Anda di halaman 1dari 2

Jakarta, 9 Maret 2016

Beberapa tahun belakangan telah terjadi perubahan pola penyakit di Indonesia, antara
lain dengan meningkatnya tren penyakit katastropik setiap tahun. Penyakit katastropik,
merupakan penyakit berbiaya tinggi dan secara komplikasi dapat membahayakan jiwa
penderitanya, antara lain: penyakit ginjal, penyakit jantung, penyakit syaraf, kanker,
diabetes mellitus, dan haemofilia.

Mengutip data sebaran kasus dan biaya klaim di Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL) Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sampai dengan triwulan III tahun 2015,
kasus sistem saluran kemih berjumlah sebanyak 3.094.915 urutan tertinggi ketiga, namun
menghabiskan biaya lebih dari 3 Trilyun rupiah.

Demikian kutipan paparan Menteri Kesehatan dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI,
pada pertengahan Februari lalu di Gedung Nusantara, Jakarta (15/2).

Kecenderungan meningkatnya tren penderita penyakit katastropik menyadarkan kita


pentingnya menggalakkan upaya preventif dan promotif, serta screening bagi masyarakat
terutama yang mempunyai risiko tinggi, tutur Menkes.

World Kidney Day (WKD) atau Hari Ginjal Sedunia 2016 yang diperingati setiap hari Kamis
pada minggu kedua di bulan Maret. Tahun ini, Hari Ginjal Sedunia jatuh pada tanggal 10
Maret 2016 dan berfokus pada Pencegahan Penyakit Ginjal Harus Dilakukan Sejak Dini
demi membangun generasi mendatang yang lebih sehat.

Berkaitan dengan hal tersebut, Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian
Kesehatan RI, dr. Lily Sriwahyuni Sulistyowati, MM, menegaskan bahwa kerusakan jaringan
ginjal yang berfungsi untuk menyaring darah atau dikenal juga dengan istilah Nefropati,
merupakan penyakit tidak menular yang sebenarnya dapat dicegah. Penyakit ginjal
dijuluki sebagai silent disease karena seringkali tidak menunjukkan tanda-tanda peringatan
dan jika tidak terdeteksi, akan memperburuk kondisi penderita dari waktu ke waktu.

Penyakit ginjal kronis bersifat irreversible, artinya tidak bisa menjadi normal kembali, yang
bisa dilakukan hanyalah mempertahankan fungsi ginjal yang ada, jelas dr. Lily.

Salah satu perawatan bagi penderita gagal ginjal kronis adalah hemodialysis atau lebih
dikenal dengan sebutan cuci darah, yang dapat mencegah kematian tetapi tidak dapat
menyembuhkan atau memulihkan fungsi ginjal secara keseluruhan. Pasien harus menjalani
terapi dialysis sepanjang hidupnya (biasanya 1-3 kali seminggu) atau sampai mendapat
ginjal baru melalui operasi pencangkokan ginjal.

Mengutip data 7th Report of Indonesian Renal Registry, urutan penyebab gagal ginjal
pasien yang mendapatkan haemodialisis berdasarkan data tahun 2014, karena hipertensi
(37%), penyakit dibetes mellitus atau Nefropati Diabetika (27%), kelainan bawaan atau
Glomerulopati Primer (10%), gangguan penyumbatan saluran kemih atau Nefropati
Obstruksi (7%), karena Asam Urat (1%), Penyakit Lupus (1%) dan penyebab lain lain-lain
(18%).

Dapat kita lihat bahwa sebagian besar penyebab gagal ginjal disebabkan faktor risiko
perilaku yang kurang sehat, yang merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit tidak
menular, terang dr. Lily.

Melengkapi pernyataan tersebut, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian


Kesehatan RI tahun 2013 menunjukkan data bahwa penduduk Indoensia kurang aktifitas
fisik (26,1%); penduduk usia > 15 tahun merupakan perokok aktif (36,3%); penduduk > 10
tahun kurang mengonsumsi buah dan sayur (93%); serta penduduk >10 tahun memiliki
kebiasaan minum minuman beralkohol (4,6%).

Tidak hanya orang dewasa, anak-anak juga mempunyai risiko terkena penyakit tidak
menular (PTM), khususnya penyakit ginjal. Anak-anak memiliki risiko penyakit ginjal bahkan
pada usia dini (bayi). Oleh karena itu, penting mendorong deteksi dini dan penerapan
pola hidup yang sehat sejak Ibunya mengandung lahir, tumbuh, membesar dan terus
berlanjut hingga masa tuanya.

Untuk itu, guna mencegah berbagai risiko penyakit tidak menular, khususnya pencegahan
gagal ginjal kronis, Kemenkes mengajak masyarakat untuk CERDIK, tandas dr. Lily.

CERDIK merupakan kepanjangan dari: Cek kesehatan secara berkala; Enyahkan asap
rokok; Rajin beraktifitas fisik; Diet yang baik dan seimbang;Istirahat yang cukup; dan Kelola
stress.

Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan
RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui
nomor hotline (kode lokal) 1500-567, SMS 081281562620, faks (021) 5223002, 52921669, dan
alamat email kontak[at]kemkes[dot]go[dot]id.

Anda mungkin juga menyukai