Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA


MEDIS CHRONIC KIDNEY DISEASE DI RUANG DAHLIA 1
RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA

Disusun Oleh :
Normawati
2620152744

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2018
BAB I
KONSEP DASAR MEDIK

A. Pengertian
Penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease/CKD) adalah
gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible, dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolism serta keseimbangan cairan
dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (Armiyati, 2012)
Gagal Ginjal Kronis adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat
fatal dan ditandai dengan uremia (Urea dan limbah nitrogen lainnya yang
beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau
transplantasi ginjal). (Nursalam.Dr; Batticaca.B Fransisca, 2008)
Gagal Ginjal Kronis adalah kerusakan ginjal yang berlanjut sehingga
memerlukan terapi ginjal yang dilakukan secara terus menerus, kondisi pasien
ini telah masuk ke stadium akhir penyakit ginjal kronis.(Smeltzer .C Susan,
2014)
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah proses kerusakan ginjal selama
rentang waktu lebih dari tiga bulan. Chronic Kidney Disease (CKD) dapat
menimbulkan simtoma, yaitu laju filtrasi glomerular berada di bawah 60
ml/men/1.73 m2, atau diatas nilai tersebut yang disertai dengan kelainan
sedimen urine. Selain itu, adanya batu ginjal juga dapat menjadi indikasi
Chronic Kidney Disease pada penderita kelainan bawaan, seperti
hioeroksaluria dan sistinuria (Muhammad, 2012 h. 16 ).
Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuanya untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan
makanan normal. (Mary Baradero, 2008 )
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah.( Muttaqin Arif ,
2011 ).
Gagal ginjal akut merupakan suatu syndrome klinis yang ditandai
dengan fungsi ginjal menurun secara cepat, (biasanya dalam hitungan
beberapa hari) yang menyebabkan azotemia yang berkembang cepat. (
Medicastore ,2008).

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Presipitasi dan Predisposisi
a. Presipitasi
Dua penyebab utama dari PGK (penyakit ginjal kronik) ini
adalah diabetes dan tekanan darah tinggi, yang terjadi pada dua dari
tiga kasus. Diabetes terjadi ketika gula darah terlalu tinggi,
menyebabkan kerusakan banyak organ dalam tubuh, termasuk ginjal
dan jantung, serta pembuluh darah, saraf dan mata. Tekanan darah
tinggi, atau hipertensi, terjadi ketika tekanan darah terhadap dinding
pebuluh darah meningkat. Jika tidak terkendali, atau tidak terkontrol,
tekanan darah tinggi dapat menjadi penyebab utama serangan jantung,
stroke dan PGK. PGK juga menyebabkan tekanan darah tinggi
(Anonim, 2010).
Beberapa kondisi yang juga dapat menyebabkan PGK dengan
prevalensi yang lebih kecil, antara lain:
1) Glomerulonefritis (radang ginjal)
2) Pielonefritis (infeksi pada ginjal)
3) Penyakit ginjal polikistik
4) Kegagalan pembentukan ginjal normal pada bayi yang belum
lahir ketika berkembang di rahim
5) Lupus eritematosus sistemik (kondisi dari sistem kekebalan
tubuh di mana tubuh menyerang ginjal yang dianggap sebagai
benda asing)
6) Jangka panjang penggunaan rutin obat-obatan seperti : obat
litium dan NSAID, termasuk aspirin dan ibuprofen.
7) Penyumbatan, misalnya karena batu ginjal atau penyakit prostat.
(Anonim, 2010)
b. Predisposisi
1) Gaya hidup tidak banyak bergerak.
2) Pola makan buruk , tinggi lemak dan karbohidrat yang tidak
diimbangi serat dalam jumlah cukup.
3) Kurang minum
Kurang minum membuat darah menjadi kental dan mineral
(kalsium) mudah mengendap diginjal menjadi batu ginjal yang
dapat mengganggu fungsi ginjal.
4) Lingkungan yang buruk (Syamsir, 2008).

2. Psiko Patologi / Patofisiologi


Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2013).
Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
a. Stadium 1: penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin
serum normal dan penderita asimptomatik.
b. Stadium 2: insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah
rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum
meningkat.
c. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari
tingkat penurunan LFG :
a. Stadium 1: kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
c. Stadium 3: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2
d. Stadium 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15–29
mL/menit/1,73m2
e. Stadium 5: kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance
Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
Tahap perkembangan gagal ginjal kronik (Mary Baradero, 2008 :124-
125)
a. Penurunan cadangan ginjal
1) Sekitar 40-70% nefron tidak bisa berfungsi
2) Laju filtrasi glomerulus 40-50% normal
3) BUN dan kreatinin serum masih normal
b. Insufiensi ginjal
1) 75-80% nefron tidak bisa berfungsi
2) Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal
3) BUN dan kreatinin serum muulai meningkat
4) Anemia ringan dan azotemia ringan
5) Nokturia dan poliuria
c. Gagal ginjal
1) Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal
2) BUN dan kreatinin serum meningkat
3) Anemia, azotemia, dan asidosis metabolic
4) Poliuria dan nokturia
5) Gejala gagal ginjal
d. End-stage renal disease (ESRD)
1) Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi
2) Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal
3) BUN dan kreatinin tinggi
4) Anemia, azotemia dan asidosis metabolic
5) Berat jenis urine tetap 0,010
6) Oligouria
7) Gejala gagal ginjal

3. Manifestasi Klinik
a. Kardiovaskular : Hipertensi, pitting edema (kaki,tangan, dan sekrum),
edema periorbital, gesekan perikardium, pembesaran vena – vena
dileher, perikarditis, tamponade perikardium, hiperkalemia,
hiperlipidemia.
b. Integumen : warna kulit keabu – abuan, kulit kering dan gampang
terkelupas, pruritus berat, ekimosis, purpura, kuku rapuh, rambut
kasar dan tipis.
c. Paru – paru : ronchi basah kasar (Krekles), sputum yang kental dan
lengket, penurunan refleks batuk, nyeri pleura, sesak napas, takipnea,
pernapasan kussmaul, pneumonitis uremik.
d. Saluran cerna : bau amoniak ketika bernapas, pengecapan rasa logam,
ulserasi dan perdarahan mulut, anoreksia, mual dan muntah, cegukan,
konstipasi, atau diare, perdarahan pada saluran cerna.
e. Neurologik : kelemahan dan keletihan, konfusi, ketidakmampuan
berkonsentrasi, disorientasi, tremor, kejang, asteriksis, tungkai tidak
nyaman, telapak kaki serasa terbakar, perubahan perilaku.
f. Muskuluskeletal : kram otot, kehilangan kekuatan otot, osteodistrofi
ginjal, nyeri tulang, fraktur, kulai kaki.
g. Reproduksi : Amenorea, atrofi testis, ketidaksuburan, penurunan
libido
h. Hematologi : anemia, trombositopenia.
(Smeltzer .C Susan, 2014)

4. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Rudi (2013) pemeriksaan penunjang pada pasien Gagal
Ginjal Kronis adalah :
a. Urine
Volume urine biasanya kurang dari 400ml/24 jam (oliguria),
dengan warna keruh disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat dan
urat. Sedimen tampak kotor, kecoklatan, ada darah, dengan berat
besi kurang dari 1.015 (menetap pada 1.010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat ), kadar Natrium lebih besar dari 40 mg/L
karena ginjal tak mampu mereabsorsi natrium. Dan protein derajat
tinggi (3-4+) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus jika
sel darah merah dan fragmen juga ada.

b. Darah lengkap
1) Bun : urea adalah produksi akhir dari metabolisme protein,
peningkatan Bun dapat merupakan indikasi dehidrasi,
kegagalan prerenal atau gagal ginjal.
2) Kreatinin : produksi katabolisme otot dari pemecahan
kreatinin otot dan kreatinin pospat. Bila 50 % nefron rusak
maka kadar kratinin meningkat.
3) Elekrolit : natrium, kalium, kalsium, phospat
4) Hematologi : Hb, trombosit, Ht, dan leukosit
c. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Untuk melihat kemungkinan hipertropiventrikel ke tanda-
tanda perikardites (misalnya voltase rendah), aritma dan gangguan
elektrolit (hiperkalemic, hipokalsemia)
d. Ultrasonografi ginjal ( USG)
Menunjukan ukuran kandung kemih, adanya masa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan.
e. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menetukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
f. Pemeriksaan foto dada

5. Komplikasi
PGK juga disertai dengan penyakit lain sebagai penyulit atau
komplikasi yang sering lebih berbahaya. Komplikasi yang sering
ditemukan menurut Alam & Hadibroto (2008) antara lain :
a. Anemia
Dikatakan anemia bila kadar sel darah merah rendah, karena
terjadi gangguan pada produksi hormon eritropoietin yang bertugas
mematangkan sel darah, agar tubuh dapat menghasilkan energi
yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan sehari-hari. Akibat
dari gangguan tersebut, tubuh kekurangan energi karena sel darah
merah yang bertugas mengangkut oksigen ke seluruh tubuh dan
jaringan tidak mencukupi. Gejala dari gangguan sirkulasi darah
adalah kesemutan, kurang energi, cepat lelah, luka lebih lambat
sembuh, kehilangan rasa (baal) pada kaki dan tangan.
b. Osteodistrofi ginjal
Kelainan tulang karena tulang kehilangan kalsium akibat
gangguan metabolisme mineral. Jika kadar kalsium dan fosfat
dalam darah tinggi, akan terjadi pengendapan garam dan kalsium
fosfat di berbagai jaringan lunak (klasifikasi metastatic) berupa
nyeri persendian (artritis), batu ginjal (nefrolaksonosis), pengerasan
dan penyumbatan pembuluh darah, gangguan irama jantung, dan
gangguan penglihatan.
c. Gagal jantung
Jantung kehilangan kemampuan memompa darah dalam
jumlah yang memadai ke seluruh tubuh. Jantung tetap bekerja,
tetapi kekuatan memompa atau daya tampungnya berkurang. Gagal
jantung pada penderita PGK dimulai dari anemia yang
mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras, sehingga terjadi
pelebaran bilik jantung kiri (left ventricular hypertrophy/LVH).
Lama-kelamaan otot jantung akan melemah dan tidak mampu lagi
memompa darah sebagaimana mestinya (sindrom kardiorenal).
d. Disfungsi ereksi
Ketidakmampuan seorang pria untuk mencapai atau
mempertahankan ereksi yang diperlukan untuk melakukan
hubungan seksual dengan pasangannya. Selain akibat gangguan
sistem endokrin (yang memproduksi hormon testosteron untuk
merangsang hasrat seksual (libido)), secara emosional penderita
gagal ginjal kronis menderita perubahan emosi (depresi) yang
menguras energi. Penyebab utama gangguan kemampuan pria
penderita gagal ginjal kronis adalah suplai darah yang tidak cukup
ke penis yang berhubungan langsung dengan ginjal.
6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik menurut Suharyanto (2009) antara
lain:
a. Tindakan konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah merendahkan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif.
Pengobatan :
1) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan
a) Pembatasan protein
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN,
tetapi juga mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta
mengurangi produksi ion hidrogen yang berasal dari protein.
Pembatasan asupan protein telah terbukti menormalkan
kembali kelainan ini dan memperlambat terjadinya gagal
ginjal.
b) Diet rendah kalium
Hiperkalemi biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal
lanjut, asupan kalium dikurangi. Diet yang dianjurkan adalah
40-80 mEq/hari. Penggunaan makanan dan obat-obatan yang
tinggi kadar kaliumnya dapat menyebabkan hiperkalemi.
c) Diet rendah natrium
Diet natrium yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2
gNa ). Asupan natrium yang terlalu longgar dapat
mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru,
hipertensi dan gagal jantung kongestif.
d) Pengaturan cairan
Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut
harus diawasi dengan seksama. Parameter yang tepat untuk
diikuti selain data asupan dan pengeluaran cairan yang
dicatat dengan tepat adalah pengukuran berat badan harian.
Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi
menjadi berlebihan, dan edema. Sedangkan asupan yang
terlalu rendah mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan
gangguan fungsi ginjal.
2) Pencegahan dan pengobatan
a) Hipertensi
Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan
cairan. Pemberian obat antihipertensi : metildopa (aldomet),
propanolol, klonidin (catapres).
b) Hiperkalemi
Hiperkalemi merupakan komplikasi yang paling serius,
karena bila kalium serum mencapai sekitar 7 mEq/L, dapat
mengakibatkan aritmia dan juga henti jantung. Hiperkalemia
dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin
intravena, yang akan memasukan kalium kedalam sel, atau
dengan pemberian kalsium glukonat 10%.
c) Anemia
Pada gagal ginjal kronik diakibatkan penurunan sekresi
eritropoeitin oleh ginjal. Pengobatanya adalah pemberian
hormon eritropoeitin, selain dengan pemberian vitamin dan
asam folat, besi dan tranfusi darah.
d) Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3 plasma
turun dibawah angka 15 mEq/L. Bila asidosis berat akan
dikoreksi dengan pemberian Na HCO3 (Natrium Bikarbonat)
parenteral.
e) Diet rendah fosfat
Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat
mengikat fosfat didalam usus. Gel yang dapat mengikat
fosfat harus dimakan bersama dengan makanan.
f) Pengobatan hiperurisemia
Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia pada penyakit
ginjal lanjut adalah alopurinol. Obat ini mengurangi kadar
asam urat dengan menghambat biosintesis sebagai asam urat
total yang dihasilkan tubuh.
b. Dialisis dan transplatansi
Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialisis
dan transplantasi ginjal. Dialisis dapat digunakan untuk
mempertahankan penderita dalam keadaan klinis yang optimal
sampai tersedia donor ginjal. Dialisis dilakukan apabila kadar
kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada laki-laki atau 4 mg/100 ml
pada wanita, dan LFG kurang dari 4ml/menit.

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada masalah CKD menurut Hermand (2015)
adalah sebagai berikut :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Ketidakmampuan
ginjal mengsekresi air dan natrium.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
pembatasan diit dan ketidak mampuan untuk mengabsorbsi nutrien.
3. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2
dan nutrisi ke jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialysis.
6. Resiko Kerusakan intregritas kulit berhubungan dengan efek uremia.
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak
seimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan
tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi
jantung (ketidak seimbangan elektrolit).
D. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan pada CKD menurut Bulechek (2013) dan
Moorhead (2013) adalah:
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
1. Kelebihan volume Tujuan: Nursing intervensi
cairan Setelah dilakukan classification (NIC)
Definisi : Retensi asuhan keperawatan Fluid Management :
cairan isotomik selama 3x24 jam a. Kaji status cairan ; timbang
meningkat volume cairan berat badan,keseimbangan
Batasan seimbang. masukan dan haluaran,
karakteristik : Kriteria Hasil: turgor kulit dan adanya
a. Berat badan Nursing outcomes edema
meningkat pada classification (NOC) : b. Batasi masukan cairan.
waktu yang Fluid Balance c. Identifikasi sumber potensial
singkat a. Terbebas dari edema, cairan.
b. Asupan efusi, anasarka d. Jelaskan pada klien dan
berlebihan b. Bunyi nafas keluarga rasional
dibanding output bersih,tidak adanya pembatasan cairan.
c. Tekanan darah dipsnea e. Kolaborasi pemberian cairan
berubah, tekanan c. Memilihara tekanan sesuai terapi.
arteri pulmonalis vena sentral, tekanan
berubah, kapiler paru, output Hemodialysis therapy :
peningkatan CVP jantung dan vital sign a. Ambil sampel darah dan
d. Distensi vena normal. meninjau kimia darah
jugularis (misalnya BUN, kreatinin,
e. Perubahan pada natrium, pottasium, tingkat
pola nafas, phospor) sebelum perawatan
dyspnoe/sesak untuk mengevaluasi respon
nafas, orthopnoe, thdp terapi.
suara nafas b. Rekam tanda vital: berat
abnormal (Rales badan, denyut nadi,
atau crakles), pernapasan, dan tekanan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
kongestikemaceta darah untuk mengevaluasi
n paru, pleural respon terhadap terapi.
effusion c. Sesuaikan tekanan filtrasi
f. Hb dan untuk menghilangkan jumlah
hematokrit yang tepat dari cairan
menurun, berlebih di tubuh klien.
perubahan d. Bekerja secara kolaboratif
elektrolit, dengan klien untuk
khususnya menyesuaikan panjang
perubahan berat dialisis, peraturan diet,
jenis keterbatasan cairan dan obat-
g. Suara jantung obatan untuk mengatur
SIII cairan dan elektrolit
h. Reflek pergeseran antara
hepatojugular pengobatan.
positif
i. Oliguria,
azotemia
j. Perubahan status
mental,
kegelisahan,
kecemasan
Faktor-faktor yang
berhubungan :
a. Mekanisme
pengaturan
melemah
b. Asupan cairan
berlebihan
c. Asupan natrium
berlebihan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
2. Gangguan nutrisi Tujuan: Nursing intervensi
kurang dari Setelah dilakukan classification (NIC)
kebutuhan asuhan keperawatan Nutritional Management :
Definisi : Intake selama 3x24 jam nutrisi a. Monitor adanya mual dan
nutrisi tidak cukup seimbang dan adekuat. muntah
untuk keperluan Kriteria Hasil: b. Monitor adanya kehilangan
metabolisme tubuh. Nursing outcomes berat badan dan perubahan
Batasan classification (NOC) : status nutrisi.
karakteristik : Nutritional Status c. Monitor albumin, total
a. Berat badan 20 % a. Nafsu makan protein, hemoglobin, dan
atau lebih di meningkat hematocrit level yang
bawah ideal b. Tidak terjadi menindikasikan status nutrisi
b. Dilaporkan penurunan BB dan untuk perencanaan
adanya intake c. Masukan nutrisi treatment selanjutnya.
makanan yang adekuat d. Monitor intake nutrisi dan
kurang dari RDA d. Menghabiskan porsi kalori klien.
(Recomended makan e. Berikan makanan sedikit tapi
Daily Allowance) e. Hasil lab normal sering.
c. Membran (albumin, kalium) f. Berikan perawatan mulut
mukosa dan sering.
konjungtiva pucat g. Kolaborasi dengan ahli gizi
d. Kelemahan otot dalam pemberian diet sesuai
yang digunakan terapi.
untuk
menelan/mengun
yah
e. Luka, inflamasi
pada rongga
mulut
f. Mudah merasa
kenyang, sesaat
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
setelah
mengunyah
makanan
g. Dilaporkan atau
fakta adanya
kekurangan
makanan
h. Dilaporkan
adanya
perubahan
sensasi rasa
i. Perasaan
ketidakmampuan
untuk mengunyah
makanan
j. Miskonsepsi
k. Kehilangan BB
dengan makanan
cukup
l. Keengganan
untuk makan
m. Kram pada
abdomen
n. Tonus otot jelek
o. Nyeri abdominal
dengan atau tanpa
patologi
p. Kurang berminat
terhadap
makanan
q. Pembuluh darah
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
kapiler mulai
rapuh
r. Diare dan atau
steatorrhea
s. Kehilangan
rambut yang
cukup banyak
(rontok)
t. Suara usus
hiperaktif
u. Kurangnya
informasi,
misinformasi

Faktor-faktor yang
berhubungan :
a. Ketidakmampuan
pemasukan atau
mencerna
makanan atau
mengabsorpsi
zat-zat gizi
berhubungan
dengan faktor
biologis,
psikologis atau
ekonomi.
3. Perubahan pola Tujuan: Nursing intervensi
napas berhubungan Setelah dilakukan classification (NIC)
dengan asuhan keperawatan Respiratory Monitoring :
hiperventilasi paru selama 1x24 jam pola a. Monitor rata – rata,
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
nafas adekuat. kedalaman, irama dan usaha
Kriteria Hasil: respirasi.
Nursing outcomes b. Catat pergerakan dada,amati
classification (NOC) : kesimetrisan, penggunaan
Respiratory Status otot tambahan, retraksi otot
a. Peningkatan ventilasi supraclavicular dan
dan oksigenasi yang intercostals.
adekut c. Monitor pola nafas :
b. Bebas dari tanda tanda bradipena, takipenia,
distress pernafasan kussmaul, hiperventilasi,
c. Suara nafas yang cheyne stokes.
bersih, tidak ada d. Auskultasi suara nafas, catat
sianosis dan dyspneu area penurunan / tidak
(mampu adanya ventilasi dan suara
mengeluarkan sputum, tambahan.
mampu bernafas
dengan mudah, tidak Oxygen Therapy :
ada pursed lips) a. Auskultasi bunyi nafas, catat
d. Tanda tanda vital adanya crakles.
dalam rentang normal b. Ajarkan klien nafas dalam.
c. Atur posisi senyaman
mungkin.
d. Batasi untuk beraktivitas.
e. Kolaborasi pemberian
oksigen.
4. Gangguan perfusi Tujuan: Nursing intervensi
jaringan Setelah dilakukan classification (NIC)
berhubungan asuhan keperawatan Circulatory Care :
dengan penurunan selama 3x24 jam perfusi a. Lakukan penilaian secara
suplai O2 dan jaringan adekuat. komprehensif fungsi
nutrisi ke jaringan Kriteria Hasil: sirkulasi periper. (cek nadi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
sekunder. Nursing outcomes priper,oedema, kapiler refil,
classification (NOC) : temperatur ekstremitas)
Circulation Status b. Kaji nyeri.
a. Membran mukosa c. Inspeksi kulit dan Palpasi
merah muda anggota badan.
b. Conjunctiva tidak d. Atur posisi klien, ekstremitas
anemis bawah lebih rendah untuk
c. Akral hangat memperbaiki sirkulasi.
d. TTV dalam batas e. Monitor status cairan intake
normal. dan output.
e. Tidak ada edema f. Evaluasi nadi, oedema.
g. Berikan therapi antikoagulan
5. Intoleransi aktivitas Tujuan: Nursing intervensi
berhubungan Setelah dilakukan classification (NIC)
dengan keletihan asuhan keperawatan Activity therapy :
anemia, retensi selama 3x24 jam a. Monitor respon fisik, social
produk sampah dan Intoleransi aktivitas dan spiritual.
prosedur dialysis. dapat teratasi. b. Bantu klien untuk
Kriteria Hasil: mendapatkan alat bantuan
Nursing outcomes aktivitas seperti kursi roda,
classification (NOC) : krek.
Circulation Status c. Bantu untuk
a. Mampu melakukan mengidentifikasi aktivitas
aktivitas sehari-hari yang disukai.
secara mandiri. d. Bantu klien/ keluarga untuk
b. Tanda-tanda vital mengidentifikasi kekurangan
normal dalam beraktivitas.
c. Mampu berpindah e. Bantu klien untuk
dengan atau tanpa mengembangkan motivasi
bantuan alat. diri dan penguatan.
d. Sirkulasi status baik. f. Kolaborasikan dengan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
tenaga rehabilitasi medik
dalam merencakan program
terapi yang tepat.
6. Resiko Kerusakan Tujuan: Nursing intervensi
intregritas kulit Setelah dilakukan classification (NIC)
berhubungan asuhan keperawatan Skin surveilance :
dengan efek uremia selama 3x24 jam Resiko a. Monitor adanya tanda –
dan neuropati Kerusakan intregritas tanda kerusakan integritas
perifer. kulit tidak terjadi. kulit.
Kriteria Hasil: b. Monitor warna kulit.
Nursing outcomes c. Monitor temperature
classification (NOC) : d. Catat adanya perubahan kulit
Circulation Status dan membran mukosa.
a. Temperatur jaringan e. Ganti posisi dengan sering.
dalam rentang normal. f. Anjurkan intake dengan
b. Elastisitas dan kalori dan protein yang
kelembaban dalam adekuat
rentang rentang
normaal.
c. Pigmentasi dalam
rentang normal.
DAFTAR PUSTAKA

Alam, Syamsir & Hadibroto, I. 2008. Gagal Ginjal.Jakarta : PT. Gramedia


Pustaka
Anonim. 2010. The National Kidney and Urologic Diseases Information
Clearinghouse (NKUDIC), http://www.kidney.niddk.nih.gov 22 Juli
2018.
Armiyati, Y. (2012). Hipotensi dan Hipertensi Intradialisis pada Pasien Chronic
Kidney Disease (CKD) saat Menjalani Hemodialisis di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Seminar Hasil-Hasil Penelitian , 126-135.
Baradero, M. 2008. “Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal.”
Brunner & Suddart. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : EGC
Bulechek, dkk. 2013. Nursing Interventions Classifikasion (NIC) edisi 6.
Indonesia: CV Mocomedia
Haryono, Rudi. 2013. Keperawatan Medikal Bedah: Sistem perkemihan.
Yogyakarta : Andi Offset
Herdman, T. Heather. 2015. “NANDA International Inc. Nursing Diagnoses :
Definitions & Classifications 2015-2017, 10th Edition”. Jakarta : EGC

Jakarta : EGC
Medicastore ,2008. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan). Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan.
Morrhead, Sue, dkk. 2013. “Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th
edition”. Yogyakarta : Moco Media.
Muttaqin Arif, Sari Kumala. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gangguan
Nursalam.Dr; Batticaca.B Fransisca. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer .C Susan. 2014. Keperawatan Medical Bedah Edisi 12. In Keperawatan
Medical Bedah Edisi 12 (p. 492). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Suharyanto, Toto. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai