Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

“FILSAFAT ILMU”

Oleh:

MUHAMMAD ISRAJUDDIN
R1D1 15 127

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT. karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis mampu menyelesaikan buku yang berjudul
“Filsafat Ilmu”. Tak lupa pula penulis panjatkan salawat serta salam kepada Nabi Besar
Muhammad SAW karena atas jasanyalah sehingga kita mampu berada diera modernisasi
seperti sekarang ini.
Dalam penyelesaian makala ini, penulis secara langsung atau tidak langsung telah
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terimah kasih
kepada bapak Dr. Ida Usman S.si,M.Si selaku dosen pengampuh dan pembimbing mata
kuliah “Filsafat Sains Dan Konsep Teknologi” yang telah membimbing penulis agar dapat
memahami tentang ilmu filsafat. Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada
orang tua, keluarga, teman serta pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan buku
ini.
Penulis menyadari bahwa makala ini masih jauh dari kata sempurna, kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun penulis harapkan demi kesempurnaan
makala ini serta memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi yang
membutuhkannya. Terimakasih.

Kendari, juni 2018

Penulis
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHLUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan

BAB II LANDASAN TEORI


A. Pengertian Filsafat Ilmu
B. Objek Filsafat Ilmu
C. Arti Kebenaran Ilmiah

BAB III PEMBAHASAN


A. Hakikat Filsafat Ilmu
B. Hakekat Kebenaran
C. Kriteria Kebenaran Ilmiah
D. Jenis dan Sifat Kebenaran Ilmiah
E. Cara Mendapatkan Kebenaran Ilmiah
F. Keterkaitan Antara Filsafat Ilmu dan Kebenaran
G. Penjelajahan Ilmu Dan Batas-Batasnya

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat sebagai suatu ilmu pengetahuan yang berusaha mencari kebenaran
telah memberikan banyak pelajaran, misalnya tentang kesadaran, kemauan, dan
kemampuan manusia sesuai dengan posisinya sebagai makhluk Tuhan untuk
dipublikasikan dalam kehidupan. Manusia dianugrahi oleh Tuhan berupa akal, daya
pikir, yang tidak diberikan kepada makhluk lain, maka sudah sepantasnya akal ini
dipergunakan semaksimal mungkin untuk kemampuan berpikir tersebut, dan
kemampuan berpikir inilah yang membedakan manusia dengan hewan.
Setiap kejadian atau peristiwa pada dasarnya tidak dapat lepas dari peristiwa-
peristiwa lain yang mendahuluinya. Jadi, sesuatu itu bias terjadi karena ada
hubungan dengan peristiwa sebelumnya. Oleh karena itu kejadian demi kejadian
atau peristiwa demi peristiwa haruslah selalu diperhatian kehadirannya. Demikian
pula dengan apa yang disebut filsafat dan ilmu, ia muncul dan berkembang bukan
karena ia sendiri, melainkan adanya sesuatu (peristiwa) yang memicu muncul dan
berkembangnya.
Setelah menyadari betapa pentingnya berpikir, rasanya mempelajari filsafat
menjadi sangat perlu adanya. Filsafat merupakan sarana yang baik untuk
memahami bagaimana cara berpikir tersebut. Dalam makalah ini akan difokuskan
membahas tentang hakekat filsafat, hakekat filsafat ilmu, dan juga menjelaskan
mengenai perbedaan dan persamaan antara filsafat dengan filsafat ilmu.

B. Rumusan Masalah
Begitu pentingnya mempelajari filsafat Ilmu, Kebenaran dan Penjelajahannya
yaang telah dijelaskan pada pendahuluan, adapun permasalahan yang akan dibahas
antara lain :
1. Apakah Hakikat Filsafat Ilmu ?
2. Apakah Hakikat kebenaran ?
3. Apa kriteria kebenaran Ilmiah ?
4. Apa saja jenis dan Sifat Kebenaran Ilmiah ?
5. Bagaimana Cara Mendapatkan Kebenaran Ilmiah ?
6. Apakah Keterkaitan antara Filsafat Ilmu dan Kebenaran ?
7. Bagaimana Penjelajahan Ilmu dan batas-batasnya ?
C. Tujuan Penulisan
Dari beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dapat kami simpulkan
tujuan penulisan makalah ini antara lain :
1. Untuk mengetahui Hakikat Filsafat Ilmu.
2. Untuk mengetahui Hakikat Kebenaran.
3. Untuk mengetahui kriteria kebenaran Ilmiah.
4. Untuk mengetahui jenis dan sifat kebenaran Ilmiah.
5. Untuk mendapatkan kebenaran Ilmiah.
6. Untuk mengetahui keterkaitan antara filsafat ilmu dan kebenaran.
7. Untuk mengetahui penjelajahan ilmu dan batas-batasnya.

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan artikel adalah sebagai berikut::
1. Manfaat Umum
Semoga dengan penulisan ini bisa membantu para pembaca baik itu
mahasiswa maupun calon guru dalam mendalami materi Filsafat Ilmu.
2. Manfaat Khusus
Mengembangkan kemampuan penulis dalam mempelajari Materi filsafat
Ilmu.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Filsafat Ilmu


Ada berbagai definisi filsafat ilmu yang dihipun oleh The Liang Gie, di sini
hanya akan dikemukakan empat pendapat yang dianggap paling reprsentatif,
diantaranya adalah:
Robert Ackermann, filsafat ilmu adalah sebuah tinjauan kritis tentang
pendapat- pendapat ilmiah dewasa ini yang dibandingkan dengan pendapat-pendapat
terdahulu yag telah dibuktikan.
Lewis White Beck, filsafat ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-
metode pemikiran ilmiah serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha
ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
Cornelius Benjamin, filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafati
yang menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya, konsep-
konsepnya, dan peranggapan-peranggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum
dari cabang pengetahuan intelektual.
May Brodbeck, filsafat ilmu itu sebagai analisis yang netral secara etis dan
filsafati, pelukisan, dan penjelasan mengenai andasan-landasan ilmu.
Kempat definisi tersebut memperlihatkan ruang lingkup dan cakupan yang
dibahas dalam filsafat ilmu, meliputi antara lain: (1) komparasi kritis sejarah
perkembangan ilmu, (2) sifat dasar ilmu pengetahuan, (3) metode ilmiah, (4)
peranggapan- peranggapan ilmiah, (5) sikap etis dalam pengembangan ilmu
pengetahuan.
Adapun yang paling banyak dibicarakan terutama adalah sejarah
perkembangan ilmu, metode ilmiah, dan sikap etis dalam pengembangan ilmu
pengetahuan.
Prof Sikun Pribadi yang dikutip oleh Burhanuddin salam mengemukakan
perbedaan antara filsafat dan ilmu pengetahuan sebagai berikut: jelaslah bahwa
perbedaan antara filsafat dan ilmu pengetahuan, ialah bahwa ilmu pengetahuan
bertolak dari dunia fakta, sedangkan filsafat bertolak dari dunia nilai, artinya selalu
menghubungkan masalah dengan makna keseluruhan hidup, walaupun kedua bidang
aktivitas manusia itu bersifat kognitif.
Ilmu berhubungan dengan mempersoalkan fakta-fakta yang factual, yang
diperoleh dengan eksperimen, observasi, dan verifikasi, hanya berhubungan sebagian
dari aspek kehidupan atau kejadian yang ada di dunia ini, sedangkan keseluruhan
yang bermana mengemukakan perbedaan antara filsafat dan ilmu sebagai berikut.
Ilmu berhubungan dengan lapangan yang terbatas, filsafat mencoba
menghubungkan dengan keseluruhan pengalaman, untuk memperoleh suatu
pandangan yang lebih komprehenshif tentang sesuatu.
Ilmu menggunakan pendeatan analitis dan deskriptip, sedangkan filsafat
sintesis dan sinoptis, berhubungan dengan sifat-sifat dan kualitas alam dan hidup
secara keseluruhan.
Ilmu menganalisis keseluruhan menjadi bagian-bagian dari organisme yang
menjadi organ-orgn. Filsafat mencoba membedakan sesuatu dalam bentuk sintetis
yang menjelaskan dan mencari makna sesuatu secara keseluruhan.
Ilmu menghilangkan faktor-faktor pribadi yang subyektif, sedangkan filsafat
tertarik kepada personalitas, nilai-nilai dan semua pengalaman. Ilmu tertarik pada
hakikat sesuatu sebagaimana adanya, sedangkan filsafat tidak hanya tertarik pada
bagian-bagian yang nyata melainkan juga kepada kemungkinannya yang ideal dari
suatu benda, dan nilai dan maknanya. Ilmu meneliti alam, mengontrol proses alam
sedangkan tugas filsafat mengadakan kritik, menilai, dan mengkoordinasikan tujaun.
Ilmu lebih menekankan pada deskripsi hukun-hukum fenomenal dan hubungan
kausal. Felsafat tertarik dengan hal-hal yang berhubungan dengan pertanyaan “why”
dan “how”.

B. Objek Filsafat Ilmu


Menurut jujun S. Suriasumantri (1986:2) tiap-tiap pengetahuan memiliki tiga
komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang
disusunnya.Komponen tersebut adalah ontology, epistemology, dan aksiologi.
Ontology menjelaskan atau untuk menjawab mengenai pertanyaan apa, epistemology
menjelaskan dan menjawab mengenai pertanyaan bagaimana, dan aksiologi
menjelakan dan menjawab mengenai pertanyaan untuk apa?
Filsafat ilmu sebagaimana dengan halnya dengan bidang ilmu yang lain, juga
memiliki objek material dan objek formal tersendiri. Objek material atau pokok
bahasan filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang
telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu sehingga dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum. Di sini terlihat jelas perbedaan
yang hakiki antara pengetahuan dengan ilmu pengetahuan. Pengetahuan itu lebih
bersifat umum dan didasarkan atas pengalaman sehari-hari, sedangkan ilmu
pengetahuan adalah pengetahuan yang bersifat khusus dengan ciri-ciri sistematis,
metode ilmiah tertentu, serta dapat diuji kebenarannya.
Adapun objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan,
artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem-problem mendasar
ilmu pengetahuan, seperti apahakikat imu itu sesungguhnya? Bagaimana cara
memperoleh kebenaran yang ilmiah? Apa fungsi ilmu pengetahuan itu bagi manusia?
Problem-problem inilah yang dibicarakan dalam landasan pengembangan ilmu
pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis.

C. Arti Kebenaran Ilmiah


Apa itu kebenaran Ilmiah? Untuk sampai kepada pengertian kebenaran
Ilmiah dijelaskan masing-masing pengertian dari keduanya. Kebanaran ada yang
berbendapat bahwa berasal dari “benar”. Benar timbul dari pernyataan yang
sesungguhnya. Pernyataan merupakan penyusunan tanda-tanda secara tertib yang
oleh aturan sintaksis disebut kalimat berita. Pernyataan merupakan makna yang
terkandung dalam kalimat berita. Namun istilah pernyataan merujuk kepada yang
murni dari sintaksis. Karena pernyataan berarti kalimat berita sedangkan makna yang
dimaksudkan oleh pernyataan adalah “proposisi”.
Sudah jelas bahwa tidak ada perangkat tanda yang dapat dikatakan benar
selanjutnya secara lues kita tidak dapat mengatakan bahwa sesuatu pernyaataan
benar, kadang- kadang pernyaataan diartikan sama dengan proposisinya, sedangkan
yang dimaksudkan benar di dalam pembahasan ini adalah perkataan benar hanya
dapat diterapkan dalam propoosisinya.
Kebenaran adalah kesesuaian pengetahuan dengan objeknya. Ketidaksuaian
pengetahuan dengan objeknya disebut dengan kekeliruan. Suatu objek yang ingin
diketahui memiliki begitu banyak aspek yang senantiasa sangat sulit untuk
diungkapkan serentak. Kenyataannya manusia hanya mampu mengetahui beberapa
aspek dari suatu objek sedangkan yang lainnya tetap tersembunyi baginya. Dengan
demikian, jelas bahwa amat sulit untuk untuk mencapai kebenaran yang lengkap dari
suatu objek tertentu apalagi mencapai seluruh kebenaran dari segala sesuatu yang
dapat dijadikan objek pengetahuan.
Pengetahuan terbagi menjad tiga
1. Pengetahuan biasa disebut juga dengan pengetahuan pra-imiah yaitu pengetahuan
dari hasil pencerapan indra terhadap objek tertentu.
2. Pengetahuan ilmiah yaitu pengetahuan yang diperoleh lewat metode- metode yang
lebih menjamin kepastian kebenaran yang dicapai.
3. Pengetahuan falsafi yaitu kebenaran yang diperoleh lewat pemikiran rasional yang
didasarkan pemahaman, penafsiran, spekulasi, penilaian kritis, dan pemikiran-
pemikiran logis, analitis dan sistematis. Pengetahuan falsafi berkaitan dengan
hakikat, prinsip, objek, dan asas dari realitas yang dipersoalkan selaku objek yang
hendak diketahui.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Hakikat Filsafat Ilmu


1. Pengertian Filsafat Ilmu
Terdapat banyak definisi/pengertian mengenai filsafat ilmu misalnya:
a. Cornelius Benjamin (dalam The Liang Gie, 19 : 58)
Filsafat ilmu merupakan cabang dari filsafat yang secara sistematis menelaah
sifat dasar ilmu, khususnya mengenai metoda, konsep-konsep, dan pra-
anggapan-pra-anggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang-
cabang pengetahuan intelektual.
b. Conny Semiawan at al (1998 : 45)
Menyatakan bahwa filsafat ilmu pada dasarnya adalah ilmu yang berbicara
tentang ilmu pengetahuan (science of sciences) yang kedudukannya di atas ilmu
lainnya.
c. Jujun Suriasumantri (2005 : 33-34)
Filsafat ilmu sebagai bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang
ingin menjawab tiga kelompok pertanyaan mengenai hakikat ilmu sebagai
berikut :
1). Kelompok pertanyaan pertama antara lain sebagai berikut ini. Objek apa
yang ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud hakiki dari objek tersebut?
Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangap manusia ?
(disebut dengan istilah Ontologis)
2). Kelompok pertanyaan kedua : Bagaimana proses yang memungkinkan
diperolehnya pengetahuan yang berupa ilmu ? Bagaimana prosedurnya ?
Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan
yang benar ? Apa yang dimaksud dengan kebenaran ? Dan seterusnya.
(disebut dengan istilah epistemologis)
3). Kelompok pertanyaan ketiga : Untuk apa pengetahuan yang berupa
ilmu itu ? Bagaimana kaitan antara cara menggunakan ilmu dengan
kaidah-kaidah moral ? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah
berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Dan seterusnya. (disebut dengan
istilah aksiologis).
2. Karakteristik filsafat ilmu
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diidentifikasi karakteristik filsafat
ilmu, yaitu:
a. Filsafat ilmu merupakan cabang dari filsafat.
b. Filsafat ilmu berusaha menelaah ilmu secara filosofis dari sudut pandang
ontologis, epistemologis, dan aksiologis.

3. Objek filsafat ilmu


a. Objek material filsafat ilmu adalah ilmu
b. Objek formal filsafat ilmu adalah ilmu atas dasar tinjauan filosofis, yaitu
secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis.

4. Manfaat Mempelajari filsafat ilmu

Dengan mempelajari filsafat ilmu diharapkan mahasiswa semakin kritis dalam


sikap ilmiahnya. Mahasiswa sebagai insan kampus diharapkan untuk bersikap
kritis terhadap berbagai macam teori yang dipelajarinya di ruang kuliah maupun
dari sumber-sumber lainnya.
Mempelajari filsafat ilmu mendatangkan kegunaan bagi para mahasiswa
sebagai calon ilmuwan untuk mendalami metode ilmiah dan untuk melakukan
penelitian ilmiah. Dengan mempelajari filsafat ilmu diharapkan mereka memiliki
pemahaman yang utuh mengenai ilmu dan mampu menggunakan pengetahuan
tersebut sebagai landasan dalam proses pembelajaran dan penelitian ilmiah.
Mempelajari filsafat ilmu memiliki manfaat praktis. Setelah mahasiswa lulus
dan bekerja mereka pasti berhadapan dengan berbagai masalah dalam
pekerjaannya. Untuk memecahkan masalah diperlukan kemampuan dan
kedalaman berpikir kritis dalam menganalisis berbagai hal yang berhubungan
dengan masalah yang dihadapi. Dalam konteks inilah pengalaman mempelajari
filsafat ilmu diterapkan.
B. Hakekat Kebenaran
Mencari hakekat kebenaran mungkin sering kita ucapkan, tapi susah
dilaksanakan. Makhluk apa itu kebenaran juga kita kadang masih nggak ngerti.Â
Yang pasti bahwa “benar” itu pasti “tidak salah” ;). Pertanyaan-pertanyaan kritis kita
di masa kecil, misalnya mengapa gajah berkaki empat, mengapa burung bisa terbang,
dsb kadang tidak terjawab secara baik oleh orang tua kita. Sehingga akhirnyaÂ
sering sesuatu kita anggap sebagai yang memang sudah demikian wajarnya (taken
for granted). Banyak para ahli yang memaparkan ide tentang sudut pandang
kebenaran termasuk bagaimana membuktikannya. Saya mencoba ulas masalah
hakekat kebenaran ini dari tiga sudut pandang yaitu: kebenaran ilmiah, kebenaran
non-ilmiah dan kebenaran filsafat.
Harus kita pahami lebih dahulu bahwa meskipun kebenaran ilmiah sifatnya
lebih sahih, logis, terbukti, terukur dengan parameter yang jelas, bukan berarti bahwa
kebenaran non-ilmiah atau filasat selalu salah. Malah bisa saja kebenaran non-ilmiah
dan kebenaran filsafat terbukti lebih “benar” daripada kebenaran ilmiah yang
disusun dengan logika, penelitian dan analisa ilmu yang matang. Contoh menarik
adalah kasus patung Kouros yang telah diteliti dan dibuktikan keasliannya oleh
puluhan pakar selama lebih dari 1,5 tahun di tahun 1983, bahkan juga dianalisa
dengan berbagai alat canggih seperti mikroskop elektron, mass spectrometry, x-ray
diffraction, dsb. Namun beberapa pakar lain (George Despinis, Angelos Delivorrias)
menggunakan pendekatan intuitif sebagai ahli geologi dan mengatakan bahwa
patung tersebut palsu (terlalu fresh, seolah tidak pernah terkubur, kelihatan janggal).
Akhirnya patung itu dibeli dengan harga tinggi oleh museum J. Paul Getty di
California dengan asumsi kebenaran ilmiah lebih bisa dipertanggungjawabkan.
Kenyataan kemudian membuktikan bahwa semua dokumen tentang surat tersebut
palsu, dan patung itu dipahat disebuah bengkel tempa di Roma tahun 1980. Cerita ini
menjadi pengantar buku bestseller berjudul Blink karya Malcolm Gladwell.
1. Kebenaran Ilmiah
Kebenaran yang diperoleh secara mendalam berdasarkan proses penelitian
dan penalaran logika ilmiah. Kebenaran ilmiah ini dapat ditemukan dan diuji
dengan pendekatan pragmatis, koresponden, koheren.
Kebenaran Pragmatis: Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila
memiliki kegunaan/manfaat praktis dan bersifat fungsional dalam kehidupan
sehari-hari. Contohnya, Yadi mau bekerja di sebuah perusahaan minyak karena
diberi gaji tinggi. Yadi bersifat pragmatis, artinya mau bekerja di perusahaan
tersebut karena ada manfaatnya bagi dirinya, yaitu mendapatkan gaji tinggi.
Kebenaran Koresponden: Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila
materi pengetahuan yang terkandung didalamnya berhubungan atau memiliki
korespondensi dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Teori
koresponden menggunakan logika induktif, artinya metode yang digunakan
dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Dengan kata lain
kesimpulan akhir ditarik karena ada fakta-fakta mendukung yang telah diteliti
dan dianalisa sebelumnya. Contohnya, Jurusan teknik elektro, teknik mesin, dan
teknik sipil Undip ada di Tembalang. Jadi Fakultas Teknik Undip ada di
Tembalang.
Kebenaran Koheren: Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila
konsisten dan memiliki koherensi dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap
benar. Teori koheren menggunakan logika deduktif, artinya metode yang
digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal umum ke khusus.
Contohnya, seluruh mahasiswa Undip harus mengikuti kegiatan Ospek.
Luri adalah mahasiswa Undip, jadi harus mengikuti kegiatan Ospek.

2. Kebenaran Non-Ilmiah
Berbeda dengan kebenaran ilmiah yang diperoleh berdasarkan penalaran
logika ilmiah, ada juga kebenaran karena faktor-faktor non- ilmiah. Beberapa
diantaranya adalah:
Kebenaran Karena Kebetulan: Kebenaran yang didapat dari kebetulan dan
tidak ditemukan secara ilmiah. Tidak dapat diandalkan karena kadang kita sering
tertipu dengan kebetulan yang tidak bisa dibuktikan. Namun satu atau dua
kebetulan bisa juga menjadi perantara kebenaran ilmiah, misalnya
penemuan kristal Urease oleh Dr. J.S. Summers.
Kebenaran Karena Akal Sehat (Common Sense): Akal sehat adalah
serangkaian konsep yang dipercayai dapat memecahkan masalah secara praktis.
Kepercayaan bahwa hukuman fisik merupakan alat utama untuk pendidikan
adalah termasuk kebenaran akal sehat ini. Penelitian psikologi kemudian
membuktikan hal itu tidak benar.
Kebenaran Agama dan Wahyu: Kebenaran mutlak dan asasi dari Allah dan
Rasulnya. Beberapa hal masih bisa dinalar dengan panca indra manusia, tapi
sebagian hal lain tidak.
Kebenaran Intuitif: Kebenaran yang didapat dari proses luar sadar tanpa
menggunakan penalaran dan proses berpikir. Kebenaran intuitif sukar dipercaya
dan tidak bisa dibuktikan, hanya sering dimiliki oleh orang yang berpengalaman
lama dan mendarah daging di suatu bidang. Contohnya adalah kasus patung
Kouros dan museum Getty diatas.
Kebenaran Karena Trial dan Error: Kebenaran yang diperoleh karena
mengulang-ulang pekerjaan, baik metode, teknik, materi dan paramater-
parameter sampai akhirnya menemukan sesuatu. Memerlukan waktu lama dan
biaya tinggi.
Kebenaran Spekulasi: Kebenaran karena adanya pertimbangan meskipun
kurang dipikirkan secara matang. Dikerjakan dengan penuh resiko, relatif
lebih cepat dan biaya lebih rendah daripada trial-error.
Kebenaran Karena Kewibawaan: Kebenaran yang diterima karena pengaruh
kewibawaan seseorang. Seorang tersebut bisa ilmuwan, pakar atau ahli yang
memiliki kompetensi dan otoritas dalam suatu bidang ilmu. Kadang kebenaran
yang keluar darinya diterima begitu saja tanpa perlu diuji. Kebenaran ini bisa
benar tapi juga bisa salah karena tanpa prosedur ilmiah.

3. Kebenaran Filsafat
Kebenaran yang diperoleh dengan cara merenungkan atau memikirkan
sesuatu sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, baik sesuatu itu ada atau
mungkin ada. Kebenaran filsafat ini memiliki proses penemuan dan
pengujian kebenaran yang unik dan dibagi dalam beberapa
kelompok (madzab). Bagi yang tidak terbiasa (termasuk saya ;)) mungkin
terminologi yang digunakan cukup membingungkan. Juga banyak yang oportunis
alias menganut madzab dualisme kelompok, misal mengakui kebenaran
realisme dan naturalisme sekaligus.
a) Realisme: Mempercayai sesuatu yang ada di dalam dirinya sendiri dan sesuatu
yang pada hakekatnya tidak terpengaruh oleh seseorang.
b) Naturalisme: Sesuatu yang bersifat alami memiliki makna, yaitu bukti
berlakunya hukum alam dan terjadi menurut kodratnya sendiri.
c) Positivisme: Menolak segala sesuatu yang di luar fakta, dan menerima sesuatu
yang dapat ditangkap oleh pancaindra. Tolok ukurnya adalah nyata, bermanfaat,
pasti, tepat dan memiliki keseimbangan logika.
d) Materialisme Dialektik: Orientasi berpikir adalah materi, karena materi
merupakan satu-satunya hal yang nyata, yang terdalam dan berada diatas
kekuatannya sendiri. Filosofi resmi dari ajaran komunisme.
e) Idealisme: Idealisme menjelaskan semua obyek dalam alam dan pengalaman
sebagai pernyataan pikiran.
f) Pragmatisme: Hidup manusia adalah perjuangan hidup terus menerus, yang sarat
dengan konsekuensi praktis. Orientasi berpikir adalah sifat praktis, karena praktis
berhubungan erat dengan makna dan kebenaran.

C. Kriteria Kebenaran Ilmiah


Berpikir adalah suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar.
Sesuatu dikatakan benar sesuai dengan kriteria kebenaran. Menurut Depdikbud
kebenaran adalah keadaan yang cocok dengan keadaan sebenarnya. Jadi sesuatu
dikatakan memiliki nilai kebenaran jika sesuai dengan keadaan sebenarnya. Jenis
kebenaran ada 3 macam, yaitu (1). Kebenaran epistimologis adalah kebenaran yang
berhubungan dengan pengetahuan manusia (2). Kebenaran antologis adalah
kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada
atau diadakan. (3). Kebenaran sematis adalah kebenaran yang berkaitan dengan
pemakaian bahasa. Ini tergantung pada kebebasan manusia sebagai makhluk hidup
yang bebas melakukan sesuatu. Bahasa merupakan ungkapan dari kebenaran

1. Kriteria Kebenaran Epistimologis


Ilmu pengetahuan yang paling utama membicarakan berbagai macam kriteria
kebenaran, dalam hal ini terdiri atas jenis-jenis kebenaran sebagai berikut:
a. Kebenaran absolut, yaitu kebenaran mutlak. Cirinya adalah benar dengan
sendirinya, tidak berubah-ubah, dan tidak membutuhkan pengakuan dari
siapapun supaya menjadi benar.
b. Kebenaran absolut ini hanya dimiliki oleh Tuhan, pencipta alam semesta.
c. Kebenaran relatif, yaitu kebenaran yang berubah-ubah. Contoh selera
musik, menurut A musik pop bagus tetapi menurut B musik rock lebih
bagus.
d. Kebenaran spekulatif, yaitu kebenaran yang menjadi ciri khas filsafat.
Kebenaran ini bersifat kebetulan dengan landasar logis dan rasional.
e. Kebenaran korespondensi, kebenaran yang bertumpu pada realitas objektif.
Kriteria kebenaran dicirikan oleh adanya relevansi pernyataan dengan
kenyataan, antara teori dan praktik. Contoh: UNY terletak di
Yogyakarta.
f. Kebenaran pragmatis, kebenaran yang diukur dengan adanya manfaat suatu
pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik secara individu maupun
kelompok.Contoh: ilmu perbintangan bermanfaat bagi nelayan maka
memiliki nilai kebenaran pragmatis.
g. Kebenaran normatif, kebenaran yang didasarkan pada sistem sosial yang
sudah baku. Misalnya kebenaran karena tuntutan adat kebiasaan atau
kesepakatan sosial yang telah lama berlaku dalam kehidupan kultural
masyarakat yang bersangkutan.
h. Kebenaran religius, kebenaran yang didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai
dalam agama.
i. Kebenaran filosofis, kebenaran hasil perenungan dan pemikiran refleksi
ahli filsafat yang disebut hakikat atau the nature.
j. Kebenaran estetis, kebenaran yang didasarkan pada pandangan tentang
keindahan dan keburukan
k. Kebenaran ilmiah, kebenaran yang ditandai oleh terpenuhinya syarat-
syarat ilmiah, menyangkut relevansi teori dan kenyataan hasil penelitian di
lapangan.
l. Kebenaran teologis, kebenaran yang didasarkan pada firman-firman Tuhan.
m.Kebenaran ideologis, kebenaran karena tidak menyimpang dari cita-cita
kehidupan suatu bangsa.

n. Kebenaran konstitusional, kebenaran atas dasar Undang-undang, tindakan


yang sesuai dengan UU dinyatakan sebagai konstitusional sedangkan
yang bertentangan dengan UU disebut sebagai inkonstitusional
o. Kebenaran logis, kebenaran karena lurusnya berpikir. Dicirikan oleh
bentuk pemberian pengertian dan definisi.

D. Jenis dan Sifat Kebenaran Ilmiah


1. Teori dan Sifat kebenaran Ilmiah
Bagi positivis, benar substantif menjadi identik dengan benar faktual sesuai
dengan empiris. Bagi realis, benar substantif identik dengan benar riil objektif,
benar sesuai dengan konstruk skema rasional tertentu. Sedangkan benar
epistemologik berbeda, terkait pada pendekatan yang digunakan dalam mencari
kebenaran. Kebenaran positivistik dilandaskan pada diketemukannya frekuensi
tinggi atau variansi besar, sedangkan pada fenomenologik kebenaran dibuktikan
berdasar diketemukan yang esensial, pilah dari yang non-esensial atau
eksemplar, dan sesuai dengan skema moral tertentu. Dengan demikian, benar
epistemologik menjadi berbeda dengan benar substantif. Benar positivistik
berbeda dengan benar fenomenologik, berbeda dengan benar realisme metafisik.
Bagi positivisme sesuatu itu benar bila ada korespondensi antara fakta yang satu
dengan fakta yang lain. Bagi fenomena baru dapat dinyatakan benar setelah diuji
korespondensinya dengan yang dipercayainya (belief). Pragmatisme mengakui
kebenaran, bila faktual berfungsi (Muhadjir 1998:10) (1). Teori Kebenaran, (2).
Teori kebenaran korespondensi.
Menurut teori ini, kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa yang
diklaim sebagai diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya (Keraf dan Dua
M, 2001: 66). Suatu pernyataan dapat dikatakan benar jika mengandung
pernyataan yang sesuai dengan kenyataan yang ada. Dengan kata lain,
kebenaran korespondensi terletak pada kesesuaian antara subjek dan objek.
Teori kebenaran korespondensi ini adalah teori yang dapat diterima secara luas
oleh kaum realis karena pernyataan yang ada selalu berkait dengan realita.
a) Teori kebenaran koherensi
Kebenaran ditemukan dalam relasi antara proposisi baru dengan
proposisi yang sudah ada. Suatu pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi
atau hipotesis dianggap benar kalau sejalan dengan pengetahuan, teori,
proposisi atau hipotesis lainnya, yaitu kalau proposisi itu meneguhkan dan
konsisten dengan proposisi sebelumnya yang dianggap benar (Keraf dan
Dua M, 2001: 88). Dengan kata lain pernyataan dianggap benar jika
pernyataan itu bersifat konsisten dengan pernyataan lain yang telah diterima
kebenarannya, yaitu yang koheren menurut logika. Sebagai contoh,
pernyataan “semua manusia pasti akan mati” adalah pernyataan yang benar,
maka jika ada pernyataan bahwa saya pasti akan mati adalah
pernyataan benar karena saya adalah manusia.
b) Teori kebenaran pragmatis
Bagi kaum pragmatis kebenaran adalah sama artinya dengan kegunaan.
Ide, konsep, pengetahuan, atau hipotesis yang benar adalah ide yang
berguna. Ide yang benar adalah ide yang paling mampu memungkinkan
seseorang (berdasarkan ide itu) melakukan sesuatu secara paling berhasil
dan tepat guna. Berhasil dan berguna adalah kriteria utama untuk
menentukan apakah suatu ide itu benar atau tidak. Bagi kaum pragmatis jika
ide, pengetahuan atau konsep tidak ada manfaatnya maka ide tersebut
merupakan ide yang tidak benar.
c) Teori kebenaran sintaksis
Teori ini berpangkal pada keteraturan gramatika yang dipakai oleh suatu
pernyataan tata-bahasa yang melekat. Jadi suatu pernyataan bernilai benar
jika mengikutu aturan gramatika yang baku. Teori ini berkembang diantara
para filsuf bahasa, terutama yang ketat terhadap pemakaian
gramatika seperti Friederich Schleiermacher.
d) Teori kebenaran semantis
Teori ini dianut oleh faham filsafat analitika bahasa yang dikembangkan
pasca filsafat Bertrand Russel sebagai tokoh pemula filsafat Analitika
Bahasa. Menurut teori ini, suatu pernyataan dianggap benar ditinjau dari
segi arti atau makna. Hal ini hendak menekankan bahwa suatu
pernyataan benar jika pernyataan tersebut memiliki arti.
e) Teori kebenaran non-deskripsi
Teori kebenaran non-deskripsi dikembangkan oleh penganut filsafat
fungsionalisme. Suatu pernyataan dianggap benar tergantung peran dan
fungsi pernyataan itu sendiri. Pengetahuan akan memiliki nilai kebenaran
sejauh pernyataan itu memiliki fungsi yang amat praktis dalam kehidupan
sehari-hari.
f) Teori kebenaran logis yang berlebihan
Teori ini mempunyai pemahaman bahwa masalah kebenaran hanya
merupakan kekacauan bahasa dan hal ini mengakibatkan adanya suatu
pemborosan karena pada dasarnya pernyataaan yang hendak dibuktikan
kebenarannya memiliki derajat logik yang sama dari masing-masing yang
melingkupinya.

2. Sifat Kebenaran Ilmiah


Kebenaran ilmiah paling tidak memiliki tiga sifat dasar, yakni:
a) Struktur yang rasional-logis.
Kebenaran dapat dicapai berdasarkan kesimpulan logis atau rasional dari
proposisi atau premis tertentu. Karena kebenaran ilmiah bersifat rasional,
maka semua orang yang rasional (yaitu yang dapat menggunakan akal
budinya secara baik), dapat memahami kebenaran ilmiah. Oleh sebab itu
kebenaran ilmiah kemudian dianggap sebagai kebenaran universal. Dalam
memahami pernyataan di depan, perlu membedakan sifat rasional
(rationality) dan sifat masuk akal (reasonable). Sifat rasional terutama
berlaku untuk kebenaran ilmiah, sedangkan masuk akal biasanya berlaku bagi
kebenaran tertentu di luar lingkup pengetahuan. Sebagai contoh: tindakan
marah dan menangis atau semacamnya, dapat dikatakan masuk akal
sekalipun tindakan tersebut mungkin tidak rasional.
b) Isi empiris.
Kebenaran ilmiah perlu diuji dengan kenyataan yang ada, bahkan
sebagian besar pengetahuan dan kebenaran ilmiah, berkaitan dengan
kenyataan empiris di alam ini. Hal ini tidak berarti bahwa dalam kebenaran
ilmiah, spekulasi tetap ada namun sampai tingkat tertentu spekulasi itu bisa
dibayangkan sebagai nyata atau tidak karena sekalipun suatu pernyataan
dianggap benar secara logis, perlu dicek apakah pernyataan tersebut juga
benar secara empiris.
c) Dapat diterapkan (pragmatis).
Sifat pragmatis, berusaha menggabungkan kedua sifat kebenaran
sebelumnya (logis dan empiris). Maksudnya, jika suatu “pernyataan benar”
dinyatakan “benar” secara logis dan empiris, maka pernyataan tersebut juga
harus berguna bagi kehidupan manusia. Berguna, berarti dapat untuk
membantu manusia memecahkan berbagai persoalan dalam hidupnya.

Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang sesuai dengan fakta dan


mengandung isi pengetahuan. Pada saat pembuktiannya kebenaran ilmiah harus
kembali pada status ontologis objek dan sikap epistemologis (dengan cara dan
sikap bagaimana pengetahuan tejadi) yang disesuaikan dengan metodologisnya.
Hal yang penting dan perlu mendapat perhatian dalam hal kebenaran ilmiah
yaitu bahwa kebenaran dalam ilmu harus selalu merupakan hasil persetujuan atau
konvensi dari para ilmuwan pada bidangnya masing-masing.
Kebenaran ditemukan dalam pernyataan-pertanyaan yang sah, dalam ketidak-
tersembunyian (aleteia). Kebenaran adalah kesatuan dari pengetahuan dengan yag
diketahui, kesatuan subjek dengan objek, dan kesatuan kehendak dan tindakan.
Kebenaran sering dianggap sebagai sesuatu yang harus “ditemukan” atau direbut
melalui pembedaan antara kebenaran dengan ketidakbenaran.

E. Cara Mendapatkan Kebenaran Ilmiah

1. Kriteria Kebenaran
Apakah “benar” itu? Randall & Bucher: “Persesuaian antara pikiran
dan kenyataan”. Jujun S. Suriasumantri: “Pernyataan tanpa ragu”. Ketika kita
mengakui kebenaran sebuah proposisi bahwa bumi bergerak mengelilingi
matahari, dasar kita, tidak lain adalah sesuai tidaknya proposisi tersebut dengan
kenyataannya.
2. Teori Penentuan Kebenaran
a) Teori Koherensi (Teori kebenaran saling berhubungan)
“Suatu proposisi (pernyataan) dianggap benar apabila pernyataan tersebut
bersifat konheren atau konsisten atau saling berhubungan dengan pernyataan-
pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Contoh: jika kita menganggap
bahwa, “semua makhluk hidup pasti akan mati” adalah pernyataan yang benar,
maka pernyataan bahwa “pohon kelapa adalah makluk hidup dan pasti akan
mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua konsisten dengan pernyataan
yang pertama.
b) Teori Korespondensi (Teori saling berkesesuaian)
Teori ini digagas oleh Bernard Russell (1872-1970). Menurutnya
pernyataan dikatakan benar bila materi pengetahuan yang dikandung
pernyataan tersebut saling berkesesuaian dengan objek yang dituju oleh
pernyataan tersebut. Contoh: jika seseorang mengatakan bahwa “tugu monas
ada di kota Jakarta” maka pernyataan tersebut adalah benar sebab
pernyataan tersebut sesuai dengan fakta bahwa tugu monas berdiri di kota
Jakarta.
Teori korespondensi digunakan untuk proses pembuktian secara empiris
dalam bentuk pengumpulan data-data yang mendukung suatu pernyataan
yang telah dibuat sebelumnya.
c) Teori Pragmatisme (Teori konsekuensi kegunaan)
Teori yang dicetuskan oleh Peirce (1839-1914) ini disandarkan pada
teori pragmatisme. Penganut teori ini menyatakan bahwa kebenaran
suatu pernyataan diukur dengan kriteria “apakah pernyataan tersebut bersifat
fungsional dalam kehidupan praktis?”. Artinya, suatu pernyataan dikatakan
benar jika konsekuensi dari pernyataan tersebut memiliki kegunaan
praktis dalam kehidupan manusia.

3. Cara Penemuan Kebenaran


Antara Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan (knowledge) sudah puas dengan
“menangkap tanpa ragu” kenyataan sesuatu, sedangkan ilmu (science)
menghendaki penjelasan lebih lanjut dari sekedar apa yang dituntut oleh
pengetahuan. Contoh: Si Buyung mengetahui bahwa pelampung kailnya selalu
terapung di air, ia akan membantah jika dikatakan bahwa gabus pelampungnya
itu tenggelam, sampai disini wilayah pengetahuan. Namun, jika ia memahami
bahwa berat jenis pelampung lebih kecil dibandingkan berat jenis air sehingga
mengakibatkan pelampung selalu terapung, maka ini telah memasuki wilayah
ilmu. Untuk mencapai kebenaran pengetahuan dan ilmu tersebut ditempuh oleh
manusia dengan cara “ilmiah” dan “non-ilmiah”

4. Cara penemuan kebenaran ilmiah


Penemuan kebenaran dengan cara ilmiah adalah berupa kegiatan penelitian
ilmiah dan dibangun atas teori-teori tertentu. kita dapat pahami bahwa teori-teori
tersebut berkembang melalui penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang
dilakukan secara sistematis dan terkontrol berdasarkan data-data empiris yang
ditemukan di lapangan.
Teori yang ditemukan harus dapat diuji keajekan dan kejituan internalnya.
Artinya, jika penelitian ulang dilakukan dengan langkah-langkah serupa pada
kondisi yang sama maka akan diperoleh hasil yang sama atau hampir sama.
Untuk sampai pada kebenaran ilmiah ini, maka harus melewati 3 tahapan
berpikir ilmiah yang harus dilewati, yaitu: 1) Skeptik; 2) Analitik; dan 3) Kritis.
a. Skeptik
Cara berfikir ilmiah pertama ini ditandai oleh cara orang di dalam
menerima kebenaran informasi atau pengetahuan tidak langsung di terima
begitu saja, namun dia berusaha untuk menanyakan fakta atau bukti terhadap
tiap pernyataan yang diterimanya.
b. Analitik
Ciri ini ditandai oleh cara orang dalam melakukan setiap kegiatan, ia
selalu berusaha menimbang-nimbang setiap permasalahan yang dihadapinya,
mana yang relevan dan mana yang menjadi masalah utama dan
sebagainya.Dengan cara ini maka jawaban terhadap permasalahan yang
dihadapi akan dapat diperoleh sesuai dengan apa yang diharapkan.
c. Kritis
Ciri berfikir ilmiah ketiga adalah ditandai dengan orang yang selalu
berupaya mengembangkan kemampuan menimbang setiap permasalahan
yang dihadapinya secara objektif. Hal ini dilakukan agar semua data dan
pola berpikir yang diterapkan selalu logis.

5. Cara penemuan kebenaran non ilmiah


a. Akal sehat (common sence)
Akal sehat menurut Counaut adalah serangkaian konsep dan bagan
yang memuaskan untuk kegunaan praktis bagi manusia. Sedangkan bagan
konsep adalah seperangkat konsep yang dirangkaikan dengan dalil-dalil
hipotesis dan teori.
b. Prasangka
Penemuan pengetahuan yang dilakukan melalui akal sehat kebanyakan
diwarnai oleh kepentingan orang yang melakukannya. Hal ini menyebabkan
akal sehat mudah berubah menjadi prasangka. Dengan akal sehat orang
cenderung ke arah perbuatan generalisasi yang terlalu dipaksakan, sehingga
hal tersebut menjadi prasangka.
c. Pendekatan intuitif
Dalam pendekatan ini orang memberikan pendapat tentang suatu hal
yang berdasarkan atas “pengetahuan” yang langsung atau didapat dengan
cepat melalui proses yang tidak disadari atau tidak dipikirkan terlebih
dahulu. Dengan intuitif orang memberi penilaian tanpa didahului
oleh suatu renungan.

6. Penemuan kebetulan dan coba-coba


Penemuan secara kebetulan dan coba-coba, banyak diantaranya yang sangat
berguna. Penemuan ini diperoleh tanpa rencana, dan tidak pasti. Misalnya,
seorang anak yang terkunci dalam kamar, dalam kebingungannya ia mencoba
keluar lewat jendela dan berhasil.

7. Pendapat otoritas ilmiah dan pikiran ilmiah


Otoritas ilmiah biasanya dapat diperoleh seseorang yang telah menempuh
pendidikan formal tertinggi, misalnya Doktor atau seseorang dengan pengalaman
profesional atau kerja ilmiah dalam suatu bidang yang cukup banyak (profesor).
Pendapat mereka seringkali diterima sebagai sebuah kebenaran tanpa diuji,
karena apa yang mereka telah dipandang benar. Padahal, pendapat otoritas ilmiah
tidak selamanya benar, bila pendapat tersebut tidak disandarkan pada hasil
penelitian, namun hanya disandarkan pada pikiran logis semata.

F. Keterkaitan Antara Filsafat Ilmu dan Kebenaran


Perbedaan antara situasi ilmu pengetahuan dulu dan sekarang tentu tidak
terbatas pada kesatuan lebih besar yang menandai ilmu pengetahuan di masa lampau.
Terdapat juga perbedaan-perbedaan lain. Antara lain cukup menyolok mata bahwa
tempat yang diduduki ilmu pengetahuan dalam hidup sehari-hari dulu sama sekali
berbeda, kalau dibandingkan dengan situasi modern sekarang. Dulu ilmu
pengetahuan praktis tidak mempengaruhi hidup sehari-hari. Dan dianggap biasa saja,
bila ilmu pengetahuan tidak mempunyai konsekuensi dalam hidup kemasyarakatan,
karena maknanya sama sekali lain. Dalam konteks ini misalnya terdapat suatu
perkataan Aristoteles yang cukup menarik “ umat manusia menjamin urusannya
untuk hidup sehari-hari barulah dapat ia arahkan perhatiannya kepada ilmu
pengetahuan”. Jadi, rupanya kegiatan ilmiah tidak bertujuan mempermudah urusan
ini atau meningkatkan taraf hidup jasmani. Apalagi, pada waktu itu tidak mungkin
orang berpikir mau meningkatkan taraf hidup, karena tingginya taraf hidup dianggap
telah ditentukan oleh alam kodrat dan manusia tidak sanggup mengubah alam kodrat.
Pada ketika itu ilmu pengetahuan mempunyai tujuan yang sama sekali lain. Ilmu
pengetahuan bertujuan memperingatkan manusia bahwa selain makhluk alamiah
(makhluk yang tersimpul dalam tata susunan alam) ia masih merupakan suatu yang
lain, yaitu makhluk yang mengetahui tentang dirinya dan dengan demikian juga
dengan perbedaannya dengan alam. Ilmu pengetahuan bermaksud mendalami
tentang diri manusia dan alam itu, supaya secara rohani manusia dapat sampai pada
inti dirinya. Karena itu pula ilmu pengetahuan tidak “berguna”, dalam arti bahwa
ilmu pengetahuan tidak berusaha mencapai sesuatu yang lain. Ilmu pengetahuan itu
dipraktekkan demi ilmu pengetahuan itu sendiri, karena hanya dengan dan ilmu
pengetahuan manusia bisa menjadi manusia sungguh-sungguh, yaitu makhluk yang
menyadari dirinya dan kedudukannya yang unik dalam kosmos.
Kini fungsi manusia dari ilmu pengetahuan telah berubah secara radikal.
Barangkali masih ada sisa sedikit dari fungsi aslinya (harus kita selidiki lagi nanti),
tetapi yang pasti ialah bahwa ilmu pengetahuan sekarang ini melayani kehidupan
sehari-hari menurut segala aspeknya. Kegiatan ilmiah dewasa ini didasarkan pada
dua keyakinan berikut ini:
1. Segala sesuatu dalam realitas dapat diselidiki secara ilmiah, bukan saja untuk
mengerti realitas dengan lebih baik, melainkan juga untuk menguasainya lebih
mendalam menurut segala aspeknya.
2. Semua aspek realitas membutuhkan juga penyelidikan seperti itu.
Kebutuhan-kebutuhan yang paling primer, seperti air, makanan, udara, cahaya,
kehangatan, tempat tinggal tidak akan cukup tanpa penyelidikan itu. Dan banyak
hal lain dapat disebut lagi.
Tentu saja, dapat dikatakan juga bahwa kita sekarang ini berada dalam
semacam gerak spiral: di satu pihak kita harus menggunakan ilmu pengetahuan
untuk menjamin kebutuhan-kebutuhan kita yang paling elementer dan di lain pihak
keharusan itu sebagian disebabkan karena kita telah mempengaruhi dan mengubah
keadaan hidup kita yang natural. Kita sendiri telah menciptakan suatu situasi yang
cukup ganjil. Lebih dahulu kita telah merusak lingkungan hidup yang natural (air,
udara, tanah) dan kita harus membersihkan lagi lingkungan itu. Namun demikian,
kita sepatutnya hati-hati dulu dan tidak terlanjur cepat melontarkan penilaian kita.
Lingkungan yang natural mengandung sekurang-kurangnya sama banyak persoalan
seperti lingkungan artifisial yang diciptakan dengan bantuan ilmu pengetahuan.
Bagaimanapun juga, dulu hanya sejumlah kecil orang sanggup memanfaatkan
sumber-sumber alamiah dan dengan berbuat demikian mereka selalu merugikan serta
mengorbankan orang lain.
Dari penjelasan di atas, kita dapat memberikan sebuah pandangan bahwa
ilmu pengetahuan sekarang ini haruslah diabdikan kepada kemanfaatan bagi
kehidupan kemanusiaan yang jika kita kaitkan dengan teori kebenaran dalam filsafat
maka haruslah sesuai dengan teori corespondency dimana pernyataan ilmu
pengetahuan haruslah sesuai dengan kenyataan di lapangan, selanjutnya juga harus
terkait dengan teori consistency artinya bahwa kebenaran ilmu pengetahuan haruslah
berdasarkan penelitian yang menghasilkan pada ketepatan hasil sehingga antara teori
corespondency dan teori consistency merupakan teori yang saling melengkapi dan
bukan teori yang dipertentangkan.
Selanjutnya, kita juga dapat memberikan sebuah pandangan bahwa ilmu
pengetahuan sekarang haruslah dapat digunakan sebagai pemecah problem-problem
kehidupan yang dalam teori kebenaran filsafat haruslah bernilai pragmatism, hal ini
bukan berarti menggunakan ilmu pengetahuan semaunya sendiri sesuai dengan
dorongan nafsu, melainkan pragmatism yang dibingkai oleh nilai-nilai religious
keagagamaan sehingga dapat betul-betul bermanfaat dan bernilai guna bagi
kehidupan kemanusiaan.

G. Penjelajahan Ilmu Dan Batas-Batasnya


Dasar ontologi ilmu sebenarnya ingin berbicara pada sebuah pertanyaan
dasar yaitu : apakah yang ingin diketahui ilmu? Atau bisa dirumuskan secara
eksplisit menjadi : apakah yang menjadi bidang telaah ilmu? Berbeda dengan agama
atau bentuk pengetahuan yang lainnya, maka ilmu membatasi diri hanya kepada
kejadian yang bersifat empiris. Secara sederhana objek kajian ilmu ada dalam
jangkauan pengalaman manusia. Objek kajian ilmu mencakup seluruh aspek
kehidupan yang dapat diuji oleh pacaindera manusia. Dalam batas-batas tersebut
maka ilmu mempelajari objek-objek empiris seperti batu-batuan, binatang, tumbuh-
tumbuhan, hewan atau manusia itu sendiri. Berdasarkan hal itu maka ilmu dapat
disebut sebagai suatu pengetahuan empiris, di mana objek-objek yang berbeda di
luar jangkaun manusia tidak termasuk di dalam bidang penelaahan keilmuan
tersebut.
Untuk mendapatkan pengetahuan ini, ilmu membuat beberapa asumsi
mengenai objek-objek empiris. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita
bisa menerima asumsi yang dikemukakannya. Secara lebih terperinci ilmu
mempunyai tiga asumsi yang dasar. Asumsi pertama, menganggap objek-objek
tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, umpamanya dalam hal bentuk,
struktur, sifat dan sebagainya. Asumsi kedua, ilmu menganggap bahwa suatu benda
tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan keilmuan
bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek dalam suatu keadaan tertentu.
Asumsi ketiga, ilmu menganggap bahwa tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian
yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai suatu hubungan pola-pola tertentu
yang bersifat tetap dengan urutan kejadian yang sama. Dalam pengertian ini ilmu
mempunyai sifat deterministik. Namunpun demikian dalam determinisme dalam
pengertian ilmu mempunyai konotasi yang bersifat peluang (probabilistik).
Tiap cabang membuat ranting-ranting baru seperti fisika berkembang menjadi
mekanika, hidrodinamika, bunyi, cahaya, panas, kelistrikan, dan magnetisme, fisika
nukir dan kimia fisik. Ilmu murni yang kemudian dikembangkan menjadi ilmu-ilmu
terapan
Contohnya sebagai berikut:
1. Ilmu Murni
2. Ilmu Terapan : Mekanika, Mekanika Teknik, Hidrodinamika, Teknik
Aeronaumatika, Teknik & Desain Kapal, Bunyi, Teknik Akustik, Cahaya &
Optik, Teknik Iluminasi, Kelistrikan , Teknik Elektronik, Magnetisme, Teknik
Kelistrikan, Fisika Nuklir, Teknik Nuklir

Cabang utama ilmu-ilmu sosial yakni antropologi (mempelajari manusia


dalam perspektif waktu dan tempat), psikologi (mempelajari proses mental dan
kelakuan manusia), ekonomi (mempelajari manusia dalam memenuhi kebutuhannya
lewat proses pertukaran), sosiologi (mempelajari struktur organisasi sosial manusia)
dan ilmu politik (mempelajari sistem dan proses dalam kehidupan manusia
berpemerintahan dan bernegara).
Cabang utama ilmu-ilmu sosial yang lainnya mempunyai cabang-cabang lagi
seperti antropologi terpecah menjadi lima yakni, arkeologi, antropologi fisik,
linguistik, etnologi dan antropologi sosial/kultural, semua itu kita golongkan ke
dalam ilmu murni.
Ilmu murni merupakan kumpulan teori-teori ilmiah yang bersifat dasar dan
teoritis yang belum dikaitkan dengan masalah kehidupan yang bersifat praktis. Ilmu
terapan merupakan aplikasi ilmu murni kepada masalah-masalah kehidupan
yang mempunyai manfaat praktis.
Banyak sekali konsep ilmu-ilmu sosial “murni” dapat diterapkan langsung
kepada kehidupan praktis, ekonomi umpamanya, meminjam perkataan Paul
Samuelson, merupakan ilmu yang beruntung (Fortunate) karena dapat diterapkan
langsung kepada kebijaksanaan umum (public policy).
Di samping ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, pengetahuan mencakup
juga humaniora dan matematika. Humaniora terdiri dari seni, filsafat, agama, bahasa
dan sejarah. Matematika bukan merupakan ilmu, melainkan cara berpikir deduktif.
Matematika merupakan sarana yang penting dalam kegiatan berbagai disiplin
keilmuan, mencakup antara lain, geometri, teori bilangan, aljabar, trigonometri,
geometri analitik, persamaan diferensial, kalkulus, topologi, geometri non-Euclid,
teori fungsi, probabilitas dan statistika, logika dan logika matematika.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu pengetahuan terdiri dari dua kata yakni ilmu dan pengetahuan. Ilmu
merupakan salah satu dari hasil usaha manusia untuk memperadab dirinya.
Sedangkan pengetahuan adalah hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni,
pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi
dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua, yang
menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya, adalah
kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Selain kedua
penyebab di atas manusia juga mampu untuk menalar apa yang sedang
diusahakannya, penalaran sendiri adalah suatu proses berpikir dalam menarik suatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan. Hal ini yang tidak dimiliki oleh makhluk lain
selain manusia.
Dalam filsafat, kebenaran dibagi atas beberapa teori diantaranya adalah:
Teori korespondency, konsistency, pragmatisme dan teori religius.
Dulu ilmu pengetahuan praktis tidak mempengaruhi hidup sehari-hari.
Dianggap sesuatu yang tidak penting dan dianggap biasa saja, bila ilmu pengetahuan
tidak mempunyai konsekuensi dalam hidup kemasyarakatan, karena maknanya
sama sekali lain. Pada masa lampau kegiatan ilmiah tidak bertujuan untuk
memperbaiki atau meningkatkan taraf hidup jasmani. Karena manusia pada masa itu
menganggap bahwa taraf hidup sudah ditentukan oleh kodrat.
Namun, Kegiatan ilmiah sekarang ini didasarkan pada dua keyakinan yaitu:
pertama segala sesuatu dalam realitas dapat diselidiki secara ilmiah, bukan saja
untuk mengerti realitas dengan lebih baik, melainkan juga untuk menguasainya lebih
mendalam menurut segala aspeknya. Kedua Semua aspek realitas membutuhkan juga
penyelidikan seperti itu. Kebutuhan-kebutuhan yang paling primer, seperti air,
makanan, udara, cahaya, kehangatan, tempat tinggal tidak akan cukup tanpa
penyelidikan.
B. Saran
Demikian makalah ini kami buat. Semoga dapat memberikan manfaat baik
kepada pembaca maupun penyusun. Pastinya dalam penyusunan makalah ini tidak
luput dari kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca
sangatlah diharapkan demi kesempurnaan makalah ini dan selanjutnya. Dan semoga
bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Kriteria dan Cara Menemukan Kebenaran. http://catatan-


anakfikom.blogspot.co.id/2012/04/kriteria-cara-menemukan-
kebenaran.html. Diakses : 22 Oktober 2016.
Anonim. 2013. Hakikat Kebenaran. (Online) :
https://wahanaviewpoint.wordpress.com/2013/12/28/kriteria-kebenaran/.
Diakses : 21 Oktober 2016.
Anonim. 2013. Teori Kebenaran dalam Ferspektif Filsafat Ilmu. (Online) :
https://ilmufilsafat.wordpress.com/category/teori-kebenaran-dalam-
perspektif-filsafat-ilmu/. Diakses : 20 Oktober 2016.
Anonim. 2014. Kebenaran Ilmiah. (Online) :
http://www.afdhalilahi.com/2014/11/kebenaran-ilmiah.html. Diakses : 20
Oktober 2016.
Anonim. 2016. Hakikat Filsafat dan Filsafat Ilmu. (Online) :
http://eurekaislam.blogspot.co.id/2016/05/hakikat-filsafat-dan-filsafat-
ilmu-dan.html. Diakses : 21 Oktober 2016.
Dartono . 2014. Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu Hubungan dengan Kebenaran.
(Online) : http://profesorakil.blogspot.co.id/2014/12/sebuah-pengantar-
filsafat-ilmu-hubungan.html. Diakses : 22 Oktober 2016.
Hakim. A. 2015. Hakikat Filsafat Dan Filsafat Ilmu. (Online) :
https://aliflukmanulhakim.wordpress.com/2015/10/05/hakikat-filsafat-dan-
filsafat-ilmu/. Diakses : 20 Oktober 2016.
Hartika, M. 2015. Teori Kebenaran Dalam Perspektif Filsafat Ilmu. (Online) :
https://www.academia.edu/15668171/TEORI_KEBENARAN_DALAM_
PERSPEKTIF_FILSAFAT_ILMU. Diakses : 22 Oktober 2016.
Mulyadi . 2009. Batas-Batas Penjelajahan Ilmu. (Online) :
https://mulyadiniarty.wordpress.com/2009/11/01/batas-penjelajahan-ilmu/.
Diakses : 20 Oktober 2016.
Wahono, R. 2007. Hakekat Kebenaran . (online) :
http://romisatriawahono.net/2007/02/20/hakekat-kebenaran/. Dikases : 22
Oktober 2016.

Anda mungkin juga menyukai