disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya oleh monetger

perbankan dalam bentuk ekspansi kredit atau penurunan suku bunga pinjaman dan

deposito.

Sebab lain terjadinya inflasi :

a) Imported Inflation (depresiasi Rp…, harga barang LN)

b) Administrasi Goods (naiknya harga BBM, tarif listrik)

c) Output Gap (Perbedaan output potensial dan aktual)

e. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi

Faktor yang mempengaruhi inflasi, diantaranya:

1) Meningkatnya Kegiatan Ekonomi

Meningkatnya kegiatan ekonomi mendorong peningkatan permintaan

agregat yang tidak diimbangi dengan meningkatnya penawran agregat karena

adanya kendala struktural perekonmian. Indikatornya : masih rendahnya kapasitas

terpakai sektor industri pengolahan (39% - 51%) dan menurunnya produksi

9
tanaman bahan makanan (sumbangan pada PDB berkurang 1,1%) pada tahun

2001.

2) Kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan

Kebijakan pemerintah dalam tahun 2001 menaikkan harga barang dan jasa

seperti BBM, listrik, air miinum dan rokok serta menaikkan upah minimum

tenaga kerja swasta dan gaji pegawai negeri diperkirakan memberikan tambahan

inflasi IHK sebesar 3,83%.

3) Melemahnya Nilai Tukar Rupiah

Pengaruh kuat depresiasi nilai tukar rupiah diketahui dari hasik penelitian

bank Indonesia, antara lain :

(1)Perilaku harga cenderung mudah meningkat karena pengaruh melemahnya

nilai tukar rupiah

(2)Perilaku harga cenderung sulit untuk turun apabila nilai tukar rupiah

menguat, seperti pada bulan Agustus menguat 4,0%, bulan Juli menguat

21,0%, namun harga hanya turun (deflasi) sebesar 0,24%.

4) Tingginya ekspektasi inflasi masyarakat

Tingginya inflasi IHK tidak lepas dari pengaruh ekspektasi inflasi oleh

produsen dan pedagang serta konsumen.

Tingginya ekspektasi inflasi pada produsen dan pedagang sepanjang tahun

2001 terutama dipengaruhi oleh tingginya inflasi tahun 2000 yang mencapai

9,35%. Sedangkan ekspektasi para konsumen terutama dipengaruhi oleh

10
ekspektasi kenaikan harga barang-barang yang dikendalikan pemerintah dan

ekspektasi nilai tukar rupiah. (Laporan Bank Indonesia Tahun, 2001).

C. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)

1. Pengertian APBN

Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau APBN adalah rencana keuangan

tahunan pemerintah negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan

Rakyat. Daftar anggaran yang mengandung penerimaan sistematis dan rinci dan

rencana pengeluaran untuk tahun fiskal negara 1 Januari – 31 Desember.

Anggaran, perubahan dalam APBN, dan akuntabilitas anggaran negara setiap

tahun ditetapkan dengan Undang-Undang tersebut.

2. Prinsip-prinsip Penyusunan APBN

Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN, ada tiga, yaitu :

a. Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan deposit.

b. Intensifikasi penagihan dan pengumpulan negara piutang

c. Penuntutan kompensasi atas kerugian yang diderita oleh negara dan denda

penuntutan.

Berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah :

a. Menyimpan, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan.

b. Sutradara, dikendalikan, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.

c. Sebisa mungkin menggunakan produk dalam negeri dengan memperhatikan

kemampuan atau potensi nasional.

11
3. Fungsi APBN

Anggaran merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan juga

pendapatan negara untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan dan

pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan

nasional, mencapai stabitas perekonomian, dan menentukan arah dan prioritas

pembangunan secara umum.

Anggaran memiliki fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,

distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan dan pengeluaran adalah hak bahwa

tugas negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN.

Pendapatan Surplus dapat digunakan untuk membiayai belanja publik tahun fiskal

berikutnya.

a. Fungsi otorisasi, menyiratkan bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk

melaksanakan pendapatan dan belanja untuk tahun ini, dengan demikian,

pengeluaran atau pendapatan bertanggung jawab kepada rakyat.Perencanaan

fungsi, menyiratkan bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi

negara untuk merencanakan kegiatan untuk tahun ini. Ketika pengeluaran

pra-direncanakan, maka negara dapat membuat rencana untuk mendukung

belanja ini. Sebagai contoh, telah direncanakan dan dianggarkan akan

membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Dengan

demikian, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan

proyek tersebut agar berjalan lancer.

b. Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk

menilai apakah kegiatan organisasi pemerintah negara sesuai dengan

12
ketentuan yang ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi orang untuk

menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk

keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.

c. Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk

mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta

meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.

d. Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus

memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

e. Fungsi stabilisasi, yang berarti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat

untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental ekonomi.

4. Tujuan APBN

Tujuan APBN adalah untuk memandu anggaran pendapatan negara dan

belanja negara dalam melaksanakan kegiatan negara untuk meningkatkan

produksi dan kesempatan kerja, dalam rangka meningkatkan pertumbuhan

ekonomi dan kemakmuran bagi rakyat.

5. Asas-asas APBN

APBN sendiri disusun dengan berdasarkan asas-asas :

a. Kemerdekaan, yaitu meningkatkan sumber pendapatan dalam negeri.

b. Tabungan atau peningkatan efisiensi dan produktivitas.

c. Memperbaiki prioritas pembangunan.

Berfokus pada prinsip-prinsip dan hukum negara

13
D. Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia

1. Perubahan Struktur Ekonomi

Suatu proses pembangunan ekonomi yang cukup lama dan telah

menghasilkan suatu pertumbuhan ekonomi yang tinggi biasanya disusul dengan

suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonominya. Perubahan struktur

ekonomi terjadi akibat perubahan sejumlahf aktor, bisas hanya dari sisi

permintaan agregat, sisi penawran agregat atua dari kedua sisi pada waktu yang

bersamaan (Tulus Tambunan, 1996).

Dari sisi permintaan agregat, faktor yang sangat dominan adalah

peningkatan tingkat pendapatan masyarakat rata-rata yang perubahannya

mengakibatkan perubahan dalam selera dan komposisi barang-barang yang

dikonsumsi. Hal ini menggairahkan pertumbuhan industri baru.

Dari sisi penawaran agregat, faktor utamanya adalah perubahan teknologi

dan penemuan bahan baku atau material baru untuk berproduksi, yang semua ini

memungkinkan untuk membuat barang-barang baru dan akibat realokasi dana

investasi serta resources utama lainnya dari satu sektor ke sektor yang lain.

Realokasi ini disebabkan oleh kebijakan, terutama industrialisasi dan

perdagangan, dari pemerintah yang memang mengutamakan pertumbuhan output

di sektor-sektor tertentu, misalnya industri (Tulus Tambunan, 1996).

2. Pertumbuhan Ekonomi

Kebijaksanaan deregulasi sejak tahun 1983 mendorong terjadinya ekspansi

ekonomi dan ekspansi moneter. Serangkaian deregulasi mendorong kegitan

14
swasta untuk melakukan ekspansi ekonomi. Sementara meningkatnya permintaan

domestik, baik permintaan untuk konsumsi maupun untuk investasi, mendorong

terjadinya ekspansi moneter. Ekspansi ekonomi ditandai oleh :

a. Meningkatnya lalu pertumbuhan ekonomi (GDP): 7,5%, 7,1%, 6,6%, (1989,

1990, 1991).

b. Meningkatnya laju pendapatan bruto (GDY): 7,5%, 10,5%, 7,1% (1989,

1990, 1991).

c. Meningkatnya investasi sektor swasta): 15,0%, 17,0% (1989, 1990).

Ekspansi moneter ditandai oleh :

a. Meningkatnya jumlah uang beredar (M2): 40%, 44%, 7,1% (1989, 1990).

b. Meningkatnya volume kredit bank: 48%, 54% (1989, 1990).

c. Meningkatnya laju inflasi: 5,5%, 9,5% (1989, 1990).

Ekonomi terlalu panas (overheated)

Ekspansi ekonomi yang ditandai oleh laju pertumbuhan pesat selama tiga

tahun berturut-turut dianggap terlalu panas (overheated) dari sudut kestabilan

keuangan moneter. Bila hal ini dibiarkan berlangsung terus akan membahayakan

kestabilan harga dalam negeri dan melemahkan neraca pembayara luar negeri.

Karena itu pemerintah melakukan kebijaksanaan uang ketat (TMP = Tigh Money

Policy)

15
Kebijaksanaan Uang Ketat (TMP) meliputi :

a. Kebijaksanaan fiskal/ keuangan negara

1) Meningkatkan penerimaan pajak untuk tahun fiskal 1991/1992 dan

1992/1993.

2) Penerimaan dari sektor non-migas dapat melebihi sasarannya, sehingga

tahun fiskal 1991/1992 secara riil tercapai surplus pada anggaran negara.

b. Kebijaksanaan Moneter/ Perbankan

1) Melakukan politik diskonto (suku bunga) dan open market operation

melalui SBI, untukmembatasi kredit perbankan.

2) Mengawasi nisbah likuiditas bank terhadap volume kredit (LDR : Loan to

Deposit Ratio), dan nisbah kekuatan modal bank (CAR = Capital Adeuqcy

Ratio).

3) Dampak dari TMP adalah menurunnya pertumbuhan ekonomi pada tahun

1991 menjadi 6,6% di samping karena musim kemarau yang panjang.

16

Anda mungkin juga menyukai