Psikologi Agama Sebagai Disiplin Ilmu
Psikologi Agama Sebagai Disiplin Ilmu
i. Survei
Metode ini biasanya digunakan untuk penelitian sosial yang bertujuan untuk
penggolongan manusia dalam hubungannya dengan pembentukan organisasi dalam
masyarakat.
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN PSIKOLOGI AGAMA
A. Psilkologi Agama Dalam Lintasan Sejarah
Untuk mengetahui secara pasti kapan agama diteliti secara psikologi memang agak
sulit, sebab dalam agama itu sendiri telah terkandung didalamnya pengaruh agama
terhadap jiwa. Bahkan dalam kitab- kitab suci setiap agama banyak menerangkan
tentang proses jiwa atau keadaan jiwa seseorang karena pengaruh agama. Dalam Al
Qur’an misalnya, terdapat ayat- ayat yang menunjukkan keadaan jiwa orang- orang
yang beriman atau sebaliknya, orang- orang kafir, sikap, tingkah laku dan doa- doa.
Disamping itu juga terdapat ayat- ayat yang berbicara tentang kesehatan mental,
penyakit dan gangguan kejiwaan serta kelainan sifat dan sikap yang terjadi karena
kegoncangan kejiwaan sekaligus tentang perawatan jiwa.
Contoh lain adalah proses pencarian Tuhan yang dialami oleh Nabi Ibrahim. Dalam
kisah tersebut dilukiskan bagaimana proses konversi terjadi. Dalam kitab- kitab suci
lain pun kita dapati proses dan peristiwa keagamaan, seperti yang terjadi dalam diri
tokoh agama Budha, Sidharta Gautama atau dalam agama Shinto yang memitoskan
kaisar jepang sebagai keturunan matahari yang membuat penganutnya sedemikian
mendalam ketaatannya kepada kaisar, sehinga mereka rela mengorbankan nyawanya
dalam Perang Dunia II demi kaisar.
B. Pendekatan Ilmiah Dalam Psikologi Agama
Dalam perkembangannya, psikologi agama tidak hanya mengkaji kehidupan secara
umum tapi juga masalah- masalah khusus. Pembahasan tentang kesadaran beragama
misalnya, dikupas oleh B. Pratt dalam bukunya the Religious Consciousness,
sedangkan Rudolf Otto membahas sembahyang. Perkembangan beragama pun tidak
luput dari kajian para ahli psikologi agama. Piere Binet adalah salah satu tokoh
psikologi agama awal yang membahas tentang perkembangan jiwa keberagamaan.
Menurut Binet, agama pada anak- anak tidak beada dengan agama pada orang
dewasa. Pada anak- anak dimana mungkin dialami oleh orang dewasa, seperti merasa
kagum dalam menyaksikan alam ini, adanya kebaikan yang tak terlihat, kepercayaan
akan kesalahan dan sebagian dari pengalaman itu merupakan fakta- fakta asli yang
tidak dipengaruhi oleh lingkungan.
C. Kajian Psikologi Agama Di Kawasan Timur
Dalam Dunia Timur tidak mau ketinggalan. Abdul Mun’in Abdul Aziz al Malighy
misalnya, juga menulis kajian perkembangan jiwa beragama pada anak- anak dan
remaja. Sementara didaratan anak benua Asia dan India juga terbit buku- buku yang
berkaitan dengan psikologi agama. Jalaluddin menyebut judul buku berikut
pengarangnya antara lain: The Song of God: Baghavad Gita.
Sedang di Indonesia, sekitar tahun 1970-an tulisan tentang psikologi agama baru
muncul. Karya yang patut dikedepankan adalah: Ilmu Jiwa Agama oleh Prof. Dr.
Zakiah Daradjat, Agama dan Kesehatan Jiwa oleh prof. Dr. Aulia (1961), Islam dan
Psikosomatik oleh S.S. Djami’an, Pengalaman dan Motivasi Beragama oleh Nico
Syukur Dister, Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa oleh Dadang
Hawari dan sebagainya. Dalam buku yang disebut terakhir misalnya, meskipun yang
menjadi pembahasan mengenai kedokteran jiwa, akan tetapi membahas pula aspek-
aspek agama atau spiritual dalam kaitannya dengan jiwa seseorang.
Bab III
SUMBER JIWA KEBERAGAMAAN
A. Fitrah Sebagai Potensi Beragama
Fitrah beragama dalam diri manusia merupakan naluri yang menggerakkan hatinya
untuk melakukan perbuatan “suci” yang diilhami oleh Tuhan Yang Maha Esa. Fitrah
manusia mempunyai sifat suci, yang dengan nalurinya tersebut ia secara terbuka
menerima kehadiran Tuhan Yang Maha Suci.
Berdasarkan Al Qur’an Surat Ar Rum ayat 30:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; tetaplah atas fitrah
Allah yang menciptakan manusia menurut fitrah itu. Itulah agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Jelaslah, secara naluri manusia memiliki kesiapan untuk mengenal dan menyakini
adanya Tuhan. Dengan kata lain, pengetahuan dan pengakuan terhadap tuhan
sebenarnya telah tertanam secara kokoh dalam fitrah manusia. Namun, perpaduan
dengan jasad telah membuat berbagai kesibukan manusia untuk memenuhi berbagai
tuntutan dan berbagai godaan serta tipu daya duniawi yang lain telah membuat
pengetahuan dan pengakuan tersebut kadang- kadang terlengahkan, bahkan ada yang
berbalik mengabaikan.
B. Pengertian Fitrah
Sedikitnya terdapat 9 (sembilan) makna fitrah yang dikemukakan oleh para ulama,
yaitu:
1. Fitrah berarti suci
Menurut Al Auza’i, fitrah berarti kesucian dalam jasmani dan rohani. Bila dikaitkan
dengan potensi beragama, kesucian tersebut dalam arti kesucian manusia dari dosa
waris atau dosa asal, sebagaimana pendapat Ismail Raji Al Faruqi yang mengatakan
bahwa manusia diciptakan dalam keadaan suci, bersih, dapat menyusun drama
kehidupannya, tidak peduli dengan lingkungan keluarga, masyarakat macam apa pun
ia dilahirkan.
2. Fitrah berarti Islam
Abu Hurairah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan fitrah adalah agama.
Pendapat ini berdasar pada hadits Nabi:
Bukankah aku telah menceritakan kepadamu pada sesuatu yang allah menceritakan
kepadaku dalam kitabNya bahwa Allah menciptakan Adam dan anak cucunya
berpotensi menjadi orang- orang muslim”.
Berangkat dari pemahaman hadits tersebut diatas, maka anak kecil yang meninggal ia
akan masuk surga. Karena ia dilahirkan dengan din al islam, walaupun ia terlahir dari
keluarga non muslim.