Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul †œDesinfeksi†•. Dewasa ini air menjadi masalah
yang perlu mendapat perhatian yang seksama dan cermat. Karena untuk mendapatkan air yang
bersih, sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal karena air sudah
banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari
kegiatan rumah tangga, limbah dari kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya. Diantara
berbagai limbah tersebut sudah tentu mengandung agent pathogen (mikroorganisme pathogen)
yang dapat menyebabkan berbagai macam gangguan kesehatan. Desinfeksi atau pembunuhan
kuman bertujuan untuk membunuh atau mengurangi mikroorganisme patogen yang ada dalam
limbah cair. Adapun makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah †œPengelolaan
Limbah Cair-B†•. Pada kesempatan ini pula penyusun menyampaikan rasa terima kasih
kepada Bpk. Bambang Yulianto, ST., MT, selaku dosen mata kuliah Pengelolaan Limbah Cair-
B. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, maka segala kritik dan saran membangun dari para pembaca sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih, semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1 1.1
Latar Belakang Masalah 1 1.2
Rumusan Masalah 2 1.3
Tujuan 2
BAB II tinjauan pustaka 3 2.1
Pengolahan Limbah Cair 3 2.2
Tahapan Pengolahan Limbah Cair 3 2.3 4
BAB IIi PEMBAHASAN 5 2.1
Desinfeksi Dalam Pengolahan Limbah Cair 5 2.2
Jenis-Jenis Desinfeksi Dalam Pengolahan Limbah Cair 6 2.3
Pertimbangan Operasional Desinfeksi 7
BAB IV KESIMPULAN 10 3.1
Kesimpulan 10 DAFTAR PUSTAKA 11 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan sumber yang penting bagi kehidupan manusia. Namun banyak dijumpai
perairan alami seperti sungai dan danau dijadikan tempat pembuangan limbah cair sehingga
membuat air permukaan dan atau air tanah di tempat tersebut memiliki kualitas air yang
tidak sesuai dengan baku mutu atau standar yang diperuntukan. Menurut Peraturan
Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001, air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau
kegiatan yang berwujud cair. Berdasarkan sumber-sumbernya limbah cair dapat berasal
dari limbah infiltrasi, limbah industri, limbah domestik (rumah tangga. Setiap limbah cair
mengandung zat yang berbeda-beda tergantung darimana limbah cair tersebut dihasilkan.
Apabila zat-zat yang terdapat pada limbah cair tersebut masuk ke perairan maka akan
menimbulkan pencemaran yang dapat membahayakan makhluk hidup dan lingkungannya.
Karakteristik limbah cair meliputi sifat-sifat fisika, kimia dan biologi. Sifat fisik limbah
cair meliputi temperatur, bau, warna, kekeruhan dan jumlah padatan terlarut. Sifat kimia
limbah cair meliputi Biochemical Oksigen Demand (BOD), Chemical Oksigen Demand
(COD), senyawa organik dan anorganik, keasaman air (pH), alkalinitas (basa), oksigen
terlarut. Sedangkan sifat biologis limbah cair meliputi mikroorganisme yang ada dalam
limbah cair. Mikroorganisme ini memiliki jenis yang bervariasi, mikroorganisme yang
ditemukan banyak dalam bentuk sel tunggal yang bebas atau berkelompok dan mampu
melakukan proses-proses kehidupan. Bahan-bahan organik yang terdapat dalam air akan
diubah oleh mikroorganisme menjadi senyawa kimia yang sederhana, sehingga
dekomposisi zat-zat tersebut dalam jumlah besar akan menimbulkan bau busuk. Oleh sebab
itu perlu dilakukan proses pengolahan limbah cair agar pada saat limbah cair dibuang ke
badan air kandungan yang terdapat di limbah cair yang dapat merusak kualitas air
permukaan dan atau air tanah berkurang. Apabila setelah dilakukan proses pengolah
kandungan mikroorganisme didalam effluent yang di hasilkan masih tinggi maka perlu
dilakukan proses desinfeksi.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan desinfeksi dalam pengolahan limbah cair?
1.2.2 Apa saja jenis-jenis desinfektan yang biasa digunakan dalam pengolahan limbah cair?
1.2.3 Apa saja pertimbangan operasional yang perlu diperhatikan dalam melakukan
desinfeksi dalam pengolahan limbah cair?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui pengertian desinfeksi dalam pengolahan limbah cair.


1.3.2 Mengetahui jenis-jenis desinfektan yang biasa digunakan dalam pengolahan limbah
cair.
1.3.3 Mengetahui pertimbangan operasional yang perlu diperhatikan dalam melakukan
desinfeksi dalam pengolahan limbah cair.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengolahan Limbah Cair
Pengolahan limbah cair adalah proses mengubah air yang awalnya penuh dengan kontaminan
menjadi air yang layak untuk dibuang ke lingkungan dan atau badan air sehingga tidak
mencemari lingkungan, air permukaan, dan air tanah. Pembuangan limbah cair yang tidak
diolah di instansinya masing-masing dan masuk ke pengolahan komunal (pengolahan limbah
cair dilakukan secara terpusat) diperbolehkan dengan persyaratan berikut ini terpenuhi:
a. Saluran pembuangan komunal dihubungkan dengan instalasi pengolahan limbah yang
menjamin dapat menghilangkan bakteri sampai 95%.
b. Lumpur yang dihasilkan oleh instalasi pengolahan limbah komunal akan menjalani
pegolahan anaerob sehingga hanya menyisakan satu telur cacing per liter dalam lumpur yang
sudah diolah.
c. Limbah cair yang dihasilkan tidak mengandung zat kimia, toksik, sediaan farmasi,
radionuklida, obat-obatan sitotoksik, dan antibiotik. Jika persyaratan tersebut tidak terpenuhi,
maka limbah cair harus diproses dan diolah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
Dalam kondisi limbah cair yang normal, dan pengolahan bakteriologis sekunder dilakukan
dengan baik dan benar maka pengolahan dilanjutkan dengan pengolahan lumpur secara
anaerob, dan hal tersebut dipandang sudah mencukupi dalam proses pengolahan limbah cair.
2.2 Tahapan Pengolahan Limbah Cair
Terdapat tiga tahapan dalam melakukan pengolahan limbah cair, pengolahan dilakukan secara
berurutab meliputi pengolah primer, sekunder, dan tesier.
2.2.1 Pengolahan Primer
Pengolahan primer dilakukan secara fisik dengan pengendapan maupun penyaringan untuk
mengurangi kandungan bahan organik yang dapat mengendap. Pertama dilakukan proses
penyaringan, limbah cair yang mengalir melalui saluran pembuangan disaring menggunakan
Bar Screen. Metode penyaringan merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan
bahan-bahan padat berukuran besar dari air limbah. Kedua dilakukan pengolahan awal, limbah
yang telah disaring kemudian disalurkan kesuatu tangki atau bak yang berfungsi untuk
memisahkan pasir dan partikel padat teruspensi lain yang berukuran relatif besar mengunakan
alat yaitu grit chamber. Setelah melalui tahap pengolahan awal, limbah cair akan dialirkan ke
tangki atau bak pengendapan. Metode pengendapan adalah metode pengolahan utama dan yang
paling banyak digunakan pada proses pengolahan primer limbah cair. Ditangki pengendapan,
limbah cair didiamkan agar partikel-partikel padat yang tersuspensi dalam air limbah dapat
mengendap ke dasar tangki. Endapan partikel tersebut akan membentuk lumpur yang kemudian
akan dipisahkan dari air limbah ke saluran lain untuk diolah lebih lanjut.
2.2.2 Pengolahan Sekunder
Pengolahan sekunder dilakukan secara biologi baik dengan lumpur aktif ataupun mikroba lain.
Terdapat tiga metode pengolahan secara biologis yang umum digunakan yaitu metode
penyaringan dengan tetesan (trickling filter), metode lumpur aktif (activated sludge), dan
metode kolam perlakuan (treatment ponds / lagoons). Pada metode trickling filter, bakteri yang
digunakan untuk mendegradasi bahan organik melekat dan tumbuh pada suatu lapisan media
dan limbah cair kemudian disemprotkan ke permukaan media tersebut. Selama proses ini,
bahan organik yang terkandung dalam limbah akan didegradasi oleh bakteri tersebut. Setelah
merembes sampai ke dasar lapisan media, limbah akan menetes ke suatu wadah penampung
dan kemudian disalurkan ke tangki pengendapan. Pada metode activated sludge atau lumpur
aktif, limbah cair disalurkan ke sebuah tangki dan didalamnya limbah dicampur dengan lumpur
yang kaya akan bakter. Proses degradasi berlangsung didalam tangki tersebut selama beberapa
jam, dibantu dengan pemberian gelembung udara aerasi (pemberian oksigen). Aerasi dapat
mempercepat kerja bakteri dalam mendegradasi limbah.
2.2.3 Pengolahan Tersier
Pengolahan tersier untuk mengurangi kandungan bahan organic agar tidak mengganggu proses
desinfeksi. Pengolahan tersier dapat dilakukan dengan pengendapan menggunakan kolam atau
filtrasi dengan saringan pasir cepat.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Desinfeksi dalam Pengolahan Limbah Cair
Tujuan dilakukannya desinfeksi adalah memusnahkan mikroorganisme atau setidaknya
mengurangi jumlahnya sampai ke tingkat yang memuaskan. Beberapa desinfektan memang
infektif untuk membunuh atau menonaktifkan mikroorganisme jenis tertentu. Dengan
demikian, kita perlu mengenali identitas mikroorganisme target yang akan dimusnahkan.
Namun, pilihan desinfektan bergantung tidak saja pada keefektifannya, tetapi juga pada
kekorosifannya serta bahaya lain yang berkaitan dengan penanganannya. Desinfektan yang
kuat seringkali berbahaya dan toksik, banyak diantaranya yang berbahaya bagi kulit dan
membrane mukosa. Dengan demikian, pengguna harus menggunakan pakaian pelindung,
termasuk sarung tangan dan kacamata pelindung atau goggles. Desinfektan juga agresif bagi
beberapa bahan bangunan tertentu sehingga harus ditangani dan disimpan dengan benar.
Desinfektan dalam konsentrasi yang rendah dapat dibuang langsung ke saluran pembuangan
tanpa pengolahan awal, asalkan tersedia pengolahan limbah cair yang adekuat. Dalam jumlah
yang besar, desinfektan tidak boleh dibuang ke badan air alam. Dalam panduan dari the Centers
for Disease Control (Garner & Favero, 1986) desinfeksi dikategorikan sebagai berikut:
1. Desinfeksi tingkat tinggi, diharapkan dapat menghancurkan semua mikroorganisme,
terkecuali sejumlah besar spora bakteri.
2. Desinfeksi tingkat menengah, menonaktifkan Mycobacterium tuberculosis, bakteri
vegetative, sebagian besar virus, dan sebagian besar jamur, tidak dapat membunuh spora
bakteri.
3. Desinfeksi tingkat rendah, dapat membunuh hampir semua bakteri, beberapa virus dan
beberapa jamur, tidak dapat membunuh mikroorganisme resisten seperti basil tuberculosis atau
spora bakteri.
3.2 Jenis Desinfektan dalam Proses Pengolahan Limbah Cair
Desinfeksi dapat dilakukan antara lain dengan berbagai metode seperti klorin, ultraviolet dan
ozon. Berdasarkan perhitungan ekonomis, efisiensi dan kemudahan penggunaannya maka
penggunaan klorin merupakan metode yang paling umum digunakan.
3.2.1
Kaporit Kaporit ketika dilarutkan dalam air akan berubah menjadi asam hipoklorit (HOCl) dan
ion hipoklorit (OCl-) yang memiliki sifat desinfektan. HOCl dan ion OCl- bersifat sangat
reaktif terhadap berbagai komponen sel bakteri. Selanjutnya HOCl dan ion OCl- disebut
sebagai klor aktif (Berg, 1986). Salah satu kelemahan desinfeksi menggunakan kaporit adalah
terbentuknya senyawa organohalogen seperti trihalomethan (THMs) dari senyawa organik
berhalogen (CHCl) dalam air limbah dan klor. Trihalomentan merupakan senyawa
karsinogenik dan mutagenik (Sururi, dkk. 2008). Prosedur desinfeksi limbah cair dengan
kaporit 1. Pengambilan Sampel Sampel adalah limbah cair rumah sakit dari bak indikator IPAL
RSUD Sidoarjo yang merupakan hasil pengolahan dari bak anaerobic dan aerobik (Lampiran
5). Sampel diambil dengan cara menampung air limbah langsung ke dalam botol steril gelap
ukuran 500 ml sampai volume botol penuh dan ditutup rapat (Alaerts dan Sumestri, 1987).
Sampel dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisa kandungan bahan organik dan uji
MPN koliform.
3.2.2. Penentuan Konsentrasi Kaporit
Berdasarkan Kandungan Bahan Organik Konsentrasi kaporit pada perlakuan ditentukan
berdasarkan jumlah bahan organic yang terlarut dalam sampel. Kandungan bahan organik
dihitung berdasarkan metode titrasi kalium permanganat menurut Badan Standarisasi Nasional
(BSN) 2004 (Lampiran 7). Sampel sebanyak 25 ml diencerkan dengan 75 ml akuades di dalam
erlenmeyer 300 ml, kemudian ditambah dengan 2,5 ml asam sulfat (H2SO4) 4 N bebas organik
dan 10 ml larutan KMnO4 0.01 N hingga terjadi warna merah muda, dididihkan selama 10
menit. Larutan selanjutnya ditambah 10 ml asam oksalat 0,1 N sehingga larutan menjadi tidak
berwarna, kemudian larutan dititrasi dengan KMnO4 0,01 N sampai perubahan warna yaitu
munculnya warna merah pertama. Volume KMnO4 yang dibutuhkan dicatat dan dilakukan
penghitungan kadar KMnO4 total dengan menggunakan persamaan di bawah ini. Keterangan
: (a) volume KMnO4 yang dibutuhkan (ml), (b) normalitas KMnO4, (c) normalitas asam
oksalat, (d) volume sampel yang dipakai (ml) (BSN, 2004).
3.2.3. Uji Pengukuran Konsentrasi Klor Aktif dalam Kaporit dengan Iodometri
Kaporit Ca(OCl)2 sebanyak 1 gram dilarutkan ke dalam akuades 1 liter. Larutan kaporit
diambil sebanyak 25 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml, Larutan kaporit
ditambahkan Kristal KI 1 gram dan 2,5 ml asam asetik glasial (CH3COOH), kemudian ditetesi
dengan indikator hingga muncul warna biru (pada umumnya sebanyak 3 tetes). Setelah itu,
kaporit dititrasi dengan Natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0.0125 N hingga warna biru menghilang.
Natrium tiosulfat yang dibutuhkan dicatat dan dilakukan penghitungan kadar klor aktif (ppm).
OCl- / HOCl (ppm) = (1000/ ml.sampel) x ml Na.tiosulfat x N.Thio sulfat x BM Cl (35,45 )
3.2.4. Penentuan Dosis Kaporit
Setelah diketahui kadar klor akif di atas, maka dapat dihitung volume larutan kaporit yang
dibubuhkan dalam perlakuan sampel dengan menggunakan persamaan di bawah ini N1 x V 1
= N2 x V2 3.2.5. Pengukuran Sisa Klor Aktif Sampel sebanyak 200 ml dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dengan perlakuan dosis kaporit 0, X1, X2, X3, X4, dan X5 ppm (sesuai
hasil perhitungan sub.bab 3.2.4). Sampel diinkubasi selama 15 menit, 20 menit, dan 30 menit
dengan pengamatan dilakukan secara deskriptif. Setelah diinkubasi, sampel dilakukan uji sisa
klor aktif dengan metode seperti pada uji pengukuran kadar klor dalam kaporit (3.2.3) dan
dilakukan penghitungan dengan persamaan di bawah ini. OCl- / HOCl (ppm) = (1000/
ml.sampel) x ml Na.tiosulfat x N Thio sulfat x BM Cl (35,45 ) Nilai kadar sisa klor aktif hasil
perhitungan diatas akan digambar dalam bentuk grafik untuk menentukan titik Breakpoint
chlorination (BPC)
3.2.2 Ultraviolet Proses desinfeksi dilakukan dengan meletakkan air luaran dari proses aerobik
3 hari yang dilanjutkan dengan filtrasi kedalam bak desinfeksi berukuran 30 x 30 x15 cm
dengan ketinggian air 2,3 cm. Bak desinfeksi kemudian diletakkan di tempat yang terbuka dan
terkena paparan sinar matahari. Menurut Acra dkk pemaparan sinar matahari selama 2 jam
dapat menyebabkan destruksi total populasi Koliform sebanyak 71 sel/ml. Daya bakterisida
sinar matahari terjadi melalui reaksi fotooksidasi yang menyebabkan destruksi oksidatif materi
organik sehingga unsur-unsur utama sel seperti asam nukleat, lipid, protein dan polisakarida
mengalami perubahan irreversibel. Hal tersebut menyebabkan semua perkembangan biologis
terhambat dan menyebabkan kematian mikroba. Menurut Agrijanty (2008), air yang dijemur
selama 4 jam sampai 5 jam telah mampu mencapai suhu 50oC terbukti dapat membunuh
seluruh bakteri yang terkandung didalamnya dengan bantuan pemanasan dari sinar ultra violet
dari matahari. (sumber: Pengolahan Limbah Cair Domestik untuk Penggunaan Ulang (Water
Reuse) oleh Yunita Mulyana, Rizki Purnaini, Berlian Sitorus, Program Studi : Teknik
Lingkungan, Universitas Tanjungpura, Pontianak)
3.2.3 Ozon Pemanfaatan
teknologi ozon pada berbagai sektor telah menunjukkan kegunaan dan keunggulan dari
pemanfaatan ozon. Ozon tidak menimbulkan dampak samping seperti pemanfaatan khlor yaitu
terbentuknya senyawa trihalomethan yang bersifat karsinogen. Teknologi ozon sangat ramah
lingkungan dan ozon merupakan senyawa kimia hijau masa depan. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk menghasilkan ozon melalui peluahan muatan listrik.

3.3 Pertimbangan Operasional dalam Melakukan Desinfeksi Limbah Cair


Kecepatan dan efisiensi desinfeksi kimia akan bergantung pada kondisi operasionalnya, yang
juga mencakup berikut ini: a. Jenis zat kimia yang digunakan Berbagai bahan desinfektan
efektif untuk membunuh dan membuat tidak aktif mikroorganisme. Beberapa desinfektan
hanya efektif terhadap jenis-jenis mikroorganisme khusus tertentu, tetapi hanya sedikit yang
dapat digunakan untuk mendesinfeksi semua jenis kuman menular. Oleh karena itu, dalam
memilih desinfektan perlu diketahui mikroorganisme apa yang akan menjadi sasaran dalam
prosedur pengolahan yang akan dilakukan, mengetahui biologi dari mikroorganisme atau
mikroorganisme sasaran dan mengenal karakteristik dari limbah yang akan diolah. Bahan-
bahan kimia yang tergolong desinfektan adalah senyawa-senyawa chlorin, alkohol-alkohol,
senyawa-senyawa phenol, senyawa-senyawa iodium senyawa-senyawa †œammonium
quaternary†•, †œformaldehyde†• dan †œglutaraldehyde†•. Kebanyakan dari
bahan-bahan ini biasanya digunakan untuk mengawetkan dan mendesinfeksikan specimen-
spesimen patologik. Senyawa-senyawa chlorin (terutama †œnatrium hipoklorit†•)
menjadi satu-satunya jenis desinfektan yang digunakan secara rutin untuk mendesinfeksikan
limbah menular. Sumber: Reinhardt, Peter A. dan G. Gordon. 1995. Pengelolaan Limbah
Menular dan Limbah Medik. (diterjemahkan oleh AKL Depkes RI Jakarta) b. Jumlah zat kimia
yang digunakan Banyaknya dan konsentrasi dari desinfektan merupakan faktor faktor penting
untuk menjamin efektifitas dari pengolahan dengan bahan kimia. Harus digunakan desinfektan
dalam jumlah yang cukup untuk bereaksi dengan semua kuman penyakit yang ada pada limbah.
Jumlah desinfektan yang diperlukan merupakan fungsi dari bahan kimia yang digunakan,
konsentrasinya dan tingkat ketercemaran dari limbah. Faktor penting lainnya adalah jumlah
dari bahan yang mengandung protein yang ada pada limbah, karena bahan-bahan tersebu
tmengikat bahan desinfektan dan mencegah bahan tersebut untuk bereaksi dengan kuman
penyakit. Oleh sebab itu desinfektan harus selalu diberikan dalam jumlah yang lebih sehingga
cukup tersedia bahan kimia yang menjamin efektivitas pengolahan. c. Waktu kontak antara
desinfektan dan limbah Sebagaimana juga pada setiap jenis pengolahan, lamanya waktu
pengolahan yaitu waktu kontaknya merupakan faktor penting untuk mencapai efektifitas
pengolahan dengan bahan kimia. Agar proses desinfeksi dapat terjadi, harus tersedia bahan
kimia dalam jumlah yang cukup untuk bereaksi dengan kuman yang pada limbah dan
disediakan waktu yang cukup untuk memungkinkan berlangsungnya reaksi tersebut. d.
Keluasan kontak antara desinfektan dan limbah Untuk menambah luas kontak antara limbah
dan desinfektan dengan cara memperluas area permukaan dan membuka semua ruang-ruang
yang tertutup. e. Suhu operasional, kelembaban, pH PH dari campuran reaksi dapat
meningkatkan atau menghambat proses desinfeksi. Agar proses desinfeksi berlangsung cepat
dan menyeluruh, harus digunakan pH yang sesuai yaitu derajat keasaman dimana tingkat
pembunuhannya tertinggi dan tercepat untuk desinfektan tertentu yang bekerja terhadap
mikroorganisme yang menjadi sasaran. Sebagaimana pada pH, temperature juga dapat
mempengaruhi keberhasilan pengolahan limbah dengan bahan kimia perubahan-perubahan
pada temperature dapat meningkatkan atau menurunkan efektivitas dan percepatan proses
pengolahan.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Desinfeksi atau pembunuhan kuman bertujuan untuk membunuh atau mengurangi
mikroorganisme patogen yang ada dalam limbah cair. Desinfeksi dapat dilakukan antara lain
dengan berbagai metode seperti klorin, ultraviolet dan ozon. Berdasarkan perhitungan
ekonomis, efisiensi dan kemudahan penggunaannya maka penggunaan klorin merupakan
metode yang paling umum digunakan.

DAFTAR PUSTAKA
Jenie, Betty Sri Laksmi dan Winiati Pudji Rahayu. Penanganan Limbah Industri Pangan. 2007.
Cetakan XI. Yogyakarta: Kanisius Prüss, Annete dkk. Pengelolaan Aman Limbah Layanan
Kesehatan. 2005. Cetakan I. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Laili, Nur. (2013, 23 Februari).
Penanganan Limbah Cair [online].

Anda mungkin juga menyukai