Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia merdeka sudah enam puluh Sembilan tahun yang lalu, tentu keadaan ekonomi
setiap tahunnya berbeda-beda sejak negara ini di pimpin oleh Soekrno, Soeharto, Habibie,
Gusdur, Megawati dan SBY. Makalah ini di latar belakangi keingintahuan mengenai
perkembangan ekonomi Indonesia dari zaman Soeharto hingga SBY dan mencoba
membandingkan perkembangan ekonomi tersebut dari masa kemasa.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana keadaan ekonomi di zaman Soeharto?

2. Apa saja kebijakan yang telah dilakukan untuk perekonomian pada zaman
Soeharto?

3. Bagaimana keadaan ekonomi di zaman B.J.Habiebie?

4. Apa saja kebijakan yang telah dilakukan untuk perekonomian pada zaman
Habiebie?

5. Bagaimana keadaan ekonomi di zaman Gusdur?

6. Apa saja kebijakan yang telah dilakukan untk perekonomian pada zaman Gusdur?

7. Bagaimana keadaan ekonomi di zaman Megawati?

8. Apa saja kebijakan yang telah dilakukan untuk perekonomian pada zaman
Megawati?

9. Bagaimana kedaan ekonomi dizaman SBY?

10. Apa saja kebijakan yang telah dilakukan untuk perekonomian pada zaman SBY?

11. Bagaimana keadaan ekonomi di zaman Jokowi?

12. Apa saja kebijakan yang telah dilakukan untuk perekonomian pada zaman Jokowi?

1.3 Tujuan

Masa kepemimpinan masing-masing Presiden itu tentu berbeda, salah satu indicator untuk
melihat hasil buah tangan masa kepemimpinannya ialah kondisi ekonomi. Disini akan d ulik
secara jelas bagaimana cara presiden tersebut mengatur keadaan ekonomi negara ini, ap
saja yang dilakukan dan pada zaman siapa yang lebih menghasilkan buah tangan
perekonomian yang baik.
BAB II

METODE PENELITIAN

Makalah itu adalah suatu karya tulis yang wajib dipertanggung jawabkan. Penulis mencoba
mencari sumber yang terpercaya dan membandingkan satu dengan yang lainnya . internet
merupakan sarana yang paling banyak memiliki informasi. Dari sekian banyak informasi,
penulis akan membandingkan antara sumber satu dengan yang lainnya.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Keadaan ekonomi pada zaman Soeharto

Di awal Orde Baru, Suharto berusaha keras membenahi ekonomi Indonesia yang terpuruk,
dan berhasil untuk beberapa lama. Kondisi ekonomi Indonesia ketika Pak Harto pertama
memerintah adalah keadaan ekonomi dengan inflasi sangat tinggi, 650% setahun,” kata
Emil Salim, mantan menteri pada pemerintahan Suharto.

Orang yang dulu dikenal sebagai salah seorang Emil Salim penasehat ekonomi presiden
menambahkan langkah pertama yang diambil Suharto, yang bisa dikatakan berhasil, adalah
mengendalikan inflasi dari 650% menjadi di bawah 15% dalam waktu hanya dua tahun.
Untuk menekan inflasi yang begitu tinggi, Suharto membuat kebijakan yang berbeda jauh
dengan kebijakan Sukarno, pendahulunya. Ini dia lakukan dengan menertibkan anggaran,
menertibkan sektor perbankan, mengembalikan ekonomi pasar, memperhatikan sektor
ekonomi, dan merangkul negara-negara barat untuk menarik modal.

3.2 Kebijakan yang dilakukan pada zaman Soeharto

Menurut Emil Salim, Suharto menerapkan cara militer dalam menangani masalah ekonomi
yang dihadapi Indonesia, yaitu dengan mencanangkan sasaran yang tegas. Pemerintah lalu
melakukan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang (25-30 tahun) dilakukan secara
periodik lima tahunan yang disebut Pelita(Pembangunan Lima Tahun) yang dengan
melibatkan para teknokrat dari Universitas Indonesia, dia berhasil memperoleh pinjaman
dari negara-negara Barat dan lembaga keuangan seperti IMF dan Bank Dunia. Liberalisasi
perdagangan dan investasi kemudian dibuka selebarnya. Inilah yang sejak awal
dipertanyakan oleh Kwik Kian Gie, yang menilai kebijakan ekonomi Suharto membuat
Indonesia terikat pada kekuatan modal asing.

Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan minyak dan
pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat dari $0,6 miliar pada
tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980. Puncaknya adalah penghasilan dari
migas yang memiliki nilai sama dengan 80% ekspor Indonesia. Dengan kebijakan itu,
Indonesia di bawah Orde Baru, bisa dihitung sebagai kasus sukses pembangunan ekonomi.

Keberhasilan Pak Harto membenahi bidang ekonomi sehingga Indonesia mampu


berswasembada pangan pada tahun 1980-an diawali dengan pembenahan di bidang politik.
Kebijakan perampingan partai dan penerapan azas tunggal ditempuh pemerintah Orde
Baru, dilatari pengalaman masa Orde Lama ketika politik multi partai menyebabkan energi
terkuras untuk bertikai. Gaya kepemimpinan tegas seperti yang dijalankan Suharto pada
masa Orde Baru oleh Kwik Kian Gie diakui memang dibutuhkan untuk membenahi
perekonomian Indonesia yang berantakan di akhir tahun 1960.

3.3 Keadaan ekonomi pada zaman B.J. Habiebie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)

Presiden BJ Habibie adalah presiden pertama di era reformasi. Dalam periode awal
menjabat presiden beliau masing dianggap berbau rezim Orde Baru dan kepanjangan dari
tangan Soeharto, maklum dia adalah salah satu orang yang paling dekat dan di percaya
oleh Soeharto. Sejak krisis moneter yang melanda Indonesia pada pertengahan tahgun
1997, perusahaan perusahaan swasta mengalami kerugaian yang tidak sedikit, bahkan
pihak perusahaan mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji dan
upah pekerjanya. Keadaan seperti ini menjadi masalah yang cukup berat karena disatu sisi
perusahaan mengalami kerugaian yang cukup besar dan disisi lain para pekerja menuntut
kenaikan gaji. Tuntutan para pekerja untuk menaikkan gaji sangat sulit dipenuhi oleh pihak
perusahaan, akhirnya banyak perusahaan yang mengambil tindakan untuk mengurangi
tenaga kerja dan terjadilah PHK. Kondisi perekonomian semakin memburuk, karena pada
akhir tahun 1997 persedian sembilan bahan pokok sembako di pasaran mulai menipis. Hal
ini menyebabkan harga-harga barang naik tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan
makanan mulai melanda masyarakat. Ini adalah kesalahan Pemerintah Orde Baru yang
mempunyai tujuan menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai negara industri, namun
tidak mempertimbangkan kondisi riil di Masyarakat Indonesia yang merupakan sebuah
masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang tergolong masih rendah. Dan ujung-
ujungnya masyarakat miskin Indonesia menjadi bertambah dan bertambah pula beban
pemerintah dalam mendongkrak perekonomian guna meningkatkan kesejehteraan rakyat.

Habibie yang menjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang serba
parah. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk dapat
mengatasi krisis ekonomi dan untuk menjalankan pemerintahan, Presiden Habibie tidak
mungkin dapat melaksanakannya sendiri tanpa dibantu oleh menteri-menteri dari
kabinetnya. Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J.
Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan.
Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer
(ABRI), Golkar, PPP, dan PDI.
3.4 Kebijakan yang dilakukan pada zaman B.J. Habiebie

Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie


melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Merekapitulasi perbankan dan menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih


fokus mengurusi perekonomian.

Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independent berdasarkan UU No. 30 Tahun
1999 Tentang Bank Indonesia. Dalam rangka mencapai tujuan untuk mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia didukung oleh 3 (tiga) pilar yang
merupakan 3 (tiga) bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu :

-Menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter

-Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

-Mengatur dan mengawasi Bank

2. Melikuidasi beberapa bank bermasalah.

Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.


Pengertian lain adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban
atau utang yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya. Banyaknya utang
perusahaan swasta yang jatuh tempo dan tak mampu membayarnya dan pada akhirnya
pemerintah mengambil alih bank-bank yang bermasalah dengan tujuan menjaga kestabilan
ekonomi Indonesia yang pada masa itu masih rapuh.

3. Menaikan nilai tukar rupiah

Selama lima bulan pertama tahun 1998, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berfluktuasi.
Selama triwulan pertama, nilai tukar rupiah rata-rata mencapai sekitar Rp9200,- dan
selanjutnya menurun menjadi sekitar Rp8000 dalam bulan April hingga pertengahan Mei.
Nilai tukar rupiah cenderung di atas Rp10.000,- sejak minggu ketiga bulan Mei.
Kecenderungan meningkatnya nilai tukar rupiah sejak bulan Mei 1998 terkait dengan kondisi
sosial politik yang bergejolak. nilai tukar rupiah menguat hingga Rp. 6500 per dollar AS di
akhir masa pemerintahnnya.

4. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.

Pada tanggal 15 januari 1998 (masih orde baru ) Indonesia telah menandatangani 50 butir
kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan IMF. Salah satunya adalah memberikan
bantuan (pinjaman) kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas. Skema ini
dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis.
Pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan konsekuensi
diterbitkannya kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Kepres No.26/1998 dan Kepres
No.55/1998. Keppres itu terbit setelah sebelumnya didahului munculnya Surat Gubernur BI
(Soedradjad Djiwandono, ketika itu) tertanggal 26 Desember 1997 kepada Presiden dan
disetujui oleh Presiden Soeharto sesuai surat Mensesneg No.R 183/M.sesneg/12/19997.
Atas dasar hukum itulah Bank Indonesia melaksanakan penyaluran BLBI (Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia) kepada perbankan nasional. Total BLBI yang dikucurkan hingga
program penyehatan perbankan nasional selesai mencapai Rp144,5 triliun, dana itu tersalur
ke 48 bank.

5) Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
yang Tidak

Sehat

6) Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

3.5 Keadaan eknomi pada zaman Gusdur (20 Oktober 1999-23 Juli 2001)

Pada pertengahan tahun 1999 di lakukan pemilihan umum, yang akhirnya di menangi oleh
partai demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Partai Golkar mendapat posisi ke dua, yang
sebenarnya cukup mengejutkan banyak kalangan di masyarakat. Bulan Oktober 1999
dilakukan SU MPR dan pemilihan presiden di selenggarakan pada tanggal 20 oktober 1999.
KH abdurrahman wahid atau di kenal dengan sebutan gus dur terpilih sebagai presiden RI
ke empat dan mega wati sebagai wakil presiden. Tanggal 20 oktober menjadi akhir akhir
dari pemerintahan transisi, dan awal dari pemerintahan Gus Dur yang sering di sebut juga
pemerintah reformasi.

Dalam hal ekonomi, dibandingkan tahun sebelumnya (1999) kondisi perekonomian


Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan. Laju pertumbuhan PDB mulai positif
walaupun tidak jauh dari 0% dan pada tahun 2000 proses pemilihan perekonomian
Indonesia jauh lebih baik lagi, dengan laju pertumbuhan hampir mencapai 5%. Selain
pertumbuhan PDB, laju inflasi dan tingkat suku bunga (SBI) juga rendah, mencerminkan
bahwa kondisi moneter di dalam mengerti sudah mulai stabil.

3.6 Kebijakan yang dilakukan pada zaman Gusdur

Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman wahid pun belum ada tindakan yang
cukup berati untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepemimpinan
Abdurraman Wahid berakhir karena pemerintahannya mengahadapi masalah konflik antar
etnis dan antar agama.
3.7 Keadaan ekonomi pada masa Megawati (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)

Pemerintahan Megawati mewarisi kondisi perekonomian Indonesia yang jauh lebih buruk
daripada masa pemerintahan Gusdur. Inflasi yang dihadapi Kabinet Gotong Royong
pimpinan Megawati juga sangat berat. Rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
masa pemerintahan Megawati disebabkan antara lain masih kurang berkembangnya
investor swasta, baik dalam negeri mauoun swasta. Melihat indikator lainnya, yakni nilai
tukar rupiah, memang kondisi perekonomian Indonesia pada pemerintahan Megawati lebih
baik. Namun tahun 1999 IHSG cenderung menurun, ini disebabkan kurang menariknya
perekonomian Indonesia bagi investor, kedua disebabkanoleh tingginya suku bunga
deposito.

3.8 Kebijakan yang dilakukan pada zaman Megawati

Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasai persoalan-persoalan ekonomi antara


lain :

a. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris
Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun

b. Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam


periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-
kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak
kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Megawati
bermaksud mengambil jalan tengah dengan menjual beberapa asset Negara untuk
membayar hutang luar negeri. Akan tetapi, hutang Negara tetap saja menggelembung
karena pemasukan Negara dari berbagai asset telah hilang dan pendapatan Negara
menjadi sangat berkurang.

3.9 keadaan ekonomi pada masa SBY (20 Oktober 2004-sekarang)

Pada pemerintahan SBY kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara
Indonesia, atau menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM), kebijakan bantuan langsung
tunai kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan tersebut diberhentikan sampai pada tangan
rakyat atau masyarakat yang membutuhkan, kebijakan menyalurkan bantuan dana BOS
kepada sarana pendidikan yang ada di Negara Indonesia. Akan tetapi pada pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono dalam perekonomian Indonesia terdapat masalah dalam kasus
Bank Century yang sampai saat ini belum terselesaikan bahkan sampai mengeluarkan biaya
93 miliar untuk menyelesaikan kasus Bank Century ini.
Kondisi perekonomian pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang
sangat baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring
pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.

Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5-6
persen pada 2010 dan meningkat menjadi 6-6,5 persen pada 2011. Dengan demikian
prospek ekonomi Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula. Sementara itu, pemulihan
ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian
Indonesia. Kinerja ekspor nonmigas Indonesia yang pada triwulan IV-2009 mencatat
pertumbuhan cukup tinggi yakni mencapai sekitar 17 persen dan masih berlanjut pada
Januari 2010.

Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya


kebijakan pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang
Negara.Perkembangan yang terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang
signifikan terhadap persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain
masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan makroekonomi yang pesat belum menyentuh
seluruh lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas
ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan
ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.

3.10 Kebijakan yang dilakukan pada zaman SBY

Masa kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial yaitu

a. mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini
dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke
sector pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung kesejahteraan
masyarakat.

b. Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni


Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke
tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.

c. Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan


ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah
satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006
lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepaladaerah. Investasi
merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari
kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor,
terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan.
Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga
akan bertambah.

d. Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan pada


pemerintahan SBY mampu memberantas para koruptor tetapi masih tertinggal jauh dari
jangkauan sebelumnya karena SBY menerapkan sistem Soft Law bukan Hard Law. Artinya
SBY tidak menindak tegas orang-orang yang melakukan KKN sehingga banyak terjadi
money politic dan koruptor-koruptor tidak akan jera dan banyak yang mengulanginya. Dilihat
dari semua itu Negara dapat dirugikan secara besar-besaran dan sampai saat ini
perekonomian Negara tidak stabil.

e. Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan persediaan
bahan bakar minyak semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.

f. Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani menjerit karena harga
gabah menjadi anjlok atau turun drastic

3.11 Keadaan ekonomi pada masa Jokowi (2014 – 2019)

Sebagai kementerian non teknis yang bertugas membantu Presiden dalam menyelaraskan
dan mengkoordinasikan perencanaan, penyusunan, dan pengendalian urusan kementerian
dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian, Kemenko Perekonomian
menghadapi tantangan yang tidak ringan sejak Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden
Jusuf Kalla dilantik pada 20 Oktober 2014. Tantangan itu terutama datang sebagai dampak
dari lesunya perekonomian global.

Ini bisa dilihat dari perkembangan ekonomi global hingga semester I 2015 yang masih
memperlihatkan kecenderungan pertumbuhan yang bias ke bawah dari perkiraan semula
dan pasar keuangan global yang masih diliputi ketidakpastian. Kecenderungan bias ke
bawah tersebut terutama disebabkan oleh perkiraan ekonomi AS yang tidak setinggi
perkiraan semula dan ekonomi Tiongkok yang masih melambat. Di pasar keuangan global,
ketidakpastian kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di AS, gejolak di Uni Eropa, serta
anjloknya harga saham di Tiongkok menunjukkan risiko di pasar keuangan global masih
tinggi.

Sebagai dampak perkembangan ekonomi global tersebut pertumbuhan ekonomi Indonesia


hingga triwulan II 2015 masih melambat, yakni sebesar 4,67% (yoy), menurun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,72% (yoy). Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II
2015 yang masih melambat ini terutama akibat melemahnya pertumbuhan investasi,
konsumsi pemerintah, dan konsumsi rumah tangga.
Dari sisi eksternal, ekspor tumbuh terbatas seiring dengan pemulihan ekonomi global yang
belum kuat dan harga komoditas yang masih menurun. Di sisi lain, pertumbuhan impor
terkontraksi lebih dalam sejalan dengan lemahnya permintaan domestik.

Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia pada semester I 2015 mencatat surplus,


terutama ditopang oleh surplus neraca nonmigas. Surplus neraca perdagangan tersebut
mendorong perbaikan defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2015 yang lebih baik dari
prakiraan sebelumnya yaitu 2,5% dari PDB, dan lebih baik dari periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 3,9% dari PDB.

Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi, terutama dipengaruhi faktor eksternal. Pada Juli
2015, rupiah melemah ke level Rp 13.311 per dolar AS dari sebelumnya di kisaran Rp
12.025 pada hari pertama pemerintahan Jokowi-JK. Angka ini bahkan terus merosot hingga
hampir mencapai Rp 14.800 pada bulan September 2015. Beruntung, kondisi ekonomi
global dan kerja keras pemerintahan Jokowi-Jk berhasil memperkokoh nilai rupiah kembali
ke kisaran Rp 13.500 pada pertengahan bulan Oktober 2015.

Sejalan dengan pergerakan rupiah, perkembangan harga saham juga mengalami tekanan.
Pada awal November 2014 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat sebesar Rp
5.085,51 merosot menjadi Rp 4.120,5 di akhir September 2015 akibat derasnya arus modal
asing yang keluar dari Bursa Efek Indonesia. Tapi rangkaian Paket Kebijakan Ekonomi
pemerintah yang diterbitkan sejak 9 September 2015 telah membawa persepsi positif
kepada investor pasar modal, sehingga IHSG naik kembali menjadi Rp 4.591,91 pada 19
Oktober 2015.

Sebagai akibat kebijakan penyesuaian harga BBM pada bulan November 2014, inflasi
melonjak menjadi 8,36 % (yoy) pada akhir tahun 2014. Melalui kebijakan pengendalian
harga pangan dan harga barang yang diatur oleh pemerintah, tingkat inflasi secara bertahap
menurun. Pada bulan September 2015 inflasi menjadi 6,83% (yoy) atau 2,24% (ytd).
Dengan pengendalian inflasi yang ketat hingga di tingkat Pemerintah Daerah, maka inflasi
diperkirakan di kisaran 4%pada akhir tahun 2015. Penurunan inflasi sebagian disebabkan
melemahnya daya beli masyarakat akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi khususnya di
wilayah pertambangan dan perkebunan.

Perekonomian diperkirakan mulai meningkat pada triwulan III dan berlanjut pada triwulan IV
2015. Peningkatan tersebut didukung oleh akselerasi belanja pemerintah dengan realisasi
proyek-proyek infrastruktur yang semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan berbagai upaya
khusus yang dilakukan pemerintah untuk mendorong percepatan realisasi belanja modal,
termasuk dengan menyiapkan perangkat aturan yang diperlukan. Sementara itu, konsumsi
juga diperkirakan membaik, seiring dengan ekspektasi pendapatan yang meningkat dan
penyelenggaraan Pilkada serentak pada triwulan IV 2015.

3.12 Kebijakan yang dilakukan pada jaman Jokowi

Terhadap dinamika ekonomi (politik) global yang sedang terjadi, kapasitas kita memang
terbatas. Karena itu yang bisa dilakukan adalah melakukan pembenahan dari dalam.
Membenahi berbagai regulasi sebagai bagian dari wilayah otoritas dan tanggung jawab
pemerintah untuk mendorong mesin ekonomi bergerak kembali.
Ibarat mesin mobil, sudah waktunya kita melakukan overhaul: mengganti dan membuang
spare parts lama yang aus, rusak, atau yang performanaya tak bagus lagi. Dan
menggantinya dengan komponen baru yang segar dan sesuai kebutuhan serta pelumas
yang berkualitas agar mesin bisa bergerak lebih cepat dan lincah, bahkan ketika berada
pada medan yang sulit.

Maka kalau kita perhatikan, Paket Kebijakan Ekonomi yang dikeluarkan sejak 9 September
2015, berupaya untuk menyentuh berbagai aspek. Tujuannya untuk menangkal perlambatan
ekonomi yang disebabkan oleh kondisi ekonomi global dan domestik dengan cara
memperbaiki struktur ekonomi yang lebih kondusif bagi berkembangnya industri, kepastian
berusaha di bidang perburuhan, kemudahan investasi, memangkas berbagai perizinan serta
memperluas akses masyarakat untuk mendapatkan kredit perbankan

Berbagai upaya deregulasi yang tertuang dalam Paket Kebijakan Ekonomi ini membuat
kepercayaan pasar mulai membaik. Ini terlihat dari pergerakan nilai tukar yang semakin
stabil, meminimalisasi pemutusan hubungan kerja (PHK) dan iklim ekonomi (kegiatan
berusaha) yang lebih kondusif.

Pemerintah juga berupaya agar penyerapan anggaran bisa ditingkatkan. Kalau pada
semester I tahun 2015, penyerapan anggaran baru mencapai Rp 436,1 triliun atau 33,1
persen dari pagu Rp 1.319,5 triliun, maka pada bulan September 2015, penyerapan
anggaran sudah di atas 60 persen. Menurut Menteri keuangan, hingga akhir tahun
pemerintah optimistik penyerapan anggaran bisa mencapai 94-95 persen.

Beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah untuk mendorong perbaikan


ekonomi antara lain:

Di bidang perdagangan, pemerintah telah meluncurkan Indonesia National Single Window


(INSW) yang diperbarui, sehingga siapa pun dapat memantau keluar-masuk barang ekspor-
impor melalui satu sistem. Dengan demikian akurasi data dan informasi kepabeanan dapat
dipertanggung-jawabkan dengan transparan atau dapat diakses oleh semua pihak yang
berkepentingan.

Semua perizinan, dokumen, data, dan informasi lain yang diperlukan dalam pelayanan dan
pengawasan kegiatan ekspor impor dan distribusi kini sudah harus dilakukan melalui
Indonesia Nasional Single Window (INSW). Melalui INSW, tidak akan ada lagi proses
birokrasi yang dilakukan secara manual dan tatap muka yang selama ini menjadi hambatan
kelancaran arus barang, bahkan membuat distorsi yang membebani daya saing industri dan
melemahkan daya beli konsumen.

Menurut Menko Perekonomian Darmin Nasution, INSW adalah wujud nyata pelayanan
birokrasi modern yang dalam waktu singkat dapat melaksanakan kebijakan deregulasi dan
debirokratisasi yang diumumkan Presiden pada tanggal 9 September 2015. Portal ini
mengintegrasikan semua pelayanan perizinan ekspor/impor secara elektronik pada 15
Kementerian/Lembaga yang meliputi 18 Unit Perizinan.

“INSW merupakan salah satu bentuk fasilitasi perdagangan yang saat ini memegang peran
kunci, tidak saja dalam mendukung kelancaran perdagangan intra ASEAN dan cross border
trade Indonesia dengan negara lain, tetapi juga sebagai bentuk reformasi birokrasi dalam
pelayanan publik untuk kegiatan ekspor/impor, kepabeanan, dan kepelabuhanan,” ujar
Darmin.

Dengan pelayanan perizinan dan non perizinan melalui sistem elektronik, INSW diharapkan
dapat meningkatkan kepastian usaha dan efisiensi dalam kegiatan ekspor, kebutuhan
industri dan investasi, serta mengoptimalkan penerimaan negara dari kegiatan perdagangan
internasional.

Di bidang energi, pemerintah telah menurunkan harga solar sebesar Rp 200 pada Oktober
2015 ini. Selain itu, pemerintah juga mendorong nelayan untuk beralih dari penggunaan
bahan bakar solar menjadi bahan bakar gas. Pemerintah juga memberi diskon tarif listrik
bagi industri antara jam 23.00-08.00 WIB

Di bidang perbankan, pemerintah memberikan akses yang lebih luas bagi masyarakat,
terutama golongan kelas menengah-bawah untuk mendapatkan akses ke sistem perbankan
melalui fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga rendah, yakni 12 persen. Tak
cuma itu, melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk mendukung UKM
yang berorientasi ekspor atau yang terlibat dalam produksi untuk produk ekspor, pemerintah
juga memberikan fasilitas pinjaman atau kredit modal kerja dengan tingkat bunga yang lebih
rendah dari tingkat bunga komersial. Fasilitas ini terutama diberikan kepada perusahaan
padat karya dan rawan PHK.

Untuk menarik investor, terobosan kebijakan yang dilakukan pemerintah adalah memberikan
layanan cepat dalam bentuk pemberian izin investasi dalam waktu 3 jam di Kawasan
Industri. Dengan mengantongi izin tersebut, investor sudah bisa langsung melakukan
kegiatan investasi. Kriteria untuk mendapatkan layanan cepat investasi ini adalah mereka
yang memiliki rencana investasi minimal Rp 100 miliar dan atau rencana penyerapan tenaga
kerja Indonesia di atas 1,000 (seribu) orang.

Di bidang fiskal, pemerintah menyediakan fasilitas pengurangan pajak penghasilan (PPh)


badan mulai dari 10 hingga 100 persen untuk jangka waktu 5-10 tahun (tax holiday).
Persyaratan penerima tax holiday adalah wajib pajak baru yang berstatus badan hukum,
membangun industri pionir dengan rencana investasi minimal Rp 1 triliun, rasio utang
terhadap ekuitas (debt equity ratio) 1:4, serta mengendapkan dana di perbankan nasional
minimal 10 persen dari total rencana investasi hingga realisasi proyek.

Yang disebut industri pionir meliputi industri logam hulu, pengilangan minyak bumi, kimia
dasar organik, industri permesinan, industri pengolahan berbasis pertanian, kehutanan dan
perikanan, industri telekomunikasi, informasi dan komunikasi, transportasi kelautan, industri
pengolahan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan infrastruktur.

Insentif fiskal lainnya yang ditawarkan pemerintah adalah pengurangan penghasilan netto
sebesar 5 persen setahun selama enam tahun sebagai dasar pengenaan PPh badan (tax
allowance). Fasilitas ini berbeda dengan tax holiday karena tidak mengurangi tarif PPh
badan sebesar 25 persen, tetapi mengurangi penghasilan kena pajak maksimal 30 persen
selama enam tahun. Tax allowance juga memperhitungkan penyusutan dan amortisasi yang
dipercepat, pemberian tambahan jangka waktu kompensasi kerugian, serta mengurangi 10
persen tarif PPh atas dividen yang dibayarkan kepada wajib pajak di luar negeri.
Pada sektor perburuhan, kebijakan untuk menerapkan formula pada penghitungan Upah
Minimum juga disambut baik karena memberikan kepastian, baik kepada pengusaha
maupun buruh, tentang kenaikan upah yang bakal diterima buruh setiap tahun dengan
besaran yang terukur.

Beberapa contoh deregulasi yang telah dilakukan itu menunjukkan konsistensi pemerintah
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui berbagai upaya penyederhanaan peraturan
dan perizinan, kemudahan berinvestasi, serta mendorong daya saing industri. Pada saat
yang sama, pemerintah juga terus berupaya meningkatkan kegiatan produktif dan daya beli
masyarakat melalui berbagai kebijakan yang pro rakyat. Bersama-sama BI dan Otoritas jasa
Keuangan, pemerintah bekerja dan hadir untuk memulihkan kepercayaan pasar.

Kementerian Koordinator Perekonomian sendiri sudah mengalami pergantian pimpinan


selama masa satu tahun pemerintahan Jokowi-JK. Darmin Nasution baru menjabat sebagai
Menko Bidang Perekonomian pada 12 Agustus 2015 menggantikan Sofyan Djalil yang
bergeser posisi menjadi Menteri Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
(PPN)/Kepala Bappenas.

BAB IV

KESIMPULAN

Kebijakan-kebijakan ekonomi selama Orde Baru memang telah menghasilkan suatu proses
transformasi ekonomi yang pesat dan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi dengan
biaya ekonomi tinggi dan fundamental ekonomi yang rapuh. Hal terakhir dapat dilihat pada
buruknya kondisi sektor perbankan nasional dan semakin besarnya ketergantungan
Indonesia terhadap modal Asing, termasuk pinjaman, dan impor. Ini semua membuat
Indonesia dilanda suatu krisis ekonomi yang besar yang diawali oleh krisis nilai tukar Rupiah
terhadap Dolar AS pada pertengahan 1997.

Memasuki pemerintahan masa transisi, sejak mulai terjadinya krisis di belahan Negara-
negara Asia pada akhir masa pemerintahan orde baru, dan adanya peninggalan
ketergantungan Negara terhadap bantuan modal asing, sehingga mulai jatuhnya nilai tukar
Rupiah di pasar global. Negara-negara pemberi bantuan pun mulai tidak percaya atas
kemampuan Indonesia untuk menangani krisis yang terjadi di negaranya. Adanya gejolak
untuk mereformasikan Negara Indonesia oleh mahasiswa sehingga terjadi tragedy tri sakti.
Masa ini dipimpin oleh Habibie (1997-1998).

Memasuki masa pemerintahan reformasi sampai masa cabinet SBY, merupakan masa yang
dipimpin oleh Gus Dur justru semakin memburuk keadaan ekonominya karena seolah-olah
tidak ada niat untuk berpolitik secara sungguh-sungguh terlihat dari caranya memandang
inflasi yang hanya dianggap sebagai pengaruh amandemen UU BI saja. Kemudian
digantikan oleh Megawati, namun tidak juga mengalami perbaikan walaupun nilai tukar di
pasar internasional mulai membaik dari masa pemerintahan Gus Dur. Setelah memasuki
masa pemerintahan SBY, merupakan tanggungjawab berat untuknya memperbaiki
perekonomian khususnya dalam menangani krisis dan inflasi, walaupun pada masa jabata
terakhirnya tahun 2009 mengalami gejolak untuk masalah BBM dan harga pangan di pasar
global. Masa ini dimulai tahun1999-2009.

Daftar pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/Soeharto

http://aprinsa-leonita.blogspot.com/2012/04/perekonomian-indonesia-
pada.htmlhttp://ekosirsu.wordpress.com/2013/04/08/perekonomian-di-era-reformasi-pada-
masa-pemerintahan-presiden-b-j-
habibie/ http://sopyanhakimgunadarma.blogspot.com/2011/0
4/sejarah-ekonomi-indonesia-sejak-
orde.html http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/05/03/-kondisi-ekonomi-di-masa-
sby-650970.html

Anda mungkin juga menyukai