Anda di halaman 1dari 15

Tinjauan Pustaka

Infeksi oleh Bakteri Leptospira pada Manusia

Pendahuluan
Insiden infeksi merupakan pola yang selalu berubah sehingga menjadi salah satu
alasan mengapa studi tentang penyakit infeksi sangat menarik. Di negara berkembang yang
miskin sumber daya, penyakit infeksi terus menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang
signifikan. Infeksi disebarkan melalui cara-cara: melalui udara (airborne), usus (intestinal),
kontak langsung, jalur kelamin, gigitan serangga atau hewan, melalui darah (blood-borne).
Ada pula cara penyebaran penyakit lewat air dan tanah yang terkontaminasi hewan tertentu.
Sebagai contoh, leptospira yang diekskresikan dalam urin tikus dapat mengkontaminasi air
yang tergenang dan selanjutnya menembus kulit yang intak saat manusia berendam dalam
air.1 Penyakit yang disebabkan oleh mikro organisme leptospira adalah leptospirosis.
Leptospirosis acapkali luput didiagnosa karena gejala klinis tidak spesifik, dan sulit dilakukan
konfirmasi diagnosa tanpa uji laboratorium. Kejadian luar biasa leptospirosis dalam dekade
terakhir di beberapa negara telah menjadikan leptospirosis sebagai salah satu penyakit yang
termasuk the emerging infectious diseases.2
Makalah ini diharapkan dapan membantu penulis dan pembaca mengerti mengenai
penyakit infeksi yang difokuskan pada leptospirosis dalam hal anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, working diagnosis, differential diagnosis, etiologi, epidemiologi,
penularan, patogenesis, manifestasi klinik, pengobatan, prognosis, dan pencegahan. Dengan
demikian, penegakan diagnosis mengenai leptospirosis dapat dilakukan dengan baik.

Anamnesis
Anamnesis adalah wawancara yang dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis
penyakit tertentu. Anamnesis memiliki tujuan untuk menentukan diagnosis kemungkinan
sehingga membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan
fisik dan penunjang. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis)

1
atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak
memungkinkan untuk diwawancarai.2
Anamnesis yang baik akan terdiri dari:2
1. Identitas
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit dalam keluarga
6. Riwayat pribadi
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsam dan agama. Keluhan utama adalah keluhan yang
dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter. Riwayat penyakit sekarang
merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak
sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Riwayat penyakit dahulu bertujuan
untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah
diderita dengan penyakitnya sekarang. Riwayat penyakit keluarga penting untuk mencari
kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi. Riwayat pribadi meliputi
data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan.2

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-
temuan dalam anamnesis. Teknik pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan visual atau
pemeriksaan pandang (inspeksi), pemeriksaan raba (palpasi), pemeriksaan ketok (perkusi),
dan pemeriksaan dengar dengan menggunakan stetoskop (auskultasi). Sikap sopan santun dan
rasa hormat terhadap tubuh dan pribadi pasien yang sedang diperiksa harus diperhatikan
dengan baik oleh pemeriksa.2
Salah satu pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah dengan memeriksa tanda-tanda
vital. Tanda-tanda vital adalah nadi, pernapasan, suhu, dan tekanan darah. Semua harus diukur
dalam setiap pemerikaan yang lengkap dan dalam banyak pertemuan vital. Pemeriksaan-
pemeriksaan tersebut vital karena mengandung ukuran-ukuran klinis kuantitatif.3
Nadi merupakan refleksi perifer dari kerja jantung dan penjalaran gelombang dari
proksimal (pangkal aorta) ke distal. Gelombang nadi tidak bersamaan dengan aliran darah
tetapi menjalar lebih cepat. Intensitas nadi berhubungan dengan karakteristik pemnbuluh

2
darah dan tekanan nadi. Kecepatan denyut nadi normal pada dewasa yang sehat berkisar dari
50-100 denyut/menit.3
Kecepatan pernapasan dan polanya dikendalikan oleh kemosensor-kemosensor dan
otak. Untuk orang normal, peningkatan konsentrasi karbondioksida dan ion hidrogen dalam
darah merangsang peningkatan ventilasi. Pemeriksa harus waspada bahwa, peningkatan
kecepatan pernapasan involunter sering terjadi bila subjek menyadari bahwa pernapasannya
sedang diamati. Untuk alasan ini, penghitungan kecepatan pernapasan dilakukan secara diam-
diam. Kecepatan pernapasan normal adalah 12-18x/menit pada orang dewasa.3
Sistem-sistem enzim mamalia bekerja dengan baik pada satu rentang suhu yang
sempit. Oleh karena itu suhu tubuh mamalia berada pada keadaan yang agak konstan. Suhu
tubuh fisiologis manusia rata-rata adalah 37oC.3
Tekanan darah diukur dalam torr, singkatan dar torricelli, satuan tekanan yang
sebelumnya dikenali sebagai milimeter air-raksa. Tekanan darah normal pada kebanyakan
orang dewasa sehat berkisar antara 90/50 dengan 140/90.3
Selain tanda-tanda vital, ada beberapa pemeriksaan lain yang dapat dilakukan.
Pemeriksaan itu salah satunya dengan melakukan observasi kelopak mata dan inspeksi sklera
serta konjungtiva tiap-tiap mata. Selain itu, pemeriksaan abdomen juga dilakukan dengan
menginspeksi, auskultasi, dan perkusi. Palpasi abdomen dengan lembut, kemudian lakukan
palpasi dalam. Lakukan pemeriksaan hepar dan lien denngan perkusi dan kemudian palpasi.
Coba meraba kedua ginjal, jika dicurigai ada infeksi maka lakukan perkusi di daerah posterior
pada sudut kostovertebralis. Pada pemeriksaan ekstremitas bawah yang dilakukan dalam
posisi berbaring, lakukan pula tes rasa nyeri.4

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium sebagai berikut:5
1. Hemoglobin (Hb): Prosedur pengambilan sampelnya tidak ada pembatasan pada
asupan makanan atau minuman. Selain itu, turniket yang terpasang harus kurang dari
satu menit. Bila pengambilan darah lewat darah vena, darah yang dikumpulkan
berjumlah 3 sampai 5 ml dalam tabung tertutup lembayung. Kadar normal Hb adalah
pria dewasa: 13.5-17 g/dl, wanita dewasa: 12-15 g/dl, bayi baru lahir: 14-24 g/dl, bayi:
10-17 g/dl, anak: 11-16 g/dl.
2. Hematokrit (Ht): Prosedur pengambilan sampelnya tidak ada pembatasan pada asupan
makanan atau minuman. Selain itu, turniket yang terpasang harus kurang dari dua

3
menit. Bila pengambilan darah lewat darah vena, darah yang dikumpulkan berjumlah
3 sampai 5 ml dalam tabung tertutup lembayung. Kadar normal Ht adalah pria dewasa:
40-54%, wanita dewasa:36-46%, bayi baru lahir: 44-65%, usia 1 sampai 3 tahun: 29-
40%, usia 4-10 tahun: 31-43%.
3. Sel darah putih (Leukosit): Untuk mengkaji nilai sel darah putih adalah dari hitung
darah lengkap. Hal ini dilakukan untuk menentukan adanya infeksi. Jumlah normal sel
darah putih adalah dewasa: 4500-10000 l, bayi baru lahir: 9000-30000 l, usia 2
tahun: 6000-17000 l, usia 10 tahun: 4500-13500 l.
4. Trombosit: Prosedur pengambilan sampelnya tidak ada pembatasan pada asupan
makanan atau minuman. Bila pengambilan darah lewat darah vena, darah yang
dikumpulkan berjumlah 3 sampai 5 ml dalam tabung tertutup lembayung. Jumlah
normal trombosit adalah dewasa: 150000-400000 l, prematur: 100000-300000 l,
bayi baru lahir: 150000-300000 l, bayi: 200000-475000 l.
5. Albumin dan globulin: Prosedur pengambilan sampelnya tidak ada pembatasan pada
asupan makanan atau minuman. Pengambilan darah vena sebanyak 5-7 ml ditampung
dalam tabung bertutup merah, cegah terjadinya hemolisis. Kadar normal albumin
adalah 3.5-5.0 g/dl, kadar normal globulin adalah 1.5-3.5 g/dl.
6. Bilirubin total: Prosedur pengambilan sampelnya harus dengan status puasa kecuali
asupan air. Pengambilan darah lewat darah vena, darah yang dikumpulkan 3 sampai 5
ml dalam tabung bertutup merah. Kadar normal bilirubin total adalah dewasa: 0.1-1.2
mg/dl, bayi baru lahir: 1-12 mg/dl, anak: 0.2-0.8 mg/dl.
7. Ureum: Prosedur pengambilan sampelnya dianjurkan puasa selama 8 jam sebelumnya.
Pengambilan darah lewat darah vena, darah yang dikumpulkan 3 sampai 5 ml di
tabung bertutup merah, cegah terjadinya hemolisis. Kadar normal ureum adalah
dewasa: 5-25 mg/dl, bayi: 5-15 mg/dl, anak 5-20 mg/dl, lansia: nilai ditemukan sedikit
lebih tinggi daripadap dewasa.
8. Kreatinin: Prosedur pengambilan sampelnya pada malam sebelum uji dilakukan,
pasien tidak boleh mengonsumsi daging merah. Pengambilan darah lewat darah vena,
darah yang dikumpulkan 3 sampai 5 ml di tabung bertutup merah. Kadar normal
kreatinin adalah dewasa: 0.5-1.5 mg/dl (wanita kadarnya lebih rendah karena massa
ototnya yang lebih kecil), bayi baru lahir: 0.8-1.4 mg/dl, bayi: 0.7-1.7 mg/dl, anak (2-6
tahun): 0.3-0.6 mg/dl, anak yang lebih tua: 0.4-1.2 (kadar agak meningkat seiring

4
bertambahnya usia, akibat pertambahan massa otot), lansia: kadarnya berkurang akibat
penurunan massa otot dan penurunan produksi kreatinin.
Dalam skenario, jumlah Hb (10 g/dl), Ht (33%), dan leukosit (4100 l) pasien kurang
dari normal. Jumlah trombosit (220000 l), albumin (3.9 g/dl), dan globulin (2.8 g/dl) pasien
normal. Jumlah bilirubin total (4.5 mg/dl), ureum (116 mg/dl), dan kreatinin (3 mg/dl) pasien
berlebih.

Working Diagnosis
Pada anamnesis, penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk
kelompok risiko tinggi. Gejala atau keluhan didapati demam yang muncul mendadak, sakit
kepala, terutama di bagian frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual dan muntah. Pada
pemerikaan fisik dijumpai demam, brakikardia, nyeri tekan otot, hepatomegali, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai lekositosis, normal atau sedikit
menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang meninggi. Pada urin
dijumpai proteinuria, leukosituria dan torak (cast). Bila organ hati terlibat, bilirubin direk
meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum, dan kreatinin juga bisa meninggi
bila terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopenia terdapat pada 50% kasus. Diagnosis
pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi.2

Differential Diagnosis
Berikut ini merupakan diagnosis banding dari leptospirosis:
1. Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue yang termasuk genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia, dan deatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan
plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah demam berdarah
dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.2
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti
oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan
tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan
adekuat.2

5
Pada tes laboratorium penderita DBD, akan ditemukan beberapa hal. Leukosit
pada penderita dapat normal ataupun menurun, mulai hari ketiga dapat ditemui
limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LBP)
>15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat. Trombosit pada
umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke-3 sampai 8. Terjadi kebocoran plasma
dibuktikan dengan peningkatan hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya
dimulai pada hari ke-3 demam. Pada albumin, dapat terjadi hipoproteinemia akibat
kebocoran plasma. Ureum dan kreatinin bisa juga terdeteksi bila terjadi kerusakan
fungsi ginjal.2
2. Hepatitis A
Hepatitis virus merupakan penyakit sistemik yang terutama mengenai hati. Salah
satu tipe hepatitis virus akut pada anak dan orang dewasa disebabkan oleh virus
hepatitis A (HAV) yang merupakan penyebab hepatitis virus tipe A (hepatitis
infeksius).6
Masa inkubasi dari hepatitis A adalah 2-6 minggu. Semakin singkat masa
inkubasi mungkin disebabkan oleh banyaknya jumlah virus. Gejala-gejala di awal
penyakit masih belum jelas dan butuh penelitian lebih lanjut karena tidak setiap pasien
mengalami demam, hepatomegali, dan jaundice. Dalam fase prodromal, masien
mengalami flu ringan gejala dari anoreksia, mual dan muntah, kelelahan, malaise,
demam yang tidak tinggi (biasanya <39.5oC), mialgia, dan sakit kepala ringan.7
Pada fase ikterus, yang pertama muncul adalah urin yang gelap (bilirubinuria).
Kotoran berwarna pucat juga akan muncul kemudian, biarpun tidak semua penderita
mengalaminya. Jaundice terjadi di kebanyakan orang dewasa yang hepatitis A akut.
Derajat ikterus juga bertambah seiring usia. Nyeri abdomen terjadi pada sekitar 40%
pasien. Athralgia dan ruam terjadi namun jarang bila dibandingkan dengan gejala-gejala
lain. Kambuhnya hepatitis A adalah gejala sisa yang tidak biasa dari infeksi akut, lebih
sering terjadi pada lansia.7
3. Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.
Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia, dan
splenomegali.2

6
Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa keluhan
kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi
dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan, dan kadang-kadang
dingin.2
Gejala yang klasik yaitu terjadinya “Trias Malaria” secara berurutan. Periode
dingin (15-60 menit): mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan
selimut dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling
terantuk, diikuti dengan meningkatnya temperatur. Selanjutnya periode panas: penderita
muka merah, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan
berkeringat. Dilanjutkan dengan periode berkeringat: penderita berkeringat banyak dan
temperatur turun, dan penderita merasa sehat.2

Etiologi

Gambar 1. Leptospira.2
Leptospirosis disebabkan oleh spiroketa genus leptospira. Leptospira bentuknya
bergelung, tipis, dan fleksibel dengan panjang 5-15 m; spiral yang sangat halus dengan lebar
0,1-0,2 m; ujung sel kuman seringkali bengkok yang membentuk seperti pancingan. Kuman
ini bergerak sangat aktif, yang paling baik dilihat dengan menggunakan mikroskop lapangan
gelap. Mikrograf elektron menunjukkan filamen alsial yang tipis dan membran yang lembut.
Spiroketa bentuknya juga halus sehingga pada pandangan lapangan gelap tampak hanya
sebagai rantai kokus kecil. Leptospira tidak dapat diwarnai dengan mudah tetapi dapat
diwarnai dengan impregnasi perak. Leptospira tumbuh baik di lingkungan aerob pada suhu
28-30oC dalam mediumsemisolid yang berisi serum (medium Fletch, Stuart, dan lain-lain).6
Sistem klasifikasi tradisional leptospira dibuat berdasarkan pada spesifitas biokimia
dan serologi untuk membedakan antara spesies yang patogen (Leptospira interrogans) dan
spesies tidak patogen yang hidup bebas (Leptospira biflexa). Spesies ini kemudian dibagi lagi
menjadi lebih dari 200 servoar Leptospira interrogans dan lebih dari 60 servoar Leptospira
7
biflexa. Servoar tersebut kemudian disusun ke dalam serogrup Leptospira interrogans dan
serogrup Leptospira biflexa yang didasarkan pada antigenisitas yang dibagi dan terutama
untuk penggunaan laboratorium.6
Menurut beberapa peneliti, yang tersering menginfeksi manusia ialah Leptospira
icterohaemorrhagica dengan reservoir tikus, Leptospira canicola dengan reservoar anjing,
dan Leptospira pomona dengan reservoar sapi dan babi.2

Epidemiologi
Leptospirosis tersebar di seluruh dunia, di semua benua kecuali benua Antartika
namun terbanyak didapati di daerah tropis. Leptospira bisa terdapat pada binatang peliharaan
seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut, atau binatang-binatang pengerat lainnya
seperti tupai, musang, kelalawar, dan lain sebagainya. Di dalam tubuh binatang tersebut,
leptospira hidup di dalam ginjal / air kemihnya. Tikus yang merupakan vektor utama dari
Leptospira icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus,
leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel
tubulus ginjal tikus dan secara terus menerus ikut mengalir dalam filtrat urine. Penyakit ini
bersifat musiman, di daerah beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai pada musim
panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan
hidup leptospira, sedangkan di daerah tropis insiden tertinggi terjadi selama musim hujan.2
Leptospirosis mengenai paling kurang 160 spesies mamalia. Ada berbagai jenis
pejamu dari leptospira, mulai dari mamalia berukuran kecil dimana manusia dapat kontak
dengannya, misalnya landak, kelinci, tikus sawah, tikus rumah, tupai, musang, sampai dengan
reptil (berbagai jenis katak dan ular), babi, sapi, kucing, dan anjing. Binatang pengerat
terutama tikus merupakan reservoir paling banyak. Leptospira membentuk hubungan
simbiosis dengan penjamunya dan dapat menetap dalam tubulus renalis selama berbulan-
bulan bahkan bertahun-tahun.2
International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai negara dengan
insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di dunia untuk mortalitas. Di Indonesia,
leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Lampung,
Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Pada kejadian banjir besar
di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari seratus kasus leptospirosis dengan 20 kematian.2

8
Penularan
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, atau tanah, lumpur yang telah
terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika
terjadi luka/erosi pada kulit maupun selaput lendir. Air tergenang atau mengalir lambat yang
terkontaminasi urine binatang infeksius memainkan peranan dalam penularan penyakit ini,
bahkan air yang deraspun dapat berperan. Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan
binatang yang sebelumnya terinfeksi leptospira, atau kontak dengan kultur leptospira di
laboratorium. Ekspos yang lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang
utuh juga dapat menularkan leptospira. Orang-orang yang mempunyai risiko tinggi
mendapatkan penyakit ini adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan,
peternakan, pekerja tambang, pekerja di rumah potong hewan, orang-orang yang mengadakan
perkemahan di hutan, dokter hewan.2

Patogenesis
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki aliran
darah dan berkembang, lalu menyebarkan secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi
respon imunologi baik secara selular maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan
terbentuk antibodi spesifik. Walaupun demikian, beberapa organisme ini masuh bertahan pada
daerah yang terisolasi secara imunologi seperti di dalam ginjal dimana sebagian
mikroorganisme akan mencapai convoluted tubules, bertahan disana dan dilepaskan melalui
urin. Leptospira banyak dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu
setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat
dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari
darah setelah terbentuknya aglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme
hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiuria berlangsung 1-4
minggu.2
Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenesis leptospirosis: invasi bakteri langsung,
faktor inflamasi nonspesifiik, dan reaksi imunologi.2
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang
bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang muncul
terjadi karena kerusakan pada lapiran endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbedaan
antara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis
lesi histologik yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional

9
yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada
struktur organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit, dan sel
plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan
disfungsi hepatoseluler dengan retensi bilier. Selain di ginjal leptospirs juga dapat bertahan
pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke cairan serebrospinalis pada fase
leptospiremua. Hal ini akan menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi
terbanyak yang terjadi sebagai komplilasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai
leptospira adalah ginjal, hati, otot, dan pembuluh darah. Berikut kelainan spesifik pada
organ:2
1. Ginjal: Interstisial nefritis dengan infiltrasi sel mononuklear merupakan bentuk lesi
pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi
akibat tubular nekrosis akut. Adanya pernan nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia
ginjal, hemolisis, dan invasi langsung mikroorganisme juga berperan menimbulkan
kerusakan ginjal.
2. Hati: Menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosir fokal dan
proliferasi sel Kupfer dengan kolestatis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian
ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel
parenkim.
3. Jantung: epikardium, endokardium, dan miokardium dapat terlibat. Kelainan
miokardium dapat fokal atau difus berupa interstisial edema dengan infiltrasi sel
mononuklear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat
terjadi pendarahan fokal pada miokardium dan endokarditis.
4. Otot rangka: Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa lokal nekrotis,
vakuolisasi, dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira disebabkan
invasi langsung leptospira. Dapat jiga ditemukan antigen leptospira pada otot.
5. Mata: Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase leptospiremia dan
bertahan beberapa bulan walaupun antibodi yang terbentuk cukup tinggi. Hal ini akan
menyebabkan uveitis.
6. Pembuluh darah: terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vakulitis
yang akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan pada mukosa,
permukaan serosa, dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit.
7. Susunan saraf pusat: Leptospira mudah masuk ke dalam cairan serebrospinal (CSS)
dan dikaitkan dengan terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya

10
respon antibodi, tidak pada saat memasuki CSS. Diduga bahwa terjadinya meningitis
diperantarai oleh mekanisme imunologis. Terjadi penebalan meninges dengan sedikit
peningkatan sel mononuklear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis
aseptik, biasanya paling sering disebabkan oleh Leptospira canicola.
8. Weil Disease: Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus,
biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran, dan demam tipe
kontinua. Penyakit weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis.
Penyebab weil disease adalah serotipe icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh
serotipe copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal,
hepatik, atau disfungsi vaskular.

Manifestasi Klinik
Masa inkubasi leptospirosis adalah 2-26 hari, biasanya 7-13 hari, dan rata-rata 10 hari.
Leptospirosis sendiri mempunyai dua fase penyakit yang khas yaitu fase leptospiremia dan
fase imun.2
Fase leptospiremia ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan
serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di
frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis, dan pinggang disertai nyer
tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesu kulit, demam tinggi yang disertai menggigil,
juga didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan keadaaan sakit berat, brakikardi relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat
dijumpai adanya konjungtiva suffision dan fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang
berbentuk makular, makulopapular atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali,
hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat ditangani pasien
akan membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat dan
fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih berat
demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi
demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.2
Fase imun ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam yang
mencapai suhu 40oC disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang
menyeluruh pada leher, perut, dan otot-otot kaki terutama otot betis. Terdapat pendarahan
berupa epistaksis, gjala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik. Pendarahan paling
jelas terlihat pada fase ikterik, purpura, ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi merupakan

11
manifestasi perdarahan yang paling sering. Conjunctiva infection dan conjungtival suffusion
dengan ikterus merupakan tanda patognomosis untuk leptospirosis.2
Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini, walaupun hanya 50% gejala dan
tanda meningitis, tetapi pleositosis pada CSS dijumpai pada 50-90% pasien. Tanda-tanda
meningeal dapat menetap dalam beberapa minggu, tetapi biasanya menghilang setelah 1-2
hari. Pada fase ini leptospira dapat dijumpai di urin.2

Pengobatan
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksu dan mengatasi keadaan
dehidrasi, hipotensi, perdarahan, dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis. Gangguan
fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan membaik dengan membaiknya kondisi pasien.
Namun pada beberapa pasien membutuhkan tindakan hemodialisis temporer.2
Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin biasanya pemberian dalam 4 hari
setelah onset cukup efektif. Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intravena penisilin G,
amoksisilin, ampisilin, atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasus-kasus ringan
dapat diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisilin, ampisilin, amoksisilin, maupun
sefalosporin.2
Tabel 1. Pengobatan dan Kemoprofilaksis Leptospirosis.2
Indikasi Regimen Dosis
Leptospirosis ringan Doksisilin 2 x 100 mg
Ampisilin 4 x 500-750 mg
Amoksisilin 4 x 500 mg
Leptospirosis sedang dan Penisilin G 1.5 juta unit / 6 jam (iv)
berat Ampisilin 1 gram / 6 jam (iv)
Amoksisilin 1 gram / 6 jam (iv)
Kemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg/minggu
Pada absorbsi penisilin G, bila dibandingkan dengan dosis oral terhadap
intramuskular, maka untuk mendapatkan kadar efektif dalam darah, dosis penisilin G oral
haruslah 4 sampai 5 kali lebih besar daripada dosis intramuskular. Oleh karena itu penisilin G
tidak dianjurkan diberikan secara oral. Jumlah ampisilin dan senyawa sejenisnya yang
diabsorbsi pada pemberian oral dipengaruhi besarnya dosis dan ada tidaknya makanan dalam
saluran cerna. Dengan dosis lebih kecil persentase yang diabsorbsi relatif besar. Absorbsi
amoksisilin di saluran cerna jauh lebih baik daripada ampisilin, dengan dosis yang sama,

12
amoksisilin mencapai kadar dalam darah yang tingginya kira-kira 2 kali lebih tinggi daripada
yang dicapai ampisilin. Penyerapan amoksisilin terhambat oleh adanya makanan di lambung,
sedangkan amoksisilin tidak.8
Distribusi penisilin G, ampisilin, dan amoksisilin luas dalam tubuh. Pada penisilin G,
kadar obat yang memadai dapat tercapai dalam hati, empedu, ginjal, usus, limfe, dan semen
tetapi dalam cairan serebrospinal sukar dicapai. Ampisilin yang masuk ke dalam empedu
mengalamu sirkulasi enterohepatik, tetapi yang diekskresi di tinja cukup tinggi. Penetrasi ke
cairan serebrospinalis dapat mencapai kadar efektif pada keadaan peradangan meningen.
Distribusi amoksisilin kurang lebih sama dengan ampisilin. Efek dari penisilin adalah terjadi
pemecahan cincin beta laktam dengan kehilangan seluruh aktivitas mikroba. 8
Pemberian penisilin G, ampisilin, dan amoksisilin memiliki efek samping. Penisilin G
akan menimbulkan reaksi alergi Pemberian ampisilin memberikan sebagian kecil kemerahan
kulit berdasarkan reaksi alergi, dan saat itu terjadi pemberian ampisilin harus dihentikan.8
Sefalosporin diberikan secara suntikan intramuskular atau intravena. Beberapa
sefalosporin generasi ketiga mencapai kadar yang tinggi di cairan serebrospinal, sehingga
bermanfaat untuk pengobatan meningitis purulenta. Sefalosporin melewati sawar darah uri,
mencapai kadar tinggi di cairan sinovial dan cairan perikardium. Pada pemberian sistemik,
kadar sefalosporin generasi ketiga di cairan mata relatif tinggi, tetapi tidak mencapai vitreus.
Sefalosporin diekskresi dalam bentuk utuh melalui ginjal, dengan proses sekresi tubuli. Efek
samping dari sefalosporin adalah reaksi alergi, mirip dengan yang ditimbulkan oleh penisilin.8
Doksisiklin merupakan salah satu golongan tetrasiklin menurut struktur kimia.
Tetrasiklin memperlihatkan spektrum anibakteri yang luas. Absorbsinya sebagian besar
berlangsung di lambung dan usus halus bagian atas. Faktor penghambatnya adalah pH tinggi.
Distribusinya adalah dalam plasma, semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma.
Penetrasi ke cairan tubuh lain dan jaringan cukup baik, ditimbun dalam sistem
retikuloendotelial di hati, limpa dan sumsum tulang, serta di dentin dan email gigi yang belum
erupsi. Tetrasiklin golongan doksisiklin mengalami metabolisme yang berarti di hati sehingga
aman untuk penderita gagal ginjal. Golongan tetraiklin diekskresi di urin berdasarkan filtrasi
glomerulus.8
Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika pilihan utama, namun perlu
diingat bahwa antibiotika bermanfaat jika leptospira masih di darah (fase leptospiremia). Pada
pemberian penisilin, dapat muncul reaksi Jarisch-Herxherimer 4 sampai 6 jam setelah
pemberian intravena, yang menunjukkan adanya aktivitas anti leptospira. Tindakan suportif

13
diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Keseimbangan
cairan, elektrolit, dan asam basa diatur sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara
umum. Kalau terjadi azotemia/uremia berat sebaiknya dilakukan dialisis.2

Prognosis
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal, Pada kasus dengan ikterus, angka
kematian 5% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%.2

Pencegahan
Pencegahan leptospirosis pada manusia sangat sulit karena tidak mungkin
menghilangkan reservoir inveksi yang besar pada hewan. Vaksinasi hewan ternak dan hewan
peliharaan dilakukan secara lias di Amerika Serikat dan telah banyak mengurangi insidensi
infeksi pada beberapa spesies. Infeksi pada ginjal masih tetap dapat terjadi pada anjing yang
divaksinasi, dan manusia dapat terinfeksi dengan anjing yang telah diimunisasi secara
adekuat. Pada daerah tertentu, pengendalian tikus, disinfeksi daerah kerja yang tercemar, dan
larangan berenang pada perairan tercemar, telah mengurangi insidensi penyakit secara
efektif.9
Pemberian doksisiklin 200 mg per minggu dikatakan bermanfaat untuk mengurangi
serangan leptospirosis bagi mereka yang mempunyai risiko tinggi dan terpapar dalam waktu
singkat.2

Penutup
Leptospirosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri leptospira dan
menimbulkan berbagai gejala klinik. Perantara dari leptospirosis dapat dari hewan-hewan di
sekitar kita misalnya anjing, kucing, tikus, dan lainnya. Bila air yang tercemar oleh urin dari
perantara berkontak dengan kulit memungkinkan untuk manusia terkena leptospirosis. Bila
dibandingkan ada beberapa penyakit yang gejalanya mirip leptospirosis, seperti demam
berdarah dengue, hepatitis A, dan malaria. Namun setelah melewati proses pemeriksaan yang
terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, perbedaan dari tiap
penyakit dapat dilihat. Pencegahan yang baik akan membantu mengurangi jumlah kasus
penyakit leptospirosis.

14
Daftar Pustaka
1. Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar EM, Mayon-White RT. Lecture notes: penyakit
infeksi. Jakarta: Erlangga; 2008. h.3-6
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009.
3. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik: evaluasi diagnosis dan
fungsi di bangsal. Jakarta: EGC; 2005.h. 30-1.
4. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi ke-8.
Jakarta: EGC; 2009.h.11-2.
5. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2008.
6. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick, dan
adelberg. Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2008.h.346-8, 478-85.
7. Hepatitis A Clinical Presentation, diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/177484-clinical, 18 November 2012.
8. Syarif A, Estuningtyas A, Setiawati A, Muchtar HA, Arif A, Bahry B, et al.
Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012.
9. Muliawan SY. Bakteri spiral patogen. Jakarta: Erlangga; 2008.h.78-9.

15

Anda mungkin juga menyukai