Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR PADA LANSIA

Disusun Oleh:
Fuji Rahma Harianti
P27220016204

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
2017 / 2018
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR PADA LANSIA

A. Konsep Penyakit
1. Definisi Fraktur
Menurut smelter 2002 dalam Arif Muttaqin (2012) fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontuinitas jaringan
tulang dan / tulang rawan yang umumnya di sebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidayat, 2005 dalam Arif Muttaqin, 2012)
Berdasarkan batasan di atas dapat di simpulkan bahwa ,fraktur adalah
terputusnya kontuinitas tulang, retak / patahnya tulang yang utuh, yang
biasanya di sebabkan oleh trauma / rudapaksa atau tenaga fisik yang di
tentukan jenis dan luasnya trauma.
Fraktur pada lansia terkait dengan jatuh dan penyakit yang telah ada,
seperti metastasis kanker, osteoporosis, dan penyakit skeletal lainnya.
Tempat fraktur paling sering adalah kaput femur, dengan insiden wanita
lebih tinggi dibandingkan pria. Fraktur tulang pada lansia lebih mudah
terjadi karena tulang mereka lebih rapuh. Tulang lansia juga sembuh lebih
lambat, yang meningkatkan risiko komplikasi akibat imobilitas.

2. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem, letih karena otot tidak
dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.Umumnya fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang.
Fraktur sering berhubungan dengan olahraga,pekerjaan,atau luka yang
disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Pada orang tua, perempuan
lebih sering mengalami fraktur dari pada laki laki yang berhubungan dengan
meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormone
pada menopause (Reeves, 2001 dalam Arif Muttaqin, 2012)

3. Manifestasi Klinik
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur,bagian-bagian yang tak dapat di gunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan
atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstremitas
normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan bai karena fungsi normal
otot bergantung ada integritas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur tulang panjang ,terjadi pemendekan tulang yang sebenernya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2
inchi)
d. Saat ekstremitas di periksa dengan tangan,teraba adanya detik tulang di
namakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
(Arif Muttaqin, 2012)
4. Komplikasi
a. Non-union, delayed union, atau mal-union tulang dapat terjadi, yang
menimbulkan deformitas atau hilang nya fungsi.
b. Sindrom kompartemen dapat terjadi. Sindrom kompartemen ditandai oleh
kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang disebabkan oleh
pembengkakan dan edema di daerah fraktur.
c. Embolus lemak dapat timbul setelah patah tulang, terutama tulang
panjang.

5. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah
yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya. Faktor-
faktor yang mempengaruhi fraktur :
a. Faktor Ekstrinsik : Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang
yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.
b. Faktor Intrinsik : Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang
menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi
dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
Pathway

(Sumber: Corwin, 2009 ; Brunner & Sudarth, 2002)


6. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
1. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi
tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang masing-masing di pilih
bergantung sifat fraktur.
Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid
terjadi.
2. Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di
imobilisasi atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar
sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi
internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai
inerna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di
butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra
trohanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15
minggu.
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
a. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
b. Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
c. Memantau status neurologi.
d. Mengontrol kecemasan dan nyeri
e. Latihan isometrik dan setting otot
f. Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
g. Kembali keaktivitas secara bertahap.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur :
1. Imobilisasi fragmen tulang.
2. Kontak frgmen tulang minimal.
3. Asupan darah yang memadai.
4. Nutrisi yang baik.
5. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
6. Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid
anabolik.
7. Potensial listrik pada patahan tulang.

(Nurarif, 2013)
B. Asuhan Keperwatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
1) Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,
bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur
adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk
menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam
membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
4) Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan
kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama
tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti
kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit
diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis
akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.

5) Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan


dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi
pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
6) Riwayat Psikososial Merupakan respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

b. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital:
a) Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri,
anxietas, atau hipotensi
b) Tachikardi (respon stres, hipovolemi)
c) Penurunan/ tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera,
pengisian
2) Kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena.
3) Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera
4) Hilang gerakan/ sensasi, spasme otot
5) Kebas/ kesemutan (parastesis)
6) Deformitas lokal: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi,
7) spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi
8) Agitasi, berhubungan dengan nyeri, anxietas atau trauma lain
9) Spasme/ kram otot (setelah imobilisasi)
10) Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna
11) Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap/ hati-hati)

(Maryam, dkk, 2008)

c. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit
sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat
bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan
Ca dan P meengikat di dalam darah.

2) Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan
untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
(Nurarif, 2013)
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2) Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
3) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
4) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis
5) Risiko infeksi ditandai dengan kerusakan integritas kulit

(SDKI, 2016)
3. Intervensi keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN

1 Nyeri Akut NOC NIC

 Tingkat kenyamanan Pain Management


 Pengendalian nyeri
Definisi : Pengalaman 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
 Tingkat nyeri
sensorik atau emosional komprehensif termasuk lokasi
yang berkaitan dengan Kriteria Hasil : karakteristik durasi frekuensi kualitas
kerusakan jaringan dan faktor presipitasi
aktual atau funsional, - Mampu mengontrol 2. Observasi reaksi nonverbal dari
dengan onset mendadak nyeri (tahu penyebab ketidaknyamanan
atau lambat dan nyeri, mampu 3. Gunakan komunikasi terapeutik untuk
berintensitas ringan menggunakan teknik mengetahui pengalaman nyeri pasien
hingga berat yang non farmakologi untuk 4. Kaji kultur yang memepengaruhi
berlangsung kurang dari mengurangi nyeri, respon nyeri
3 bulan. mencari bantuan) 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
- Melaporkan bahwa lampau
Penyebab: nyeri berkurang dengan 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
menggunakan kesehatan lain tentang
1. Agen pencedera
manajemen nyeri ketidakefektifan kontrol nyeri masa
fisiologis (mis.
- Mampu mengenali nyeri lampau
Inflamasi, iskemia,
(menggunakan skala, 7. Bantu pasien dan keluarga untuk
neoplasma)
intensitas, frekuensi dan mencari dan menemukan dukungan
2. Agen pencedera
tanda nyeri) 8. Kontrol lingkungan yang dapat
kimiawi (mis.
mempengaruhi nyeri seperti suhu
Terbakar, bahan
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
kimia iritan)
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
3. Agen pencedera fisik
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(mis. Abses,
(farmakologi, nonfarmakologi dan
amputasi, terbakar,
inter personal)
terpotong,mengangka
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
t berat, prosedur
menentukan intervensi
operasi, trauma,
12. Ajarkan tentang teknik non
latihan fisik
farmakologi
berlebihan)
13. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
Gejala dan Tanda 14. Evaluasi keefektifan kontorl nyeri
Mayor 15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
Subjektif keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
1. mengeluh nyeri pada 17. Monitor penerimaan pasien tentang
bagian abdomen manajemen nyeri

Analgesic Administration
Objektif
18. Tentukan lokasi, karakteristik,
1. Tampak meringis kualitas dan derajat nyeri sebelum
2. Bersikap protektif pemberian obat.
(mis. Waspada, posisi 19. Cek instruksi dokter tentang jenis
menghindari nyeri) obat, dosis dan frekuensi
3. Gelisah 20. Cek riwayat alergi
4. Frekuensi nadi 21. Pilih analgesik yang diperlukan atau
meningkat kombinasi dari analgesik ketika
5. Sulit tidur pemberian lebih dari satu
22. Tentukan pilihan analgesik tergantung
pilihan dan beratnya nyeri
Gejala dan Tanda 23. Tentukan analgesik pilihan, rute
Minor pemberian dan dosis optimal
24. Pilih rute pemberian secara IV, IM
Subjektif
untuk pengobatan nyeri secara teratur
(tidak tersedia) 25. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik pertama
kali
26. Berikan analgesik tepat waktu
Objektif terutama saat nyeri hebat
1. Tekanan darah 27. Evaluasi efektifitas analgesik, tanda
meningkat dan gejala
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir
terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri
sendiri
7. Diaforesis

Kondisi Klinis Terkait


1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
5. Glaukoma
2 Gangguan mobilitas fisik Pergerakan Terapi latihan: ambuasi
Definisi:
Keterbatasan dalam Ambulasi 1. Monitoring vital sign sebelum/sesudah
gerakan fisik dari satu latihan dan lihat respon pasien saat
Kriteria Hasil: latihan
atau lebih ekstremitas
secara mandiri. 2. Konsultasikan dengan terapi fisik
Dipertahankan atau
Batasan Karakteristik tentang rencana ambulasi sesuai
ditingkatkan
(Gejala dan Tanda) dengan kebutuhan
Mayor: - Keseimbangan 3. Bantu klien untuk menggunakan
- Mengeluh sulit - Koordinasi tongkat saat berjalan dan cegah
menggerakkan - Cara berjalan terhadap cedera
ekstremitas - Gerakan otot 4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
- Kekutan otot - Gerakan sendi lain tentang teknik ambulasi
menurun - Kinerja pengaturan 5. Kaji kemampuan pasien dalam
- Rentang gerak tubuh mobilisasi
(ROM) menurun - Kinerja transfer 6. Latih pasien dalam pemenuhan
Minor: - Berlari kebutuhan ADLs secara mandiri
- Nyeri saat bergerak - Melompat sesuai kemampuan
- Enggan melakukan - Merangkak 7. Dampingi dan Bantu pasien saat
pergerakan - Berjalan mobilisasi dan bantu penuhi
- Merasa cemas saat - Bergerak dengan kebutuhan ADLs pasien.
bergerak mudah 8. Berikan alat bantu jika klien
- Sendi kaku memerlukan.
- Gerakan tidak 9. Ajarkan pasien bagaimana merubah
terkoordinasi - Menopang berat posisi dan berikan bantuan jika
- Gerakan terbatas badan diperlukan.
- Fisik lemah. - Berjalan dengan
langkah yang efektif
Penyebab (Berhubungan - Berjalan dengan
Dengan) kecepatan sedang
- Kerusakan integritas - Berjalan dengan cepat
struktur tulang - Berjalan menaiki
- Perubahan tangga
metabolisme - Berjalan menuruni
- Ketidakbugaran fisik - yang sedang
- Penurunan kendali - Berjalan dalam jarak
otot yang jauh
- Penurunan massa otot - Berjalan mengelilingi
- Penurunan kekuatan kamar
otot - Berjalan mengelilingi
- Keterlambatan rumah
perkembangan
- Kekuatan sendi
- Kontraktur
- Malnutrisi
- Gangguan
muskuloskeletal
- Gangguan
neuromuskular
- Indeks masa tubuh
diatas persentil ke-75
sesuai usia
- Efek agen
farmakologis
- Program pembatasan
gerak
- Nyeri
- Kurang terpapar
informasi tentang
aktivitas fisik
- Kecemasan
- Gangguan kognitif
- Keengganan melakukan
pergerakan
3 Ansietas NOC NIC

 Tingkat ansietas Anxiety Reduction (Penurunan


 Pongendalian-Diri Kecemasan)
Definisi : kondisi emosi terhadap ansietas
dan pengalaman 1. Gunakan pendekatan yang
 Konsentrasi
subyektif individu menenangkan
 Koping
terhadap objek yang 2. Nyatakan secara jelas harapan
tidak jelas dan spesifik Kriteria Hasil : terhadap pelaku pasien
akibat antisipasi bahaya 3. Jelaskan semua prosedur dan apa
yang memungkinkan - Klien mampu yang dirasakan selama prosedur
individu melakukan mengidentifikasi dan 4. Pahami perspektif pasien terhadap
tindakan untuk mengungkapkan gejala situasi stress
menghadapi ancaman. cemas 5. Temani pasien untuk memberikan
- Mengidentifikasi, keamanan dan mengurangi takut
mengungkapkan, 6. Motivasi keluarga untuk menemani
menunjukkan teknik anak
Penyebab
untuk mengontrol 7. Lakukan back / neck rub
1. Krisis situasional cemas 8. Dengarkan pasien dengan penuh
2. Kebutuhan tidak - Vital sign dalam batas perhatian
terpenuhi normal 9. Identifikasi tingkat kecemasan
3. Krisis maturasional - Postur tubuh, ekspresi 10. Bantu pasien mengenal situasi yang
4. Ancaman terhadap wajah, bahasa tubuh dan menimbulkan kecemasan
konsep diri tingkat aktivitas 11. Motivasi pasien untuk
5. Ancaman terhadap menunjukkan mengungkapkan kecemasan,
kematian berkurangnya ketakutan dan persepsi
6. Kekhawatiran kecemasan 12. Instruksikan pasien menggunakan
mengalami kegagalan teknik relaksasi
7. Disfungsi sistem 13. Berikan obat untuk mengurangi
keluarga kecemasan
8. Hubungan orang tua-
anak tidak
memuaskan
9. Faktor keturunan
(temperamen mudah
teragitasi sejak lahir)
10. Penyalahgunaan zat
11. Terpapar bahaya
lingkungan (mis.
Toksin, polutan, dan
lain-lain)
12. Kurang terpapar
informasi

Gejala dan Tanda


Mayor
Subjektif
1. merasa bingung
2. merasa khawatir
dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi
3. sulit berkonsentrasi

Objektif
1. Tampak gelisah
2. Tampak tegang
3. Sulit tidur

Gejala dan Tanda


Minor
Subjektif
1. mengeluh pusing
2. anoreksia
3. palpitasi
4. merasa tidak berdaya

Objektif
1. frekuensi napas
meningkat
2. frekuensi nadi
meningkat
3. tekanan darah
meningkat
4. diaforesis
5. tremor
6. muka tampak pucat
7. suara bergetar
8. kontak mata buruk
9. sering berkemih
10. berorientasi pada
masa lalu

Kondisi Klinis Terkait


1. Penyakit kronis
progresif (mis.
Kanker, penyakit
autoimun)
2. Penyakit akut
3. Hospitalisasi
4. Rencana operasi
5. Kondisi diagnosis
penyakit belum jelas
6. Penyakit neurologis
7. Tahap tumbuh
kembang

4 Gangguan integritas NOC NIC


kulit
 Tissue Integrity : Skin Pressure Management
Definisi : and Mucous
Membranes  Anjurkan pasien untuk menggunakan
Kerusakan kulit (dermis pakaian yang longgar
dan/atau epidermis) atau  Hindari kerutan pada tempat tidur
jaringan (membran  Hemodyalis akses  Jaga kebersihan kulit agar tetap
mukosa, kornea, fasia, bersih dan kering
otot, tendon, tulang,  Mobilisasi pasien (ubah posisi
kartilago, kapsul sendi pasien) setiap dua jam sekali
dan/atau ligamen). Kriteria Hasil :  Monitor kulit akan adanya
kemerahan
 Integritas kulit yang  Oleskan lotion atau minyak/baby oil
baik bisa dipertahankan pada daerah yang tertekan
Penyebab (sensasi, elastisitas,  Monitor aktivitas dan mobilisasi
1. Perubahan sirkulasi temperatur, hidrasi, pasien
2. Perubahan status pigmentasi)  Monitor status nutrisi pasien
 Tidak ada luka/lesi  Memandikan pasien dengan sabun
nutrisi (kelebihan
atau kekurangan) pada kulit dan air hangat
 Perfusi jaringan baik
3. Kekurangan/
 Menunjukkan Insision site care
kelebihan volume
cairan pemahaman dalam
4. Penurunan moblitas proses perbaikan kulit 1. Membersihkan, memantau dan
5. Bahan kimia iritatif dan mencegah meningkatkan proses penyembuhan
6. Suhu lingkungan terjadinya cedera pada luka yang ditutup dengan
yang ekstream berulang jahitan, klip atau straples
 Mampu melindungi 2. Monitor proses kesembuhan area
7. Faktor mekanis (mis.
Penekanan pada kulit dan insisi
tonjolan tulang, mempertahankan 3. Monitor tanda dan gejala infeksi
gesekan) atau faktor kelembaban kulit dan pada area insisi
elektris perawatan alami 4. Bersihkan area sekitar jahitan atau
(elektrodiatermi, staples, menggunakan lidi kapas
energi listrik steril
bertegangan tinggi) 5. Gunakan preparat antiseptic, sesuai
8. Efek samping terapi program
radiasi 6. Ganti balutan pada interval waktu
9. Kelembaban yang sesuai atau biarkan luka tetap
10. Proses penuaan terbuka (tidak dibalut) sesuai
11. Neuropati perifer program
12. Perubahan
pigmentasi
13. Perubahan hormonal
14. Kurang terpapar
informasi tentang
upaya
mempertahankan/mel
indungi integritas
jaringan
Gejala dan Tanda
Mayor
Subjektif
(tidak tersedia)

Objektif
1. Kerusakan jaringan
dan/atau lapisan kulit

Gejala dan Tanda


Minor
Subjektif
(tidak tersedia)

Objektif
1. Nyeri
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma

Kondisi Klinis Terkait


1. Imobilisasi
2. Gagal jantung
kongestif
3. Gagal ginjal
4. Diabetes mellitus
5. Imunodefisiensi (mis.
AIDS)

5 Risiko Infeksi NOC NIC


Definisi:  Immune status Infection Control (kontrol infeksi)
 Knowledge : infection 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
Berisiko mengalami control pasien lain
peningkatan terserang
 Risk control 2. Pertahankan teknik isolasi
organisme patogenik. 3. Batasi pengunjung bila perlu
Kriteria hasil: 4. Instruksikan pada pengunjung untuk
mencuci tangan saat berkunjung dan
Faktor Risiko: - Klien bebas dari tanda setelah berkunjung meninggalkan
dan gejala infeksi pasien
1. Penyakit kronis (mis. - Mendeskripsikan proses 5. Gunakan sabun antimikroba untuk
Diabetes mellitus) penularan penyakit, cuci tangan
2. Efek prosedu invasif faktor yang 6. Cuci tangan sebelum dan sesudah
3. Malnutrisi mempengaruhi melakukan tindakan keperawatan
4. Peningkatan paparan penularan serta 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
organisme patogen penatalaksanaan alat pelindung
lingkungan - Menunjukan 8. Pertahankan lingkungan aseptik
5. Ketidakadekuatan kemampuan untuk selama pemasangan alat
pertahanan tubuh mencegah timbulnya 9. Ganti letak IV perifer dan line central
primer: infeksi dan dressing sesuai dengan petunjuk
1) Gangguan - Jumlah leukosit dalam umum
peristaltik batas normal 10.Gunakan kateter intermiten untuk
2) Kerusakan - Menunjukan perilaku menurunkan infeksi kandung kencing
integritas kulit hidup sehat 11.Tingkatkan intake nutrisi
3) Perubahan
12.Berikan terapi antibiotik bila perlu
sekresi pH
4) Penurunan kerja Infection Protection (proteksi
siliaris terhadap infeksi)
5) Ketuban pecah 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
lama sistemik dan lokal
6) Ketuban pecah 2. Monitor hitung granulosit , WBC
sebelum 3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
waktunya 4. Batasi pengunjung
7) Merokok 5. Pertahankan teknik aseptik
8) Statis cairan 6. Pertahankan teknik isolasi
tubuh 7. Berikan perawatan kulit
8. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
6. Ketidakadekuatan
9. Inspeksi kondisi luka
pertahanan tubuh
10. Instruksikan pasien untuk minum
sekunder:
antibiotik sesuai resep
1) Penurunan
11. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
hemoglobin
dan gejala infeksi
2) Imunosupresi
12. Ajarkan cara menghindari infeksi
3) Leukopenia
13. Laporkan kecurigaan infeksi
4) Supresi respon
14. Laporkan kultur positif
inflamasi
5) Vaksinasi tidak
adekuat
Kondisi Klinis Terkait:
1. AIDS
2. Luka bakar
3. Penyakit paru
obstruksi kronis
4. Diabetes mellitus
5. Tindakan invasif
6. Kondisi penggunaan
terapi steroid
7. Penyalahgunaan obat
8. Ketuban Pecah
Sebelum Waktunya
(KPSW)
9. Kanker
10. Gagal ginjal
11. Imunosupresi
12. Lymphedema
13. Leukositopenia
14. Gangguan fungsi hati

4. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan hasil pelayanan dengan tujuan
yang telah ditetapkan, menemukan faktor penghambat dalam pelaksanaan
pemberian pelayanan keperawatan (Sunaryo, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek. Gloria M. dkk . 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Ed.


Keenam. Singapore: Elsevier.

Maryam, Siti. dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika.

Moorhead. Sue. dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Ed.


Kelima. Singapore: Elsevier.

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2013. APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.
Jogjakarta: MediAction.

Sunaryo. dkk. 2015. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: ANDI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jaksel: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai