PENDAHULUAN
1
Air yang mengandung besi (Fe) cenderung menimbulkan rasa mual
apabila dikonsumsi selain itu dalam dosis yang besar dapat merusak organ-
organ dalam pada tubuh manusia. Besi merupakan salah satu mineral penting
yang dibutuhkan manusia. Dalam makanan, besi berupa ion-ion yaitu ion Fe2+
dan Fe3+. Jika jumlah yang dikonsumsi berlebihan maka akan membahayakan
kesehatan, seperti menyebabkan kerusakan hati, diabetes, dan penyumbatan
pembuluh jantung serta berdampak buruk bagi lingkungan, seperti timbulnya
warna coklat pada air (Darastha dkk, 2013).
Kadmium (Cd) memasuki badan perairan dari berbagai macam
kegiatan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Masuknya
bahan pencemar berupa kandungan logam berat tersebut sangat merugikan
bagi kehidupan karena sifatnya yang sangat beracun (Yudiati dkk, 2009).
Kadmium memiliki efek menaikkan resiko terjadinya kanker payudara,
penyakit kardiovaskular atau paru-paru, dan penyakit jantung. Efek lain yang
menunjukkan toksisitas kadmium adalah kegagalan fungsi ginjal, encok,
pembentukan artritis, juga kerusakan tulang (Istarani & Pandebesie, 2014).
Sejalan dengan dinamika keperluan masyarakat, maka masyarakat
cenderung memilih cara yang lebih praktis dengan biaya yang relatif murah.
Salah satu pemenuhan kebutuhan air minum yaitu air minum isi ulang. Meski
praktis tidak semua depot air minum isi ulang terjamin kualitas produknya.
Terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan Subardi Bali (2012) mengenai
kandungan logam berat timbal (Pb) dan cadmium (Cd) dalam air minum isi
ulang di Pekanbaru telah melebihi batas ambang yakni timbal (Pb) berkisar
antara 0,11-0,55 ppm untuk air baku dan 0,111,87 ppm untuk air isi ulang.
Sedangkan untuk logam cadmium (Cd) berkisar antara 0,22-0,52 ppm untuk
air baku dan 0,440,54 untuk air minum isi ulang (Nuraini dkk, 2015)
Umumnya, mata air dan air sumur mengandung konsentrasi ion
fluorida yang lebih tinggi dibandingkan air permukaan seperti danau dan
sungai. Kandungan ion fluorida dalam air dapat meningkat oleh adanya
kegiatan manusia seperti fluoridasi pada air, pembuangan limbah, dan
pengaruh dari kegiatan industri (Agus dkk, 2014).
2
Kalimantan Selatan banyak memiliki sungai-sungai, di mana
warganya sangat bergantung pada air sungai tersebut. Terpolusinya air
sungai di Kalimantan Selatan diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan warganya
sendiri, seperti proses industri, penambangan, dan pembuangan tinja oleh
warga di sekitar aliran sungai. Dengan semakin meluasnya kawasan
pemukiman penduduk, semakin meningkatnya produk industri rumah tangga,
serta semakin berkembangnya kawasan industri memicu terjadinya
peningkatan pencemaran pada air sungai. Salah satu sungai di Kalimantan
Selatan yang tercemar adalah sungai Kusan di Kabupaten Tanah Bumbu
(Fokus Batulicin, 2011).
Bapedalda Tanah Bumbu, mengatakan bahwa kondisi air diseluruh
sungai yang terdapat di Tanah Bumbu kini kondisinya sangat
menghawatirkan, karena telah tercemar berbagai kandungan logam berat dan
lainnya. Sehingga pihaknya menghimbau agar masyarakat tidak
mengkonsumsi air dari sungai yang ada di Tanah Bumbu. Cukup hanya untuk
mandi, dan mencuci pakaian saja karena bisa berpengaruh buruk terhadap
kualitas kesehatan, terutama dalam jangka waktu yang cukup lama (Fokus
Batulicin, 2011).
Unit Pelayanan Teknis (UPT) Laboratorium Lingkungan Balai
Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Tanah Bumbu merupakan instansi
yang bergerak di bidang pengendalian dampak lingkungan dalam kegiatannya
melakukan pengujian parameter kualitas lingkungan. Salah satu parameter
pengujian yang dilakukan adalah menentukan kualitas air. Untuk itu perlu
dilakukan analisis kandungan logam berat khususnya Pb, Fe dan Cd serta F-
dalam air sungai, mengingat banyaknya masyarakat di daerah Tanah Bumbu
yang menjadikan sungai sebagai sumber kehidupan.
3
3. Bagaimana hasil pengujian kandungan Cd Fe dan Pb serta F- dalam air
yang dilakukan di UPT. Laboratorium Lingkungan Hidup Kabupaten
Tanah Bumbu ?
1.3 Tujuan
Tujuan umum dilaksanakannya kerja praktik lapangan ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui pengendalian dampak lingkungan, serta keselamatan dan
pengawasan laboratorium di UPT. Laboratorium Lingkungan Hidup
Kabupaten Tanah Bumbu.
2. Mengetahui secara langsung jenis analisis di UPT. Laboratorium
Lingkungan Hidup Kabupaten Tanah Bumbu.
3. Mendapatkan pengalaman dan pengetahuan tentang proses-proses kimia
serta kegiatan-kegiatan analisis kimia pada instansi yang bersangkutan.
Tujuan khusus dilaksanakannya kerja praktik lapangan ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui metode pengujian Cd, Fe dan Pb dalam air dengan
menggunakan spektrofotometri AAS serta F- secara spektrofotometri UV-
VIS.
2. Mengetahui hasil pengujian Cd, Fe dan Pb serta F- dalam air yang di
lakukan di UPT. Laboratorium Lingkungan Hidup Kabupaten Tanah
Bumbu.
1.4 Manfaat
Manfaat yang dicapai dalam pelaksanaan kerja praktik lapangan ini
adalah:
1. Memberikan pengalaman kerja pada mahasiswa dengan praktik langsung
pada dunia kerja sebenarnya.
2. Terjalinnya kerjasama yang bersinergi antara institusi Universitas
Lambung Mangkurat dengan Badan Lingkungan Hidup Daerah Tanah
Bumbu.
3. Mendapatkan pengetahuan dan keterampilan mengenai pengujian
Kadmium, Fluorida, Besi dan Timbal pada sampel air sehingga
memperkaya pengetahuan mengenai teknik laboratorium.
4
1.5 Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah Studi Kepustakaan, yaitu
mengumpulkan data dan informasi melalui jurnal, buku dan internet yang
terkait dengan pokok bahasan dalam penulisan ini.
5
BAB II
SEJARAH DAN STRUKTUR ORGANISASI UPT LABORATORIUM
LINGKUNGAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP (DLH)
KABUPATENTANAH BUMBU
6
Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Tanah Bumbu. UPT Laboratorium
Lingkungan Bapedalda Tanah Bumbu merupakan UPT Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan Daerah Kabupaten Tanah Bumbu yang dipimpin oleh
seorang kepala yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah.
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Laboratorium Lingkungan Bapedalda
Tanah Bumbu mempunyai tugas melaksanakan kegiatan teknis operasional
dan atau kegiatan teknis penunjang dalam pengujian parameter kualitas
lingkungan, pelayanan pelanggan, penentu kebenaran, kehandalan pengujian
dan pengembangan sarana pengendalian dampak lingkungan, serta
keselamatan dan pengawasan laboratorium.
7
l. Ruang Kepala UPT. Lab. Lingkungan
m. Ruang staf laboratorium
n. Fasilitas IPAL, dll
8
- Kiki Nur Wulandari, S.Si(Analis–Tenaga Kontrak)
2.4.2 Struktur Organisasi UPT Laboratorium Lingkungan Kab. Tanah
Bumbu
PEMBINA
Kepala Dinas Lingkungan
Hidup
MANAJER PUNCAK
Kepala UPT Laboratorium
Lingkungan
DEPUTI
DEPUTI MANAJER PELAKSANA
MANAJER MUTU TEKNIS ADMINISTRASI
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
10
Cadmium (Cd) merupakan logam berat yang sangat berbahaya karena
tidak dapat dihancurkan (non degradable) oleh organisme hidup dan dapat
terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan
membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik.
Gbaruko dan Friday, menyatakan bahwa logam berat Cadmium (Cd) secara
alami merupakan komponen yang terdapat pada lapisan bumi dan dapat
memasuki perairan melalui rangkaian proses geokimia dan aktivitas manusia
(Wahid dkk, 2014).
Keberadaan Cd dalam sedimen diduga berasal dari proses-proses
alami seperti abrasi dari sungai dan aktivitas masyarakat, seperti pembuangan
limbah pasar dan limbah rumah tangga, kemudian terbawa oleh air dan angin
kemudian terendapkan dalam sedimen. Menurut Nordic (2003) sumber-
sumber logam berat Cd di laut, berasal dari sumber yang bersifat alami dari
lapisan kulit bumi seperti masukan dari daerah pantai yang berasal dari
sungai-sungai dan abrasi pantai akibat aktivitas gelombang, masukan dari laut
dalam yang berasal dari aktivitas geologi gunung berapi laut dalam, dan
masukan dari udara yang berasal dari atmosfer sebagai partikel-partikel debu
(Rumahlatu, 2011).
3.3 Fluorida (Ion Fluorida)
Fluor (F), unsur kimia yang paling reaktif dari unsur-unsur halogen
lainnya, kelompok 17 (Group VIIA) dari tabel periodik. Fluor adalah unsur
yang paling elektronegatif dan ukuran atomnya kecil. Fluor dalam air
ditemukan dalam bentuk ion fluorida, karena kecenderungan kuat dari atom F
untuk menarik elektron (Arul, 2013). Fluorida adalah salah satu senyawa
kimia yang terbukti dapat menyebabkan efek terhadap kesehatan melalui air
minum. Fluorida terdapat luas di alam, baik di udara maupun diberbagai
sumber lainnya seperti makanan dan minuman yang dikonsumsi sehari-hari.
Adanya asupan fluorida dari berbagai sumber pangan diantaranya seperti air,
daging, dan ikan menyebabkan asupan fluorida meningkat (Astriningrum
dkk, 2013).
Keberadaan fluorida dalam air berasal dari degradasi mineral
persenyawaan fluorida dan ada dalam air tanah. Kadar ion fluorida dalam air
11
tanah bergantung pada sifat geologis, kimia dan fisika serta iklim dari suatu
area atau daerah. Mohaptra, dkk. 2009 dalam tulisannya menyatakan bahwa
di beberapa wilayah di dunia khususnya di daerah tropis ditemukan fluorida
dalam konsentrasi tinggi, sampai lebih dari 30 mg/L ada di air tanah.
Umumnya, mata air dan air sumur mengandung konsentrasi ion fluorida yang
lebih tinggi dibandingkan air permukaan seperti danau dan sungai.
Kandungan ion fluorida dalam air dapat meningkat oleh adanya kegiatan
manusia seperti fluoridasi pada air, pembuangan limbah, dan pengaruh dari
kegiatan industri (Agus dkk, 2014).
Penetapan kadar fluorida dapat dilakukan dengan berbagai metode,
antara lain dengan kromatografi ion, ion selective electrode, dan kolorimetri.
Diantara metode yang disarankan untuk penentuan ion fluorida dalam air,
metode elektroda dan kolorimetri merupakan metode yang paling memuaskan
pada saat ini. Pada laporan ini digunakan metode spektrofotometer setelah
penambahan pereaksi SPADNS-asam zirkonil untuk mengetahui kadar
fluorida dalam air limbah (Astriningrum, 2010).
12
kebutuhan akan unsur tersebut dalam mengatur metabolisme tubuh dan
pembentukan sel darah merah, namun jika jumlah yang dikonsumsi terlalu
berlebihan maka akan membahayakan kesehatan, seperti menyebabkan
kerusakan hati, diabetes, dan penyumbatan pembuluh jantung serta
berdampak buruk bagi lingkungan, seperti timbulnya warna coklat pada air
(Darastha dkk, 2013).
Tingginya kandungan logam Fe akan berdampak terhadap kesehatan
manusia diantaranya bisa menyebabkan keracunan (muntah), kerusakan usus,
penuaan dini hingga kematian mendadak, radang sendi, cacat lahir, gusi
berdarah, kanker, sirosis ginjal, sembelit, diabetes, diare, pusing, mudah lelah,
hepatitis, hipertensi, insomnia (Supriyantini & Hadi, 2015).
3.5 Timbal (Pb)
Timbal mempunyai nomor atom 82, berat molekul 207,19 dan berat
jenis 11,34. Timbal berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan dengan
titik leleh 327,5 0C dan titik didih pada tekanan atmosfer 1740 0C. Secara
alami Pb ditemukan di permukaan air. Kadar Pb pada air telaga dan air
sungai adalah sebesar 1 -10 μg/liter. Dalam air laut kadar Pb lebih rendah dari
dalam air tawar. Logam berat Pb yang berasal dari tambang dapat berubah
menjadi PbS, PbCO3, PbSO4 dan ternyata golena merupakan sumber utama
Pb yang berasal dari tambang (Durotul, 2014).
Timbal (Pb) merupakan logam yang bersifat neurotoksin yang dapat
masuk dan terakumulasi dalam tubuh manusia sehingga bahayanya terhadap
tubuh semakin meningkat. Dampak akumulasi timbal (Pb) dalam tubuh
manusia yaitu pada anak dapat menyebabkan gangguan pada fase awal
pertumbuhan fisik dan mental yang kemudian berakibat pada fungsi
kecerdasan dan kemampuan akademik. Dalam jangka lama timbal (Pb)
terakumulasi pada gigi, gusi dan tulang. Jika konsentrasi timbal (Pb)
meningkat, akan terjadi anemia dan kerusakan fungsi otak serta kegagalan
fungsi ginjal sedangkan keracunan timbal (Pb) pada orang dewasa ditandai
dengan gejala seperti pucat, sakit dan kelumpuhan (Nuraini dkk, 2015).
3.6 Spektrofotometer Serapan Atom
13
Spektrofotometer (AAS) merupakan alat yang menerapkan prinsip
kerja ini dan bisa digunakan untuk menentukan konsentrasi logam berat yang
terkandung dalam air. Prinsip kerja Spektrofotometer (AAS) pada dasarnya
merupakan penyerapan sinar dengan panjang gelombang tertentu oleh atom-
atom yang di bebaskan oleh nyala. Secara rinci prosesnya dimulai dari sampel
yang akan dianalisis berupa cairan, sampel kemudian dihisap ke dalam ruang
14
sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm
(Dachriyanus, 2004).
Spektrofotometer Uv-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur
transmitansi, reflektansi dan absorbsi dari cuplikan sebagai fungsi dari
panjang gelombang. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan
panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Jadi spektrofotometer
digunakan untuk mengukur energi cahaya secara relatif jika energi tersebut
ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum sinar
tampak yang sinambung dan monokromatis. Sel pengabsorbsi untuk
mengukur perbedaan absorbsi antara cuplikan dengan blanko ataupun
pembanding (Yanto, 2013).
15
BAB IV
METODOLOGI KERJA PRAKTIK LAPANGAN
16
4.2.3 Pengujian Fe
Alat-alat yang digunakan adalah Spektrofotometer Serapan Atom
(SSA)-nyala, lampu katoda berongga (Hollow Cathode Lamp/HCL) besi,
gelas piala 100 mL dan 250 mL, pipet volumetrik 10 mL dan 50 mL, labu
ukur 50 mL; 100 mL; dan 1000 mL, Erlenmeyer 100 mL, corong gelas, kaca
arloji, pemanas listrik, seperangkat alat saring vakum, saringan membran
dengan ukuran pori 0,45 μm, timbangan analitik dengan ketelitian 0,0001 g,
dan labu semprot.
Bahan-bahan yang digunakan adalah air bebas mineral, asam nitrat
(HNO3) pekat p.a., larutan standar logam besi (Fe), gas asetilen (C2H2) HP
dengan tekanan minimum 100 psi, larutan pengencer HNO3 0,05 M, larutan
pencuci HNO3 5% (v/v), larutan kalsium, dan udara tekan.
4.2.4 Pengujian Pb
Alat-alat yang digunakan adalah Spektrofotometer Serapan Atom
(SSA) tungku karbon, alat pemanas, labu ukur 50 mL; 100 mL; dan 1000 mL,
gelas piala 100 mL, pipet volumetrik 1mL; 2 mL; 5 mL; dan 10 mL, kaca
arloji berdiameter 5 cm, gelas ukur 100 mL, pipet ukur 10 mL, alat penyaring
dengan ukuran pori 0,45 μm dilengkapi dengan filter holder,dan pompa serta
kertas saring.
Bahan-bahan yang digunakan adalah larutan induk timbal 100 mg/L,
asam nitrat (HNO3) pekat, air bebas logam, dan gas argon.
4.3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan meliputi pengujian kandungan logam
Zn, Fe dan Pb secara spektrofotometri AAS serta pengujian F- secara
spektrofotometri UV-VIS.
4.3.1 Prosedur Pengujian Cd
a. Persiapan Contoh Uji Kadmium Terlarut
Contoh uji yang telah disaring dengan saringan membran berpori
0,45μm disiapkan dan diawetkan kemudian contoh uji siap diukur.
b. Persiapan Contoh Uji Cd Total
Contoh uji dibuat homogen dan dimasukkan 50 mL contoh uji ke
dalam gelas piala 100 mL atau erlenmeyer 100 mL kemudian ditambahkan 5
17
mL HNO3 pekat ditutup dengan kaca arloji. Apabila menggunakan gelas piala
sedangkan ditutup dengan corong. Apabila menggunakan erlenmeyer serta
dipanaskan perlahan-lahan sampai sisa volumenya 15 mL sampai dengan 20
mL. Apabila didestruksi belum sempurna (tidak jernih) ditambahkan lagi 5
mL HNO3 pekat kemudian ditutup dengan kaca arloji. Apabila menggunakan
gelas piala sedangkan ditutup dengan corong. Apabila menggunakan
erlenmeyer serta dipanaskan lagi (tidak mendidih).
Selanjutnya dilakukan proses ini secara berulang sampai semua logam
larut, yang terlihat dari warna endapan dalam contoh uji menjadi agak putih
atau contoh uji menjadi jernih kemudian dibilas kaca arloji dan dimasukkan
air bilasannya ke dalam gelas piala selanjutnya dipindahkan contoh uji ke
dalam labu ukur 50 mL (saring bila perlu) dan ditambahkan air bebas mineral
sampai tepat tanda tera lalu contoh uji siap diukur serapannya.
c. Pembuatan Larutan Baku Logam kadmium 10 mg/L
10 mL larutan induk kadmium 100 Cd/L dipipet dan dimasukkan ke
dalam labu ukur 100 mL kemudian ditambahkan larutan pengencer hingga
tanda tera dan dibuat homogen.
d. Pembuatan Larutan Kerja Logam Kadmium
Deret larutan kerja dibuat dengan 1 (satu) blanko minimal 3 (tiga)
kadar yang berbeda secara proporsional dan berada pada rentang pengukuran.
e. Pembuatan Kurva Kalibrasi Kadmium
Alat SSA diatur dan dioptimasikan sesuai petunjuk penggunaan alat
untuk pengukuran kadmium selanjutnya diaspirasikan larutan blanko ke
dalam SSA-nyala kemudian diatur serapan hingga nol selanjutnya
diaspirasikan larutan kerja satu persatu ke dalam SSA-nyala, lalu diukur
serapannya pada panjang gelombang 213,9 nm dan dicatat setelah itu
dilakukan pembilasan pada selang aspirator dengan larutan pengencer
selanjutnya dibuat kurva kalibrasi dari data pada butir di atas serta ditentukan
persamaan garis lurusnya, jika (r) < 0,995 diperiksa kondisi alat dan diulangi
langkah diatas hingga diperoleh r ≥ 0,995.
18
f. Cara Uji Kadmium
Contoh uji diaspirasikan ke dalam SSA-nyala dan diukur serapannya
pada panjang gelombang 213,9 nm, bila diperlukan dilakukan pengenceran
kemudian dicatat hasil pengukurannya.
4.3.2 Prosedur Pengujian Fluorida
Fluorida bereaksi dengan larutan campuran SPADNS-asam zirkonil
menyebabkan berkurangnya warna larutan. Pengurangan warna ini sebanding
dengan banyaknya unsur fluorida dalam sampel yang kemudian diukur
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 570 nm.
a. Larutan Baku Fluorida 10 mg F-/L
50 mL larutan induk 100 mg F-/L dipipet dan dimasukkan ke dalam
labu ukur 500 mL kemudian ditambahkan air suling sampai tepat pada tanda
tera dan dibuat homogen.
b. Larutan Kerja Fluorida
0 mL; 2 mL; 5 mL; 8 mL; 10 mL; 12 mLdan 15 mL larutan baku
fluorida yang mengandung 10 mg F-/L dipipet dan dimasukkan masing-
masing ke dalam labu ukur 100 mL kemudian ditambahkan air suling sampai
tepat pada tanda tera dan dibuat homogen sehingga diperoleh kadar fluorida
0,0 mg F-/L; 0,2 mg F-/L; 0,5 mg F-/L; 0,8 mg F-/L; 1,0 mg F-/L; 1,2 mg F-
/Ldan 1,5 mg F-/L.
c. Larutan Campuran Asam Zirkonil-SPADNS
Larutan asam zirkonil dan larutan SPADNS dicampurkan dengan
volume yang sama.
d. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Spektrofotometer dioptimalkan untuk pengujian kadar fluorida sesuai
dengan pengoperasian alat kemudian ke dalam masing-masing larutan kerja
pada ditambahkan 10,0 mL larutan campuran SPADNS dan asam zirkonil
selanjutnya diaduk hingga homogen kemudian diatur spektrofotometer hingga
nilai serapannya nol dengan larutan blanko selanjutnya diukur serapan
masing-masing larutan baku dan dicatat kemudian dibuat kurva kalibrasi yang
menunjukkan hubungan antara kadar fluorida dengan pembacaan serapannya
dan ditentukan persamaan garis lurusnya (regresi liniernya).
19
e. Prosedur Pengujian Contoh Uji F-
50 mL contoh uji atau yang telah diencerkan menjadi 50 mL dengan
air suling dipipet kemudian ditambahkan 10 mL larutan campuran SPADNS-
asam zirkonil serta dikocok hingga homogen selanjutnya diukur serapannya
dan dicatat, apabila serapan contoh uji berada di luar serapan kurva kalibrasi
standar maka diulangi pengujian dengan menggunakan contoh uji yang telah
diencerkan.
4.3.3 Prosedur Pengujian Fe
a. Persiapan Contoh Uji Besi Terlarut
Contoh uji yang telah disaring dengan saringan membran berpori
0,45μm disiapkan dan diawetkan kemudian contoh uji siap diukur.
b. Persiapan Contoh Uji Besi Total
Contoh uji dibuat homogen dan dimasukkan 50 mL contoh uji ke
dalam gelas piala 100 mL atau erlenmeyer 100 mL kemudian ditambahkan 5
mL HNO3 pekat ditutup dengan kaca arloji. Apabila menggunakan gelas piala
sedangkan ditutup dengan corong. Apabila menggunakan erlenmeyer serta
dipanaskan perlahan-lahan sampai sisa volumenya 15 mL sampai dengan 20
mL. Apanila didestruksi belum sempurna (tidak jernih) ditambahkan lagi 5
mL HNO3 pekat kemudian ditutup dengan kaca arloji. Apabila menggunakan
gelas piala sedangkan ditutup dengan corong. Apabila menggunakan
erlenmeyer serta dipanaskan lagi (tidak mendidih).
Selanjutnya dilakukan proses ini secara berulang sampai semua logam
larut, yang terlihat dari warna endapan dalam contoh uji menjadi agak putih
atau contoh uji menjadi jernih kemudian dibilas kaca arloji dan dimasukkan
air bilasannya ke dalam gelas piala selanjutnya dipindahkan contoh uji ke
dalam labu ukur 50 mL (saring bila perlu) dan ditambahkan air bebas mineral
sampai tepat tanda tera lalu contoh uji siap diukur serapannya.
c. Pembuatan Larutan Baku Logam Besi 10 Fe/L
10 mL larutan induk besi 100 Fe/L dipipet dan dimasukkan ke dalam
labu ukur 100 mL kemudian ditambahkan larutan pengencer hingga tanda
tera dan dibuat homogen.
d. Pembuatan Larutan Kerja Logam Besi
20
Dibuat deret larutan kerja dengan 1 (satu) blanlo minimal 3 (tiga)
kadar yang berbeda secara proporsional dan berada pada rentang pengukuran.
21
b. Pembuatan Larutan Baku Timbal 10 mg/L
10 mL larutan induk timbal 100 mg/L dipipet dan dimasukkan ke
dalam labu ukur 100 mL kemudian ditambahkan larutan pengencer hingga
tanda tera dan dibuat homogen.
c. Pembuatan Larutan Baku Timbal 1 mg/L
10 mL larutan induk timbal 10 mg/L dipipet dan dimasukkan ke dalam
labu ukur 100 mL kemudian ditambahkan larutan pengencer hingga tanda
tera dan dibuat homogen.
d. Pembuatan Larutan Kerja Timbal
Larutan baku timbal 1 mg/L dipipet 0 mL; 1 mL; 2 mL; 5 mL; dan 10
mL dan dimasukkan masing-masing ke dalam labu ukur 100 mL kemudian
ditambahkan larutan pengencer hingga tanda tera dan dibuat homogen
sehingga dapat kadar timbal 0 μg/L; 10 μg/L; 20 μg/L; 50 μg/L dan 100 μg/L.
e. Pembuatan Kurva Kalibrasi Timbal
Alat SSA diatur dan dioptimasikan sesuai petunjuk penggunaan alat
untuk pengukuran timbal kemudian disuntikkan larutan kerja ke dalam
tungku karbon dan dipanaskan tungku karbon selanjutnya dicatat serapannya,
diulangi hal yang sama untuk larutan kerja lainnya selanjutnya dibuat kurva
kalibrasi dari data diatas, dan atau ditentukan persamaan garis lurusnya.
f. Cara Uji Timbal
Contoh uji disuntikkan ke dalam tungku karbon alat SSA dan
dipanaskan tungku karbon selanjutnya dicatat serapannya.
22
BAB V
EVALUASI PELAKSANAAN KERJA PRAKTIK LAPANGAN
23
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Cd
6.1.1 Hasil Pengujian Cd
Tabel Pengamatan 6.1.1.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi
Persamaan
Nilaistandar Koefisien
No. Absorbans(y) regresi
(mg/l)(x) korelasi (r)
(y = a + bx)
1. 0,00 0,00268 y = 0,28382x + r = 0,9994
2. 0,05 0,01702 0,0064
3. 0,3 0,09733
4. 0,6 0,17374
5. 0,8 0,23416
6 1,0 0,29548
7 1,5 0,43797
8 2 0,56698
97/A 0,9929
50 1 0,0147 49 0,9870 1 97,23 %
L/II 0,9811
24
6.1.2 Perhitungan Pengujian Cd
a) % Recovery
Rumus Persen temu balik (% recovery) menurut SNI 6989.16:2009 adalah:
A−B
% recovery = 𝑥 100%
𝐶
Keterangan:
A = Konst. Sample uji yang di spike
B = Konst. Sample uji yang tidak di spike
C = Konst. Standar yang di peroleh ( target value )
Diketahui:
A = 0,9870
B = 0,0147
C=1
Ditanya : % Recovery?
Jawab:
0,9870 − 0,0147
% Recovery = 𝑥 100%
1
= 97,23 %
b) % RPD
Persen RPD menurut SNI 6989.16:2009 dirumuskan sebagai berikut:
ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 − 𝑑𝑢𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
% RPD = 𝑥 100%
(ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 + 𝑑𝑢𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛)/2
0,0103−0,0095
= (0,0103+0,0095)/2 x 100%
= 8%
25
pembuatan larutan standar, pembuatan kurva kalibrasi, penentuan kadar
logam Cd dalam air dan analisis data.
a. Preparasi Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cuplikan air
permukaan berupa air sumur dan air sungai, serta air limbah yang berasal
dari berbagai instansi. Sampel yang diamati berjumlah 5 sampel dengan
nomor seri masing-masing yaitu 50/AL/II.1 ; 50/AL/II/2 ; 62/AP/II ;
63/AP/II dan 97/AL/II. Sampel tersebut tidak bisa langsung diuji, maka
sampel diawetkan terlebih dahulu dengan cara menambahkan HNO3 dan
ditempatkan pada botol plastik (Polyethylene). Pada sampel air permukaan
sebelum dilakukan pengujian disaring dengan kertas saring terlebih dahulu.
Penyaringan ini bertujuan untuk menghilangkan pengotor yang terdapat
dalam air tersebut. Sedangkan sampel air limbah dilakukan destruksi untuk
menghilangkan pengotor. Analisis ini dilakukan secara spektrofotometri
serapan atom (SSA) yang sangat sensitif, oleh karena itu adanya pengotor
didalam sampel dapat menyumbat pipet kapiler pada SSA tersebut. Jadi
sampel yang akan dianalisis harus bebas dari pengotor. Sampel yang sudah
dilakukan perlakuan tadi dimasukkan ke dalam kuvet-kuvet kecil dan siap
untuk dianalisis.
b. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Pembuatan kurva kalibrasi diawali dengan pembuatan beberapa
larutan standar Cd, dari larutan induk siap pakai 1000 ppm kemudian
larutan tersebut diencerkan menjadi 50 ppm pada labu ukur 250 mL, dengan
akuades hingga tanda tera dan dibuat homogen, larutan ini disebut sebagai
larutan baku. Selanjutnya larutan baku tadi diencerkan lagi hingga diperoleh
larutan kerja dengan deret konsetrasi 0,0 ppm sebagai blanko; 0,05 ppm;
0,07 ppm; 0,09 ppm; 0,3 ppm; 1,0 ppm dan 1,5 ppm. Caranya dengan
mengambil dari larutan baku yang telah tersedia yaitu dengan konsentrasi 50
ppm sesuai dengan perhitungan, misalnya untuk membuat konsentrasi 0,05
ppm maka larutan yang diambil dari larutan baku adalah sebesar 0,25 mL
dan dimasukkan kedalam labu 250 mL selanjutnya ditera dengan air suling
serta dibuat homogen. Setelah itu larutan standar dimasukkan ke dalam
26
kuvet-kuvet besar dan siap dianalisis. Larutan standar tersebut akan
diaspirasikan ke dalam SSA-nyala satu persatu, kemudian diukur
serapannya pada panjang gelombang 228,8 nm.
Pengukuran konsentrasi larutan standar yang dibuat dibaca sebanyak
tiga kali dan dipilih dua dari hasil pengukuran yang nilai konsentrasinya
dekat. Hasil pengukuran konsentrasi larutan standar yang dibuat nilainya
hampir dekat dengan konsentrasi larutan standar yang diinginkan, pada
konsentrasi 0,05 ppm nilai yang terukur adalah 0,0413 ppm, pada
konsentrasi 0,07 ppm nilai yang terukur adalah 0,0692 ppm, pada
konsentrasi 0,09 ppm nilai yang terukur adalah 0,0883 ppm, pada
konsentrasi 0,3 ppm nilai yang terukur adalah 0,3148 ppm, pada konsentrasi
1 ppm nilai yang terukur adalah 1,0221 ppm, dan pada konsentrasi 1,5 ppm
nilai yang terukur adalah 1,4829 ppm. Absorbansi yang didapat secara
berturut-turut adalah –0,0013; 0,01510; 0,02436; 0,03071; 0,10588; 0,34061
dan 0,49351. Dapat dilihat bahwa semakin naik nilai konsentrasi maka nilai
absorbansinya juga akan semakin naik dengan kata lain konsentrasi
berbanding lurus dengan absorbansi, hal ini sesuai dengan hukum Lambert-
Beer. Berdasarkan kurva kalibrasi yang telah dibuat koefisien korelasi (R2)
adalah sebesar 0,9994 hal ini memenuhi syarat uji linieritas larutan dimana
uji linieritas terpenuhi bila harga koefisien korelasi mendekati nilai 1.
Berikut dibawah ini adalah gambar kurva kalibrasi :
0.5 0.4935
0.4
0.3406
Absorbansi
0.3
0.2
y = 0,33187x + 0,0014
0.1 0.1058 R² = 0,9994
0.0307
0.0243
0.0151
0 -0.0013
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6
-0.1
Konsentrasi
27
Gambar 2. Kurva Kalibrasi Cd
c. Penentuan Kadar Logam Cd dalam Sampel dan Analisis Data
Sampel yang di uji kandungan kadmiumnya adalah air limbah dan
air permukaan. Pada hasil pengukuran menggunakan AAS Thermo dibaca
sebanyak tiga kali tetapi dipilih dua hasil pengukuran dengan nilai
konsentrasi yang hampir sama atau bahkan sama. Dapat di lihat dari tabel
6.1.2 hasil pengukuran sampel telihat bahwa kandungan kadmium pada air
limbah dan air permukaan ada tetapi sangat kecil. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah No 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air Kelas Satu yaitu kadar maksimum kadmium
yang diperbolekan adalah 0,01 mg/l yang dapat digunakan untuk air baku,
air minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tesebut. Pengujian ini beracu pada Standar Nasional
Indonesia, SNI dengan no 6989.16:2009. Penelitian ini juga dilengkapi
dengan pengendalian mutu yaitu kontrol akurasi menggunakan spike matrix
untuk salah satu larutan standar dan kontrol ketelitian analisis menggunakan
% RPD dengan melakukan duplo sebanyak 1 kali untuk setiap 10 sampel
atau sampel kurang dari 10.
Kisaran persen temu balik (% recovery) harga spike yang ditentukan
dalam SNI.6989.16:2009 adalah 85%-115%, sedangkan untuk RPD
(perbedaan persen relativ) ≥10%. Dari data yang didapat setelah dilakukan
perhitungan bahwa nilai % recovery spike untuk sampel 97/AL/II adalah
97,23%. Nilai tersebut menunjukan bahwa hasil analisis bersifat akurat
karena harga % recovery spike yang didapat dari pengukuran masuk dalam
ranges data standar yang dikeluarkan SNI 6989.16:2009. Begitu juga
dengan hasil pengukuran % RPD yang didapat sebesar 8% dari sampel
duplo 53/AL/II. Data tersebut menunjukkan bahwa proses analisis yang
dilakukan oleh analis dapat dikatakan akurat dan tepat karena hasil
pengukuran %RPD yang didapat masuk dalam ranges data standar Badan
Standar Nasional Indonesia (SNI) 6989.16 tahun 2009. Kadar logam timbal
(Cd) pada sampel air limbah dan air permukaan dengan kode 50/AL/II.1 ;
28
50/AL/II.2 ; 62/AP/II.2 ; 63/AP/II ; dan 97/AL/II berturut-turut adalah -
0,0103 ppm ; -0,0095 ppm ; -0,0090 ppm ; -0,0109 ppm ; dan 0,0147 ppm.
29
ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 − 𝑑𝑢𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
% RPD = 𝑥 100%
(ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 + 𝑑𝑢𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛)/2
0,6605−0,6605
= (0,6605+0,06605)/2 x 100%
= 0%
Pengujian Fluorida
Pengujian ini dilakukan untuk menguji kadar Fluorida (F-) dalam air
bersih (AB), dan air minum (AM) secara spektrofotometri yang dilakukan
dalam beberapa tahapan meliputi pembuatan larutan, pembuatan larutan
30
diamati berjumlah 10 sampel dengan nomor seri masing-masing yaitu
412/AB/I, 33/AB/II, 34/AM/II, 189/AB/II, 190/AB/II, 191/AB/II.1,
192/AB/II.2, 193/AB/II.2, 194/AM/II.2, dan 195/AM/II.2. Sampel
diawetkan terlebih dahulu dengan cara menambahkan HNO3 dan
ditempatkan pada botol plastik (Polyethylene). Sampel air yang keruh
sebelum dilakukan pengujian disaring dengan kertas saring terlebih dahulu.
Penyaringan ini bertujuan untuk menghilangkan pengotor yang terdapat
dalam air tersebut. Seda ngkan untuk sampel air bersih dan air minum dapat
langsung diuji. Pada pengujian ini, sampel yang akan diuji dipipet sebanyak
50 mL atau yang telah diencerkan menjadi 50 mL dengan akuades
kemudian ditambahkan 10 mL larutan campuran SPADNS-asam zirkonil
dan dibuat homogen selanjutnya sampel siap diuji.
b. Pembuatan Larutan Baku dan Larutan Standar
Larutan baku dibuat dari larutan induk yang telah tersedia yaitu
larutan induk dengan konsentrasi 100 ppm, caranya dipipet 50 mL larutan
induk dan dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL kemudian ditera dengan
akuades sampai tanda tera serta dibuat homogen. Larutan ini adalah larutan
baku fluorida 10 mg F-/L. Selanjutnya adalah pembuatan larutan standar,
dengan cara dipipet 0 mL; 2 mL; 4 mL; 5 mL; 8 mL; 10 mL dan 15 mL
larutan baku fluorida 10 mg F-/L dan dimasukkan kedalam dalam labu ukur
100 mL kemudian ditera dengan akuades sampai tanda tera dan
dihomogenkan. Selanjutnya larutan dapat digunakan dalam pembuatan
kurva kalibrasi.
c. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Pembuatan kurva kalibrasi diawali dengan pembuatan larutan
standar. Larutan standar yang telah dibuat ditambahkan dengan 10 mL
campuran larutan SPADNS dan asam zirkonil kemudian diaduk sampai
homogen. Sebaiknya penambahan campuran larutan SPADNS dan asam
zirkonil pada larutan standar juga dilanjutkan langsung ke sampel dan
setelah ditambahkan harus segera dianalisis. Karena apabila tidak langsung
dianalisis dikhawatirkan pada larutan standar dan sampel akan rusak.
31
Kemudian larutan siap diuji dengan menggunakan spektrofotometer UV-
VIS pada panjang gelombang 570 nm.
Hasil pengukuran konsentrasi larutan standar, dapat dilihat bahwa
grafik pada pengujian fluorida ini semakin tinggi konsentrasi maka nilai
absorbansinya akan semakin turun dengan kata lain konsentrasi berbanding
terbalik dengan absorbansi. Berdasarkan kurva kalibrasi yang telah dibuat
koefisien korelasi (R2) adalah sebesar 0,99767 hal ini memenuhi syarat uji
linieritas larutan, karena pada SNI 06-6989.29-2005 koefisien korelasi (R2)
lebih besar atau sama dengan 0,95. Berikut dibawah ini adalah gambar
kurva kalibrasi :
y = -0.2592x + 0.7013
Kurva Standar F R² = 0.9978
0.8
0.7
0.6
0.5
WL570
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4
Konsentrasi (Ppm)
32
kadar maksimum fluorida yang diperbolekan adalah 0,5 mg/l yang dapat
digunakan untuk air baku, air minum dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tesebut. Pengujian
ini beracu pada Standar Nasional Indonesia, SNI dengan no 06-6989.29-
2005. Ruang lingkup metode ini untuk kadar fluorida sampai dengan 1,40
mg/L. Bila lebih tinggi, maka sampel tersebut harus diencerkan. Pengujian
ini juga dilengkapi dengan pengendalian mutu yaitu kontrol ketelitian
analisis menggunakan % RPD dengan persentase ≤ 5% pada hasil
perhitungannya % RPD 0%. Kadar fluorida (F-) pada sampel air bersih, dan
air minum dengan kode 412/AB/I, 33/AB/II, 34/AM/II, 189/AB/II,
190/AB/II, 191/AB/II.1, 192/AB/II.2, 193/AB/II.2, 194/AM/II.2, dan
195/AM/II.2 berturut-turut adalah -2,0455; -1,084 Ppm; -1,5465 Ppm; -
1,539 Ppm; -1,616 Ppm; -1,471 Ppm; -0,340 Ppm; -0,351 Ppm; -0,556 Ppm
dan -1,3775 Ppm.
6.3 Fe
6.3.1 Hasil Pengujian Fe
33
No Jenis Nomor Konsentrasi Rata-Rata Abs % RPD
Sampel Seri (mg/l) Konsentrasi
Sampel (mg/l)
1. AL 52/AL/II.1 0,4421 0,4445 0,0240 rata-rata=
0,4469 0,4800
2. AL 52/AL/II.2 0,4619 0,4630 0,0248 RPD =
0,4641 3,85 %
3. AL 44/AL/II 0,0341 0,0347 0,0053
0,0352
4. AP 62/AP/II 0,0632 0,0637 0,0066
0,0642
5. AM 103/AM/II -0,0845 -0,0868 -0,0001
-0,0892
44/A 1,0250
50 1 0,0347 49 1,0257 1 99,1%
L/II 1,0265
A−B
% recovery = 𝑥 100%
𝐶
Keterangan:
A = Konst. Sample uji yang di spike
B = Konst. Sample uji yang tidak di spike
C = Konst. Standar yang di peroleh ( target value )
Diketahui:
A = 1,0257
B = 0,0347
C=1
34
Ditanya : % Recovery?
Jawab:
1,0257 − 0,0347
% Recovery = 𝑥 100%
1
= 99,1 %
b) % RPD
Persen RPD menurut SNI 6989.4:2009 dirumuskan sebagai berikut:
ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 − 𝑑𝑢𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
% RPD = 𝑥 100%
(ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 + 𝑑𝑢𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛)/2
0,4445−0,4630
= (0,4445+0,4630)/2 x 100%
= 3,85 %
35
Preparasi sampel harus dikondisikan asam supaya tidak terbentuk
endapan. Dalam hal ini, sampel ditambahkan dengan cairan HNO3 pekat. Hal
ini bertujuan untuk mendestruksi partikel koloid menjadi larutan jernih
(larutan sejati) dengan cara membentuk garam nitrat yang dapat larut dalam
air. Kondisi koloid akan menghambat aliran sampel pada pipa kapiler,
sehingga larutan sampel harus jernih supaya alirannya tidak terhambat,
sehingga proses atomisasi akan optimal. Dalam preparasi ini, dikondisikan
pada pH 2, karena logam Fe akan terionisasi sedangkan jika pH-nya lebih
tinggi, maka logam akan mengendap dan akan sulit untuk di analisis. Selain
itu, pH 2 digunakan dengan tujuan untuk mencegah korosi pada pipa kapiler
alat AAS yang telah dikondisikan untuk pH 2. Apabila dalam sampel masih
terdapat partikulat-partikulat yang belum larut, maka dilakukan penyaringan
terlebih dahulu dengan kertas whattman.
Mengkalibrasi alat AAS, dilakukan pembuatan larutan blanko HNO3
dengan pH 2, dimana pada saat pengukuran larutan blanko menunjukkan
absorbansi -0,0002 yang berarti dalam larutan tersebut tidak mengandung
logam Fe. Selain itu, dilakukan juga pembuatan larutan kerja Fe dari larutan
stock yang tersedia dengan beberapa konsentrasi, yaitu 0,2 ppm, 0,5 ppm, 0,8
ppm, 1 ppm, 1,5 ppm, 2 ppm, 5 ppm dan 6,5 ppm. Larutan kerja ini akan
digunakan untuk membuat kurva kalibrasi standar yang digunakan sebagai
metode dari analisis kuantitatif yang dilakukan dalam penentuan konsentrasi
Fe dalam sampel air ini.
Alat AAS dikondisikan dengan menentukan parameter pengukuran,
diantaranya bahan bakar yang digunakan adalah asetilen dengan oksidan
udara yang perbandingannya yaitu 2 : 4, lamp current-nya 15 mA dengan
panjang gelombang 248,3 nm dan energi 67%. Sumber sinar yang digunakan
dari Hollow Cathode dengan katode yang sesuai dengan logam yang akan di
ukur, yaitu katode Fe dan anodanya adalah tungsten.
Pengukuran larutan kerja dilakukan berurutan dari konsentrasi
terendah sampai tertinggi dan data yang diperoleh dibuat kurva kalibrasinya
antara konsentrasi terhadap absorbansi dan diperoleh persamaan regresi y =
0,04548x + 0,0038 dengan koefisien korelasi (r) = 0,9994. Regresi yang
36
dihasilkan tidak menunjukkan angka 1 yang berarti garis yang terbentuk
kurang linear. Hal ini mungkin disebabkan karena pada saat preparasi sampel
kurang cermat, pembuatan larutan kerja Fe yang kurang teliti serta
penggunaan alat AAS yang belum terampil. Berikut dibawah ini adalah grafik
dari kurva kalibrasi :
1.4 1.4473
1.282
1.2
1.0644
1
Absorbansi
0.8
0.6941
0.6 y = 0,04548x + 0,0038
0.4986 R² = 0,9994
0.4
0.2821
0.2
0.0931
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Konsentrasi
3.4 Pb Ekstraksi
37
6.4.1 Hasil Pengujian Pb Ekstraksi
Tabel Pengamatan 6.4.1.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi
Persamaan
Nilaistandar Koefisien
No. Absorbans(y) regresi
(mg/l)(x) korelasi (r)
(y = a + bx)
1. 0 0,00956 y = 0,04369x + r = 0,9996
2. 2 0,10363 0,0136
3. 3 0,14356
4. 5 0,23613
5. 6 0,27685
6 7 0,32039
7 10 0,44705
30/A 1,0544
1000 3 -0,1013 97 1,0545 1 115 %
L/I 1,0530
38
Rumus Persen temu balik (% recovery) menurut SNI 06.6989.45.2005
adalah:
A−B
% recovery = 𝑥 100%
𝐶
Keterangan:
A = Konst. Sample uji yang di spike
B = Konst. Sample uji yang tidak di spike
C = Konst. Standar yang di peroleh ( target value )
Diketahui:
A = 1,0545
B = -0,1013
C=1
Ditanya : % Recovery?
Jawab:
1,0545 − (−0,1013)
% Recovery = 𝑥 100%
1
= 115%
b) % RPD
Persen RPD menurut SNI 06.6989.45.2005 dirumuskan sebagai berikut:
ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 − 𝑑𝑢𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
%RPD = 𝑥 100%
(ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 + 𝑑𝑢𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛)/2
(−0,3127)−(−0,3301)
= ((−0,3127)+(−0,3301))/2 x 100%
= 2,7 %
39
kemudian semua larutan diuji dengan alat spektrofotometer serapan atom
(SSA).
Proses AAS, sampel dimasukkan melalui selang kecil yang
dicelupkan ke dalam labu ukur. Dari selang tersebut, sampel disemprotkan
menjadi butiran-butiran air (aerosol) yang dibakar melalui tungku yang ada
dalam alat tersebut dengan suhu yang tinggi yaitu 1000 oC. Pada saat
pembakaran lampu katoda untuk logam Pb menyala lalu cahaya masuk
melalui lubang kecil yang terdapat di dalam alat AAS. Api yang terkena
cahaya lampu katoda (Pb) yang dapat menentukan kadar logam Pb yang
terkandung di dalam sampel air. Setelah proses tersebut, cahaya diteruskan
sampai ke detektor yang akan membaca data lalu memunculkan gambar
grafik pada komputer.
Pengukuran larutan kerja dilakukan berurutan dari konsentrasi
terendah sampai tertinggi dan data yang diperoleh dibuat kurva kalibrasinya
antara konsentrasi terhadap absorbansi dan diperoleh persamaan regresi y =
0,04369x + 0,0136 dengan koefisien korelasi (r) = 0,9996. Regresi yang
dihasilkan tidak menunjukkan angka 1 yang berarti garis yang terbentuk
kurang linear. Hal ini mungkin disebabkan karena pada saat preparasi sampel
kurang cermat, pembuatan larutan kerja Pb yang kurang teliti serta
penggunaan alat AAS yang belum terampil. Berikut dibawah ini adalah grafik
dari kurva kalibrasi :
y = 0.0437x + 0.0136
Kurva Standar Pb R² = 0.9996
0.5
0.4
0.3
WL570
0.2
0.1
0
0 2 4 6 8 10 12
40
Kisaran persen temu balik (% recovery) harga spike yang ditentukan
dalam SNI 06.6989.45.2005 adalah 85%-115%, sedangkan untuk RPD
(perbedaan persen relativ ) ≤10%. Dari data yang didapat setelah dilakukan
perhitungan bahwa nilai % recovery spike untuk sampel 30/AL/I adalah
115%. Nilai tersebut menunjukan bahwa hasil analisis bersifat akurat karena
harga % recovery spike yang didapat dari pengukuran masuk dalam ranges
data standar yang dikeluarkan SNI 06.6989.45.2005. Begitu juga dengan hasil
pengukuran % RPD yang didapat sebesar 2,7% dari sampel duplo 146/AP/II.
Data tersebut menunjukkan bahwa proses analisis yang dilakukan oleh analis
dapat dikatakan akurat dan tepat karena hasil pengukuran % RPD yang
didapat masuk dalam ranges data standar Badan Standar Nasional Indonesia
(SNI) 06.6989.45 tahun 2005.
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Dari kerja praktik yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Penentuan logam Cd dan Fe dalam air dilakukan dengan metode
spektrofotometri serapan atom-nyala.
2. Penentuan logam Pb dalam air dilakukan dengan metode spektrofotometri
serapan atom-ekstraksi.
41
3. Penentuan kadar F- dalam air dilakukan dengan metode spektrofotometri
ultraviolet-visible dengan SPADNS.
4. Hasil pengujian air yang dilakukan di UPT. Laboratorium Lingkungan Hidup
Kabupaten Tanah Bumbu mengandung logam Cd, Fe, dan Pb dengan kadar
yang sangat sedikit.
5. Hasil pengujian air yang dilakukan di UPT. Laboratorium Lingkungan Hidup
Kabupaten Tanah Bumbu mengandung ion flourida dengan kadar yang sangat
sedikit.
7.2 Saran
Saran yang dapat diberikan sebaiknya jangka waktu satu bulan
dimaksimalkan untuk pengujian kandungan air selama kerja praktik di
laboratorium. Serta hendaknya dalam kerja praktik mahasiswa juga mendalami
pengujian-pengujian parameter yang lain agar pengalaman kerja di laboratorium
semakin luas serta berkomunikasi dengan staf instansi agar pengetahuan dunia
kerja semakin banyak dan juga terjalinnya hubungan yang baik dengan instansi.
42