Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Mengutip Xinhua, Jumat, 12 Januari 2018, Kanada menyebut AS melanggar


Perjanjian Anti-Dumping WTO, Persetujuan tentang Subsidi dan Tindakan Penghitungan,
Persetujuan Umum tentang Tarif dan Perdagangan dan Pemahaman tentang Aturan dan Prosedur
yang Mengatur Penyelesaian Sengketa. Selain itu, juga keputusan terpisah oleh Komisi
Perdagangan Internasional AS yang beranggotakan enam orang. Adapun anti-dumping dan
countervailing AS adalah tarif hukuman untuk membatasi impor yang harganya tidak adil atau
disubsidi untuk mengalahkan persaingan. Tarif tersebut diizinkan berdasarkan peraturan WTO
namun tunduk pada kondisi yang ketat. Amerika Serikat telah mengecewakan Kanada dengan
menampar tarif hukuman atas ekspor kayu lunak Kanada, yang menyebabkan tantangan oleh
Kanada di WTO dan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara.

Paham idealis menyatakan bahwasanya peperangan terjadi dikarenakan tidak


adanya organisasi anti peperangan atau pencegah peperangan. Akhirnya muncullah metode dari
paham idealis seputar bagaimana menghindari peperangan dengan membuat organisasi
perdamaian dan peredam peperangan, yaitu dengan cara menjadikan system internasional dan
struktur-struktur demokrasi sebagai peredam dan pencegahan terjadinya peperangan.

Perdagangan bebas dan perdagangan yang adil adalah dua istilah yang ambigu
maknanya. Secara obyektif, perdagangan bebas tidak bermakna bebas dan adil seluruhnya, tetapi
bermakna sebuah perdagangan di bawah aturan-aturan mengikat setelah negara anggota
menandatangani dan meratifikasi kesepakatan WTO. Tetapi dalam realitas kebanyakan Negara,
terutama negara berkembang tidak mampu untuk membuka pasar dan menurunkan tarif secara
keseluruhan. Persoalan tidak berimbangnya kekuatan, kurang demokrasi, krisis legitimasi dan
dobel standar dalam WTO sistem merupakan sebuah tantangan yang masih berlanjut.

1
Dari latar belakang tersebut saya menarik judul “Andai saya menjadi Direktur
Jenderal WTO : Apa yang Akan Saya Lakukan Untuk Mewujudkan Free and Fair Trade” yang
bertujuan untuk mengharmonisasikan antara perdagangan bebas dan adil dalam sistem WTO.

2. Rumusan Masalah

a. Apakah sejauh ini WTO telah mewujudkan Free and Fair Trade?
b. Apa yang akan saya lakukan jika saya menjadi Direktur Jenderal WTO untuk
mewujudkan Free and Fair Trade?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Kajian Tentang Free Trade

a. Pengertian

Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada Harmonized
Commodity Description and Coding System (HS) dengan ketentuan dari World Customs
Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. Penjualan produk antar negara tanpa pajak
ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan
sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam
perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang
berbeda.

Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan
yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara
teori, semua hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam
kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan
bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas.
Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena melindungi kepentingan perusahaan-
perusahaan besar.

b. Sejarah

Sejarah dari perdagangan bebas internasional adalah sejarah perdagangan internasional


memfokuskan dalam pengembangan dari pasar terbuka. Diketahui bahwa bermacam kebudayaan
yang makmur sepanjang sejarah yang bertransaksi dalam perdagangan. Berdasarkan hal ini,
secara teoritis rasionalisasi sebagai kebijakan dari perdagangan bebas akan menjadi
menguntungkan ke negara berkembang sepanjang waktu. Teori ini berkembang dalam rasa
moderennya dari kebudayaan komersil di Inggris, dan lebih luas lagi Eropa, sepanjang lima abad
yang lalu. Sebelum kemunculan perdagangan bebas, dan keberlanjutan hal tersebut hari ini,

3
kebijakan dari merkantilisme telah berkembang di Eropa di tahun 1500. Ekonom awal yang
menolak merkantilisme adalah David Ricardo dan Adam Smith.

Pada periode yang sama, pasar produk organik juga mengalami pertumbuhan yang stabil.
Perdagangan barang-barang organik dengan label fair trade sering disebut sebagai fair and green
trade. Ekonom yang menganjurkan perdagangan bebas percaya kalau itu merupakan alasan
kenapa beberapa kebudayaan secara ekonomis makmur. Adam Smith, contohnya, menunjukkan
kepada peningkatan perdagangan sebagai alasan berkembangnya kultur tidak hanya di
Mediterania seperti Mesir, Yunani, dan Roma, tapi juga Bengal dan Tiongkok. Kemakmuran
besar dari Belanda setelah menjatuhkan kekaisaran Spanyol, dan mendeklarasikan perdagangan
bebas dan kebebasan berpikir, membuat pertentangan merkantilis/perdagangan bebas menjadi
pertanyaan paling penting dalam ekonomi untuk beberapa abad. Kebijakan perdagangan bebas
telah berjibaku dengan merkantilisme, proteksionisme, isolasionisme, komunisme dan kebijakan
lainnya sepanjang abad.

2.2. Kajian Tentang Fair Trade

a. Pengertian

Fair Trade adalah perdagangan yang berdasarkan pada dialog, keterbukaan dan saling
menghormati, yang bertujuan menciptakan keadilan, serta pembangunan berkesinambungan.
Melalui penciptaan kondisi perdagangan yang lebih fair dan memihak pada hak-hak kelompok
produsen yang terpinggirkan, terutama di negara-negara miskin akibat praktek kebijakan
perdagangan internasional.

Fair trade bertujuan untuk perbaikan penghidupan produsen melalui hubungan dagang
yang sejajar, mempromosikan peluang usaha dan kesempatan bagi produsen lemah atau
termarjinalisir meningkatkan kesadaran konsumen melalui kampanye fair trade, mempromosikan
model kemitraan dalam perdagangan yang adil, mengkampanyekan perubahan dalam
perdagangan konvensional yang tidak adil, melindungi HAM, pendidikan konsumen dan
melakukan advokasi bagi terciptanya kondisi yang lebih baik, khususnya yang berpihak kepada
produsen kecil sehingga mereka dapat berpartisipasi di pasar.

4
b. Sejarah

Bibit-bibit gerakan fair trade lahir di dunia barat akhir tahun ’40-an. Gerakan dilandasi
semangat solidaritas dunia barat terhadap negara dunia ketiga. Perintisnya adalah kelompok
keagamaan dan LSM.

Menurut sejarahnya, fair trade adalah sebuah gerakan sosial yang muncul akibat adanya
ketidakadilan antara produsen dan konsumen. Seringkali terjadi, konsumen merasa bahwa
produsen harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi terhadap suatu produk dari yang
seharusnya. Sementara itu, hal yang sama pun juga dirasakan oleh produsen, terutama produsen
yang skala usahanya masih kecil. Di sinilah kemudian muncul konsep fair trade yang berusaha
untuk mengupayakan sebuah kemitraan perdagangan yang didasarkan pada dialog, transparansi
dan respek dari kedua belah pihak. Seiring dengan berjalannya putaran waktu, konsep fair
trade ini pun semakin berkembang pula (merujuk pada definisi dan prinsip-prinsip yang ada dari
The International Fair Trade Association – IFAT ).

Ten Thousand Villages dan SERRV International adalah dua LSM yang memulai
pengembangan rantai perdagangan fair trade di negara berkembang. Produknya—anyaman dan
rajutan—dijual di gereja atau bazar di Amerika. Saat itu, gerakan ini dipandang sebagai donasi
dunia barat bagi penduduk miskin negara berkembang.

Sejak pertengahan ‘80-an, gerakan fair trade telah berkembang secara signifikan di dunia
barat yang menjadi pasar utamanya. Tahun 2005, penjualan produk fair trade di tingkat global
mencapai 1,1 milyar euro. Ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 30 persen lebih selama tahun
2004. Saat ini, produk-produk berlabel fair trade tak hanya dijual di toko khusus tetapi mulai
juga dipajang di rak supermarket. Jenis produknya pun makin beragam. Meski permintaan untuk
produk-produk berlabel fair trade lebih banyak tumbuh di dunia barat, saat ini kita bisa melihat
bahwa pada pasar lokal di seluruh dunia sudah mulai ada upaya menciptakan perdagangan yang
lebih adil bagi produsen. Pada periode yang sama, pasar produk organik juga mengalami
pertumbuhan yang stabil. Perdagangan barang-barang organik dengan label fair trade sering
disebut sebagai fair and green trade.

5
c. Prinsip-Prinsip Fair Trade

Fair trade sebagai sebuah alternatif menawarkan kondisi perdagangan yang lebih baik
bagi produsen kecil dan melindungi hak mereka yang selama ini terpinggirkan. Fair
trademembantu produsen kecil untuk memperoleh kehidupan yang layak melalui peningkatan
pendapatan, melindungi hak produsen kecil atas akses ke pasar, menyalurkan aspirasi &
pendapat mereka, tidak diskriminatif terhadap perempuan yang selama ini menjadi warga kelas
dua dan korban langsung atas perdagangan yang tidak adil, juga melindungi lingkungan dari
kerusakan karena minimnya penggunaan bahan-bahan kimiawi.

Dengan mekanisme fair trade, konsumen bersedia menghargai jerih payah produsen yang
selama ini tidak pernah diperhitungkan (misal: pemeliharaan tanaman, mengusir burung,
menjemur padi, dsb) sebagai komponen biaya produksi dalam sistem perdagangan konvensional.
Sebagai salah satu bentuk apresiasi konsumen atas jerih payah produsen, mereka tidak keberatan
untuk membeli harga premium (yang meliputi biaya produksi ditambah biaya untuk reinvestasi)
yang ditawarkan oleh produsen.

Sebagai gerakan, fair trade terwujud dalam bentuk organisasi International Federation of
Alternative Trade (IFAT). Organisasi payung gerakan fair trade sedunia ini bermain di advokasi
kebijakan internasional. Pada pertemuan tahunan World Trade Organisation (WTO), IFAT selalu
muncul. Sejak di Cancun, Mexico hingga di Hongkong tahun lalu mereka hadir sebagai suara
alternatif untuk mewujudkan perdagangan yang lebih adil.

Dalam halaman situs International Fair Trade Association, Asosiasi Internasional


Perdagangan yang Adil menyebut sembilan syarat agar sebuah perdagangan dapat disebut adil.

1. Membuka peluang bagi produsen dari kalangan ekonomi lemah

2. Transparan dan dapat dipertanggungjawabkan

3. Meningkatkan keahlian produsen

4. Mendorong terbentuknya perdagangan yang adil dan merata

5. Pembayaran dengan harga yang pantas melalui dialog dan prinsip partisipasi sesuai dengan
perkembangan pasar

6
6. Menghormati kesetaraan gender

7. Membentuk situasi dan kondisi lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi pekerja dan
masyarakat

8. Tidak melibatkan pekerja anak

9. Tidak merusak lingkungan hidup dan memberikan dampak bagi pembangunan lokal, secara
berkala mengurangi tingkat ketergantungan impor dan membudidayakan produk lokal.

2.3. Kajian Tentang World Trade Organization

a. Sejarah

WTO (World Trade Organization) didirikan pada tanggal 1 januari 1995 dan perjanjian
WTO ini ditandatangani pada 15 April 1994 di Marakesh, Maroko. Sesuai dengan piagam
Havana yang diselanggarakkan pada tanggal 21 November 1947- 24 Maret 1948 pada artikel 103
yang mengatur mengenai masalah kekuatan mengikat piagam dan masalah keanggotaan maka
ITO merupakan organisasi yang tidak memiliki kekuatan mengikat karena sampai batas
tenggang waktu 1 tahun setelah adanya piagam tersebut, tidak ada negara- negara yang
meratifikasi piagam havana sehingga secara otomatis piagam havana tidak memiliki kekuatan
mengikat. Karena dorongan negara- negara yang membutuhkan mekanisme mengenai
implementasi dan perlindungan tarif yang kemudian terjadilah negosiasi pada tahun 1947 yang
menyepakati adanya GATT. Pada periode tahun 1947- 1986 banyak perjanjian yang
dilaksanakan dengan tujuan hubungan perdagangan internasional. Pada tahun- tahun berikutnya
GATT melaksanakan putaran- putaran untuk membuat suatu kebijakan terkait perdagangan
internasional. Selama tahun 1947- 1986 terdapat 8 putaran yang diantaranya pada putaran
kennedy menghasilkan perjanjian multilateraal anti- dumping dan pada putaran uruguay yang
diselenggarakan di maroko pada tahun 1986 tercetuslah organisasi perdagangan dunia (WTO).
ITO merupakan cikal bakal berdirinya WTO, karena meskipun secara hukum ITO tidak pernah
ada dan perjanjian havana juga tidak memiliki kekuatan yang mengikat. Namun karena

7
terjadinya kekosongan hukum selama ITO belum memiliki aturan-aturan yang mengaatur,
sehingga negara- negara sepakat untuk mengisi kekosongan hukum tersebut dengan membuat
perjanjan GATT, dimana saat itu tarif merupakan urusan mendesak untuk segeradiatur.
Kemudian putaran-putaran GATT yang dilaksanakan juga merupakan cara negosiasi negara-
negara untuk mengatur perdagangan sehingga pada salah satu putaran tercetus organisasi
perdagangan internasional yang dipandang dapat lebih mengakomodir urusan- urusan
perdagangan. Maka lahirlah WTO.

B. Tujuan dari pembentukan WTO antara lain:

 Mendorong arus perdagangan antara negara, dengan mengurangi dan menghapus


berbagai hambatan (baik dalam bentuk tarif maupun bukan tarif) yang dapat mengganggu
kelancaran arus perdagangan barang dan jasa.

 Menyediakan forum perundingan yang lebih permanen sehingga akses pasar dapat
terbuka dan berkesinambungan.

 Memfasilitasi penyelesaian sengketa akibat konflik-konflik kepentingan yang


ditimbulkan dalam hubungan dagang.

Adapun Negara-negara anggota dari WTO per 26 April 2015 adalah 161 negara. 128
GATT 1947 signatory parties dan 33 aksesi. Negara yang baru masuk menjadi anggota WTO
adalah Seychelles yakni pada tanggal 26 April 2015.

C. Prinsip Dasar Dalam WTO

Adapun prinsip hukum perdagangan internasional yang diatur daalm GATT dan WTO,
meliputi:

1. Pengaturan Mengenai Non-Diskriminasi

8
 Most Favored Nation

Most Favored Nation adalah suatu asas yang mengatur jalannya perdagangan asas non-
diskriminasi, yakni tidak boleh membeda-bedakan antara satu negara anggota GATT atau WTO
dan anggota lainya. Para anggota tersebut tidak boleh membeda-bedakan antara anggota yang
satu dengan anggota yang lainnya atau tidak boleh memberikan kemudahan hanya kepada satu
anggota saja tanpa perlakuan yang sama dengan anggota yang lainya baik itu berkenaan dengan
tarif ataupun perdagangan.

 National Treatment

Prinsip ini melarang perbedaan perlakuan antara produk asing dan produk domestik yang
berarti bahwa suatu saat barang impor telah masuk ke pasar dalam negeri suatu negara anggota,
dan setelah melalui daerah pabean serta membayar bea masuk barang impor tersebut harus
diberlakukan sama dengan barang dalam domestik.

 Tarif Binding atau Tarif Mengikat

Tarif Binding adalah sebuah janji oleh suatu negara untuk tidak menaikkan tarif untuk
masa mendatang.Tarif Binding dianggap menguntungkan bagi perdagangan internasional karena
memberikan potensi eksportir dan importir dalam hal tingkat kepastian tarif.

 Persaingan yang Adil

Aturan GATT juga mengandung prinsip persaingan yang adil dan fair competition.
Dengan demikian subsidi terhadap ekpor dan dumping, GATT semakin menghadapi masalah.
Untuk menghadapi dumping dan subsidi ekspor negara pengimpor diberikan hak untuk
mengenakan anti dumping duties dan counter vailing duties sebagai imbalan ataupun tindakan
balasan terhadap dumping atau subsidi ekspor.

 Larangan Terhadap Restruksi Kuantitatif

Prinsip lain dalam GATT adalah larangan umum terhadap restruksi yang bersifat
kuatitatif, yakni kuata dan jenis pembatasan yang serupa ketentuan ini oleh para pendiri GATT
dianggap sangat penting karena pada waktu GATT didirikan halangan ini merupakan halangan
yang serius dan paling sering diterima sebagai warisan zaman depresi pada tahun 1930.

9
2. Pengaturan Mengenai Dispensasi

 Prinsip proteksi melalui tarif

Prinsip proteksi melalui tarif diatur dalam Pasal 11 GATT 1948 dan mensyaratkan bahwa
perlindungan atas industri dalam negeri hanya diperkenankan melalui tarif, Proteksi dengan tarif
yang diperlukan untuk membangun industri tertentu (infant industry protection) dan proteksi
dengan pembatasan kuantitatif dalam rangka memperbaiki neraca pembayaran. (Governmental
assistance to economic development-Pasal 18).[9] Jelasnya setiap Negara peserta yang ingin
memperbaiki posisi financial eksternal dan neraca pembayarannya boleh membatasi jumlah atau
nilai barang yang diizinkan untuk diimpor dengan persyaratan-persyaratan yang ditentukan
dalam Pasal 11. Misalnya hambatan impor yang dikenakan atau ditingkatkan oleh Negara peserta
tidak boleh melebihi apa yang diperlukan untuk mencegah atau menghentikan ancaman
penurunan cadangan moneter atau bagi Negara yang memiliki cadangan moneter yang rendah
untuk mencapai tingkat pertambahan yang wajar dalam cadangannya.

 Prinsip waiver dan pembatasan darurat terhadap impor

Prinsip waiver dan pembatasan darurat terhadap impor yang dituangkan dalam Pasal 19
GATT 1948 (Paragraf 1a) menyebutkan bahwa jika sebagai akibat perkembangan yang tak
terduga dan sebagai dampak dari kewajiban negara peserta menurut perjanjian ini (GATT), suatu
produk diimpor ke wilayah suatu negara peserta dalam jumlah yang semakin besar atau dalam
keadaan sedemikian rupa sehingga menimbulakan atau mengancam untuk menimbulkan
kerugian yang serius terhadap para produsen produk serupa atau produk yang kompetitif dalam
negara diwilayah tersebut, maka dalam kaitannya dengan produk tersebut negara peserta bebas
untuk menangguhkan kewajibannya sebagian atau sepenuhnya akan menarik kembali atau
memodifikasi konsensinya, sejauh dan untuk jangka waktu yang diperlukan untuk mencegah
atau memulihkan kerugian tersebut.

D. Struktur WTO :

1. Ministerial Conference ( 1st level )

Ministerial conference merupakan Pucuk dari WTO yang terdiri dari wakil-wakil dari semua
anggota, yang setidaknya sekali setiap dua tahun akan melakukan pertemuan. Ministerial

10
conference wajib melaksanakan fungsi WTO dan mengambil tindakan yang diperlukan.
Ministerial conference berwenang untuk mengambil keputusan mengenai semua hal yang ada
pada Perjanjian Perdagangan Multilateral, apabila diminta oleh Anggota, dan harus sesuai
dengan persyaratan khusus untuk pengambilan keputusan dalam Perjanjian tersebut dan dalam
Perjanjian Perdagangan Multilateral yang relevan.

2. General Council (2nd level )

Jalannya organisasi sehari-hari di antara Ministerial Conference ditangani oleh tiga badan yaitu :

- Dewan Umum (General Council);

- Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body); dan

- Badan Pengawas Kebijakan Perdagangan (Trade Policy Review Body).

Artinya pada interval dilaksanakanya ministerial conference meetings maka yang


melakukan fungsi WTO adalah general council ini. Ketiganya sebenarnya sama, yaitu General
Council. Yang berbeda hanya ToR Meetings mereka. Ketiganya terdiri dari semua anggota WTO
dan Melapor kepada Ministerial Conference. Dewan Umum / General council ini bertindak atas
nama Ministerial Conference pada semua urusan WTO.

3. Trade Council ( 3th level )

Each trade councils handling a different broad area of trade. Report to the General Council.

- The Council for Trade in Goods (Goods Council)

- The Council for Trade in Services (Services Council)

- The Council for Trade-Related Aspects of Intellectual Property (TRIPs Council)

Ketiganya ini menetapkan “badan anak” atau subsidiary bodies sesuai dengan kebutuhan. Dan
badan tersebut harus menetapkan aturan masing-masing subjek prosedur untuk persetujuan
Dewan masing-masing.

11
F. Penyelesaian sengketa di WTO

WTO Agreements mengatur begitu banyak regulasi yang berkaitan dengan perdagangan
internasional di bidang barang, jasa, dan aspek – aspek kekayaan intelektual. Mengingat
pentingnya dampak dari aturan – aturan tersebut baik dalam bidang ekonomi maupun bidang
lainnya, maka tidak mengejutkan apabila anggota WTO tidak selalu setuju dengan interpretasi
aplikasi dari beragam aturan ini. Sengketa dapat muncul ketika suatu negara menetapkan suatu
kebijakan perdagangan tertentu yang bertentangan dengan komitmennya di WTO atau
mengambil kebijakan yang kemudian merugikan kepentingan negara lain. Selain negara yang
paling dirugikan atas kebijakan tersebut, negara ketiga yang tertarik pada kasus tersebut dapat
mengemukakan keinginannya untuk menjadi pihak ketiga dan mendapat hak – hak tertentu
selama berlangsungnya proses penyelesaian sengketa.

Penyelesaian sengketa WTO sendiri diatur dalam Understanding on Rules and Procedures
Governing the Settlement of Disputes atau lebih dikenal dengan nama Dispute Settlement
Understanding (DSU). Pengaturan tentang DSU ini dipercayakan kepada sebuah badan yang
disebut Dispute Settlement Body (DSB), dimana perwakilan dari seluruh anggota WTO
berpartisipasi. Sistem dari DSU lewat DSB ini sangat bersifat desentralisasi, tidak dapat
dilakukan secara ex-officio atau diluar keanggotaan, karena tidak adanya otoritas yang diberikan
kepada entitas supra-nasional untuk mengajukan komplain kepada anggota WTO, sehingga
sengketa hanya diajukan berdasarkan inisiatif anggota WTO saja.

Objek dan tujuan utama dari penyelesaian sengketa dalam WTO adalah untuk
menyelesaikan sengketa antar anggota WTO yang terkait dengan hak dan kewajiban dalam WTO
Law. Penyelesaian sengketa ini dilaksanakan dengan beberapa cara yang diatur dalam DSU,
yaitu konsultasi atau negosiasi, pemeriksaan oleh Panel dan Appelate Body, arbitrase, dan good
offices, conciliation, dan mediation, dengan yurisdiksi yang bersifat integrated, compulsory, dan
contentious.

Penyelesaian sengketa dalam WTO memiliki empat proses utama, yaitu Consultations,
Panel Proceedings, Appellate Review Proceedings; dan Implementation and Enforcement. DSU
telah memberikan keterangan yang jelas dan lengkap mengenai konsultasi di dalam Article 3.7
DSU. Tiga proses utama selanjutnya dijalankan oleh DSB berdasarkan Article 2.1 DSU.

12
G. Sumber Hukum WTO

Sumber utama hukum WTO adalah WTO Agrement yang hukum dasarnya dapat dibagi
menjadi lima kategori, yaitu :

(1) peraturan mengenai non-diskriminasi

(2) peraturan mengenai akses pasar

(3) peraturan mengenai perdagangan yang tidak adil

(4) pengaturan mengenai hubungan antara liberalisasi perdagangan dan nilai-nilai serta
kepentingan sosial lainnya serta

(5) pengaturan mengenai harmonisasi perangkat hukum nasional dalam bidang-bidang khusus.

2.4. Mewujudkan WTO yang Free and Fair Trade

WTO dapat dipandang sebagai organisasi internasional yang paling penting bila
dibandingkan dengan organisasi internasional lainnya karena mempunyai misi yang sangat jelas
dan tindakan serta aturan yang dikeluarkannya berlaku sama untuk semua anggotanya. Fungsi
utama dari organisasi perdagangan dunia ini adalah untuk memastikan bahwa perdagangan
antarnegara anggota dapat dilakukan dengan lacar, dapat dipercaya, dan sebebas mungkin.
Dengan demikian kesejahteraan yang dicita-citakan dapat tercapai dengan baik.

Lima puluh tahun terakhir menampakkan suatu perkembangan yang luar biasa di
bidang perdagangan di dunia. Transaksi perdagangan merchandise bertumbuh pada kisaran 6%
per tahun. Total perdagangan pada tahun 2000 telah lebih maju 22 kali dari perdagangan yang
dilakukan pada tahun 1950. Tak dapat disangkal bahwa WTO telah memberikan kontribusi yang
sangat besar bagi kemajuan ini.

13
Dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam hal Free Trade atau perdagangan bebas WTO
sangat berperan dalam membantu Negara Negara dalam memudahkan melakukan perdagangan
internasional.

Lalu bagaimana dari sisi Fair Trade? Apakah WTO dapat bersikap adil tanpa pandang
bulu atau berat sebelah?. Sebenarnya gerakan Fair Trade muncul dari kurang lebih empatpuluh
tahun yang lalu sebagai gerakan yang dilandasi semangat solidaritas dunia barat terhadap negara
dunia ketiga, untuk membantu kaum miskin dan yang berkembang. Inisiatif ini terus
berkembang, bahkan konsep dasarnya mengalami pergeseran. Tak hanya sebagai donasi, ketika
sebagian kecil masyarakat dunia barat menilai telah terjadi eksploitasi harga dalam perdagangan
antara negara mereka dan negara dunia ketiga, mereka ingin memperbaikinya dengan memberi
harga lebih adil. Sekitar tahun 1970-an, sejumlah petani kopi skala kecil di Meksiko yang sangat
bergantung pada pihak lain (pengumpul, pedagang, dan pengolah) dalam rantai perdagangan
kopi mengembangkan label/sertifikasi fair trade untuk kopi mereka. Nama yang diberikan adalah
Max Havelaar. Dalam percobaan awal ini, dibuka hubungan langsung antara pengolah kopi dan
pengecer di Belanda dengan koperasi petani kopi di Meksiko. Kini selain sebagai sebuah
gerakan, fair trade populer sebagai label/sertifikat yang disematkan pada produk yang dijual. Ini
menjadi semacam jaminan dan transparansi lebih bagi konsumen bahwa produsen skala kecil
mendapatkan harga yang adil.

Dari sisi produsen, sertifikasi memperbesar akses mereka terhadap pasar ekspor. Gerakan
Fair Trade di popolerkan oleh organisasi non pemerintah seperti OxfanGB inggris, fair trade
Amerika Serikat, dan Trans Fair Jerman. Gerakan Fair Trade ini juga didukung oleh organisasi
independen seperti FLO Fair Trade Llabelling Organitation) yang didirikan Belanda pada Bulan
april 1997, IFAT (International Federtation for Alternative Trade) yang didirikan di Nooerwijk
Belanda pada tanggal 12 mei 1989, NEWS(Netwook of European World Shops) yang didirikan
di Eispeet Belanda pada februari 1994 bersama dengan European World Shops Conferenc,
peringatan ulang tahun ke 25 berdirinya Landelike Vereniging Van Wereldlinkels (Asosiasi
Worl Shops Nasional Belanda). Kemudian EFTA (European Fair Trade Asosiation) yang berasal
Maastricht-Belanda dan didirikan di Belanda tahun 1990. Dari beberapa yang mendukung
gerakan ini akhirnya sepakat untuk mendirikan sebuah lembaga yang bernama FINE yang
didirikan pada bulan november tahun 2001. Nama organisasi besar di ambil dari nama depan

14
FLO, IFAT, NEWS, dan EFTA. Selain membuka toko Fair Trade sebagai pendapatan utama,
Oxfam juga memberikan pelatihan peningkatan pelatihan, konsultasi, manajemen dan bantuan
modal bagi penembangan usaha kepada pengusah kecil dan perajin. Pada dekade 1980-an Oxfam
memperkenalkan sistem pejualan melalui post, dimana konsumen hanya menunjukan jenis
barang yang dibeli dalam katalog yang sudah disiapkan untuk konsumen. Konsumen dalam hal
ini hanya menunjukan nomor kartu kredit dan alamatnya maka konsumen hanya menunggu
pengiriman barang melalui post. Sistem ini mampu mendobrak volume penjualan barang-barang
Oxfam hingga ke angka satu juta poundsterling pertahunnya.

Perkembangan Fair Trade di Indonesia, tidak lepas dari peran Lembaga Swadaya
Masyarakat(LSM). Dalam hal ini fair trade sebagai sarana untuk membentuk kelompok-
kelompok yang memajukan ekonomui rakyat miskin. Dengan kata lain LSM-lah yang menjadi
penggerak dari fair trade tersebut. Dalam hal ini LSM memfasilitasi atau bergerak sebagai
importir terhadap produk para produsen kecil. Produk para produsen kecil tersebut kemudian
disalurkan ke kancah perdagangan internasional. Gerakan fair trade di Indonesia di upayakan
untuk kelompok lokal dapat mandiri dengan usaha mereka melalui pelatihan, serta pemberian
modal, benih atau peralatan yang dibutuhkan. Berikut ini adalah beberapa LSM yang bergerak di
jalur perdagangan fair trade. LSM yang menjadi pelopor pertama di Indonesia antara lain:
Yayasan Mitra Bumi Indonesia (MBI-Malang), dalam memperjuangkan kaum petani yang
mampu melahirkan produk pertanian organik. Yayasan Samadi Solo yang memperjuangkan
produk batik garmen, Yayasan Mitra Bali, Yayasan Pekerti Yogyakarta dan Yayasan Pekerti
Yogyakarta yang mengembangkan produk kerajinan tangan menggunakan jalur perdagangan
fair trade.

15
BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Sejak didirikannya WTO dapat ditarik kesimpulan dari paparan sebelumnya bahwa WTO
sudah menjalankan perdagangan bebas dengan baik namun dalam kacamata perdagangan yang
adil tentunya belum terlaksana secara demikian, dilihat dari latar belakang makalah ini terdapat
fenomena empiric yang mana WTO masih “berat sebelah” dan kurang berpihak kepada Negara
yang perekonomiannya lebih lemah dalam menangangi persengketaan internasional yang terjadi.
Karena hambatan yang dialami WTO adalah saat Sengketa dapat muncul ketika suatu negara
menetapkan suatu kebijakan perdagangan tertentu yang bertentangan dengan komitmennya di
WTO atau mengambil kebijakan yang kemudian dapat merugikan kepentingan negara lain.

1. Saran

Untuk mewujudkan perdagangan yang bebas dan adil atau Free and Fair Trade jika saya
menjadi Direktur Jenderal WTO nanti tentunya saya memiliki saran atau gagasan yaitu
melibatkan gerakan fair trade diseluruh Negara seperti OxfanGB inggris, fair trade Amerika
Serikat, dan Trans Fair Jerman yang didukung pula oleh didukung oleh organisasi independen
seperti FLO Fair Trade Llabelling Organitation) , IFAT (International Federtation for
Alternative Trade) , NEWS(Netwook of European World Shops), EFTA (European Fair Trade
Asosiation), maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang merupakan pelopor Fair di
Indonesia seperti Yayasan Mitra Bumi Indonesia (MBI-Malang), Yayasan Samadi Solo, Yayasan
Mitra Bali, Yayasan Pekerti Yogyakarta dan Yayasan Pekerti Yogyakarta untuk sama sama
bersinergi dalam membangun perdagangan bebas yang adil.

Dengan adanya kerjasama sesuai dengan teori pendekatan idealisme dapat dipastikan
bahwa WTO dapat mewujudkan Free and Fair Trade tanpa adanya intervensi dalam suatu
Negara.

16
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/kerjasama-multilateral/Pages/World-Trade-Organization-
(WTO).aspx

http://irwansyah-hukum.blogspot.co.id/2012/06/peranan-wto-dalam-perdagangan.html

https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JTS/article/viewFile/70/64

17
18

Anda mungkin juga menyukai