Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Operasi/ Pembedahan adalah tindakan pengobatan yang banyak
menimbulkan kecemasan, sampai saat ini sebagian besar orang
menganggap bahwa semua pembedahan yang dilakukan adalah
pembedahan besar. Pembedahan adalah suatu stressor yang bisa
menimbulkan stres fisiologis (respon neuroendokrin) dan stres psikologis
(Baradero et al, 2009).

Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi


hampir semua pasien. berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang
akan membahayakan pasien. Maka tak heran jika sering kali pasien dan
keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan
yang mereka alami.Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan
segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman
terhadap keselamatan jiwa akibat prosedur pembedahan dan pembiusan.

Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan


perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat
tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase pre operatif merupakan
awal yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan
berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal
pada tahap berikutnya. Pengkajian secara integral dari fungsi pasien
meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk
keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.

1
Efek kecemasan pada pasien pre operasi berdampak pada jalannya operasi
Sebagai contoh, pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami
kecemasan maka akan berdampak pada sistem kardiovaskulernya yaitu
2

tekanan darahnya akan tinggi sehingga operasi dapat dibatalkan. Pada


wanita efek kecemasan dapat mempengaruhi menstruasinya menjadi lebih
banyak, itu juga memungkinkan operasi ditunda hingga pasien benar benar
siap untuk menjalani operasi.

Kecemasan adalah suatu sikap alamiah yang dialami oleh setiap manusia
sebagai bentuk respon dalam menghadapi ancaman. Namun ketika
perasaan cemas itu menjadi berkepanjangan (maladaptif), maka perasaan
itu berubah menjadi gangguan cemas atau anxietydisorders (Kaplan,
Saddock & Grab, 2010). Kecemasan merupakan hal yang akrab dalam
hidup manusia.Kecemasan bukanlah hal yang aneh karena setiap orang
pasti pernah mengalami kecemasan. Kecemasan sangat berhubungan
dengan perasaan tidak pasti dan ketidakberdayaan sabagai hasil penilaian
terhadap suatu objek atau keadaan. Ansietas timbul sebagai respon
terhadap stres, baik stres fisik maupun fisiologis.Artinya, ansietas terjadi
ketika seorang merasa terancam baik fisik maupun psikologis ditandai
dengan kekhawatiran, keprihatinan dan rasa takut (Asmadi, 2008).

Definisi kecemasan menurut Stuart (2012), kecemasan merupakan


kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan
perasaan yang tidak pasti dan ketidak berdayaan.keadaan emosi yang
dialami tidak memiliki objek secara spesifik.

Kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara


interpersonal dan berada dalam suatu rentang.Tingkat kecemasan yang
dialami tergantung reaksi dari diri mereka sendiri dan lama paparan
terhadap situasi atau objek yang memilki kapasitas untuk menyebabkan
seseorang menjadi stress.

Kecemasan berasal dari perasaan tidak sadar yang berada didalam


kepribadian sendiri, dan tidak berhubungan dengan objek yang nyata atau
keadaan yang benar-benar ada. Kholil Lur Rochman, (2010:103)
mengemukakan beberapa gejala-gejala dari kecemasan antara lain: Sering
merasa mual dan muntah-muntah, badan terasa sangat lelah, banyak
3

berkeringat, gemetar, seringkali menderita diare, Muncul ketegangan dan


ketakutan yang kronis yang menyebabkan tekanan jantung menjadi sangat
cepat atau tekanan darah tinggi. Adanya gejala-gejala fisik maupun
psikologis yang menyertai kecemasan dapat dijelaskan sebagai berikut:
gejala fisik meliputi telapak tangan basah, tekanan darah meninggi, badan
gemetar, denyut jantung meningkat dan keluarnya keringat dingin.

Banyak faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien, menurut prof Dr.


Dadang Hawari (2008) mekanisme terjadinya cemas yaitu psiko-neuri-
imunologi atau psiko-neuro-endokrinolog. Akan tetapi tidak semua orang
mengalami stressor psikososial yang mengalami gangguan cemas hal ini
tergantung pada struktur perkembangan kepribadian diri seseorang
tersebut yaitu usia, tingkat pendidikan, pengalaman, jenis kelamin,
dukungan sosial dari keluarga, teman dan masyarakat.

Respon kecemasan merupakan sesuatu yang sering muncul pada pasien


yang akan menjalani operasi (pre operasi). Karena pre operasi merupakan
pengalaman baru bagi pasien yang akan menjalani operasi. Kecemasan
pasien pre operasi disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah
dari faktor pengetahuan dan sikap perawat dalam mengaplikasikan
pencegahan ansietas pada pasien pre operasi di ruang rawat inap.

Berdasarkan data WHO (2007), menunjukan dari 35.539 pasien bedah


yang dirawat di unit perawatan intensif, terdapat 8.922 pasien (25,1%)
mengalami kondisi kejiwaan dan 2.473 pasien (7%) mengalami
kecemasan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan diberbagai rumah
sakit di Indonesia diketahui berbagai hal penting mengenai angka kejadian
kecemasan dan stres pada pasien pre operasi. Salah satunya adalah
penelitian Wijayanti (2009), di RSUD Dr. Soeraji Tirto Negoro Klaten
Jawa Tengah ditemukan bahwa 20 (64,5%) pasien mengalami stres ringan
dan 11 (35,5%) pasien mengalami stres berat.

RS Mayapada merupakan salah satu rumah sakit swasta yang terletak di


Tangerang Kota.Rumah Sakit ini menerima berbagai jenis tindakan
4

operasi baik operasi besar, operasi kecil, operasi khusus, ataupun


operasi canggih. Berdasarkan data kegiatan Instalasi Bedah Sentral
(IBS) selama tahun 2016 jumlah pasien yang akan dilakukan tindakan
pembedahan pada pelayanan Elektif, Cito, maupun One Day Care (ODC)
berjumlah 2102 orang dengan perincian sebagai berikut : pelayanan
elektif adalah 1920 pasien, pelayanan cito adalah 182 pasien, pelayanan
One Day Care adalah 109 pasien. Kegiatan operasi elektif dengan
jenis operasi besar sejumlah 777 pasien.

Kecemasan yang dialami pasien dapat berdampak terhadap


berlangsungnya pelaksanaan operasi. Berdasarkan wawancara yang
dilakukan pada saat studi pendahuluan kepada perawat yang bertugas di
ruang operasi RS Mayapada terdapat beberapa kasus pembatalan
operasi diantaranya meningkatnya tekanan darah pada pasien yang
mengalami hipertensi, memanjangnya waktu haid yang dialami pasien
yang sedang haid, membuat operasi tersebut harus ditunda, ketakutan
yang dialami pasien dan keluarga seringkali membuatkeluarga
menganbil keputusan untuk membatalkan tindakan operasi tersebut.
Data yang diperoleh kasuspembatalan pasien pada bulan september
tahun 2017 terdapat 15 kasus diantaranya disebabkan meningkatnya
tekanan darah ada 7 pasien (3,7%),dan kasus pembatalan/penundaan
disebabkan haid ada 2 pasien (1,1%), dan yang disebabkan keluarga
menolak atau pasien mengalami ketakutan operasi ada 6 pasien (3,2%).

Berdasarkan kondisi dari hasil penelitian dan pengamatan awal penulis


tertarik untuk meneliti tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan
tingkat kecemasan pasien Pre Operasi di Ruang rawat inap RS Mayapada
Tangerang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari hasil data yang di peroleh pada bulan September tahun
2017 terdapat 15 kasus pembatalan operasi diantara nya disebabkan
meningkatnya tekanan darah, penundaaan operasi karena haid dan
5

keluarga menolak atau pasien ketakutan menjalani operasi, Maka rumusan


masalah dalam penelitian ini adalah “Faktor-faktor apa saja yang
berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien Pre Operasi di ruang
Rawat inap RS Mayapada Tangerang?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk Mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat


kecemasan pasien Pre Operasi di ruang Rawat inap RS Mayapada
Tangerang tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakterisitik responden (Usia, Jenis kelamin,


Pendidikan) di ruang Rawat Inap RS Mayapada Tangerang.

b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien Pre Operasi di ruang


Rawat inap RS Mayapada Tangerang.

c. Mengidentifikasi Faktor Usia, Pendidikan, Jenis Kelamin,


Pengalaman, dukungan, tingkat Pengetahuan dengan tingkat
kecemasan pasien Pre Operasi di ruang Rawat inap RS Mayapada
Tangerang.

d. Menganalisa hubungan Faktor Usia dengan tingkat kecemasan


pasien Pre Operasi di ruang Rawat inap RS Mayapada Tangerang.
e. Menganalisa hubungan Faktor Pendidikan dengan tingkat
kecemasan pasien Pre Operasi di ruang Rawat inap RS Mayapada
Tangerang.
f. Menganalisa hubungan Faktor Jenis kelamin dengan tingkat
kecemasan pasien Pre Operasi di ruang Rawat inap RS Mayapada
Tangerang.
6

g. Menganalisa hubungan Faktor Pengalaman dengan tingkat


kecemasan pasien Pre Operasi di ruang Rawat inap RS Mayapada
Tangerang.
h. Menganalisa hubungan Faktor Dukungan dengan tingkat
kecemasan pasien Pre Operasi di ruang Rawat inap RS Mayapada
Tangerang.
i. Menganalisa hubungan Faktor tingkat Pengetahuan dengan tingkat
kecemasan pasien Pre Operasi di ruang Rawat inap RS Mayapada
Tangerang.

D. Manfaat penelitian
1. Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dan sumber
bagi pelayanan keperawatan dalam menerapkan asuhan keperawatan
pada pasien Pre operasi.
2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
menambah pengetahuan cara mengatasi kecemasan pada pasien yang
akan meghadapi operasi.
7

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Deskripsi Teoritik Kecemasan


1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah gangguan alam sadar (effective) yang ditandai


dengan perasaan ketakutan atau kehawatiran yang mendalam dan
berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas
(Reality Testing Ability/RTA), masih baik, kepribadian masih tetap
utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/ splitting of
personality), perilaku dapat terganggu tapi masih dalam batas-batas
normal (Hawari, 2008).

Kecemasan (Ansietas) adalah manifestasi dari berbagai proses


emosi yang bercampur baur dan terjadi ketika mengalami tekanan
perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (Darajat, 2007).

Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb, Kecemasan adalah situasi


yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai
perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum
pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti
hidup (Fitri, 2007).

Kecemasan merupakan kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar,


yang berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan
ketidakberdayaan.keadaan emosi yang dialami tidak memiliki objek
secara spesifik, kecemasan dialami secara subjektif dan
dikomunikasikan secara interpersonal dan berada dalam suatu
rentang. Tingkat kecemasan yang dialami tergantung reaksi dari diri
mereka sendiri dan lama paparan terhadap situasi atau objek yang

7
8

memilki kapasitas untuk menyebabkan seseorang menajdi


stress.(Stuart, 2012),

2. Penyebab Kecemasan
a. Faktor Predisposisi
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal
kecemasan (Stuart, 2012).
1. Dalam pandangan psikoanalisis, kecemasan adalah konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian; id dan
super ego. Id mewakili dorongan insting dan implus primitif,
sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan
dikendalikan oleh norma budaya. Ego atau A ku, berfungsi
menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan
tersebut, dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego
bahwa ada bahaya.
2. Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari
perasaan takut terhadap ketidak setujuan dan penolakan
interpesonal. Kecemasan jugaberhubungan dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dankehilangan, yang
menimbulkan kerentanan tertentu. Individu denganharga diri
rendah sangat rentan mengalami kecemasan yang berat.
3. Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan produk
frustasiyaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan
individu untukmencapai tujuan yang diinginkan. Ahli teori
perilaku lain menganggapkecemasan sebagai suatu dorongan
yang dipelajari berdasarkankeinginan dari dalam diri untuk
menghindari kepedihan. Ahli teori konflik memandang
kecemasan sebagai pertentangan antara duakepentingan yang
berlawanan. Mereka meyakini adanya hubungan timbal balik
antara konflik dan kecemasan; konflik menimbulkan cemas,dan
cemas menimbulkan perasaan tidak berdaya, yang pada
gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan.
9

4. Kajian keluarga, menunjukan bahwa gangguan kecemasan


biasanyaterjadi dalam keluarga.
5. Kajian biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor
khususyakni benzodiazepin, obat-obatan meningkatkan
neuroregulator inhibisiasam gama-aminobutirat (GABA),
yang berperan penting dalammekanisme biologis yang
berhubungan dengan kecemasan. Selain itu,kesehatan umum
individu dan riwayat kecemasan pada keluargamemiliki efek
nyata sebagai perdisposisi kecemasan. Kecemasanmungkin
disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya
menurunkankemampuan individu untuk mengatasi stresor.

b. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2012), faktor presipitasi dapat berasal dari sumber
internal atau eksternal. Faktor presipitasi dapat dikelompokan
dalam dua kategori yaitu :
1. Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas fisiologi
yang akan terjadi atau penurunan kemampuan untuk
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
2. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas,
harga diri,dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu.

3. Tanda dan Gejala


Gejala klinis kecemasan Menurut. Dadang Hawari, Psikiater (2008):
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang
mengalami gangguan kecemasan antara lain:
a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan fikirannya sendiri,
mudah tersinggung.
b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
c. Takut sendirian, takut pada keramaian, dan banyak orang.
d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
e. Gangguan konsenterasi dan daya ingat.
10

f. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan


tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak
nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala
dan lain sebagainya.

4. Proses Terjadinya Kecemasan


Menurut Stuart (2012), kecemasan dialami secara subjektif dan
dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan berbeda dengan
rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap bahaya,
kecamasan merupakan respon emosional terhadap penilaian
tersebut.Kecemasan diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat
kecemasan yang berat dapat tidak sejalan dengan kehidupan dan dapat
menyebabkan kelemahan dan kematian.Kecemasan pada individu
dapat menberikan motivasi untuk mencapai suatu tujuan dan
merupakan sumber penting dalam usaha untuk memelihara
keseimbangan hidup. Hampir sama dengan pernyataan diatas, menurut
Healy (2008), respon fight or flight adalah peringatan atau alarm
sebagai mekanisme pertahanan,maksudnya tubuh akan menghadapi
tekanan tersebut atau akan melarikan diri. Mekanisme fight or flight ini
banyak memakan energi, yang diikuti terjadinya kelelahan. Saat
kelelahan dan kehabisan energi individu tidak mampu lagi melakukan
aktivitas sehari-hari, sehingga tidak heran bila individu yang sedang
mengalami kecemasan dan stres akan mendapati gejala nyeri otot dan
sendi, sakit kepala, depresi, cemas dan mudah tersinggung.

5. Rentang Respon Ansietas


Menurut Stuart dan Sundeen dalam buku Asmadi (2008).

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Gambar 2.1: Rentang respon kecemasan


11

6. Tingkat dan Karakteristik kecemasan


Setiap tingkatan ansietas mempunyai karakteristik atau manifestasi
yang berbeda satu sama lain. Manifestasi yang terjadi tergantung
pada kematangan pribadi, pemahaman dalam menghadapi tantangan,
harga diri, dan mekanisme koping yang digunakan (Stuart, 2007).
Tingkat kecemasan, yaitu:
a. Cemas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi
belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
b. Cemas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada
hal yang penting dan mengenyampingkan pada hal yang lain,
sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun
dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
c. Cemas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.
Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang
terinci, spesifik dan tidak berfikir tentang hal yang lain, semua
perilaku ditunjukan untuk mengurangi ketegangan.
d. Panik berhubungan dengan terperangah ketakutan dan eror.
Rincian terpecah dari proporsinya karena mengalami
kehilangan kendali. Orang yang panik tidak mampu melakukan
sesuatu walaupun dengan pengarahan, panik melibatkan
disorganisasi kepribadian. Dengan panic terjadi aktifitas
motorik, penurunan kemampuan untuk berhubungan dengan
orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan
pemikiran yang rasional.

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan, antara lain:


Faktor yang dapat menjadi pencetus seseorang merasa cemas dapat
berasal dari diri sendiri (faktor internal) maupun dari luar dirinya
(faktor eksternal). Pencetus ansietas menurut Asmadi (2008) dapat
dikelompokan ke dalam dua kategori yaitu (Asmadi, 2008):
12

a. Ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidak mampuan


fisiologis atau gangguan dalam melakukan aktifitas sehari-hari
guna pemenuhan terhadap kebutuhan dasarmya.
b. Ancaman terhadap sistem diri yaitu adanya sesuatu yang dapat
mengancam terhadap identitas diri, harga diri, kehilangan
status/peran diri, dan hubungan interpersonal.

Menurut Dadang Hawari (2008) mekanisme terjadinya cemas yaitu


psiko-neuro-imunologi atau psiko-neuro-endokrinolog.Stresor
psikologis yang menyebabkan cemas adalah perkawinan, orangtua,
antar pribadi, pekerjaan, lingkungan, keuangan, hukum,
perkembangan, penyakit fisik, faktor keluarga, dan trauma. Akan
tetapi tidak semua orang yang mengalami stressor psikososial akan
mengalami gangguan cemas hal ini tergantung pada struktur
perkembangan kepribadian diri seseorang tersebut yaitu :

a. Usia
Umur adalah lamanya waktu hidup sejak dia lahir sampai waktu
saat ini. Umur menunjukan ukuran waktu pertumbuhan dan
perkembangan seorang individu. Umur berkorelasi dengan
pengalaman, pengalaman berkorelasi dengan pengetahuan,
pemahaman dan pandangan terhadap suatu penyakit atau
kejadian sehingga akan membentuk persepsi dan sikap.
Kematangan dalam proses berpikir pada individu yang berumur
dewasa lebih memungkinkannya untuk menggunakan mekanisme
koping yang baik dibandingkan kelompok umur anak-anak,
ditemukan sebagian besar kelompok umur anak yang mengalami
insiden fraktur cenderung lebih mengalami respon cemas yang
berat dibandingkan kelompok umur dewasa (Lukman, 2009)
Menurut Depkes RI, 2009 Umur dikelompokan menjadi :
1. 12-25 Tahun Remaja
2. 25-45 Tahun Dewasa
3. > 45 Tahun Lansia
13

b. Pengalaman
Robby ,2009 pengalaman masa lalu terhadap penyakit baik yang
positif maupun negatif dapat mempengaruhi perkembangan
keterampilan menggunakan koping. Kebehasilan seseorang
dapatmembantu individu untuk mengembangkan kekuatan
coping, sebaliknya kegagalan atau reaksi emosional menyebabkan
seseorang menggunakan coping yang maladaptif terhadap stressor
tertentu.
c. Dukungan
Dukungan psikososial keluarga adalah mekanisme hubungan
interpersonal yang dapat melindungi seseorang dari efek stress
yang buruk. Pada umumnya jika seseorang memiliki sistem
pendukung yang kuat, kerentanan terhadap penyakit mental akan
rendah (Kaplan dalam Arum, 2009).
d. Jenis kelamin
Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanita, bahwa
wanita lebih cemas akan ketidakmampuannya dibanding dengan
laki-laki, laki-laki lebih aktif, eksploratif, sedangkan perempuan
lebih sensitif. Penelitian lain menunjukkan bahwa laki-laki lebih
rileks dibanding perempuan (Power dalam Myers dalam Creasoft,
2008).
e. Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2010) pendidikan adalah upaya persuasi
atau pembelajaran kepada masyarakat, agar masyarakat mau
melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara
(mengatasi masalah- masalah), dan meningkatkan kesehatannya.
Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada
pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran,
sehingga perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama (long
lasting) dan menetap (langgeng), karena didasari oleh kesadaran.
14

f. PengetahuanMenurut Arikunto (2010), pengukuran pengetahuan


dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan
tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau
responden ke dalam pengetahuan yang ingin diukur dan
disesuaikan dengan tingkatannya. Adapun jenis pertanyaan yang
dapat digunakan unuk pengukuran pengetahuan secara umum
dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Pertanyaan subjektif Penggunaan pertanyaan subjektif dengan
jenis pertanyaan essay digunakan dengan penilaian yang
melibatkan faktor subjektif dari penilai, sehingga hasil nilai
akan berbeda dari setiap penilai dari waktu ke waktu.
2. Pertanyaan objektif Jenis pertanyaan objektif seperti pilihan
ganda (multiple choise), betul salah dan pertanyaan
menjodohkan dapat dinilai secara pasti oleh penilai.

Menurut Arikunto (2010), pengukuran tingkat pengetahuan dapat


dikatagorikan menjadi tiga yaitu:
1. Pengetahuan baik bila responden dapat menjawab 76-100%
dengan benar dari total jawaban pertanyaan.
2. Pengetahuan cukup bila responden dapat menjawab 56-75%
dengan benar dari total jawaban pertanyaan.
3. Pengetahuan kurang bila responden dapat menjawab <56% dari
total jawaban pertanyaan.

8. Mekanisme Koping kecemasan


Setiap ada stressor penyebab individu mengalami kecemasan, maka
secara otomatis muncul upaya untuk mengatasi dengan berbagai
mekanisme koping. Penggunaan mekanisme koping akan efektif
bila didukung dengan kekuatan lain dan adanya keyakinan pada
individu yang bersangkutan bahw mekanisme yang digunakan dapat
mengatasi kecemasannya. Kecemasan harus segera ditangani untuk
mencapai homeostatis pada diri individu, baik secara fisiologis
15

maupun psikologis Menurut Asmadi (2008) Mekanisme koping


terhadap kecemasan dibagi menjadi dua kategori :
a. Strategi pemecahan masalah (problem solving strategic)
b. Strategi pemecahan masalah ini bertujuan untuk megatasi atau
menanggulangi masalah/ancaman yang ada dengan
kemampuanpengamatan secara realistis. Secara ringkas
pemecahan masalah ini menggunakan metode Source, Trial and
Error, Others Play and Patient (STOP).
c. Mekanisme pertahanan diri (defence mekanism)
Mekanisme pertahanan diri ini merupakan mekanisme
penyesuaian ego yaitu usaha untuk melindungi diri dari perasaan
tidak adekuat. Beberapa ciri mekanisme pertahanan diri antara lain:
1) Bersifat hanya sementara karena berfungsi hanya melindungi
atau bertahan dari hal-hal yang tidak menyenangkan dan
secara tidak langsung mengatasi masalah.
2) Mekanisme pertahanan diri terjadi di luar kesadaran, individu
tidak menyadari bahwa mekanisme pertahanan diri tersebut
sedang terjadi.
3) Sering sekali tidak berorientasi pada kenyataan.

Mekanisme pertahanan diri menurut Stuartz dan Sundeen (2007)


yang sering digunakan untuk mengatasi kecemasan, antara lain:
1) Kompensasi
Proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri
dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan/kelebihan yang
dimilikinya.
2) Penyangkalan (denial)
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan
mengingkari realitas tersebut.Mekanisme pertahanan ini adalah
paling sederhana dan primitif.
16

3) Pemindahan (displacement)
Pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang/benda
lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya.
4) Disosiasi
Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari
kesadaranatauidentitasnya
5) Identifikasi (identification)
Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang ia
kagumi berupaya dengan mengambil/menirukan pikiran-
pikiran, perilaku dan selera orang tersebut.
6) Intelektualisasi (intelectualization)
Pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk
menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya.
7) Introjection
Suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang mengambil
dan melebur nilai-nilai dan kualitas seseorang atau suatu
kelompok ke dalam struktur egonya sendiri, merupakan hati
nurani.
8) Isolasi
Pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang
mengganggu dapat bersifat sementara atau berjangka lama.
9) Proyeksi
Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada
orang lain terutama keinginan, perasaan emosional dan
motivasi yang tidak dapat ditoleransi.
10) Rasionalisasi
Mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan dapat
diterima masyarakat untuk menghalalkan/membenarkan
impuls, perasaan, perilaku, dan motif yang tidak dapat diterima.
11) Reaksi formasi
17

Pengembangan sikap dan pola perilaku yang ia sadari, yang


bertentangan dengan apa yang sebenarnya ia rasakan atau ingin
lakukan.
12) Regresi
Kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri
khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini.
13) Represi
Pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran, impuls atau
ingatan yang menyakitkan atau bertentangan, dari kesadaran
seseorang; merupakan pertahanan ego yang primer yang
cenderung diperkuat oleh mekanisme lain.
14) Pemisahan (splitting)
Sikap mengelompokkan orang / keadaan hanya sebagai
semuanya baik atau semuanya buruk; kegagalan untuk
memadukan nilai-nilai positif dan negatif di dalam diri sendiri.
15) Sublimasi
Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan
dalam penyalurannya secara normal.
16) Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan
tetapi sebetulnya merupakan analog represi yang disadari;
pengesampingan yang disengaja tentang suatu bahan dari
kesadaran seseorang, kadang-kadang dapat mengarah pada
represi yang berikutnya.
17) Undoing
Tindakan/ perilaku atau komunikasi yang menghapuskan
sebagian dari tindakan/ perilaku atau komunikasi sebelumnya;
merupakan mekanisme pertahanan primitif.
18

9. Alat ukur tingkat kecemasan


Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah
ringan, sedang, dan berat dengan menggunakan alat Pengukuran
kecemasan yang diadopsi dengan menggunakan alat ukur kecemasan
Zung Self-Rating Anxiety Scale. Zung Self-Rating Anxiety Scale adalah
kecemasan yang dirancang oleh William W.K. Zung untuk mengukur
tingkat kecemasan bagi pasien mengalami gejala kecemasan terkait.
Pengukuran kecemasan berdasarkan munculnya symptom pada
individu yang mengalami kecemasan. Cara Penilaian Tingkat
Kecemasan Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS/SRAS) adalah
penilaian kecemasan pada pasien dewasa yang dirancang oleh
William W.K.Zung, dikembangkan berdasarkan gejala kecemasan
dalam diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-
II). Terdapat 20 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan dinilai 1-4 (1:
tidak pernah, 2: kadang-kadang, 3: sebagaian waktu, 4: hampir setiap
waktu). Terdapat 15 pertanyaan ke arah peningkatan kecemasan dan 5
pertanyaan ke arah penurunan kecemasan. Rentang penilaian 20-80,
dengan pengelompokan antara lain : Skor 20-44 : kecemasan ringan,
Skor 45-59 : kecemasan sedang, Skor 60-80 : kecemasan berat.

Contoh Kuisioner Zung Self Rating Anxiety Scale


Tidak pernah sama sekali : 1

Kadang-kadang saja mengalami demikian : 2


Sering mengalami demikian : 3
Selalu mengalami demikian setiap hari : 4

No Pertanyaan Jawaban

1 Saya merasa lebih gelisah atau gugup dan cemas dari


biasanya
2 Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas
3 Saya merasa seakan tubuh saya berantakan atau
hancur
19

4 Saya mudah marah, tersinggung atau panic


5 Saya selalu merasa kesulitan mengerjakan segala
sesuatu atau merasa sesuatu yang jelek akan terjadi
6 Kedua tangan dan kaki saya sering gemetar
7 Saya sering terganggu oleh sakit kepala, nyeri leher
atau nyeri otot
8 Saya merasa badan saya lemah dan mudah lelah
9 Saya tidak dapat istirahat atau duduk dengan tenang
10 Saya merasa jantung saya berdebar-debar dengan
keras dan cepat
11 Saya sering mengalami pusing
12 Saya sering pingsan atau merasa seperti pingsan
13 Saya mudah sesak napas tersengal-sengal
14 Saya merasa kaku atau mati rasa dan kesemutan
pada jari-jari saya
15 Saya merasa sakit perut atau gangguan pencernaan
16 Saya sering kencing daripada biasanya
17 Saya merasa tangan saya dingin dan sering basah
oleh keringat
18 Wajah saya terasa panas dan kemerahan
19 Saya sulit tidur dan tidak dapat istirahat malam
20 Saya mengalami mimpi-mimpi buruk
20

B. Pengertian Pembedahan
Pembedahan adalah peristiwa kompleks yang menegangkan. Menurut
Long yang dikutip oleh Rosintan pada tahun 2009, tindakan
pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada
integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stress fisiologis
maupun psikologis. Contoh dari perubahan fisiologis yang muncul akibat
kecemasan atau ketakutan antara lainpasien dengan riwayat hipertensi
jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat mengakibatkan sulit
tidur dan tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa
dibatalkan, pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat
mengalami menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi
terpaksa harus ditunda.

Ada 3 faktor penting yang terkait dalam pembedahan yaitu penyakit


pasien, jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri.Dari ketiga
faktor tersebut faktor pasien merupakan hal yang paling penting, bagi
penyakit tersebut tindakan pembedahan adalah hal yang baik/benar.Bagi
pasien sendiri pembedahan mungkin merupakan hal yang paling
mengerikan yang pernah mereka alami. Mengingat hal tersebut diatas,
sangatlah penting untuk melibatkan pasien dalam setiap langkah-langkah
perioperatif.

C. Indikasi dan Klasifikasi


a. Tindakan pembedahan dilakukan dengan berbagai indikasi
diantaranya adalah:
1. Diagnostik : biopsi atau laparotomi eksplorasi
2. Kuratif : Eksisi tumor atau mengangkat apendiks yang mengalami
inflamasi.
3. Reparatif : Memperbaiki luka multiple
4. Rekonstruktif/Kosmetik : mammoplasty, atau bedah plastik
5. Palliatif : seperti menghilangkan nyeri atau memperbaiki
masalah, contoh: pemasangan selang gastrostomi yang dipasang
21

untuk mengkomponsasi terhadap ketidakmampuan menelan


makanan.

b. Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan


pembedahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, antara lain
(Brunner and suddarth, 2013).
1. Kedaruratan/Emergency
Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin
mengancam jiwa.Indikasi dilakukan pembedahan tanpa ditunda,
misal: perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih atau
usus,fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka
bakar sangat luas.
2. Urgen
Pasien membutuhkan perhatian segera.Pembedahan dapat
dilakukan dalam 24-30 jam, misal: infeksi kandung kemih akut,
batu ginjal atau batu pada uretra.
3. Diperlukan
Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat
direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan, misal:
Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih. Gangguan
tyroid, katarak.
4. Elektif
Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan,
bila tidak dilakukan pembedahan maka tidak terlalu
membahayakan, misal: perbaikan Scar, hernia sederhana,
perbaikan vaginal.
5. Pilihan
Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan
sepenuhnya pada pasien. Indikasi pembedahan merupakan
pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan estetika, misal:
bedah kosmetik.
22

c. Sedangkan menurut faktor resikonya, operasi dapat diklasifikasikan


sebagai besar atau kecil, tergantung pada keseriusan dari
penyakit,maka bagian tubuh yang terkena, kerumitan pengoperasian,
dan waktu pemulihan yang diharapkan.
1. Minor
Operasi minor adalah operasi yang paling sering dilakukan
dirawat jalan, dan dapat pulang hari yang sama. Operasi ini jarang
menimbulkan komplikasi (Virginia, 2007)
2. Mayor
Operasi mayor adalah operasi yang penetrates dan exposes semua
rongga badan, termasuk tengkorak, termasuk pembedahan tulang,
atau kerusakan signifikan dari anatomis atau fungsi faal (Guide
and Ag Guide, 2007).
Operasi mayor adalah pembedahan kepala, leher, dada, dan
perut.Pemulihan dapat waktu panjang dan dapat melibatkan
perawatan intensif dalam beberapa hari di rumah sakit.
Pembedahan ini memiliki resiko komplikasi lebih tinggi setelah
pembedahan (Virgina, 2007).
Operasi mayor sering melibatkan salah satu badan utama di
perut-cavities (laparotomy), di dada (thoracotomy), atau tengkorak
(craniotomy) dan dapat juga pada organ vital. Operasi yang
biasanya dilakukan dengan menggunakan anestesi umum di rumah
sakit ruang operasi oleh tim dokter. Setidaknya pasien menjalani
perawatan satu malam di rumah sakit setelah operasi.

Ada berbagai definisi dari operasi mayor, dan apa yang


merupakan perbedaan antara operasi mayor dan minor. Sebagai
aturan umum, yang utama adalah operasi besar dimana pasien
harus diletakkan di bawah anestesi umum dan diberikan bantuan
pernafasan karena dia tidak dapat bernafas secara mandiri.
Operasi besar biasanya membawa beberapa derajat resiko bagi
pasien hidup, atau potensi cacat parah jika terjadi suatu kesalahan
23

selama operasi.Beberapa gambaran lainnya dapat digunakan untuk


membedakan besar kecilnya dari operasi. Misalnya, dalam sebuah
prosedur operasi mayor dapat terjadi perubahan signifikan ke
anatomi yang terlibat. Seperti dalam situasi di mana organ
akandihilangkan, atau sendi yang dibangun dengan komponen
buatan. Setiap penetrasi organ tubuh dianggap sebagai operasi
besar, seperti pembedahan ekstensif tulang pada kaki. Bedah
syaraf umumnya dianggap utama karena resiko kepada pasien.
Beberapa contoh utama operasi meliputi: penggantian lutut,
operasi kardiovaskular, dan transplantasi organ. Prosedur ini pasti
membawa risiko bagi pasien seperti infeksi, pendarahan, atau
komplikasi dari yang menyebabkan kematirasaan umum
digunakan.

Untuk mengurangi potensi komplikasi utama operasi


berlangsung di ruang steril dimana sangat tepat prosedur yang
diamati untuk mengurangi resiko kontaminasi dan pasien ini
diawasi oleh seorang anesthesiologist dan tim medis untuk setiap
tanda-tanda distress (SE. Smith, 2007).

D. Perioperatif
1. Pengertian Perioperatif
Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan
dengan pengalaman pembedahan pasien.
Kata perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga
fase pengalaman pembedahan antara lain praoperatif, intraoperatif,
pascaoperatif (Brunner and Suddarth, 2013).
a. Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai
ketika diambil keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan
berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktifitas
keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan
24

pengkajian dasar pasien ditatanan klinik atau dirumah, menjalani


wawancara praoperatif, dan menyiapkan pasien untuk anastesi
yang diberikan dan pebedahan. Bagaimanapun aktifitas perawat
dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien praoperatif ditepat
atau di ruang operasi.
b. Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai ketika
pasien masuk dan pindah ke bagian atau departemen bedah dan
berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Fase ini
lingkup aktifitas keperawatan dapat meliputi memasang infus,
memberikan medika intravena melakukan pemantauan fisilogis
menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien.
c. Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang
pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada
tatanan klinik atau dirumah. Lingkup keperawatan mencakup
rentang aktifitas yang luas selama periode ini.

2. Persiapan preoperasi
Persiapan pasien bedah meliputi persiapan fisik dan psikologis secara
luas. Dalam persiapan ini perawat berada pada posisi
untukmembantu pasien memahami perlunya tindakan medis ini (Aziz
Alimul H, 2008)
a. Persiapan pendidikan kesehatan preoperasi Perawatan harus
mempersiapan klien dan keluarganya untuk menghadapi operasi.
Dengan mengidentifikasi pengetahuan, harapan, dan persepsi
klien, memungkinkan perawat merencanakan penyuluhan dan
tindakan untuk mempersiapkan emosional klien. Apabila klien
dijadwalkan menjalani bedah sehari, pengkajiannya dapat
dilakukan di ruang praktek dokter atau di rumah klien.

Setiap klien merasa takut untuk datang ke tempat operasi,


Beberapa diantaranya disebabkan karena pengalaman di rumah
25

sakit sebelumnya, peringatan dari teman dan keluarga, atau karena


kurang pengetahuan. Perawat mengalami dilema etik jika klien
memiliki informasi yang salah atau tidak menyadari alasan
dilakukan pembedahan. Peawat menanyakan gambaran
pemahaman klien tentangpembedahan dan implikasinya. Perawat
dapat mengajukan pertanyan seperti ” Ceritakan pada saya,
menurut Anda apa yang aka terjadi sebelum dan sesudah
operasi” atau ”Jelaskan apa yang Anda ketahui tentang operasi”.

Perawat harus berdiskusi dengan dokter terlebih dahulu sebelum


memberi informasi yang spesfik tentang diagnosis medis
klien.Perawat juga memastikan apakah dokter telah menjelaskan
prosefur rutin pada masa preoperatif dan pasca operatif.Apabila
klien mempunyai poersiapan yang baik dan mengetahui apa yang
diharapkan maka perawat memperkuat pengetahuan klien dan
mempertahankan keakuatan serta konsistensinya (Potter & Perry,
2007).
b. Persiapan diet
Pasien yang akan dibedah memerlukan persiapan khusus dalam hal
pengaturan diet. Pasien boleh menerima makanan biasa sehari
sebelum bedah, tetapi 8 jam sebelum bedah tidak diperbolehkan
makan, sedangkan cairan tidak diperbolehkan 4 jam sebelum
bedah, sebab makanan atau cairan dalam lambung dapat
menyebabkan aspirasi.
c. Persiapan kulit
Persiapan kulit dilakukan dengan cara membebaskan daerah yang
akan dibedah dari mikro organisme dengan cara menyiram kulit
menggunakan sabun heksaklorofin (hexachlorophene) atau
sejenisnyasesuai dengan jenis pembedahan. Bila pada kulit
terdapat rambut, maka harus dicukur.
26

d. Latihan nafas dan latihan batuk


Cara latihan ini dilakukan utuk meningkatkan kemampuan
pengembangan paru sedangkan batuk dapat menjadi
kontraindikasi pada bedah intrakranial, mata, telinga, hidung, dan
tenggorokan karenadapat meningkatkan tekanan, merusak
jaringan, dan melepas jahitan.Pernafasan yang dianjurkan adalah
pernafasan diagfragma.
e. Latihan mobilisasi
Latihan ini dapat dilakukan untuk mencegah dampak
tromboplebitis. Latihan kaki yang dianjurkan antara lain latihan
memompa otot, latihan quadrisep, dan latihan mengencangkan
glutea. Latihan otot dapat dilakukan dengan mengontraksikan otot
betis dan paha, kemudian istirahatkan otot kaki, dan ulangi hingga
10 kali.
f. Persiapan psikososial
Pasien yang akan menghadapi pembedahan akan mengalami
berbagai macam jenis prosedur tindakan tertentu dimana akan
menimbulkan kecemasan. Segala bentuk prosedur pembedahan
selaludidahului dengan suatu reaksi emosional tertentu oleh
pasien, apakah reaksi itu jelas atau tersembunyi, normal atau
abnormal.Sebagai contoh, kecemasan preoperasi kemungkinan
merupakan suatu respon antisipasi terhadap suatu pengalaman
yang dapat dianggap pasien sebagai suatu ancaman terhadap
perannya dalam hidup, integritas tubuh, atau bahkan kehidupan
itu sendiri. Sudah diketahui bahwa pikiran yang bermasalah
secara langsung mempengaruhi fungsi tubuh.Karenanya, penting
artinya untuk mengidentifikasi kecemasan yang dialami pasien.

Pasien praoperasi dalam mengalami berbagai ketakutan.


Termasuk ketakutan akan ketidaktahuan, kematian, tentang
anastesia, kanker. Kehawatiran mengenai kehilangan waktu kerja,
kemungkinan kehilangan pekerjaan,tanggung jawab mendukung
27

keluarga, dan ancama ketidakmampuan permanen yang lebih


jauh, memperberat ketegangan emosional yang sangat hebat yang
diciptakan oleh prospek pembedahan.

Takut diekspresikan dengan cara yang berbeda oleh orang yang


berbeda. Sebagai contoh, takut mungkin diekspresikan secara
langsung oleh pasien yang secara berulang mengajukan banyak
pertanyaan, walaupun telah dijawabnya. Saat pasien
mengekspresikan ketakutan atau kehawatiran tentang
pembedahan yang akan dihadapinya, penting artinya untuk
mempertahankan agar jalur komunikasi tetap terbuka. Perawat
dapat melakukan banyak hal untukmenghilangkan kesalahan
konsep dan informasi, dan untuk memberikan penanganan ketika
memungkinkan.

E. Penelitian Terkait
1. Penelitian yang dilakukan oleh Beata Rivani berjudul “Hubungan
tingkat pengetahuan informasi prabedah dengan tingkat kecemasan
pasien praoperasi”. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif
korelasional dengan populasi seluruh pasien pra operasi yang dirawat
di Rumah Sakit XX. Jumlah sampel adalah 56 orang diambil secara
purposive sampling. Metode pengumpulan data melalui wawancara
dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan pada bulan Juli
2008. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 57,1% responden
memiliki pengetahuan yang baik tentang informasi prabedah, 92,9%
responden mengalami cemas sedang pada saat akan dilakukan operasi,
dan uji spearman menghasilkan nilai korelasi r = -0,342 dengan nilai
signifikansi (P) = 0.010, yang berarti hubungan yang signifikan
antara tingkat pengetahuan tentang informasi prabedah dengan
tingkat kecemasan pasien pada saat akan dilakukan operasi.
Pengetahuan responden dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan usia,
sedangkan kecemasan responden dapat dipengaruhi oleh faktor
28

pendidikan, pengalaman dan usia. orang yang memiliki pengetahuan


tentang informasi prabedah secara baik, kecemasannya saat akan
menjalani operasi lebih rendah daripada orang yang memiliki
pengetahuan kurang baik. Hal ini dapat dimengerti, karena informasi
prabedah yang diberikan oleh petugas bertujuan untuk meluruskan
persepsi atau pemahaman klien yang kurang tepat tentang tindakan
operasi (Grahacendikia, 2009).
2. Penelitian yang dilakukan oleh Budi santoso berjudul “hubungan
antara karakteristik demografi dengan kecemasan pasien pre
operasi di RS. Islam Amal Sehat Sragen tahun 2008”, sampel yang
diteliti berjumlah 35 orang, ujistatistic yang digunakan adalah uji
korelasi chi square dari sampel yang diteliti menunjukan ada
hubungan yang signifikan antara umur dengan tingkat kecemasan
dengan X2=10,503 df=2 p=0,000 dinyatakan signifikan taraf
0,05.Tingkat pengetahuan tentang pembedahan dengan tingkat
kecemasan terdapat hubungan yang signifikan pada taraf 0,05.
Dengan nilai X2=22,857 df=2 p=0,000. Sedangkan tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara jeniskelamin dengan tingkat
kecemasan pasien pra operasi. Dengan nilai X2=3,457 df=1 p=0,063
dinyatakan tidak signifikan taraf 0,05 (Skripsistikes, 2009).
3. Penelitian yang dilakukan oleh Priyadi yang berjudul Hubungan
Support System (Dukungan) Sosial dengan Tingkat Kecemasan
Pasien Pre Operasi Sectio Cesarea di Ruang Anggrek BRSD “RAA
Soewondo” Pati, metode pengambilan sampel dengan total
sampling, uji analisis pada penelitian ini adalah correlate bivariate
spearmen rank. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara Support System (Dukungan) Sosial dengan
Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi dengan nilai Signifikasi (r)
0,000 dimana nilai r < 0.05 maka terjadi penolakan Ho
29

2.1 Kerangka Teoritis

Faktor Predisposisi :
1. Interpersonal Mekanisme
2. Prilaku Pertahanan diri
3. Kajian keluarga Kompensasi,
4. Kajian Biologis Perkembangan kepribadian: denial,
Faktor Presipitasi : 1. Usia displacement,
1. Ancaman terhadap 2. Dukungan
Integritas fisik Meliputi Disosiasi,
3. Pendidikan
penurunan kemampuan 4. Pengalaman identification,intel
untuk melakukan aktivitas 5. Jenis Kelamin ectualization,
kehidupan sehari hari. 6. Tingkat Pengetahuan Introjection,
2. Ancaman terhadap system Isolasi, Proyeksi,
diri dapat membahayakan Dadang Hawari, (2008) Rasionalisasi,
identitas, harga diri dan
Reaksi formasi,
fungsi social yang
terintegerasi pada individu. Regresi
Represi, splitting,
Stuart, (2012) Sublimasi, Supresi,
dan Undoing.
Stuartz dan
Kecemasan : Sundeen (2007)
Ringan
Pembedahan
Sedang
Pengukur
Stressor Psikososial : Berat kecemasan Zung
Panik Self-Rating
1. Perkawinan
2. Orang Tua Anxiety Scale.
3. Antar Pribadi
4. Pekerjaan
5. Lingkungan
6. Keuangan 1. Emergency 1. Minor
7. Hukum 2. Urgen
8. Perkembangan 3. Diperlukan 2. Mayor
9. Penyakit Fisik 4. Elektif
10. Faktor Keluarga 5. Pilihan
11. Trauma

Dadang Hawari, (2008)

Gambar 2.1 Skema Kerangka teoritis


30

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep
Menurut Notoatmodjo (2012), kerangka konsep penelitian adalah suatu
uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap
konsep yang lainnya, atau antara variabel satu dengan variabel yang lainnya
dari masalah yang ingin diteliti. Konsep merupakan suatu abstraksi yang
dibentuk dengan mmenggunakan generalisasikan suatu pengertian. Jadi
kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau keterkaitan antara
konsep atau variabel yang akan diamati (diukur) melalui penelitian yang
dimaksud.

Swarjana (2012), menjelaskan bahwa kerangka konsep (conseptual


framework) adalah model pendahuluan dari sebuah masalah penelitian, dan
merupakan refleksi dari hubungan variabel – variabel yang diteliti. Adapun
kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan
bagaimana seorang peneliti menyusun teori secara logis dengan faktor yang
dianggap penting untuk masalah (Lusiana, 2015).

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran
yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep
pengertian tertentu Notoatmodjo (2012). Dikatakan juga oleh Nursalam
(2013), variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai
beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain – lain). Sabri & Hastono
(2014), mengartikan varibel ialah suatu sifat yang akan diukur atau diamati
dan nilainya bervariasi antara satu objek ke objek lain. Ataupun variabel
penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari sehingga dapat memperoleh informasi dan
ditarik kesimpulannya (Lusiana, 2015).

30
29
31

Faktor yang berhubungan


dengan kecemasan :

Tingkat Kecemasan Pasien :


1. Usia
2. Jenis Kelamin 1. Ringan
3. Pendidikan 2. Sedang
4. Pengalaman 3. Berat
5. Dukungan 4. Panik
6. Tingkat Pengetahuan

Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian

Kerangka Konsep “ Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Tingkat


Kecemasan Pasien Preoperasi” Pada Tabel diatas menggambarkan
Variabel Independen (variabel bebas) penelitian ini adalah faktor faktor yg
berhubungan dengan pekembangan kepribadian usia, jenis kelamin,
pendidikan, dukungan, pengalaman, dan tingkat pengetahuan pasien. Dan
Variabel dependen penelitian ini adalah tingkat kecemasan pasien yang
akan menghadapi operasi.

B. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pernyataan penelitian
(Notoatmodjo, 2012). Hipotesis juga dikatakan hasil yang diharapkan atau
hasil yang diantipasikan dari sebuah penelitian. Ataupun hipotesis
penelitian adalah sebuah pernyataan prediksi yang menguhubungkan
independent variable terhadap dependent variable (Swarjana, 2012).
Menurut Nursalam (2013), hipotesis adalah jawaban sementara dari
rumusan masalah atau pertanyaan penelitian. Sehingga hipotesis dalam
penelitian ini sebagai berikut :

31
32

Ha : Ada hubungan antara usia dengan tingkat kecemasan pasien


Preoperasi.
Ho : Tidak ada hubungan antara usia dengan tingkat kecemasan pasien
Preoperasi.
Ha : Ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan
pasien Preoperasi.
Ho : Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat
kecemasan pasien Preoperasi
Ha : Ada hubungan antara pendidikan dengan tingkat kecemasan pasien
Preoperasi.
Ho : Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan tingkat kecemasan
pasien Preoperasi.
Ha : Ada hubungan antara pengalaman dengan tingkat kecemasan pasien
Preoperasi.
Ho : Ada hubungan antara pengalaman dengan tingkat kecemasan pasien
Preoperasi.
Ha : Ada hubungan antara dukungan lingkungan dengan tingkat
kecemasan pasien Preoperasi.
Ho : Tidak ada hubungan antara dukungan lingkungan dengan tingkat
kecemasan pasien Preoperasi.
Ha : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat
kecemasan pasien Preoperasi.
Ho : Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat
kecemasan pasien Preoperasi.

C. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah uraian tentang variabel yang dimaksud,
tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan.
33

Tabel 3.2 Definisi Operasional


Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil ukur Skala ukur
Usia Lamanya Responde Kuesioner 1. 12-25 Thn Remaja Ordinal
kehidupan Mengisi 2. 25-45 Thn Dewasa
seseorang Kuesioner 3. > 45 Thn lansia
dihitung sejak Depkes RI, 2009
tahun lahir
sampai saat ini.
Jenis Kelamin Gender adalah Responden Kuesioner 1. Laki –Laki Nominal
perbedaan Mengisi 2. Perempuan
peluang, peran, Kuesioner
dan tanggung
jawab antara
laki-laki&
perempuan
Pendidikan Tingkat Responden Kuesioner 1. Dasar (SD SMP) Ordinal
pendidikan Mengisi 2. Menengah(SMA)
formal yang Kuesioner 3. Tinggi (DIII-PT)
berhasil
ditempuh oleh Notoatmodjo,2010
pasien pre
operasi.
Pengalaman Suatu peristiwa Responden Kuesioner 1. Ya, Jika responden Nominal
dimana pasien Mengisi pernah menjalani
pernah menjalani Kuesioner operasi sebelumnya
operasi 2. Tidak, JIka
sebelumnya. responden belum
pernah menjalani
operasi sebelumnya

Dukungan Dorongan yang Responden Kuesioner Rentang nilai Nominal


keluarga pada diberikan oleh Mengisi dengan dukungan keluarga
pasien pre keluarga pada Kuesioner menggunak Pembagian kategori
operasi pasien pre an Skala dukungan keluarga
operasi meliputi Likert menggunakan cut off
perhatian, diukur point berdasarkan
bantuan, dengan distribusi data hasil
pemberian skor : penelitian yang
informasi, SL : 4 normal sebagai
penilaian dan SR : 3 berikut:
penghargaan KK : 2 1. Dukungan Keluarga
TP : 1 baik, > mean/median
2. Dukungan keluarga
kurang ≤
mean/median
34

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil ukur Skala ukur

Tingkat Tingkat Responden Kuesioner1. Baik (76-100%) Ordinal


Pengetahuan pengetahuan Mengisi 2. Cukup
informasi Kuesioner ( 56% -75%)
praoperasi 3. Kurang (< 56%)
adalah gambaran
pemahaman klien Arikunto, 2010
tentang operasi
dankomplikasi
dari
tindakan operasi
yang akan
dijalankan

Tingkat Tingkat Responden Kuesioner1. Kecemasan ringan Interval


Kecemasan kecemasan Mengisi Zung Self- (Skor 20-44)
pasien operasi Kuesioner Rating 2. Kecemasan sedang
adalah derajat Anxiety (Skor 45-59)
kecemasan yang Scale. Zung3. kecemasan berat
menggambarkan Self-Rating Skor
perasaan takut Anxiety (60-80)
atau Scale
tidak tenang dengan
yang skala 1-4
dialami oleh Tidak
pasien Pernah : 1
sebelum Kadang-
menjalani kadang : 2
operasi elektif Sering : 3
dengan jenis Selalu : 4
pembedahan
mayor.

Anda mungkin juga menyukai