Anda di halaman 1dari 12

Infeksi Demam Berdarah Dengue dan Penatalaksanaannya

Pendahuluan
Demam berdarah merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang
jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya semakin meluas. Demam
berdarah merupakan penyakit menular yang biasanya menyerang anak-anak. Demam
berdarah menyerang khususnya pada musim peralihan dan musim hujan karena terdapat
banyak genangan-genangan air yang menjadi tempat berkembang biak nyamuk yang menjadi
pembawa virus penyebab demam berdarah. Demam berdarah dengue, suatu penyakit demam
berat yang jika tidak diatasi dengan cepat, dapat menyebabkan kematian. Jadi kita seharusnya
mencegah terjadinya wabah dari demam berdarah secepat mungkin supaya meminimalisir
wabah demam berdarah. Untuk lebih lanjut akan dibahas pada makalah ini.1

Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien.
Anamnesis bisa dilakukan pada pasien itu sendiri yang disebut Auto Anamnesa apabila
pasien dalam kondisi sadar dan baik, bisa juga melalui keluarga terdekat atau orang yang
bersama pasien selama ia sakit apabila pasien dalam kondisi tidak sadar atau kesulitan
berbicara disebut dengan Allo Anamnesa.1
Dengan dilakukanya anamnesis maka 70% diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan
30%nya lagi didapatkan dari pemeriksaan fisik, lab, dan radiologi (kalau diperlukan). Hal
yang perlu ditanyakan dokter pada saat anamnesis antara lain:1
 Keluhan utama yakni gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan
penderita sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan
pertolongan serta menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Hal ini
merupakan dasar untuk memulai evaluasi pasien.
 Riwayat pribadi merupakan segala hal yang menyangkut pribadi pasien seperti
data diri pasien seperti nama, tanggal lahir, umur, alamat, suku, agama, dan
pendidikan.
 Riwayat sosial mencakup keterangan mengenai pekerjaan, aktivitas, perkawinan,
lingkungan tempat tinggal, dan lain-lain.
 Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit yang pernah di derita
pasien pada masa lampau yang mungkin berhubungan dengan penyakit yang
dialami sekarang.
 Riwayat keluarga meliputi segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter
dan kontak antara anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami.
 Pada riwayat penyakit sekarang dapat menanyakan mengenai:
 sejak kapan muncul gangguan atau gejala-gejala tersebut
 frekuensi serangan atau kualitas penyakit
 sifat serangan atau kuantitas penyakit
 lamanya penyakit tersebut diderita
 perjalanan penyakitnya, riwayat pengobatan sebelumnya
 lokasi sakitnya
 akibat yang timbul
 gejala-gejala yang berhubungan
Untuk menegakkan diagnosis demam berdarah, hal yang perlu ditanyakan kepada pasien
setelah diketahui keluhan utamanya (demam) biasanya adalah:
- sudah demam berapa lama?
- Apakah panasnya naik turun?
- Sakit apa yang dirasakan selain demam?
- Apakah disekitar rumah ada yang terkena penyakit yang sama?
- Apakah ada nyeri perut?
- Apakah sudah diberi obat? Jika sudah apakah ada efek?

Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital
Yang meliputi tanda-tanda vital yaitu : suhu badan, respiratory rate, denyut nadi, dan
tekanan darah. Hasil dari pemeriksaan fisik tersebut :1,2
 Suhu : 38○C (Tinggi)
 Respiratory rate : 18 x / menit (Normal)
 Nadi : 98 x/ menit (Normal)
 Tekanan darah : 120/80 mmHg (Normal)
Adanya suhu tubuh yang tinggi, sementara respiratory rate, nadi dan tekanan darah
masih dalam batas normal.

2. Uji tourniquet
Uji ini merupakan manisfestasi pendarahan kulit paling ringan dan dapat dinilai
sebagai uji presumtif oleh karena uji ini positif pada hari-hari pertama demam. Di daerah
endemis DBD, uji tourniquet dilakukan kepada yang menderita demam lebih dari 2 hari
tanpa alasan yang jelas. Pemeriksaan ini harus dilakukan sesuai standar yang ditetapkan
oleh WHO. Pemeriksaan dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah
pasien. Selanjutnya diberikan tekanan antara sistolik dan diastolic pada alat pengukur
yang diletakan dilengan atas siku, tekanan ini diusahakan menetap selama percobaan.
Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulmya petekie di bagain volar
lengan bawah. Uji dinyatakan positif apabila pada satu inci persegi didapatkan10 atau
lebih 10 petekie (WHO1997). Pada DBD uji ini biasanya menunjukan hasil positif.
Namun dapat berhasil negative atau positif lemah pada keadaan syok. Sesuai dengan
skenario didapatkan hasil uji tourniquet postif (+).1,2

3. Inspeksi Palpasi Perkusi dan Auskultasi


Dengan melakukan IPPA pada pemeriksaan demam berdarah bisa didapati adanya
hepatomegali. Nyeri tekan sering kali terasa dan pada palpasi didapati konsistensi hepar
yang kenyal. Namun pada DBD dapat disertai atau tanpa hepatomegali.1,2
Pemeriksaan Penunjang

1). Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien demam dengue adalah
pemeriksaan kadar hemoglobin, hematocrit, jumlah trombosit, dan apusan darah tepi untuk
melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma baru.1,2

Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :1,2

- Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relatif (> 45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15%
dari jumlah leukosit , pada fase syok akan meningkat.
- Trombosit : penurunan jumlah trombosit menjadi < 100.000 /µl atau kurang dari 1-2
trombosit / lapangan pandangan besar (lpb) dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan
pada 10 lpb, pada umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan
hematocrit dan terjadi sebelum suhu turun. Jumlah trombosit <100.000/mm3 biasanya
ditemukan antara hari sakit ke-3 sampai ke-7. Pemeriksaan trombosit perlu diulang
sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun.
Pemeriksaan dilakukan pertama saat pasien diduga menderita DBD, bila normal maka
diulang pada hari ke-3 tetapi bila perlu diulang sampai suhu turun.
- Kadar hematokrit: peningkatan nilai hematocrit atau hemokosentrasi dijumpai pada
DBD, merupakan indicator yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya penurunan
trombosit mendahului peningkatan hematokrit. Hemokosentrasi dengan peningkatan
hematocrit 20% atau lebih (misalnya dari 35% menjadi 42%), mencerminkan
peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu mendapat perhatian,
bahwa nilai hematocrit dipengaruhi oleh pergantian cairan atau pendarahan.

Pemeriksaan laboratorium lain:1,2

- Kadar albumin menurun sedikit dan bersifat sementara


- Eritrosit dalam tinja hamper selalu ditemukan
- Asidosis metabolic berat yang disertai peningkatan kadar urea nitrogen terdapat pada
syok berkepanjangan

Tes serologi merupakan Cara diagnosis lab untuk memastikan infeksi virus dengue
dapat dilakukan dengan cara mendeteksi virus, viral nucleic acid, antigen atau antibody, atau
kombinasi dari teknik-teknik tersebut. Setelah mulai sakit, virus dapat terdeteksi di serum,
plasma, sirkulasi darah dan jaringan lain selama 4-5 hari. Pada stadium awal dari penyakit,
isolasi virus atau deteksi antigen dapat digunakan untuk mendiagnosa infeksi. Pada akhir fase
infeksi akut, serologi merupakan metode pilihan untuk diagnosis.1,2
Respon antibody terhadap suatu infeksi berbeda pada setiap orang tergantung pada
status imun orang tersebut.Saat seseorang terinfeksi dengue pertama kali, pasien tersebut
membentuk respon antibody primer yang ditandai dengan peningkatan antibody spesifik
dengan perlahan.Antibodi IgM merupakan isotope immunoglobulin pertama yang muncul.
Antibody jenis ini dapat dideteksi pada 50% pasien pada 3-5 sejak mulai sakit, meningkat ke
80% pada hari ke 5 dan 99% pada hari ke 10. Jumlah IgM memuncak setelah 2 minggu sejak
mulai menunjukkan gejala dan menurun sampai menjadi tidak terdeteksi dalam 2-3
bulan.Anti dengue serum IgG biasanya terdeteksi pada titer rendah pada akhir minggu
pertama penyakit. Bertambah secara perlahan, dan dapat terdeteksi setelah beberapa bulan
bahkan seumur hidup.1,2
Pada infeksi dengue sekunder, titer antibody meningkat dengan cepat dan bereaksi
secara luas terhadap banyak flavivirus.Immunoglobulin yang dominan adalah IgG dan dapat
terdeteksi dalam jumlah yang tinggi.Bahkan pada fase akut, dan tetap ada selama 10 bulan
sampai seterusnya.Jumlah IgM pada masa penyembuhan awal jauh lebih sedikit pada infeksi
sekunder daripada infeksi primer dan bahkan bisa tidak terdeteksi pada beberapa kasus.
Untuk membedakan infeksi primer ataupun sekunder, rasio antibody IgM/IgG sekarang lebih
sering digunakan dibandingkan dengan tes haemagglutination-inhibition test.1,2

2).Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan, tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral decubitus kanan
(pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat dideteksi dengan
USG.1,2

Gambar 1. Foto dada pada efusi pleura

Diferensial Diagnosis

 Demam tipoid

Demam tipoid ialah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Demam tipoid menyerang penduduk di semua Negara. Seperti
penyakit menular lainnya, tipoid banyak di temukan di Negara berkembang yang
sanitasi linkungannya kurang baik. Meskipun demam tipoid menyerang semua umur,
namun golongan terbesar tetap usia kurang dari 20 tahun. Penularan penyakit ini ialah
melalui air dan makanan. Kuman salmonela dapat bertahan lama dalam makanan.
Serangga sebagai vector juga berperan dalam penularan penyakit.3
Salmonella ialah bakteri gram negatife, tidak berkapsul, menpunyai flagella
dan tidak membentuk spora. Kuman ini mempunyai antigen yang penting untuk
pemeriksaan laboratorium yaitu antigen O, H, dan K. Bakteri ini akan mati pada
pemanasan 57○C selama beberapa menit. Masa inkubasinya adalah 10-20 hari.3
Kuman Salmonela typhi masuk dalam tubuh melalui makanan yang telah
terkontaminasi. Sebagian kuman mati di lambung dan sebagian lagi bertahan dan
sampai diusus. Kuman kemudian masuk ke lamina propria dan difagositosis oleh
makrofag. Kuman berkembang biak didalam makrofag yang selanjutnya dibawa ke
plaque penyeri di ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterium
lalu melalui ductus torasikus masuk ke peredaran darah (bakterimia asimptomatik).
Kuman lalu masuk ke oragan retikuloendotelial sel, terutama hati dan limpa. Di organ
ini kuman keluar dari makrofag masuk ke sinusoidnya lalu masuk kembali ke dalam
darah ( bacteremia simptomatik). Dalam hati kuman masuk ke empedu dan masuk ke
usus, sebagian dikeluarkan dengen feses sebagian lagi melalui siklus dari awal lagi.
Makrofag yang memfagositosis kuman kemudian mengeluarkan mediator inflamasi
yang menyebabkan gejala.3
Demam lebih dari tujuh hari adalah gejala yang paling menonjol. Demam ini
sifatnya ialah meningkat perlahan-lahan terutama pada sore dan malam hari. Demam
ini bias diikuti oleh gejala khas lainnya yaitu diare, anoreksia, mual, muntah, batuk
dan epiktasis. Pada kondisi yang parah dapat terjadi gangguan kesadaran. Komplikasi
yang bias terjadi ialah perforasi usus, pendarahan usus dan koma. Diagnosis
ditegakkan bila ditemukan salmonella dalam dalam melalui kultur. Pemeriksaan
serologi widal untuk mendekteksi antigen O dan H. Titer lebih besar atau sama
dengan 1/40 maka dianggap positif demam tifoid.3

 Malaria
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang termasuk dalam genus plasmodium
dari family plasmodidae.Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit (sel
darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di
eritrosit.Gejala dan tanda yang dapat ditemukan seperti demam, splenomegali,
anemia, dan ikterus. Demam khas pada malaria terdiri atas 3 stadium, yaitu menggigil
(15 menit- 1 jam), puncak demam (2-6 jam), dan berkeringat (2-4 jam). Demam akan
mereda secara bertahap karena tubuh dapat beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh
dan ada respons imun. Splenomegali merupakan gejala khas malaria kronik.Limpa
mengalami kongesti, menghitam, dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit
parasit dan jaringan ikat yang bertambah.Derajat anemia tergantung pada spesies
penyebab, yang paling berat adalah anemia karena P.falciparum.anemia disebabkan
oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan, eritrosit normal tidak dapat hidup lama,
gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang.
Ikterus disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar.3

Working Diagnosis

Demam berdarah dengue (DBD). Berdasarkan criteria WHO tahun 1997 diagnosis
ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:3
 Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
 Terdapat minimal 1 dari manisvestasi pendarahan berikut:
- Uji bending positif
- Petekie, ekimosis, purpura.
- Perdarahan mukosa ( tersering epitaksis, atau pendarahan gusi), pendarahan dari tempat
lain
- Hematemesis atau melena
 Trombositoprenia (jumlah trombosit < 100.000/mikroliter)
 Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa, perbedaan utama antara DD dan DBD adalah
pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.Selain itu perbedaan yang paling utama
adalah pada demam dengue tidak ditemukan manifestasi perdarahan pada pasien. Pada kulit
pasien dengan demam dengue hanya tampak ruam kemerahan saja sementara pada pasien
demam berdarah dengue akan tampak bintik bintik perdarahan. Selain perdarahan pada kulit,
penderita demam berdarah dengue juga dapat mengalami perdarahan dari gusi, hidung, usus
dan lain-lain.3

Derajat Penyakit infeksi virus dengue :3


- Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu – satunya manifestasi ialah uji
tourniquet positif.
- Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan
lain.
- Derajat III Didapatkan kegagalan sirekulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan
mulut, kulit dingin atau lembab dan penderita tampak gelisah.
- Derajat IV Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.

Etiologi
Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue, termasuk
dalam genus flavivirus , family flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30
nm terdiri atas asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 10 6.Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan
DD atau DBD. Keempat serotype ditemukan di Indonesia, serotype DEN-3 merupakan
serotype terbanyak. Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia
seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primate.Survey epidemologi pada hewan ternak
didapatkan antibody terhadap virus dengue pada hewan ternak sapi, kuda, dan babi.
Penelitian pada antrophoda menunjukan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus
aedes dan toxorhynchites.4,5

Epidemologi
Demam berdarah dengue terjadi dimana banyak tipe virus dengue secara simultan atau
berurutan ditularkan. Demam ini adalah endemik di asia tropik, dimana suhu panas dan
praktek penyimpanan air di rumah menyebabkan populasi aedes aegypti besar dan permanen.
Pada keadaan ini infeksi dengan virus dengue dari semua tipe sering ada, dan infeksi kedua
dengan tipe heterolog sering terjadi. Sesudah umur 1 tahun, hampir semua penderita dengan
sindrom syok dengue mempunyai kenaikan sekunder antibodi terhadap virus dengue, yang
menunjukkan infeksi sebelumnya dengan virus yang terkait erat. Wabah tahun 1981 di Kuba,
dimana anak dan dewasa terpajan sama, telah menunjukkan bahwa sindrom permeabilitas
vaskuler akut, terjadi hampir selalu pada anak usia 14 tahun dan yang lebih muda. Pada orang
dewasa penyakit berat lebih sering disertai dengan fenomen perdarahan. Demam berdarah
dengue dapat terjadi selama infeksi dengue primer, paling sering pada bayi yang ibunya imun
terhadap dengue.4,5
Orang asing tidak imun, orang dewasa dan anak-anak yang terpajan terhadap virus
dengue selama wabah demam berdarah menderita demam dengue klasik atau bahkan
penyakit yang lebih ringan. Perbedaan dalam manifestasi klinis infeksi dengue antara orang
asli dan orang asing di Asia Tenggara lebih terkait pada status imunologis daripada
kerentanan ras. Namun, pada wabah Kuba, angka serangan demam berdarah dengue dan
sindrom syok dengue rendah pada anak kulit hitam, mungkin menjelaskan seolah-olah tidak
ada sindrom pada daerah endemik afrika.4,5
Di Indonesia, nyamuk aedes aegypti tersebar luas di seluruh Indonesia meliputi semua
provinsi yang ada. Walaupun spesies ini ditemukan di kota-kota pelabuhan yang
penduduknya padat, namun spesies nyamuk ini juga ditemukan di daerah pedesaan yang
terletak di sekitar kota pelabuhan. Penyebaran aedes aegypti dari pelabuhan ke desa
disebabkan karena larva aedes aegypti terbawa melalui transportasi yang mengangkut benda-
benda berisi air hujan mengandung larva spesies ini. walaupun nyamuk ini umurnya pendek,
yaitu kira-kira 10 hari, tetapi dapat menularkan virus yang masa inkubasinya antara 3-10
hari.4,5

Patofisiologi
Patofisiologi demam berdarah tidak begitu dipahami, tetapi ada dua perubahan patofisiologik
yang terjadi:5,6
 Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah mengakibatkan kebocoran plasma,
hipovolemia, dan syok. Demam berdarah memiliki ciri yang unik karena kebocoran
plasma khusus ke arah rongga pleura dan peritoneum, selain itu periode kebocoran
cukup singkat(24-48 jam)
 Hemostasis abnormal terjadi akibat vaskulopati, trombositopenia, sehingga terjadi
berbagai jenis manifestasi perdarahan.
Aktivasi sistem komplemen merupakan temuan yang konstan pada pasien demam
berdarah. Kadar C3 dan C5 turun, sementara C3a dan C5a naik. Mekanisme aktivasi
komplemen tidak diketahui. Keberadaan kompleks imun juga telah dilaporkan pada beberapa
kasus demam berdarah, tetapi kontribusi kompleks antibodi-antigen terhadap aktivasi
komplemen pada pasien demam berdarah belum berhasil diperlihatkan.5,6
Defek trombosi terjadi baik kualitatif dan kuantitatif, yaitu beberapa trombosit yang
bersirkulasi selama fase akut demam berdarah mungkin kelelahan (tidak mampu berfungsi
normal). Karenanya, meskipun pasien dengan jumlah trombosit lebih besar dari 100.000 per
mm3 mungin masih mengalami masa perdarah yang panjang.5,6
Mekanisme yang dapat menunjang terjadinya demam berdarah adlaah peningkatan
replikasi virus dalam makrofag oleh antibodi heterotipik. Pada infeksi sekunder dengan virus
dari serotipe yang berbeda dari yang menyebabkan infeksi primer, antibodi reaktif-silang
yang gagal untuk menetralkan virus dapat meningkatkan jumlah monosit terinfeksi saat
kompleks antibodi-virus dengue masuk ke dalam sel ini. hal ini selanjutnya dapat
mengakibatkan aktivasi reaktif-silang CD4+ dan CD8+ limfosit sitotoksik. Pelepasan cepat
sitokin yang disebabkan oleh aktivasi sel T dan oleh lisis monosit terinfeksi dimedia oleh
limfosit sitotoksik yang dapat mengakibatkan rembesan plasma dan perdarahan yang terjadi
pada demam berdarah.5,6

Terapi
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demem dengue, prinsip utama adalah terapi suportif.
Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari
1%. Pemeliharaan volume carian sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam
penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika
asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan
melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.6,7
Manajemen demam berdarah selama fase demam serupa dengan manajemen kasus
demam dengue. Antipiretik dapat diberikan tetapi salisilat harus dihindari. Perlu diperhatikan
bahwa pada demam berdarah, antipiretik tidak mempersingkat durasi demam. Parasetamol
dapat diberikan dan harus digunakan hanya untuk menjaga suhu tubuh tetap di bawah 39 oC.
berikut dosis yang direkomendasikan: kurang dari satu tahun: 60mg/dosis; 1-2 tahun:60-120
mg/dosis; 3-6 tahun: 120 mg/dosis; 7-12 tahun: 240 mg/dosis. Pasien yang mengalami
hiperpireksia berisiko mengalami kejang.6,7
Demam tinggi, anoreksia, dan muntah akan menyebabkan pasien merasa haus dan
mengalami dehidrasi. Dengan demikian, sejumlah cairan yang banyak harus diberikan secara
oral, sampai ke tingkat yang masih ditoleransi. Larutan oral seperti yang digunakan untuk
pengobatan diare, dan/atau jus buah lebih disukai dari pada air biasa.6,7
Pasien harus dipantau dengan cermat untuk menemukan tanda-tanda awal syok. Masa
kriits terjadi selama transisi dari fase demam ke fase non-demam, dan biasanya terjadi setelah
hari ketiga. Serangkaian pengukuran hematokrit merupakan panduan yang sangat penting
untuk pengobatan, karena hal ini merefleksikan tingkat kebocoran plasma yang terjadi dan
kebutuhan pemberian cairan intravena. Hemokonsentrasi biasanya mendahului perubahan
tekanan darah dan denyut nadi. Hematokrit harus diukur setiap hari mulai hari ketiga sampai
satu atau dua hari saat suhu tubuh sudah kembali normal. Jika pengukuran hematokrit tidak
dapat dilakukan, pengukuran hemoglobin dapat dijadikan pengganti, tetapi hasilnya kurang
sensitif. 6,7
Walaupun terjadi kebocoran plasma yang masif, terutama dalam kasus syok,
penggantian volume sesuai ukuran sangat dianjurkan. Volume yang dibutuhkan harus dicatat
dua atau tiga jam sekali atau bahkan lebih sering lagi pada kasus syok. Kecepatan
penggantian cairan intravena harus disesuaikan dalam keseluruhan masa kebocoran yang
berlangsung 24-48 jam melalui serangkaian pengukuran hematokrit yang disertai dengan
pengkajian terhadap tanda-tanda vital dan haluaran urine guna memastikan penggantian
volume yang adekuat dan untuk menghindari volume infus yang berlebih. Volume
penggantian cairan harus volume minimum yang cukup untuk mempertahankan sirkulasi
yang efektif selama periode kebocoran. Penggantian volume yang berlebih dan terus-menerus
setelah kebocoran berhenti akan menyebabkan efusi pleura yang masif, asites, dan
kongesti/edema paru disertai distress pernapasan jika reabsorpsi plasma yang didesak keluar
terjadi pada tahap pemulihan. Umumnya, volume yang dibutuhkan adalah volume untuk
mempertahankan ditambah kekurangan 5-8%.6,7
Terapi cairan parenteral dapat diberikan pada unit rehidrasi rawat jalan untuk kasus
ringan atau sedang jika terjadi muntah atau dapat terjadi dehidrasi atau asidosis atau ketika
terjadi hemokonsentrasi. Volume cairan yang diberikan untuk koreksi dehidrasi akibat demam
tinggi, anoreksia, dan muntah dihitung berdasarkan dejarat dehidrasi dan kehilangan elektrolit
serta harus mengikuti komposisi berikut: 5% glukosa dalam separuh atau sepertiga larutan
saline fisiologis. Pada kasus asidosis, sepermpat cairan harus mengandung 0,167 mol/liter
natrium bikarbonat.6,7
Jika hemokonsentrasi yang terjadi signifikan, mis., hematokrit meningkat 20% atau
lebih dari nilai normalnya (sebaliknya, nilai normal hematokrit pada anak-anak dalm
kelompok usia yang sama di dalam masyarakat dapat dipakai untuk memperkirakan derajat
hemokonsentrasi), caurab tabg digunakan untuk terapi pengganti harus mengandung
komposisi yang sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan pengganti serupa dengan
yang diberikan pada pengobatan kasus diare yang mengalami dehidrasi isotonik ringan
sampai sedang (defisit 5-8%).6,7
Volume yang diperlukan sebagai cairan pengganti sebanding dengan volume cairan
dan elektrolit yang hilang; dengan demikian, 10ml/kg harus dibeikan untuk setiap 1% berat
badan normal yang hilang. Persyaratan volume cairan untuk rumatan, yang dihitung dengan
rumus Halliday dan segar harus ditambahkan pada cairan pengganti. Karena laju kebocoran
plasma tidak konstan (laju akan lebih cepat jika suhu tubuh turun), volume dan laju terapi
cairan intravena harus disesuaikan menurut laju dan volume plasma yang hilang. Kehilangan
palsma dapat dipantau dengan melihat adanya perubahan kadar hematokrit, tanda-tanda vital
atau volume haluaran urine. Akan tetapi, walaupun volume plasma yang hilang sangat besar,
penggantian cairan yang sesuai dengan perhitungan sangat penting untuk menghindari hidrasi
yang berlebih.6,7
Jadwal yang terusun dalam (tabel 2) dapat dipakai sebagai rujukan, dan jadwal
tersebut merupakan hasil perhitungan untuk dehidrasi sedang yang mencapai defisit sekitar
6% (ditambah rumatan). Pada anak yang lebih tua atau pada orang dewasa yang beratnya
melebihi 40 kg, volume yang dibutuhkan untuk 24jam harus dihitung dua kali lipat daripada
yang dibutuhkan untuk rumatan.6,7
Pasien harus dirawat inap dan ditangani dengan segera jika terdapat tanda dan gejala
syok berikut ini: gelisah/letargi; tangan dan kaki terasa dingin dan terdapat sianosis
sirkumoral; oliguria; denyut yang lemah dan cepat; tekanan denyut menyempit (20 mmHg
atau kurang) atau hipotensi, dan peningkatan hematokrit secara tiba-tiba ke nilai yang tinggi
atau peningkatan nilai hematokrit secara kontinu walaupun telah diberi cairan infus.6,7
Tabel 1. Perhitungan rumatan cairan infus intravena
Berat badan(kg) Volume rumatan (ml) yang diberikan selama 24jam
<10 100/kg
10-20 1000+50 per-kg setiap kelipatan 10kg
>20 1500 +20 per-kg setiap kelipatan 20kg

Pada beberapa kasus, pengobatan dengan sedatif diperlukan untuk menenagkan anak
yang gelisah. Obat-obatan hepotoksik harus dihindari. Kloral hidrat, dapat diberikan melalui
anus maupun oral, sangat dianjurkan dengan dosis 12,5-50 mg/kg berat badan (tidak boleh
melebihi 1g) sebagai dosis hipnotik tunggal. Kegugupan atau kegelisahan yang diakibatkan
oleh perfusi jaringan akan mereda setelah pemberian penggantian volume cairan yang
adekuat.6,7
Ada juga dengan terapi oksigen. Terapi oksigen harus diberikan pada semua pasien
yang mengalami syok, tetapi harus diingat baahwa masker oksigen dapat meningkatkan
kecemasan pasien.6,7
Uji penggolongan darah dan pencocokan silang harus dilakukan sebagai salah satu
tindakan pencegahan pada setiap pasien yang mengalami syok, terutama pada kasus dengan
syok mendalam. Transfusi darah diinstruksikan pada kasus yang menampakkan manifestasi
perdarahan yang signifikan.6,7
Perdarahan internal mungkin akan sulit dikenali jika terjadi hemokonsentrasi.
Penurunan kadar hematokrit, tanpa menunjukkan perbaikan klinis walaupun sudah diberikan
cairan yang memadai, menandakan adanya perdarahan internal yang signifikan. Fresh whole
blood lebih dianjurkan dan volume yang diberikan harus volume yang hanya cukup untuk
menaikkan konsentrasi darah merah sampai kembali normal. Fresh frozen plasma dan/atau
trombosit yang kental mungkin diperlukan pada beberapa kasus jika koagulasi intravaskular
diseminata menyebabkan perdarahan masif. Koagulasi intravaskular diseminata biasa terjadi
pada kasus syok yang berat, dan mungkin memainkan peran penting pada kejadian
perdarahan masif atau syok yang mematikan. Hasil uji hematologis harus dikaji pada semua
pasien yang mengalami syok untuk memantau awitan dan tingkat keparahan koagulasi
intavaskular dseminata. Hasil uji seperti ini akan menentukan prognosis pasien.6,7

Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk
Aedes aegypti. Pemberantasan nyamuk dibagi menjadi pemberantasan nyamuk dewasa dan
pemberantasan jentik nyamuk serta pencegahan gigitan nyamuk.7
Pemberatasan nyamuk dewasa, dilakukan dengan cara melakukan fogging atau
membunuhan nyamuk dewasa dengan mengunakan insektisida ( malation, losban).7
Pemberantasan jentik nyamuk, dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang
tepat baik secara fisik , biologis maupun secara kimiawi yaitu: 7
1. Fisik
Cara ini dikenal denga kegiatan 3 M yaitu adalah tindakan yang dilakukan secara teratur
untuk memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan
cara:7
a. Menguras
Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, ember, vas
bunga, tempat minum burung dan lain-lain seminggu sekali.
b. Menutup
Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum, dan
lain-lain.
c. Mengubur
Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang dapat
menampung air hujan.
Pengurasan TPA perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar
nyamuk tidak dapat berkembang biak ditempat itu.

2. Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan jentiknya
dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan yang memakan jentik-
jentik nyamuk (ikan kepala timah, ikan guppy).7

3. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian nyamuk
serta jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Cara pengendalian ini antara lain
dengan cara memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air
seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.7
Pencegahan gigitan nyamuk dengan cara:7
1. Melakukan tidakan 3M yaitu meguras, menutup dan mengubur.
2. Mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk.
3. Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk oles.
4. Memasang kawat kasa dijendela dan di ventilasi
5. Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
6. Gunakan klambu waktu tidur.

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:7

1. Ensefalopati dengue : pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok


yang berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang
tidak disertai syok. Gangguan metabolic atau pendarahan dapat menjadi penyebab
terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara maka
kemungkinan dapat juga disebabkan oleh thrombosis pembuluh darah otak sementara
sebagai akibat dari koagulasi.
2. Kelainan ginjal: gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai
akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Pada syok berat seringkali dijumpai
acute tubular necrosis ditandai penurunan jumlah urin, dan peningkatan kadar ureum
dan kreatinin.
3. Oedema paru : komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari pemberian cairan
yang berlebihan.

Prognosis
Bila penanganan demam berdarah dengue dilakukan dengan manajemen medis yang baik
yaitu pemantau kadar trombosit dan hematokrit maka mortalitasnya dapat diturunkan dan
prognosisnya baik. Namun keadaan bila kebocoran plasma tidak dideteksi lebih dahulu dan
tidak dilakukan penanganan yang tepat sehingga jumlah trombosit <100.000/ul dan
hematokrit meningkat maka harus mewaspadai terjadinya syok yang dapat berakhir dengan
prognosis yang buruk. 7

Kesimpulan
Jadi laki-laki tersebut menderita demam berdarah dengue, karena gejala klinisnya sama.
Sebaiknya ditangani secepat mungkin agar tidak terjadi hal yang diinginkan. Untuk
mencegah penyebaran virus dengue, sebaiknya memberantas sumber dari infeksinya seperti
melakukan 3M agar nyamuk yang menjadi pembawa virus tidak bertambah banyak.

Daftar pustaka

1. Tendean M. Masalah dengue di Indonesia. J Kedokt Meditek 2009 Sep-Des; 16(42):


23-37.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2006. h.
1709-13.
3. Hadinegoro SR, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana demam berdarah
dengue. Jakarta: Direktorat Jendral PPM dan PLP Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 2008.h.1-31.

4. Hasan Rusepno, Husein A. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.h.607-21.
5. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi dan pediatri
tropis. Ed ke 2. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 2002.h.155-75.
6. Widodo D. Demam tifoid. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta : Interna Publishing;
2009. h. 2797-9.
7. Widoyo. Penyakit tropis : epidemiologi, penularan, pencegahan, dan
pemberantasannya. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2008.h. 34-70.

Anda mungkin juga menyukai