Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan


penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah
infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota
gerak. Beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur
terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debridemen
yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang
dini serta pemberian antibiotik yang adekuat. Sepertiga dari pasien fraktur terbuka
biasanya mengalami cidera multipel. 1
Fraktur terbuka terjadi dalam banyak cara, dan lokasi serta tingkat
keparahan cideranya berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya gaya yang
mengenai tubuh. Fraktur terbuka dapat disebabkan oleh luka tembak, trauma
kecelakaan lalu lintas, ataupun kecelakaan kerja yang berhubungan dengan
himpitan pada jaringan lunak dan devitalisasi.2
Fraktur terbuka sering membutuhkan pembedahan segera untuk
membersihkan area mengalami cidera. Karena diskontinuitas pada kulit, debris dan
infeksi dapat masuk ke lokasi fraktur dan mengakibatkan infeksi pada tulang.
Infeksi pada tulang dapat menjadi masalah yang sulit ditangani. Gustilo dan
Anderson melaporkan bahwa 50,7 % dari pasien mereka memiliki hasil kultur
yang positif pada luka mereka pada evaluasi awal. Sementara 31% pasien yang
memiliki hasil kultur negatif pada awalnya, menjadi positif pada saat penutupan
definitf. Oleh karena itu, setiap upaya dilakukan untuk mencegah masalah
2,3,5
potensial tersebut dengan penanganan dini.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Tulang

Tulang adalah suatu jaringan dan organ yang terstruktur dengan


baik, tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang
disebut dengan korteks dan bagian dalam yang bersifat spongiosa
berbentuk trabekula dan dilapisi oleh periosteum pada bagian luarnya
sedangkan yang membatasi tulang dari cavitas medullaris adalah
endosteum , tulang tersusun atas:
a. Komponen sel :osteocytus, osteoblastocytus dan osteoclastocytus
b. Komponen matrix ossea: serabut-serabut kolagen tipe 1 dan
substantia fundamentalis.

2
Arsitektur jaringan tulang dikenal dengan 2 jenis yaitu:
a. Jaringan tulang dengan arsitektur serupa jala
b. Jaringan tulang yang menunjukkan gambaran lembaran-
lembaran (lamella ossea). Masing-masing memiliki deretan
lacuna ossea yang pada keadaan segar ditempati oleh osteocytus.
Tiap Lacuna mempunyai lanjutan- lanjutan dinamakan
canalliculi ossea. Matriks juga ditembusoleh canalis perforans
(volkmann) yang arahnya tegak lurus dengan permukaan tulang.
Kedua jenis saluran tersebut dalam keadaan segar terutama
berisi pembuluh darah yang membawa sari mkanan dan saling
berhubungan.

Tulang dalam garis besarnya dibagi atas:


a. Tulang panjang
Yang termasuk tulang panjang misalnya femur, tibia, fibula,
ulna dan humerus, dimana daerah batas disebut diafisis dan
daerah yang berdekatan dengan garis epifisis disebut metafisis.
Daerah ini merupakan suatu daerah yang sering ditemukan
adanya kelainan atau penyakit, oleh karena daerah ini
merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak
mengandung pembuluh darah. Kerusakan atau kelainan
perkembangan pada daerah lempeng epifisis akan menyebabkan
kelainan pertumbuhan tulang.
b. Tulang pendek
Contoh dari tulang pendek antara lain tulang vertebra dan
tulang-tulang karpal.
c. Tulang pipih
Yang termasuk tulang pipih antara lain tulang iga, tulang
skapula dan tulang pelvis.
Biokimia tulang, struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah
periode pertumbuhan tulang berakhir. Komposisi tulang terdiri atas substansi
organik (35%) meliputi sel-sel tulang serta matriks kolagen dan sisanya adalah

3
asam hialuronat dan kondroitin asam sulfur; substansi inorganik (45%) meliputi
kalsium (99% dari seluruh kalsium tubuh) dan fosfor (90% dari seluruh fosfor
tubuh) serta sisanya adalah magnesium, sodium, hidroksil, karbonat dan fluorida;
air (20%). Sementara enzim tulang adalh alkali fosfatase yang diprouksi oleh
osteoblas yang kemungkinan besar mempunyai peranan yang penting dalam
produksi organik matriks sebelum tejadi kalsifikasi.

2.2 Definisi Fraktur Terbuka

Fraktur terbuka adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen


fraktur dengan dunia luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang
menembus dari dalam hingga ke permukaan kulit atau kulit dipermukaan yang
mengalami penetrasi suatu objek yang tajam dari luar hingga kedalam. Fraktur
terbuka sering timbul komplikasi berupa infeksi. Infeksi bisa berasal dari flora
normal di kulit ataupun bakteri pathogen khususnya bakteri gram (-).
Golongan flora normal kulit, seperti Staphylococus, Propionibacterium acne ,
Micrococus dan dapat juga Corynebacterium. Selain dari flora normal kulit,
hasil juga menunjukan gambaran bakteri yang bersifat pathogen, tergantung
dari paparan (kontaminasi) lingkungan pada saat terjadinya fraktur. 4
Karena energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan jenis patah tulang,
pasien sering memiliki luka tambahan, beberapa berpotensi mengancam
nyawa, yang memerlukan pengobatan. Terdapat 40-70% dari trauma berada di
tempat lain dalam tubuh bila ada fraktur terbuka. Fraktur terbuka mewakili
spektrum cedera: Pertama, masalah mendasar dasar patah tulang; kedua,
pemaparan dari patah tulang terhadap lingkungan; dan kontaminasi dari situs
fraktur. 5

2.3 Klasifikasi Fraktur Terbuka


Menurut Gustilo dan Anderson, fraktur terbuka dibagi menjadi 3
kelompok :
• Grade I: kulit terbuka < 1 cm, bersih, biasanya dari luar ke dalam; kontusio
otot minimal; fraktur simple transverse atar short oblique.

4
• Grade II: laserasi > 1 cm, dengan kerusakan jaringan lunak yang luas,
kerusakan komponen minimal hingga sedang; fraktur simple transverse
atau short oblique dengan kominutif yang minimal
• Grade III: kerusakan jaringan lunak yang luas, termasuk otot, kulit, struktur
neurovaskularl seringkali merupakan cidera oleh energy yang besar dengan
kerusakan komponen yang berat.
o III A : laserasi jaringan lunak yang luas, tulang tertutup secara
adekuat; fraktur segmental, luka tembak, periosteal stripping yang
minimal
o III B : cidera jaringan lunak yang luas dengan periosteal stirpping
dan tulang terekspos, membutuhkan penutupan flap jaringan lunak;
sering berhubungan dengan kontaminasi yang massif
o III C : cidera vaskuler yang membutuhkan perbaikan 1

Gambar 1. Klasifikasi Fraktur Terbuka Berdasarkan Gustilo dan Anderson

5
2.4 Etiologi Fraktur
Fraktur terbuka disebabkan oleh energi tinggi trauma, paling sering dari
pukulan langsung, seperti dari jatuh atau tabrakan kendaraan bermotor. Dapat
juga disebabkan oleh luka tembak, maupun kecelakaan kerja. Tingkat
keparahan cidera fraktur terbuka berhubungan langsung dengan lokasi dan
besarnya gaya yang mengenai tubuh. Ukuran luka bisa hanya beberapa
milimeter hingga terhitung diameter. Tulang mungkin terlihat atau tidak
terlihat pada luka. Fraktur terbuka lainnya dapat mengekspos banyak tulang
dan otot, dan dapat merusak saraf dan pembuluh darah sekitarnya. Fraktur
terbuka ini juga bisa terjadi secara tidak langsung, seperti cidera tipe energi
tinggi yang memutar. 2, 5

2.5 Patofisiologi Fraktur

Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana
trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, ada 2 faktor yang
mempengaruhi terjadinya fraktur yaitu ekstrinsik (meliputi kecepatan,
sedangkan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan), intrinsik
(meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan
adanya densitas tulang yang dapat menyebabkan terjadinya patah pada tulang
bermacam-macam antara lain trauma (langsung dan tidak langsung), akibat
keadaan patologi serta secara spontan. Trauma langsung menyebabkan
tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan.
Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap
utuh. Tekanan pada tulang dapat berupa teknan berputar, membengkok,
kompresi bahkan tarikan. Sementara kondisi patologis disebabkan karena
kelemahan tuklang sebelumnya akibat kondisi patologis yang terjadi di dalam
tulang. Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan
arahnya. Sementara fraktur spontan terjadi akibat stress tulang yang terjadi
terus menerus misalnya pada orang yang bertugas kemiliteran.

6
Hal yang tak kalah pentingnya adalah proses penyembuhan fraktur, yang mana
merupakan proses biologis yang menakjubkan. Tidak seperti jaringan lain, tulang
yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Proses penyembuhan
fraktur (tulang kortikal pada tulang panjang) terdiri atas lima fase, yaitu:

7
1. Fase Hematoma (dalam waktu 24 jam timbul perdarahan)
Apabila terjadi fraktur maka pembuluh darah kecil yang melewati
kanalikuli dalam sistem harvesian mengalami robekan pada daerah
fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur.
Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan
terdorong dan dapat mengalami

robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat


terjadi ekstravasasi darah kedalam jaringan lunak. Osteosit dengan
lakunanya yang terletak eberapa milimeter daridaerah fraktur akan

8
kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah
cicin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah
trauma.

2. Fase Proliferasi/Inflamasi (Terjadi 1 – 5 hari setelah trauma)


Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan terjadi karena adanya sel-sel
osteogenik yang berproliferasi dari perosteum untuk membentuk
kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus
interna sebagai aktivitas seluler dalam canalis medullaris. Apabila
terjadi robekan hebat pada periosteum maka penyembuhan sel
berasal dari sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi kedalam
jaringan lunak. Pada tahap awal penyembuhan fraktur terjadi
penambahan jumlah sel-sel osteogenik yang memberikan
pertumbuhan yang cepat melebihi sifat tumor ganas. Jaringan
seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu
daerah fraktur. Setelah beberapa minggu kalus dari fraktur akan
membentuk satu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada
pemeriksaan radiologi kalus belum mengandung tulang sehingga
masih merupakan suatu daerah radiolusen.

3. Fase pembentukan kalus (terjadi 6 – 10 hari setelah trauma)


Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap
fragmen se dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada
kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki
oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh
garam-garam kalsium membentuk tulang- tulang yang imatur.
Bentuk tulang ini disebut “woven bone” (merupakan indikasi
radiologi pertama penyembuhan fraktur).
4. Fase konsolidasi (2 – 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-
lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas

9
osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus dapat
diresorpsi secara bertahap.

5. Fase remodeling (waktu lebih 10 minggu)


Perlahan –perlahan terjadi resorbsi secara osteoklastik dan tetap
terjadi proses osteoblastik pada kalus eksterna secara perlahan-
lahan menghilang. Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang
kompak dan berisi sistem haversian dan kalus bagian dalam akan
mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sum-sum.

Sementara penyembuhan fraktur tulang kanselosa pada metafisis


tulang panjang atau tulang-tulang pendek terjadi secara cepat karena
beberapa faktor, yaitu : adanya vaskularisasi yang cukup, terdapat
permukaan yang lebih luas, kontak yang baik memberikan kemudahan
vaskularisasi yang cepat, hematoma memegang peranan dalam
penyembuhan fraktur. Tulang kanselosa yang berlokalisasi pada
metafisis tulang panjang, tulang pendek serta tulang pipih diliputi oleh
korteks yang tipis. Penyembuhan fraktur pada daerah tulang kanselosa
melalui proses pembentukan kalus interna dan endosteal. Proses
osteogenik penyembuhan sel dari bagian endosteal yang menutupi
trabekula, berproliferasi membentuk woven bone primer di dalam
daerah fraktur yang disertai hematoma. Pembentukan kalus interna
mengisi ruangan pada daerah fraktur.
Sementara penembuhan fraktur pada tulang rawan persendian
misalnya tulang rawan hialin ternyata mempunyai terbatas dalam
regenerasi. Pada fraktur intra- artikuler penyembuhan tidak terjadi pada
tulang rawan hialin tetapi terbentuk melalui fibrokartilago.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan tulang, antara lain :


a. Faktor yang mengganggu penyembuhan fraktur
1. Imobilisasi yang tidak cukup
Imobilisasi dalam balutan gips umumnya memenuhi syarat

10
imobilisasi, asalkan persendian proksimal dan distal dari
patah tulang turut di imobilisasi.
Gerakan minimal pada ujung pecahan patah tulang di tengah
otot dan di dalam lingkaran kulit dalam gips, yang misalnya
disebabkan oleh latihan ekstremitas yang patah tulang tidak
mengganggu, bahkan dapat merangsang perkembangan kalus.
Hal ini berlaku nutuk atah tulang yang ditangani gips maupun
traksi.
2. Infeksi
Infeksi di daerah patah tulang merupakan penyulit berat
Hematom merupakan lingkungan subur untuk kuman patologik
yang dapat menyebabkan osteomyelitis di kedua ujung
patah tulang, sehingga proses penyembuhan sama sekali
tidak dapat berlangsung.
3. Ruang diantara kedua fragmen serta Interposisi oleh jaringan lunak
Interposisi jaringan seperti otot atau tendo antara kedua
fragmen patah tulang dapat menjadi halangan perkembangan
kalus antara ujung patahan tulang
Penyebab yang lain, karena distraksi yang mungkin disebabkan
oleh kelebihan traksi atau karena tonus dan tarikan otot.
4. Gangguan perdarahan setempat
Pendarahan jaringan tulang yang mencukupi untuk membentuk
tulang baru merupakan syarat mutlak penyatuan fraktur.
5. Trauma lokal ekstensif
6. Kehilangan tulang
7. Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang
8. Keganasan lokal
9. Penyakit tulang metabolik (mis; penyakit paget)
10. Radiasi (nekrosis radiasi)
11. Nekrosis avaskuler
Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasiyang baik,
maka penyembuhan biasanya tanpa komplikasi akan tetapi bila

11
salah satu sisi fraktur vaskularisasinya jelek sehingga
mengalami kematian maka akan menghambat
penyembuhannya.
12. Fraktur intra artikuler (cairan sinovial mengandung fibrolisin,
yang akan melisis bekuan darah awal dan memperlambat
pembentukan jendalan)
13. Usia (lansia sembuh lebih lama)
Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih cepat
daripada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktifitas
proses osteogenesis pada periosteum dan endosteum dan juga
berhubungan dengan proses remodeling tulang pada bayi sangat
aktif dan makin berkurang apabila umur bertambah.
14. Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan)

b. Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur


1. Imobilisasi fragmen tulang
2. Kontak fragmen tulang maksimal
3. Asupan darah yang memadai (dengan syarat imobilisasi yang baik)
4. Nutrisi yang baik
5. Latihan-pembebanan berat badan untuk tulang panjang
6.Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid kalsitonin, vitamain
D, steroid anabolic
7. Potensial listrik pada patahan tulang

Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu sampai 4 bulan. Waktu


penyembuhan pada anak secara kasar ½ waktu penyembuhan pada dewasa.
Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang sewasa

Lokalisasi Waktu penyembuhan

Falang/metakarpal/metatarsal/kosta 3-6 mgg

Distal radius 6 mgg

12
Diafisis ulna dan radius 12 mgg

Humerus 10-12 mgg

Klavikula 6 mgg

Panggul 10-12 mgg

Femur 12-16 mgg

Kondilus femur atau tibia 8-10 mgg

Tibia/Fibula 12-16 mgg

Vertebra 12 mgg

2.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik,
fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan
ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus
dilakukan dengan cermat karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah
trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.

2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
a. Syok, anemia atau perdarahan.
b. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang
belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.
c. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.
3. Pemeriksaan lokal
a. Inspeksi (Look)
 Bandingkan dengan bagian yang sehat.
 Perhatikan posisi anggota gerak.
 Keadaan umum penderita secara keseluruhan.
 Ekspresi wajah karena nyeri.
 Lidah kering atau basah.

13
 Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan.
 Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau fraktur terbuka.
 Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai
beberapa hari.
 Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
kependekan.
 Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada
organ-organ lain.
 Perhatikan kondisi mental penderita.
 Keadaan vaskularisasi.
b. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri.
 Temperatur setempat yang meningkat.
 Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya
disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat
fraktur pada tulang.
 Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan
secara hati-hati.
 Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi
arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai
dengan anggota gerak yang terkena.
 Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian
distal daerah trauma , temperatur kulit.
 Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai.
c. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara
aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang
mengalami trauma. Pada pederita dengan fraktur, setiap gerakan
akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh

14
dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

4. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan
motoris serta gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia,
aksonotmesis atau neurotmesis. Kelaianan saraf yang didapatkan harus
dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan
tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan
selanjutnya.
5. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi
serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan
jaringan lunak selanjutnya, maka sebaliknya kita mempergunakan bidai
yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan
pemeriksaan radiologis.

2.7 Tatalaksana
Prinsip penanganan fraktur terbuka :
a. Semua fraktur terbuka dikelola secara emergensi.
b. Lakukan penilaian awal akan adanya cedera lain yang dapat
mengancam jiwa.
c. Pemberian antibiotik.
d. Lakukan debridement dan irigasi luka.
e. Lakukan stabilisasi fraktur.
f. Pencegahan tetanus.
g. Lakukan rehabilitasi ektremitas yang mengalami fraktur.

Debridement adalah pengangkatan jaringan yang rusak dan mati


sehingga luka menjadi bersih. Untuk melakukan debridement yang
adekuat, luka lama dapat diperluas, jika diperlukan dapat membentuk
irisan yang berbentuk elips untuk mengangkat kulit, fasia serta tendon

15
ataupun jaringan yang sudah mati. Debridement yang adekuat merupakan
tahapan yang penting untuk pengelolaan. Debridement harus dilakukan
sistematis, komplit serta berulang. Diperlukan cairan yang cukup untuk
fraktur terbuka. Grade I diperlukan cairan yang bejumlah 1-2 liter,
sedangkan grade II dan grade III diperlukan cairan sebanyak 5-10 liter,
menggunakan cairan normal saline.
Pemberian antibiotika adalah efektif mencegah terjadinya infeksi
pada pada fraktur terbuka. Antibiotika yang diberikan sebaiknya dengan
dosis yang besar. Untuk fraktur terbuka antibiotika yang dianjurkan adalah
golongan Cephalosporin dan dikombinasi dengan golongan
aminoglikosida.
Perawatan lanjutan dan rehabilitasi fraktur terbuka :
1. Hilangkan nyeri.
2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dan flagmen
patah tulang.
3. Mengusahakan terjadinya union.
4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan mempertahankan fungsi
otot dan sendi dan pencegahan komplikasi.
5. Mengembalikan fungsi secara maksimal dengan fisioterapi. 4, 5

Tindakan Pembedahan
Hal ini penting untuk menstabilkan patah tulang sesegera
mungkin untuk mencegah kerusakan jaringan yang lebih lunak. Tulang
patah dalam fraktur terbuka biasanya digunakan metode fiksasi eksternal
atau internal. Metode ini memerlukan operasi.
a. Fiksasi Internal
Selama operasi, fragmen tulang yang pertama direposisi
(dikurangi) ke posisi normal kemudian diikat dengan sekrup khusus
atau dengan melampirkan pelat logam ke permukaan luar tulang.
Fragmen juga dapat diselenggarakan bersama-sama dengan
memasukkan batang bawah melalui ruang sumsum di tengah tulang.
Karena fraktur terbuka mungkin termasuk kerusakan jaringan dan

16
disertai dengan cedera tambahan, mungkin diperlukan waktu
sebelum operasi fiksasi internal dapat dilakukan dengan aman.
b. Fiksasi Eksternal
Fiksasi eksternal tergantung pada cedera yang terjadi.
Fiksasi ini digunakan untuk menahan tulang tetap dalam garis lurus.
Dalam fiksasi eksternal, pin atau sekrup ditempatkan ke dalam
tulang yang patah di atas dan di bawah tempat fraktur. Kemudian
fragmen tulang direposisi. Pin atau sekrup dihubungkan ke sebuah
lempengan logam di luar kulit. Perangkat ini merupakan suatu
kerangka stabilisasi yang menyangga tulang dalam posisi yang tepat.

Luka Kompleks (Complex Wounds)


Berdasarkan jumlah jaringan lunak yang hilang, luka-luka
kompleks dapat ditutupi dengan menggunakan metode yang berbeda,
yakni :
a. Lokal Flap
Jaringan otot dari ekstremitas yang terlibat diputar untuk menutupi
fraktur. Kemudian diambil sebagian kulit dari daerah lain dari tubuh
(graft) dan ditempatkan di atas luka.
b. Free Flap
Beberapa luka mungkin memerlukan transfer lengkap jaringan.
Jaringan ini sering diambil dari bagian punggung atau perut. Prosedur
free flap membutuhkan bantuan dari seorang ahli bedah mikrovaskuler
untuk memastikan pembuluh darah terhubung dan sirkulasi tetap
berjalan. 5
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi setelah fraktur menurut waktu yang
disesuaikan dengan lokalisasi dibagi menjadi tiga yaitu komplikasi
segera, komplikasi awak dan komplikasi lanjut.

1. Komplikasi umum
 Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati

17
diffus dan gangguan fungsi pernafasan. Ketiga macam
komplikasi tersebut, dapat terjadi dalam 24 jam pertama pasca
trauma dan beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan
metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi
umum lain dapat berupa adanya emboli lemak, trombosis vena
dalam, tetanus atau gas gangren.

2. Komplikasi lokal
a. Komplikasi Dini
Adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma
sedangkan apabila kejadiannya lebih dari satu minggu pasca
trauma disebut komplikasi komplikasi lanjut.
 Pada tulang
- Infeksi terutama pada fraktur terbuka
- Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau
tindakan operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat
menimbulkan delayed union atau bahkan non union.
- Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa arthritis supuratif
yang sering terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi
yang melibatkan sendi sehingga kerusakan kartilago sendi
dan berakhir dengan degenerasi.

 Pada jaringan lunak


- Lepuh, kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit
superficial karena edema. Terapinya adaah dengan menutup
kasa steril kering dan melakukan pemasangan elastic.
- Dekubitus, terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang
oleh gips, oleh karena itu perlu diberikan bantalan yang
tebal pada daerah-daerah yang menonjol.

 Pada otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif

18
otot tersebut terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang
robek melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang.
Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu yang
cukup lama akan menimbulkan hal yang berbahaya pada
vascularisasi.

 Pada pembuluh darah


Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus
menerus sedangkan pada robekan yang komplitujung pembuluh
darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti spontan.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan
nekrosis. Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi
dapat menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh darah
sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh
darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada pembuluh
vena yang putus perlu dilakukan repair untuk mencegah
kongesti bagian distal lesi.

 Sindroma kompartemen
Terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada
tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi
penekanan neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut
ischemi volkmann. Ini dapat terjadi pula pada pemasangan
gips yang terlalu ketat sehingga dapat mengganggu aliran
darah dan terjadi edema didalam otot.
Apabila ischemi dalam 6 jam pertama tidak
mendapatkan tindakan dapat mengakibatkan
kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan
jaringan fibros yang secara perlahan-lahan menjadi pendek
dan disebut dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya
adalah 5 P yaitu Pain, (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat),
Pulseness (denyut nadi hilang) dan Paralisis.

19
 Pada saraf
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus),
aksonometsis (kerusakan akson). Pada setiap trauma terbuka
dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus.

3. Komplikasi Lanjut
Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union ataun non
union. Pada pemeriksaan terlihat adanya deformitas, berupa
angulasi, rotasi, perpendekan atau pemanjangan.
 Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara
normal. Pada pemeriksaan radiografi tidak terlihat bayangan
sklerosis pada ujung- ujung fraktur
 Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan
- Tipe I (Hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses
penyembuhan fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh
jaringan fibros yang masih mempunyai potensi untuk union
dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.
- Tipe II (atropic non union) disebut juga sendi palsu
Disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan
sinovial sebagai kapsul sendi beserta ronga cairan yang
berisi cairan, proses union tidak akan tercapai walaupun
dilakukan imobilisasi lama.

Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti


disrupsi periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi
fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak
memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang
(fraktur patologis).
 Mal union
Pada keadaan ini terjadi penyambungan fraktur yang tidak
normal sehingga menimbulkan deformitas.

20
 Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau
tindakan operasi pada fraktur tertutup sehingga menimbulkan
delayed union sampai non union. Imobilisasi anggota gerak
yang mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi
tulang berupa osteoporosis dan atropi otot.
 Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara ataupun menetap dapat diakibatkan
karena imobilisasi lama sehingga terjadi perlengketan peri artikuler,
perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon.
Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan
melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi.

21
BAB III

KESIMPULAN

Fraktur terbuka adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen fraktur


dengan dunia luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang menembus dari
dalam hingga ke permukaan kulit atau kulit dipermukaan yang mengalami
penetrasi suatu objek yang tajam dari luar hingga kedalam.

Fraktur terbuka disebabkan oleh energi tinggi trauma, paling sering dari
pukulan langsung, seperti dari jatuh atau tabrakan kendaraan bermotor. Dapat juga
disebabkan oleh luka tembak, maupun kecelakaan kerja. Tingkat keparahan cidera
fraktur terbuka berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya gaya yang
mengenai tubuh.

Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik


yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak.

Pada pemeriksaan fisik yang khas ditemukan adalah terdapat luka pada
kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau fraktur terbuka.
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,
arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang
terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal
daerah trauma , temperatur kulit. Serta mengajak penderita untuk menggerakkan
secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami
trauma.
Prinsip penanganan fraktur terbuka adalah semua fraktur terbuka dikelola
secara emergensi, lakukan penilaian awal akan adanya cedera lain yang dapat
mengancam jiwa, pemberian antibiotik, lakukan debridement dan irigasi luka,
lakukan stabilisasi fraktur, pencegahan tetanus, dan lakukan rehabilitasi
ektremitas yang mengalami fraktur.
Komplikasi yang terjadi setelah fraktur menurut waktu yang disesuaikan
dengan lokalisasi dibagi menjadi tiga yaitu komplikasi segera, komplikasi awak
dan komplikasi lanjut.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Kenneth J.K., Joseph D.Z. Handbook of Fractures, 3rd Edition.


Pennsylvania. 2006.
2. Thomas M. S., Jason H.C. Open Fractures. Mescape Reference (update
2012, May 21). Available from
http://emedicine.medscape.com/article/1269242-overview#aw2aab6b3.
Accessed April 18, 2018.
3. Jonathan C. Open Fracture. Orthopedics (update 2012, May 27). Available
from http://orthopedics.about.com/cs/ brokenbones/g/openfracture.htm.
Accessed April 18, 2018.
4. Sugiarso. Pola Kuman Penderita Fraktur Terbuka. Universitas Sumatera
Utara. 2010. Available from
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27630/6/Cover.pdf.
Accessed April 18, 2018.
5. American Academy of Orthopaedics Surgeons. 2011. Open Fractures.
Available from http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00582. Accessed
April 18, 2018.

23

Anda mungkin juga menyukai