Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Kunyit adalah tumbuhan yang biasa digunakansebagai bahan
warna kuning. Di dalam kunyit Mw3wszengandung senyawa yang
berkhasiat obat yang disebut kurkuminoid yang terdiri dari
kurkumin,desmetoksikumin 10 %, dan bisdesmetoksi kurkumin 1-5%,
serta senyawa lain seperti minyak atsiri, lemak, karbohidrat, protein, dan
vitamin C. Komponen aktif pada rimpang kunyit adalah Kurkumin (E,E-
1,7-bis (4-hidroksi-3-metoksifenil) -1,6- heptadien -3,5-on) yang biasanya
terdapat 1,5-2 % dari berat rimpang kunyit.kurkumin adalah senyawa
polifenol dengan rumus senyawa C 21H20O6. Kurkumin memiliki titik lebur
183˚C tidak larut dalam air dan eter. Larut dalam etil asetat,etanol, metanol,
benzena, asam asetat glasial, aseton, danalkali hidroksida
(Sukmarani,2016).
Di dalam suasana asam, kurkumin berwarna kuning sedangkan
dalam suasana basa kurkumin berwarna merah. Dalam perolehan
kurkumin dari kunyit selalu di dapat senyawa desmetoksi kurkumin dan
bisdemetoksikumin yang tercampur dengan kurkumin. Pada isolasi
kurkumin dari kunyit dilakukan dengan kromatografi lapis tips. Prinsip
pemisahan metode kromatografi adalah pemisahan campuran senyawa
atas komponen-komponennya berdasarkan perbedaan kerapatan migrasi
masing-masing pada fase diam dan fase gerak (Sukmarani,2016).
Salah satu cara pengambilan kurkumin dari rimpangnya adalah
dengan cara ekstraksi. Ekstraksi merupakan salah satu metode
pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan. Secara umum ekstraksi
dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan dan isolasi zat dari suatu
zat dengan penambahan pelarut tertentu untuk mengeluarkan komponen
campuran dari zat padat atau zat cair. Dalam hal ini fraksi padat yang
diinginkan bersifat larut dalam pelarut (solvent), sedangkan fraksi padat
lainnya tidak dapat larut. Proses tersebut akan menjadi sempurna jika
solute dipisahkan dari pelarutnya, misalnya dengan cara
distilasi/penguapan (Wahyuni, 2004).
I.2. Maksud Percobaan
Untuk mengetahui dan memahami penarikan senyawa yang
terkandung dalam ekstrak kunyit (Curcuma longa)
I.3. Tujuan Percobaan
Untuk menentukan secara kuantitatif kadar zat warna yang
terkandung dalam kunyit dengan menggunakan kromatografi lapis tipis
I.4. Prinsip Percobaan
Percobaan ini dilakukan berdasarkan prinsip penarikan senyawa
dengan metode maserasi dan analisis kandungan kimia bioaktif senyawa
yang terkandung dalam kunyit melalui serangkaian metode skrining
fitokimia serta fraksinasi dengan ECC dan pemurnian senyawa
mengunaan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. URAIAN TANAMAN


Kunyit (Curcuma Domestica Vahl). Merupakan tanaman yang
termasuk dalam Famili Zingiberaceae, berasal dari India, dan tersebar
di seluruh daerah tropis dan beberapa daerah subtropis, kunyit telah
banyak dibudidayakan di Indonesia baik di dataran tinggi maupun
dataran rendah, pada tanah liat atau berpasir. Rimpang kunyit telah
dikenal secara luas sebagai salah satu penyussun ramuan obat
tradisional dan kosmetika, serta bumbu dan rempah (Katno, 2008).

Gambar 1. Rimpang Kunyit (BPOM RI, 2008).

2.1.1. Taksonomi
Adapun klasifikasi kunyit adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Species : Curcuma domestica Val (BPOM RI, 2008).

2.1.2. Sinonim/Nama Lain


a. Curcuma Domestica Rumph;
b. Curcuma Longasensu val non L (BPOM RI,
2008).
2.1.3. Deskripsi/ Morfologi
Tanaman ini termasuk tumbuhan terna tahunan, tinggi
±0,75-1,5m, berbatang semu berupa kumpulan pelepah daun
yang saling bertautan. Helaian daun berbentuk lanset lebar,
ujung daun lancip berekor, keseluruhannya berwarna hijau dan
hanya bagian atas dekat tulang utama berwarna agak
keunguan, panjang 28-85cm, lebar 10-25cm. pembungaan
terminal, bunga berbentuk kerucut. Berwarna jingga atau kuning
keemasan, setiap bunga memiliki tiga helai kelopak bunga.
Rimpang tebentuk dengan sempurrna, berwarna jingga berbau
aromatis dengan rasa agak pahit dan pedas, dan lama
kelamaan menimbulkan rasa tebal (Katno, 2008).
2.1.4. Kandungan
Rimpang kunyit mengandung zat warna curcuminoid, suatu
senyawa diarylheptanoide 3-4%, yang terdiri dari curcumin,
dihydrocurcumin. Desmethoxy curcumin dan bisdesmethoxy
curcumin; minyak atsiri 2-5% terdir dari seskuiterpen dan
turunan phenylpropane yang meliputi turmeron, ar-turmeron, a&
b- turmeron, curlon curcumol, atlanton, tumerol, b-bis-abolen, b
sesquiphellanren, zingiberen, ar-curcumen, humulen,
arabinosa, fruktosa, glukosa, pati, tanin, & damarr; mineral yaitu
Mg, Mn. Fe, Cu, Ca, Na, K, Pb, Zn, Co, Al, Bi (Katno, 2008).

2.2. PENGOLAHAN SIMPLISIA


2.2.1 Pengertian Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan
sebagai obat, belum mengalami pengolahan apapun, dan jika
dinyatakan atau disebutkan lain, simplisia merupakan bahan
yang dikeringkan. Berdasarkan bahan bakunya simplisia dibagi
menadi 3 yaitu simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia
pelican atau mineral. Simplisia nabati adalah simplisia berupa
tanaman utuh, bagian tanaman, atau eksudat tanaman. (isi sel
yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara
tertentu dikeluarkan oleh selnya. atau zat-zat nabati lainnya,
dengan cara tertentu, dipisahkan dari tanamannya.). Simplisia
hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan, atau
zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum
berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral yang
belum atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa zat kimia murni (Katno, 2008).
2.2.2 Tahap Pembuatan Simplisia
Tahap-tahap pembuatan simplisia adalah sebagai berikut
menurut Katno, 2008:
a. Pengumpulan bahan baku
Bahan baku simplisia idelanya diperoleh dari tanaman obat
yang dibudidayakan secara intensif. Proses budidaya dimulai
dari pemilihan bibit unggul, pengolahan tanah, penanaman,
pemeliharaan da pemilihan waktu panen. Beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam pengumpulan bahan baku simplisia
adalah bagian tanaman yang akan digunakan, umur tanaman
atau bagian tanaman saat panen, serta waktu yang tepat
untuk panen. Adapaun untuk pemanenan akar atau rimpang
(Radix dan Rhizoma) dipanen pada akhr masa vegetasi. Di
daerah subtropics pada musim gugur, atau di indonesa pada
awal musim kemarau, dan sikumplkan dengan cara digali dan
dipotong-potong dengan ukuran tertentu.
b. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan pada bahan segar dengan cara
memisahkan kotoran dan atau bahan asing lainnya yang
terikut saat pengumpulan, seperti tanah, kerikil, rumput, gulma,
dan bagian tanaman yang tidak diinginkan. Dilakukan pula
pemilihan bahan berdasarkan ukuran panjang, lebar, besar
ataupun kecil. Sortasi baah berfungsi untuk mengurangi
cemaran mikroba, serta memperoleh simplisia dengan jenis
dan ukuran seperti yang dikehendaki, proses sortasi harus
dilakkan dengan teliti dan cermat.
c. Pencucian
Tanah dan kotoran yang tidak dapat dihilangkan pada proses
sortasi basah dapat dihilangkan dan dibersihkan pada tahap
pencucan. Pencucian berfungsi untuk menurunkan jumlah
mikroba yang menyebabkan pembusukan dan membuat
penampilan fisik simplisia lebih menarik. Pencucian harus
dilakukan terutama pada bagian tanaman yang berada
didalam permukaan tanah misalnya rimpang, umbi, akar dan
batang yang merambat serta daun yang melekat/ dekat
dengan permukaan tanah. Pencucia dilakukan dengan air
yang mengalir agar kotoran yang terlepas tidak menempel
kembali. Simplisia yang mengandung senyawa polar yang
mudah larut dalam air sebaiknya tidak dicuci terlal lama.

d. Perajangan
Beberapa jenis bahan baku simplisia seringkali harus diubah
menjadi bentuk lain misalnya irisan, potongan, dan serutan,
ntuk memudahkan kegiatan pengeringan, pengemasan,
penggilingan, dan penyimpanan serta pengolahan selanjutnya.
Harus dilakukan dengan hati-hati dengan pertimbangan yang
tepat karena perlakuan yang salah justru berakibat
menurunkan kualitas simplisia yang diperoleh. Semakin tipis
ukuran hasil perajangan akan memercepat proses penguapan
air sehingga mempercepat waktu pengeringan, namun jika
terlalu tipis dapat menyebaban berkuranya kadar aktif terutaa
senyawa yag mudah menguap (misalnya minyak atsiri)
sehingga dapat memengaruhi komposisi, baud an rasa yang
diinginkan.
e. Pengeringan
Pengeringan merupakan suatu upaya untuk menurunkan
kadar air bahan simplisia hingga tingkat yang diinginkan.
Pengeringan juga bermanfaat untuk mencegah timbulnya
jamur dan bakteri yang membutuhkan air dalam jumlah
tertentu untuk kelangsungan hidupnya. Persyaratan kadar air
untuk mencegah tejadinya reaksi enzimatis dan pertmbuhan
jamur dan bakteri, terutama untuk bahan simplisia nabati adala
kurang dari 10%. Pengerngan dapat dilakukan degan dua
cara yaitu pengeringan secara alamiah yang menggunakan
sinar matahari dan pengeringan di tempat teduh. Dan cara
pengeringan dengan metode buatan yang dilakuakan dengan
menggunakan alat yang memanfaatkan energy panas, listrik
atau api.

f. Sortasi kering
Prinsip kegiatan sortasi kering sama dengan sortasi basah,
tetapi dilakukan saat bahan simplisia telah keringsebelum
dilakukan pengemasan. Sortasi kering bertujuan untuk
memisahkan benda-benda asking dan pengotor lain yang
masih ada, seperti bagian yang tidak diinginkan, tanah atau
pasir. Kegiatan sortasi kering dilakukan agar lebih menjamin
simplsia benar-benar bebas dari bahan asing.
g. Pengemasan dan penyimpanan
Pengemasan betujuan untuk melindungi (proteksi) simplisa
saat pengangkutan, distribusi dan penyimpanan, dari
gangguan luar sperti suhu, kelembaban, sinarm pencearan
mikroba, serta serangan berbagai jenis serangga. Dan tujuan
dari penyimpanan adalah untuk mempertahankan kualitas dari
simplisia baik fisik maupun jenis dan kadar senyawa kimianya,
sehingga tetep memenuhi persyaratan mutu yang ditetepkan,
h. Pemeriksaan mutu
Simplisia harus memenuhi persyaratan umum untuk simplisia
seperti yang disebutkan dalam Farmakope Indonesia, atau
Materia Medika Indonesia. Secara umum, simplisia harus
memenuhi persyaratan kadar air yang tepat, tidak berjamur,
tidak mengandung lendir, tidak berubah warna dan tidak
berubah bau, serta tidak terserang serangga.
2.3. EKSTRAK DAN EKSTRAKSI
2.3.1. Pengertian Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan

mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati maupun

hewani dengan mengunakan pelarut yang sesuai, kemudian

semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian rupa hingga

memenuhi baku yang telah ditetapkan (BPOM RI, 2005).


2.3.2. Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan pemisahan atau penarikan

kandungan senyawa organic atau beberapa zat yang dapat

larut dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut

cair. Simplisia yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang

dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut sepertis erat,

karbohidrat, protein dan lain -lain. Struktur kimia yang berbeda-

beda akan mempengaruhi kelarutan serta senyawa-senyawa

tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan


derajat keasaman. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang

dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan

cara ekstraksi yang tepat (Depkes, 2002).

Cairan pelarut adalah pelarut yang optimal untuk

menyari senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif,

karena itulah ekstrak hanya mengandung sebagian besar

senyawa kandungan yang diinginkan karena senyawa tersebut

dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan

lainnya (Depkes,2002).

2.3.3. Metode Ekstraksi

Ada beberapa metode ekstraksi: destilasi uap, ekstraksi

dengan menggunakan pelarut, dan lainnya (Ekstraksi

berkesinambungan, superkritikal karbondioksida, ekstraksi

ultrasonik, ekstraksi energil istrik). Ekstraksi dengan

menggunakan pelarut terdiri dari cara dingin dan panas

(Depkes, 2002).

Diantara metode ekstraksi dengan cara dingin adalah

maserasi dan perkolasi. Maserasi adalah proses ekstraksi

simplisia menggunakan perendaman pelarut dengan

pengocokan atau pengadukan pada temperature ruangan.


Membran sel dari simplisia akan pecah sehingga senyawa aktif

yang terdapat didalam simplisia akan keluar akibat adanya

perbedaan tekanan yang ditimbulkan pada proses maserasi

tersebut. Proses maserasi bertindak sebagai penarikan

serangga yang berperan dalam proses penyerbukan dan

penarikan perhatian binatang yang membentuk penyebaran biji

(Hasiholan, 2012)

2.4. FRAKSINASI/PARTISI
2.4.1. Pengertian Fraksinasi/Partisi

Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu zat atau

senyawa dari campuran zat berdasarkan tingkat kepolaran.

Jumlah dan senyawa yang dapat dipisahkan menjadi fraksi

berbeda-beda tergantung pada jenis tumbuhan. Fraksinasi

merupakan proses pemisahan suatu kuantitas tertentu dari

campuran (padat, cair, terlarut, suspense atau isotop) dibagi

dalam beberapa jumlah kecil (fraksi) komposisi perubahan

menurut kelandaian. Pembagian atau pemisahan ini didasarkan

pada bobot dari tiap fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada

paling dasar sedangkan fraksi yang lebih ringan akan berada

diatas.

Fraksinasi bertingkat biasanya menggunakan pelarut

organic seperti eter, aseton, benzena, etanol, diklorometana,


atau campuran pelarut tersebut. asam lemak, resin, lilin, tanin,

dan zat warna adalah bahan yang penting dan dapat diekstraksi

dengan pelarut organic pemisahan dilakukan dengan tekhnik

yang bermacam-macam seperti kromatografi dan ekstrak cair-

cair. Terkadang digunakan kombinasi keduanya, sering kali

dilakukan secara berulang-ulang agar didapat fraksi zat yang

lebihb anyak (Adijuana, 1989).

2.4.2. Jenis-jenis Partisi


1. Partisi cair-cair
Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan

pemisahan komponen kimia diantara dua fase pelarut yang

tidak dapat saling bercampur dimana sebagian komponen

larut pada fase pertama dan sebagiannya lagi larut pada

fase kedua. Kedua fase yang mengandung zat terdispersi

dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna

dan terbentuk dua lapisan fase zat cair. Komponen kimia

akan terpisah kedalam dua fasa tersebut sesuai dengan

tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi

yang tetap.
Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai cara untuk

memperlakukan sampel atau clean-up sampel untuk

memisahkan analit-analit dari komponen matriks yang

mungkin menggangu pada saat kuantifikasi atau deteksi


analit. Disamping itu, ekstraksi pelarut juga digunakan untuk

memekatkan analit yang ada didalam sampel dalam jumlah

kecil sehingga tidak memungkinkan atau menyulitkan untuk

deteksi dan kuantifikasinya. Salah satu fasenya seringkali

berupa air dan fase yang lain pelarut organic seperti

kloroform atau petroleum eter. Senyawa-senyawa yang

bersifat polar akan ditemukan didalam fase air, sedangkan

senyawa-senyawa yang bersifat hidrofobik akan masuk

pada pelarut anorganik. Analit yang tereksasi kedalam

pelarut organic akan mudah diperoleh kembali dengan cara

penguapan pelarut, sedangkan analit yang masuk kedalam

fase air seringkali diinjeksikan secara langsung kedalam

kolom (Yazid , 2005).


2. Partisi Padat-cair
Partisi padat cair adalah proses pemisahan untuk

memperoleh komponen zat terlarut dari campurannya dalam

padatan dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Dapat

juga didefenisikan sebagai disperse komponen kimia dari

ekstrak yang telah dikeringkan dalam suatu pelarut yang

sesuai berdasarkan kelarutan dari komponen kimia dan zat-

zat yang tidak diinginkan seperti garam-garam tidak dapat

larut. Operasi ekstraksi ini dapat dilakukan dengan


mengaduk suspense padatan di dalam wadah dengan atau

tanpa pemanasan.
Ekstraksi padat cair digunakan untuk memisahkan

analit yang terdapat pada padatan menggunakan pelarut

organik. Padatan yang akan diekstrak dilembutkan terlebih

dahulu, dapat dengan cara ditumbuk atau dapat juga diiris-

iris menjadi bagian yang tipis-tipis. Kemudian padatan yang

telah halus dibungkus dengan kertas saring. Padatan yang

telah terbungkus kertas saring dimasukkan kedalam alat

ekstraksi soxhlet. Pelarut organic dimasukkan kedalam

pelarut godog. Kemudian peralatan ekstraksi dirangkai

dengan menggunakan pendingin air. Ekstraksi dilakukan

dengan memanaskan pelarut organik ampai semua analit

terekstrak (Yazid , 2005).


2.5. SKRINNING FITOKIMIA
Skrining fitokimia merupakan metode yang digunakan
untuk mempelajari komponen senyawa aktif yang terdapat
pada sampel, yaitu mengenai struktur kimianya,
biosintesisnya, penyebarannya secara alamiah dan fungsi
biologisnya, isolasi dan perbandingan komposisi senyawa
kimia dari bermacam-macam jenis tanaman (Agustina, dkk.,
2016). Skrinning fitokimia pada rimpang kunyit dapat
dilakukan dengan dengan bebrapa pengujian diantaranya
yaitu uji flavonoid, alkaloid, steroid/triterpenoid, saponin dan
tanin.
a. Uji alkaloid
Uji alkaloid dilakukan dengan metode Mayer dan Wagner.
Sampel sebanyak 3 mg diletakkan dalam cawan porselen
kemudian ditambahkan 5 mL HCl 2 M dan 5 ml aquades,
lalu dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit.
Dinginkan sampel pada temperatur kamar dan disaring.
Filtrat yang diperoleh dibagi 3 bagian A, B, dan C. Filtrat A
sebagai blanko, filtrat B ditambah pereaksi Mayer, reaksi
positif jika terbentuk endapan menggumpal berwarna
putih atau kuning. Sedangkanfiltrat C ditambah pereaksi
Wagner, reaksi positif ditandai dengan terbentuknya
endapan berwarna coklat (Agustina, dkk., 2016).
b. Uji flavonoid
Sebanyak 3 mg sampel diuapkan, dicuci dengan heksan
sampai jernih. Residu diarutkan dalam 20 ml etanol
kemudian disaring. Filtrate dibagi 3 bagian A, B dan C. filttrat
A sebagai blanko, filtrate B ditambahkan larutan H2S04
pekat kemudian dipanaskan pada penangas air. Jika terjadi
perubahan warna hijau kekuning-kuningan menunjukkan
adanya flavonoid. Filtrate C ditambahkan larutan NaOH 10%
jika terjadi warna biru-ungu menunjukkan adaya flavonoid
(Agustina, dkk., 2016).
c. Uji Streroid/Triterpenoid
Sebanyak 5 mg sampel dimasukkan dalam gelas kimia,
kemudian ditambahkan 2 ml kloroform dan kemudian
ditambahkan pereaksi salkowsky (H2So4 pekat). Apabila
terbentuk warna merah menunjukkan adanya
steroid/terpenoid (Agustina, dkk., 2016).
d. Uji saponin
Sebanyak 3 mg sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi,
lalu dditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian
dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa
setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan
tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2M
menunjukkan adanya saponin (Agustina, dkk., 2016).
e. Uji tanin
Sebanyak 3 mg sampel ditambahkan dengan 2 tetes peraksi
besi (III) klorida 1% jika terjadi warna biru kehitaman
menunjukkan adanya tanin (Agutina, dkk., 2016).

2.6. KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS


2.6.1 Pengertian Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan teknik

kromatografi yang berdasar pada prinsip adsorbsi. Fase diam

berupa padatan yang diaplikasikan berbentuk datar pada

permukaan kaca atau aluminium sebagai penyangga

sedangkan fase gerak berupa zat cair (Rubiyanto, 2017).

2.6.2 Prinsip Penampakan noda

Prinsip penampakan noda pada lempeng kromatografi

melalui tiga cara yaitu: UV 254 nm, lempeng akan

berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap.

Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena

adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indicator

flourosensi yang terdapat pada lempeng. Flouresensi cahaya

yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh

komponenter sebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat


energy dasar ketingkat energi yang lebih tinggi kemudian

kembali ke keadaan semula sambil melepaska nenergi (Gritter

dan Bobbits, 1991).

Pada UV 366 nm, noda akan berfloursensi dan lempeng

akan bewarna gelap. Penampakan pada lampu UV 366 nm,

adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan

gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada

noda tersebut. Flouresensi cahaya yang tampak merupakan

emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika

elektron yang tereksitasi dari tingkat energy dasar ketingkat

energi yang lebih tinggi kemudian kembali kekeadaan semula

sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada

lampu UV 366 nm terlihat terang karena silika gel yang

digunakan tidak berflourodensi pada sinar UV 366 nm

(Sumarno, 2001).

Sebelum digunakan plat KLT dioptimalkan dengan

langkah aktivasi terlebih dahulu dengan cara :

1. Untuk pemisahan senyawa-senyawa netral, plat KLT

diaktivasi dengan memanaskannya dalam oven bersuhu

100oC selama beberapa menit untuk menghilangkan

air/kelembapan.
2. Untuk pemisahan senyawa yang bersifa tbasa, sebelum

proses kromatografi pelarut ditambahkan dengan larutan

ammonium hidroksida atau dietilamina.


3. Untuk pemisahan senyawa bersifat asam,

pelarutditambah dengan asam asetat (Rubiyanto, 2017).

BAB III

METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1. Alat
Alat yang digunakan adalah pisau, blender, wadah maserasi,
timbangan analitik, gelas ukur, batang pengaduk, pipet tetes,
cawan porselin, kain flanel, erlenmeyer, tabung reaksi, penjepit
tabung, bunsen, plat tetes, corong pisah, chamber, gelas arloji,
botol semprot, vial, rak tabung, sendok logam, dan corong.
III.1.2. Bahan
Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica Vahl), etanol 70%, HCl P
reagen Dragendorff, reagen Mayer, reagen Wagner,
Bouchardat, FeCl3, NaCl, HCl 2N, aquadest, kloroform, etil
asetat, n-heksan, butanol, etanol, FeCl3.
III.2 Cara Kerja
1. Pembuatan simplisia
Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica Vahl). Merupakan tanaman
yang termasuk dalam Famili Zingiberaceae. Rimpang kunyit yang
diambil kemudian dilakukan sortasi basah, dicuci dengan air
mengalir, diiris kecil-kecil lalu dikeringkan dengan cara dijemur
dibawah sinar matahari lalu ditutupi dengan kain hitam. Setelah itu
dilakukan sortasi kering, diserbukkan dengan menggunakan
blender lalu diayak dengan menggunakan pengayak.
2. Pembuatan ekstrak
Sebanyak 50 gram serbuk simplisia dimasukkan kedalam bejana
maserasi, kemudian dibasahi dengan etanol 70% secukupnya
sampai serbuk simplisia terbasahi sempurna. Simplisia yang
sudah dibasahi, didiamkan selama 30 menit dan tambahkan
pelarut hingga 625 ml. Lalu didiamkan selama 3x24 jam ditempat
sejuk dan terlindung dari cahaya dengan beberapa kali
pengadukan, kemudian saring filtratnya. Remaserasi dilakukan
selama 3 hari. Setelah 3 hari campuran diserkai dan diambil
filtratnya. Hasil filtrat diendapkan selama 2 hari ditempat sejuk dan
terlindung dari cahaya, kemudian diuapkan menghasilkan ekstrak
kental, lalu hitung persen rendemen ekstrak.
3. Partisi
a. Fraksi kloroform
Sebanyak 3 g ekstrak kental dilarutkan dalam 50 mL pelarut air.
Larutan selanjutnya dipartisi dengan menambahkan 100 mL
kloroform, digojok dalam corong pisah, didiamkan selama 15-30
menit dan diambil fase kloroformnya yang mana berada pada
fase paling bawah karena memiliki densitas yang lebih berat
dari air. Hasil partisi kemudian dipekatkan dengan cara diangin-
anginkan.
b. Fraksi Etil Asetat
Selanjutnya fraksi air dimasukkan kembali ke dalam corong
pisah lalu ditambahkan etil asetat sebanyak 100 mL kemudian
digojok dalam corong pisah, didiamkan selama 15-30 menit dan
diambil fase etil asetatnya. Etil asetat akan berada pada fase di
atas air dkarena memiliki densitas yang lebih ringan dibanding
air. Hasil partisi kemudian dipekatkan dengan cara diangin-
anginkan.
4. Skrining Fitokimia
a. Uji alkaloid
Ekstrak kental rimpang kunyit dimasukkan dalam tabung reaksi.
Ditambahkan 2 mL HCl 2N, kemudian dipanaskan selama 2-3
menit, dan didinginkan. Ditambahkan NaCl 2 mL untuk
mengendapkan protein-protein, kemudian disaring menggunkan
kertas saring. Ditambahkan HCl 2 N kedalam filtrat sampai 2
mL. Kemudian dibagi menjadi 3 bagian, bagian I ditambahkan
dragendorf menghasilkan endapan merah jingga (+), bagian II
ditambahkan mayer menghasilakn endapan putih atau putih
kekunignan (+), dan bagian III ditambahkan wagner
menghasilkan endapan coklat (+).
b. Uji tannin
Ekstrak kental ditambahkan air panas sebanyak 5 mL, lalu
dikocok sampai homogen. Ditambahkan garam dapur (NaCl) 5
tetes untuk mengendapkan proteinnya. Disaring, lalu filtratnya
ditambahkan FeCl3 3-4 tetes. Jika berwarna hijau biru (hijau-
hitam) berarti positif adanya tannin katekol sedangkan jika
berwarna biru hitam berarti positif adanya tannin pirogalol.
c. Uji flavonoid
Ekstrak kental dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan
etanol 5 mL dan HCl pekat 2 tetes, kemudian dipanaskan
selama 15 menit. Hasil positif bila terjadi warna merah terang.
d. Uji saponin
Ekstrak kental dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan
air panas lalu dikocok kuat-kuat selama 1 menit dengan
kekuatan konstan. Didiamkan, Apabila busa yang terbentuk
dengan tinggi 1-10 cm stabil selama 10 menit, maka
ditambahkan HCl melalui dinding tabung. Apabila tetap berbusa
berarti positif mengandung saponin.
e. Uji Steroid
Ekstrak kental dimasukkan dalam tabung reaksi lalu
ditambahkan etanol 5 mL, jika berbusa ditambahkan HCl 2N.
Ditambahkan pereaksi Lieberman-bouchardat 3-4 tetes, jika
terjadi perubahan warna menjadi berwarna merah atau merah
jambu berarti positif.
5. Uji KLT
Adapun cara kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Diaktifkan plat terlebih dahulu dalam oven dengan suhu
100ºC selama 30 menit
2. Setelah kering dianginkan dan buat jalur-jalur
penyerapan seperti pada kromatografi kertas dengan membuat
tanda batas menggunakan pensil
3. Hati-hati jangan sampai merusak lapisan adsorben
4. Disiapkan bejana pengembang dan isi dengan sistem
pelarut n-heksan dan etil asetat 7:3 Dengan ketinggian cairan
cairan 0,5 cm (sesuaikan volumenya dengan bejana), lalu tutup
rapat
5. Dibiarkan bejana jenuh dengan uap pelarut, sementara
itu siapkan cuplikan yang akan dipisahkan
6. Diambil bagian cairan sebagai cuplikan, pekatkan
dengan evaporasi sederhana
7. Ditotolkan ekstrak pada batas bawah plat beberapa kali
8. Dikeringkan totolan dengan mengangin-anginkan
sejenak
9. Plat KLT yang telah ditotoli cuplikan dimasukkan ke
dalam chamber untuk dielusi sampai batas atas yang
ditentukan
10. Ditutup bejana pengembang rapat-rapat
11. Dicatat waktu yang dibutuhkan masing-masing plat untuk
selesai elusi
12. Dikeluarkan plat dan dioven selama 30 menit pada suhu
40ºC
13. Diamati dan berikan tanda bercak warna dengan pensil
bila perlu.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.I Hasil Pengamatan


IV.1.1 Hasil Ekstraksi
Tabel 1. Persen Rendamen Ekstrak Etanol rimpang kunyit (Curcuma
Domestica Vahl)
Berat
Berat ekstrak
rimpang
Berat awal etanol rimpang
Segar Berat
simplisia kunyit %
Kunyit Simplisia
untuk (Curcuma Rendamen
(Curcuma Kering
ektraksi Domestica
Domestica
Vahl)
Vahl)
8.9553 3 400 g 400 g 35.8215 g
kg

Perhitungan rendamen:
Berat ekstrak yang diperole h
Rendamen= x 100
Berat simplisiaawal
35.8215 g
Rendamen= x 100
400 g
Rendamen=8.9553

IV.1.2 Hasil Pengamatan Partisi


Tabel 2. Hasil Fraksinasi Ekstrak Etanol rimpang kunyit (Curcuma
Domestica Vahl)

Berat Fraksi n – Berat Fraksi


Berat awal Ekstrak
heksan kloroform

35.8215 g g 0.2099 g 0.5432 g


IV.1.3 Hasil identifikasi senyawa
Tabel 3. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol rimpang kunyit (Curcuma
Domestica Vahl)
Jenis
Metabol
it Pereaksi Hasil Positif Literatur Ket
Sekund
er
Tidak ada
Mayer ↓ putih (-)
endapan
Tidak ada
Alkaloid Wagner ↓Coklat (-)
endapan
Dragend Tidak ada ↓ merah jingga
endapan (-)
orf (orange)
Flavanoi Serbuk Merah - merah
Merah (+)
d Mg + HCl ungu
Terbentuk buih
yang tidak hilang
Aquadest Buih yang
Saponin selama ±10 menit (-)
panas terbentuk hilang
dan dengan
penambahan HCl
Tanin FeCl3 Coklat Biru – hitam (-)

IV.1.4 Hasil Kromatografi Lapis Tipis


Tabel 4. Hasil Pemisahan dan Pemurnian Ekstrak Etanol Rimpang
kunyit(Curcuma domestic Val.)
Jarak
Ukuran Jarak Noda Nilai Rf
Jenis Tempu
Lempen
Fraksi h 254 365
g 254 nm 365 nm Pelarut nm nm
I : 0.5
cm
II : 0.7
cm I : 0.1 I : 0.1
I : 0.5 cm
III : 1.4 II : 0.14 II : 0.14
II : 0.7 cm
cm III : 0.28 III : 0.28
III : 1.4 cm
IV : - IV : 0.42 IV :
IV : 2.1 cm
V:- V : 0.5 V :
P : 7 cm V : 2.5 cm
Fraksi n- VI : - VI : 0.64 VI :
L : 2.6 VI : 3.2 cm 5 cm
heksan VII : - VII : 0.74 VII :
cm VII : 3.7 cm
VIII : 4.1 VIII : VIII :
VIII :4.1 cm
cm 0.82 0.82
IX : 4.3 cm
IX : 4.3 IX : 0.86 IX : 0.86
X : 4.5 cm
cm X : 0.9 X : 0.9
XI : 4.6 cm
X : 4.5 XI : 0.96 XI : 0.96
cm
XI : 4.6
cm
P : 7 cm
Ekstrak
L : 2.6 - 4.5 cm 5,3 cm - 0.84
kasar
cm
Fraksi P : 7 cm
Klorofor L : 1,2 - 4.7 cm 5,3 cm - 0.88
m cm

IV.2 Pembahasan
Kunyit (Curcuma domestica) adalah salah satu contoh yang termasuk
salah satu tanaman rempah dan obat. Pada praktikum ini yaitu dilakukan
“Identifikasi Senyawa Kimia Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica)”
yang merupakan jenis rempah-rempah dan sering digunakan sebagai
pengobatan secara tradisional.
Pada umumnya pengolahan simplisia memiliki beberapa tahap berupa
pengambilan sampel, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengerinagan,
sortasi kering dan pengepakkan serta pinyimpanan. Sampel diambil pada
hari selasa, 26 September 2017 jam 10.00–12.00 di kebun Malino, Sulawesi
Selatan, sampel diambil bagian rimpang yang berukuran besar (umur 9–12
bulan) tidak cacat dan tidak rusak (Kementerian pertanian, 2011).
Tahap selanjutnya adalah sampel di sortasi basah dengan cara
rimpang kunyit dibersihkan dari pengotor berupa tanah dan bagian tanaman
yang tidak diinginkan (akar, daun, dan lain-lain). Pembersihan dari tanah
dapat mengurangi kontaminasi mikroorganisme karena tanah banyak
mengandung mikroba (Katno, 2008).
Pencucian rimpang kunyit (Curcuma domestica) dicuci menggunakan
air bersih yang mengalir untuk membersihkan sisa kotoran yang masih
melekat dan membersihkan kontaminasi mikroba. Pencucian dilakukan
sesingkat mungkin (tiga kali), pencucian sebanyak 3-5 kali dapat
menghilangkan mikroba (Kementerian Pertanian, 2011). Setelah dicuci
rimpang ditiriskan untuk menghilangkan air saat pencucian dan kemudian
dilakukan perajangan untuk memperkecil ukuran rimpang agar dapat
memudahkan dalam pengeringan dan penyimpanan. Rimpang kunyit
(Curcuma domestica) dirajang dengan ukuran 7–8 mm (Kementerian
Pertanian, 2011).
Setalah perajangan Rimpang kunyit (Curcuma domestica)
dihamburkan dan diletakkan pada kertas (koran) kemudian dikeringkan di
dalam lemari pengering secara merata. Selama pengeringan, sampel
dibolak-balik agar kering merata. pengeringan dimaksudkan untuk
mengurangi kadar air dalam simplisia, kadar air 10% sudah dapat
menghentikan proses enzimatik pada simplisia sehingga simplisia tidak cepat
busuk serta akan menghentikan pertumbuhan jamur dan bakteri pada
simplisia (Depkes RI, 1985).
Rimpang kunyit (Curcuma domestica) kemudian di sortasi kembali
bagian-bagian yang tidak diinginkan dan dibersihkan dari pengotor pada
umumnya simplisia yang baik memiliki warna dan bau yang tidak
menyimpang jauh dari yang masih segar serta tidak ditumbuhi jamur dan
kapang (Kementrian Pertanian, 2011). Kemudian Setelah proses sortasi
kering, simplisia disimpan pada wadah tertutup baik.
Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi. Hal ini
dipertimbangkan dari sifat dari kandungan kimia rimpang kunyit belum
diketahui secara pasti, maka untuk mencegah terjadinya kerusakan
kandungan dalam bahan digunakan metode maserasi yang tidak melibatkan
adanya proses pemanasan. Sebelum dilakukan proses maserasi, terlebih
dahulu simplisia yang telah dikeringkan dihaluskan dengan menggunakan
alat blender, hal ini dimaksudkan untuk memperkecil ukuran partikel dari
serbuk simplisia karena semakin kecil ukuran partikel maka luas permukaan
akan semakin besar sehingga sudut kontak yang terjadi antara serbuk
simplisia dan cairan penyari akan semakin banyak dan dapat meningkatkan
penetrasi penyari kedalam sel simplisia untuk mempermudah dan
mempercepat proses ekstraksi (Wahyuni dkk, 2014).
Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol.
Pemilihan etanol 70% sebagai larutan penyari didasarkan pada sifat etanol
yang bersifat lebih polar dibandingkan dengan larutan penyari lain seperti n-
heksan dan kloroform, lebih aman penggunaannya dibandingkan dengan
metanol serta lebih sulit ditumbuhi oleh mikroorganisme berupa kapang atau
jamur dan lebih mudah menguap jika dibandingkan dengan pelarut air. Selain
itu, senyawa yang akan ditarik belum diketahui sifatnya secara spesifik
sehingga digunakan penyari etanol yang dianggap dapat menarik senyawa
yang bersifat polar maupun nonpolar (Wahyuni dkk, 2014).
Prinsip dasar dari metode maserasi adalah proses perendaman
sampel dengan pelarut organik yang sesuai pada suhu ruangan. Proses ini
sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan
perendaman, sampel akan mengalami pemecahan dinding dan membran sel
akibat perbedaan tekanan di dalam dan diluar sel sehingga senyawa
metabolit yang terdapat dalam sitoplasama akan terlarut dalam pelarut
organik dan ekstraksi senyawa akan berlangsung sempurna karena waktu
perendaman yang dapat diatur (Katno, 2008).
Dari hasil ekstraksi yang dilakukan diperoleh ekstrak sebesar 35.8215
gram dari berat simplisia awal 400 gram sehingga diperoleh rendamen
sebesar 8.9553%. Hal ini dapat ditunjukkan pada tabel 1.
Hasil skrining fitokimia ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestic Val.)
Skrining fitokimia dimaksudkan untuk mengetahui ada atau tidaknya
kandungan metabolit sekunder yang terdapat dalam suatu ekstrak yang
meliputi alkaloid, flavanoid, saponin, dan tanin. Pengujian ini dilakukan
dengan menggunakan pereaksi-pereaksi yang spesifik sesuai dengan
kelompok metabolit yang hendak diketahui.
Berdasarkan pengujian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa ekstrak
rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) positif mengandung flavonoid.
Dengan penambahan HCl pekat dalam uji flavonoid dimaksudkan untuk
menghidrolisis flavonoid menjadi aglikonnya, yaitu dengan menghidrolisis O-
glikosil. Glikosil akan tergantikan oleh H+ dari asam karena sifatnya yang
elektrofilik. Glikosida berupa gula yang biasa dijumpai yaitu glukosa,
galaktosa dan ramnosa. Reduksi dengan Mg dan HCl pekat ini menghasilkan
senyawa kompleks yang berwarna merah atau jingga pada flavonol,
flavanon, flavanonol dan xanton (Latifah, 2015).
Pada uji saponin diperoleh hasil negatif yaitu busa yang terbentuk
hilang dan tidak dapat bertahan selama ±10 menit serta hilang dengan
penambahan HCl. Pada uji tanin, hasil yang diperoleh menunjukkan ekstrak
rimpang kunyit (Curcuma domestic Val.) tidak mengandung senyawa tanin
yang ditandai dengan terbentuknya warna coklat setelah ditambahkan FeCl 3
sedangkan pada uji alkaloid, dengan penambahan ketiga pereaksi uji alkaloid
(mayer, wagner dan dragendorf) tidak menghasilkan adanya endapan pada
larutan.
Partisi/fraksinasi ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestic Val.)
dengan metode ECC (Ekstrak Cair-Cair). Pada proses fraksinasi digunakan
tiga jenis cairan dengan tingkat kepolaran yang berbeda. Hal ini dimaksudkan
untuk mengetahui sifat dari kandungan kimia berdasarkan kemampuannya
untuk dapat larut pada pelarut n-heksan : kloroform : air masing-masing
sebanyak 50 mL.
Prinsip dasar dari ekstraksi cair-cair ini adalah melibatkan
pengontakan suatu larutan dengan pelarut lain (solvent) lain yang tidak saling
melarut (immisible) dengan pelarut asal yang memiliki densitas yang berbeda
sehingga akan terbentuk dua fase beberapa saat setelah penambahan
solvent. Hal ini menyebabkan terjadinya perpindahan massa dari pelarut asal
ke pelarut pengekstrat (solvent). Perpindahan zat terlarut kedalam pelarut
baru yang diberikan disebabkan oleh adanya daya dorong (dirving force)
yang muncul akibat adanya beda potensial kimia antara kedua pelarut.
Sehingga dapat diketahui bahwa ekstraksi cair-cair merupakan proses
perpindahan massa yang berlangsung secara diffusional (Katno, 2008).
Maka dari prinsip tersebut diperoleh hasil 0.2099 g fraksi n-heksan,
0.5432 g fraksi kloroform dan fraksi air tidak ditimbang. Dari hasil tersebut
dapat diketahui bahwa kandungan senyawa dalam ekstrak rimpang kunyit
(Curcuma domestica Val.) sebagian besar dapat tertarik dalam senyawa
bersifat semi polar (kloroform).
Pemisahan dan Pemurnian Ekstrak Rimpang kunyit (Curcuma
domestic Val.) dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Untuk dapat
mengetahui pembentukan noda yang terbentuk, maka lempeng yang telah
dielusi dan dikeringkan selanjutnya diamati pada lampu UV 254 nm dan 365
nm.
UV 254 nm UV 365 nm UV 254 nm UV 365nm

Gambar 1. Fraksi n-heksan Gambar 2. Ekstrak kasar dan kloroform

Prinsip penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena


adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator flourosensi yang
terdapat pada lempeng. Flouresensi cahaya yang tampak merupakan emisi
cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang
tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi
kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Hal ini
menyebabkan lempeng akan tampak berfluoresensi sedangkan noda
berwarna gelap (Latifah, 2015).
Penampakan pada lampu UV 365 nm, adalah karena adanya daya
interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh
auksokrom yang ada pada noda tersebut. Flouresensi cahaya yang tampak
merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika
elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih
tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi.
Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 365 nm terlihat terang (ungu)
karena silika gel yang digunakan tidak berflouresensi pada sinar UV 365 nm
(Latifah, 2015).
Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa untuk fraksi n-
heksan diperoleh sebelas noda dengan nilai Rf masing-masing 0.1, 0.14,
0.28, 0.42, 0.5, 0.64, 0.74, 0.82, 0.86, 0.9, 0.96 dan untuk fraksi kloroform
nilai Rf adalah 0.88 sedangkan pada ekstrak kasar diperoleh nilai Rf yang
paling sedikit yaitu 0.84. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak kasar masih
mengandung berbagai komponen dengan tingkat kepolaran yang berbeda
sehingga sulit untuk tertarik pada eluen yang cenderung bersifat semi polar
atau non polar sedangkan fraksi yang merupakan senyawa hasil pemisahan
lebih mudah untuk terlarut dalam eluen dengan kepolaran yang sesuai
karena mengandung senyawa dengan sifat dan kepolaran yang sama yang
dianggap hampir murni dibandingkan dengan ekstrak kasar.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa ekstrak kasar
masih berupa senyawa yang kompleks sehingga diperoleh nilai Rf yang jauh
lebih rendah, sedangkan fraksi n-heksan dan fraksi kloroform telah
merupakan suatu jenis senyawa yang lebih murni dibandingkan dengan
ekstrak kasar sehingga diperoleh nilai Rf yang jauh lebih besar dibandingkan
nilai Rf dari ekstrak kasar. Menurut Latifah, 2015 senyawa kurkumin bersifat
non polar jadi pada KLT dapat diprediksi bahwa senyawa kurkumin akan
mempunyai nilai Rf yang tertinggi karena banyaknya kandungan senyawa
kurkumin dalam kunyit. Latifa mengindikasikan ada 3 senyawa yang terisolasi
yaitu desmetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin dan kurkumin.

.
BAB V

PENUTUP

IV.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan


bahwa :
1. Ekstrak Rimpang kunyit (Curcuma Domestica Vahl) %
rendamen yang diperoleh adalah 8,9553 %
2. Hasil partisi ekstrak rimpang kunyit (Curcuma Domestica Vahl)
yang diperoleh adalah fraksi n-Heksan 0,2099 gram dan fraksi
Kloroform 0,5432 gram.
3. Hasil identifikasi senyawa rimpang kunyit (Curcuma Domestica
Vahl) menunjukkan mengandung flavonoid.
4. Nilai Rf yang diperoleh pada UV 254 nm hanya terdapat pada
fraksi n-heksan yaitu I : 0,1, II : 0,14, III : 0,28, IV : 0,42, V : 0,5, VI :
0,64, VII : 0,74, VIII : 0,82, IX : 0,9, X : 0,96. Adapun nilai Rf yang
diperoleh pada penampakan noda dengan UV 365 nm adalah untuk
fraksi n-heksan yaitu yaitu I : 0,1, II : 0,14, III : 0,28, VIII : 0,82, IX : 0,9,
X : 0,96, untuk fraksi ekstrak kasar 0,84 dan 0,88 untuk fraksi
kloroform. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari nilai Rf senyawa
yang diduga adalah desmetoksikurkumin, bisdemetoksi kurkumin dan
kurkumin.

IV.1 Saran

Diharapkan pada praktikum selanjutnya untuk praktikan agar


bekerja dengan hati-hati dan teliti untuk menghasilkan hasil yang
maksimal.

DAFTAR PUSTAKA
Adijuana, N.M.A. 1989. Tekhnik Spektroskopi dalam Analisis Biologi. Bogor.
Pusat Antar Universitas IPB.
Agustina, Sri, Ruslan, WIraningtyas A., 2016. Skrining Fitokimia Obat di
Kabupaten Bima. Cakra Kimia Indonesian E-Journal of Applied
Chemistry.Vol. 14, No.1: 72-75. ,ISSN 2302-7274.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. RI. 2005.InfoPom. Jakarta: BPOM.
RI Vol.6, No.4 juli 2005,.ISSN 1829-9334.
BPOM RI. 2008. Curcuma Domestica Val. Direktorat Obat Asli Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1985). Cara Pembuatan


Simplisia. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2002. Parameter standard Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Gritter, R, J., dan Bobbits, J.M.1991. Pengantar Kromatografi Edisi II.
Penerjemah Dr. Kokasih Padma wanita. Bandung. Penerbit ITB.
Hasiholan, Anju DP. 2012. Isolasi, Uji Aktivitas Antioksidan Dan Karakteristik
Senyawa dari Ekstrak Daun (Garcinia hombroniana Pierre).
Universitas Indonesia.
Katno. 2008. Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional
(B2P2TO-OT), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI: 44.
Kementrian Pertanian. 2011. Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen
Tanaman Obat. Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan
Tanaman Obat. Jakarta

Latifah. 2015. Identifikasi Golongan Senyawa Flavonoid dan Uji Aktivitas


Antioksidan Pada Ekstrak Rimpang Kencur dengan Metode DPPH.
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Malang.
Rubiyanto, Dwiarso. 2017. Metode Kromatografi: Prinsip Dasar, Praktikum &
Pendekatan Pembelajaran Kromatografi. Deepublish. Yogyakarta.

Sukmarani, Galuh. 2016 . ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT (Curcuma


longa). journal
Sumarno. 2001. Kromatografi Teori Dasar. Bagian Kimia Farmasi Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.

Wahyuni, A. Hardjono dan P.H. Yamrewav, 2004. “ Ekstraksi Kurkumin Dari


Kunyit”. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia Dan Proses.
Wahyuni, Guswandi, Rivai. (2014). Pengaruh Cara Pengembangan dengan
Oven, Kering, Angin, dan Cahaya Matahari Langsung Terhadap Mutu
Simplisia Herba Sambiloto. Jurnal Farmasi Higea Vol. 6 No.2.
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Padang. Padang.
Yazid,. E,.2005. Kimia Fisika untuk Para medis. Andi. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai