Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIC KIDNEY DISEASE

(CKD) DI RUANG LONTARA 1 ATAS DEPAN


RSUP. WAHIDIN SUDIROHUSODO

OLEH
KARTIA, S.Kep
17.04.069

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI NERS
T.A 2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIK/ CHRONIC
KIDNEY DISEASE (CKD)

1. DEFENISI
 Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
 Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu
penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori
ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
 CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk
mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah (Smeltzer, 2001).
2. ANATOMI FISIOLOGI
Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam mempertahankan
keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan
tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk seperti kacang
polong, berwarna merah kebiruan. Ginjal terletak pada dinding posterior
abdomen, terutama di daerah lumbal disebelah kanan dan kiri tulang belakang,
dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum atau di luar
rongga peritoneum. Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang di mulai
dari ketinggian vertebra torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga.
Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang
menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan. Masing-masing ginjal memiliki
panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal2,5 cm.. Berat ginjal pada pria dewasa
150-170 gram dan wanita dewasa 115-155 gram. Ginjal ditutupi oleh kapsul
tunikafibrosa yang kuat, apabila kapsul di buka terlihat permukaan ginjal yang
licin dengan warna merah tua. Ginjal terdiri dari bagian dalam, medula, dan
bagian luar, korteks. Bagian dalam (interna) medula.Substansia medularis terdiri
dari pyramid renalis yang jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis
sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinus renalis. Mengandung
bagian tubulus yang lurus, ansahenle, vasa rekta dan duktuskoli gensterminal.
Bagian luar (eksternal) korteks. Subtansia kortekalis berwarna coklat merah,
konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah tunika fibrosa,
melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan dengan sinus renalis, dan
bagian dalam di antara pyramid dinamakan kolumnarenalis. Mengandung
glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan duktus
koligens. Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan
fungsional ginjal. Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-kira 2.400.000
nefron. Setiap nefron bias membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi dari satu
nefron dapat menerangkan fungsi dari ginjal.
3. KLASIFIKASI
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease
(CKD). Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure
(CRF), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk
membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5
grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu
1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan
terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5.
sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan
klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila
menggunakan istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
 Kreatinin serum dan kadar BUN normal
 Asimptomatik
 Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
 Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet
 Kadar kreatinin serum meningkat
 Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1) Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
 kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
 ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
 air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju
Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60 -89 mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal.

4. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
5. PHATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
a. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal
b. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut
filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum
merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini
diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh
penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme
(jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium
bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga
terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal.
Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi,
disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka
yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga
metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal
dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon.
6. TANDA DAN GEJALA
1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H
eritropoetin → Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu
bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom
normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup
dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) →
iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak
mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction Rub Pericardial
5. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
b. Toksik uremia yang kurang terdialisis
c. Peningkatan kadar kalium phosphor
d. Alergi bahan-bahan dalam proses HD
e. Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah
kulit.
f. Kulit mudah memar
g. Kulit kering dan bersisik
6. rambut tipis dan kasar
7. Neuropsikiatri
8. Kelainan selaput serosa
9. Neurologi :
a. Kelemahan dan keletihan
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai
f. rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan Perilaku
10. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi
ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif.
Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada
pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati
nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
 Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan
elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan
metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.
 Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Etiologi CKD dan terminal
 Foto polos abdomen.
 USG.
 Nefrotogram.
 Pielografi retrograde.
 Pielografi antegrade.
 Mictuating Cysto Urography (MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
 RetRogram
 USG.
8. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai
tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
1) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
2) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler
dan hipotensi.
3) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
4) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
5) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
6) Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
7) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa
indikasi medis yang kuat.
b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
1) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
2) Kendalikan terapi ISK.
3) Diet protein yang proporsional.
4) Kendalikan hiperfosfatemia.
5) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
6) Terapi hIperfosfatemia.
7) Terapi keadaan asidosis metabolik.
8) Kendalikan keadaan hiperglikemia.
c. Terapi alleviative gejala asotemia
1) Pembatasan konsumsi protein hewani.
2) Terapi keluhan gatal-gatal.
3) Terapi keluhan gastrointestinal.
4) Terapi keluhan neuromuskuler.
5) Terapi keluhan tulang dan sendi.
6) Terapi anemia.
7) Terapi setiap infeksi.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum
K+ (hiperkalemia ) :
1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama
dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1) Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon
eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini
diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-
HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
2) Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah
membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal
dialisis.
3) Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran
cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis
). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan
secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
a) HCT < atau sama dengan 20 %
b) Hb < atau sama dengan 7 mg5
c) Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia
dan high output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
a) Hemosiderosis
b) Supresi sumsum tulang
c) Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d) Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e) Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk
rencana transplantasi ginjal.
c. Kelainan Kulit
1) Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden
meningkat pada klien yang mengalami HD.
Keluhan :
a) Bersifat subyektif
b) Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula
dan lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
a) Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b) Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi
ini bisa diulang apabila diperlukan
d) Pemberian obat
 Diphenhidramine 25-50 P.O
 Hidroxyzine 10 mg P.O
2) Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan
denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi
yang diperlukan adalah tindakan dialisis.
d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1) HD reguler.
2) Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3) Operasi sub total paratiroidektomi.
e. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen
hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program
terapinya meliputi :
1) Restriksi garam dapur.
2) Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3) Obat-obat antihipertensi.
3. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Dialisis yang meliputi :
1) Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh
terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah
1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan
GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa
apabila terdapat indikasi:
a. Hiperkalemia > 17 mg/lt
b. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia,
asidosis metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi,
edema paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi dalam darah
dengan nilai kreatinin > 100 mg %
e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat
g. BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
h. preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
i. Sindrom kelebihan air
j. Intoksidasi obat jenis barbiturat
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan
indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi
absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif
dengan diuretik, hipertensi berat, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter
dan kreatinin > 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi
elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual,
anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju
Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari
10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang
dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani
dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya
indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti
oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan
nefropatik diabetik.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan
sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit
rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput
semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang
diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai
sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal
(Rahardjo, 2006).
2) Dialisis Peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory
Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di
Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang
tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita
penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal
ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-
medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal
(Sukandar, 2006).
b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-
80% faal ginjal alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
9. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
 Airway
1) Lidah jatuh kebelakang
2) Benda asing/ darah pada rongga mulut
3) Adanya secret
 Breathing
1) pasien sesak nafas dan cepat leti
2) Pernafasan Kusmau
3) Dispnea
4) Nafas berbau amoniak
 Circulation
1) TD meningkat
2) Nadi kuat
3) Disritmia
4) Adanya peningkatan JVP
5) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
6) Capillary refill > 3 detik
7) Akral dingin
8) Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
 Disability :
pemeriksaan neurologis GCS menurun bahkan terjadi koma, Kelemahan
dan keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada tungkai
A : Allert :sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon
thd rangsangan nyeri
Unresponsive kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk
bersespon thd nyer
b. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau
penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
 Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-
kadang disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.
 Riwayat kesehatan
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit, infeksi
saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik, riwayat
keluarga dengan penyakit polikistik, keganasan, nefritis herediter)
Anamnesa
 Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC,
RBC)
 Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia, peningkatan
kalium
 Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
 Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg,
penurunan HCO3
 Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan
menurun, nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena, gadtritis,
haus.
 Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
 Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan
kesadaran, perubahan fungsi motorik
 Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
 Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
 Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
 Lain-lain : Penurunan berat badan
10. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis,
perikarditis
4. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan
yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
11. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Gangguan pertukaran gas b/d NOC : NIC :
 Respiratory Status : Gas
kongesti paru, hipertensi
exchange Airway Management
pulmonal, penurunan perifer  Respiratory Status :
ventilatisi 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
yang mengakibatkan asidosis
 Vital Sign Status chin lift atau jaw thrust bila perlu
laktat dan penurunan curah
Kriteria Hasil : 2. Posisikan pasien untuk
jantung.
1. Mendemonstrasikan memaksimalkan ventilasi
peningkatan ventilasi dan 3. Identifikasi pasien perlunya
Definisi : Kelebihan atau
oksigenasi yang adekuat pemasangan alat jalan nafas buatan
kekurangan dalam oksigenasi
2. Memelihara kebersihan paru 4. Pasang mayo bila perlu
dan atau pengeluaran
paru dan bebas dari tanda 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
karbondioksida di dalam
tanda distress pernafasan 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
membran kapiler alveoli
3. Mendemonstrasikan batuk suction
efektif dan suara nafas yang 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
Batasan karakteristik
bersih, tidak ada sianosis dan suara tambahan
1. Gangguan penglihatan
dyspneu (mampu 8. Lakukan suction pada mayo
2. Penurunan CO2 Takikardi
mengeluarkan sputum, 9. Berika bronkodilator bial perlu
3. Hiperkapnia Keletihan
mampu bernafas dengan
4. Somnolen Iritabilitas mudah, tidak ada pursed 10. Berikan pelembab udar
Hypoxia lips) 11. Atur intake untuk cairan
5. Kebingungan Dyspnoe 4. Tanda tanda vital dalam mengoptimalkan keseimbangan.
nasal faring AGD Normal rentang normal 12. Monitor respirasi dan status O2
sianosis Respiratory Monitoring
6. warna kulit abnormal 1. Monitor rata – rata, kedalaman,
(pucat, kehitaman irama dan usaha respirasi
7. Hipoksemia, hiperkarbia, 2. Catat pergerakan dada,amati
sakit kepala ketika bangun, kesimetrisan, penggunaan otot
frekuensi dan kedalaman tambahan, retraksi otot
nafas abnormal supraclavicular dan intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
Faktor faktor yang berhubungan
4. Monitor pola nafas : bradipena,
 ketidakseimbangan perfusi
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
ventilasi
cheyne stokes, biot
 perubahan membran
5. Catat lokasi trakea
kapiler-alveolar
6. Monitor kelelahan otot diagfragma (
gerakan paradoksis )
7. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi
pada jalan napas utama
9. Uskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya
AcidBase Managemen
1. Monitro IV line
2. Pertahankanjalan nafas paten
3. Monitor AGD, tingkat elektrolit
4. Monitor status hemodinamik(CVP,
MAP, PAP)
5. Monitor adanya tanda tanda gagal
nafas
6. Monitor pola respirasi
7. Lakukan terapi oksigen
8. Monitor status neurologi
9. Tingkatkan oral hygien
2 Penurunan curah jantung b/d NOC : NIC :
 Cardiac Pump effectiveness Cardiac Care
respon fisiologis otot jantung,
 Circulation Status 1. Evaluasi adanya nyeri dada (
peningkatan frekuensi, dilatasi,  Vital Sign Status
intensitas,lokasi, durasi)
hipertrofi atau peningkatan isi
Kriteria Hasil:
2. Catat adanya disritmia jantung
sekuncup 1. Tanda Vital dalam rentang
3. Catat adanya tanda dan gejala
normal (Tekanan darah,
penurunan cardiac putput
Nadi, respirasi)
4. Monitor status kardiovaskuler
2. Dapat mentoleransi aktivitas,
5. Monitor status pernafasan yang
tidak ada kelelaha
menandakan gagal jantung
3. Tidak ada edema paru,
6. Monitor abdomen sebagai indicator
perifer, dan tidak ada asites
penurunan perfusi
4. Tidak ada penurunan
7. Monitor balance cairan
kesadaran
8. Monitor adanya perubahan tekanan
darah
9. Monitor respon pasien terhadap efek
pengobatan antiaritmi
10. Atur periode latihan dan istirahat
untuk menghindari kelelahan
11. Monitor toleransi aktivitas pasien
12. Monitor adanya dyspneu, fatigue,
tekipneu dan ortopneu
13. Anjurkan untuk menurunkan stres
Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingka
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor adanya pulsus paradoksus
8. Monitor adanya pulsus alterans
9. Monitor jumlah dan irama jantung
10. Monitor bunyi jantung
11. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
12. Monitor suara paru
13. Monitor pola pernapasan abnormal
14. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
15. Monitor sianosis perifer
16. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
17. identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

3 Pola Nafas tidak efektif NOC : Fluid management


 Respiratory status : 1. Pertahankan catatan intake dan
Ventilation output yang akurat
Definisi : Pertukaran udara
inspirasi dan/atau ekspirasi  Respiratory status : Airway 2. Pasang urin kateter jika diperlukan
patency 3. Monitor hasil lAb yang sesuai
tidak adekuat
 Vital sign Status dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
Batasan karakteristik : osmolalitas urin )
1. Penurunan tekanan Kriteria Hasil :
4. Monitor status hemodinamik
2. inspirasi/ekspirasi 1. Mendemonstrasikan batuk
3. Penurunan pertukaran udara efektif dan suara nafas yang termasuk CVP, MAP, PAP, dan
per menit bersih, tidak ada sianosis dan PCWP
4. Menggunakan otot dyspneu (mampu 5. Monitor vital sign
pernafasan tambahan mengeluarkan sputum, 6. Monitor indikasi retensi / kelebihan
5. Nasal flaring mampu bernafas dengan cairan (cracles, CVP , edema,
6. Dyspnea mudah, tidak ada pursed distensi vena leher, asites)
7. Orthopnea lips) 7. Kaji lokasi dan luas edema
8. Perubahan penyimpangan 2. Menunjukkan jalan nafas 8. Monitor masukan makanan / cairan
dada yang paten (klien tidak dan hitung intake kalori haria
9. Nafas pende merasa tercekik, irama nafas, 9. Monitor status nutrisi
10. Assumption of 3-point frekuensi pernafasan dalam 10. Berikan diuretik sesuai interuksi
position rentang normal, tidak ada 11. Batasi masukan cairan pada keadaan
11. Pernafasan pursed-li suara nafas abnormal) hiponatrermi dilusi dengan serum
12. Tahap ekspirasi berlangsung 3. Tanda Tanda vital dalam Na < 130 mEq/l
sangat lama rentang normal (tekanan 12. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
13. Peningkatan diameter darah, nadi, pernafasan) berlebih muncul memburuk
anterior-posterior
Fluid Monitoring
14. Pernafasan rata-rata/minima 1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe
Bayi : < 25 atau > 60 intake cairan dan eliminaSi
Usia 1-4 : < 20 atau > 30 2. Tentukan kemungkinan faktor
Usia 5-14 : < 14 atau > 25 resiko dari ketidak seimbangan
Usia > 14 : < 11 atau > 24 cairan (Hipertermia, terapi diuretik,
15. Kedalaman pernafasan kelainan renal, gagal jantung,
16. Dewasa volume tidalnya diaporesis, disfungsi hati, dll )
500 ml saat istirahat 3. Monitor serum dan elektrolit urine
17. Bayi volume tidalnya 6-8 4. Monitor serum dan osmilalitas urin
ml/Kg 5. Monitor BP, HR, dan RR
18. Timing rasio 6. Monitor tekanan darah orthostatik
19. Penurunan kapasitas vital dan perubahan irama jantung
Faktor yang berhubungan 7. Monitor parameter hemodinamik
 Hiperventilasi infasif
 Deformitas tulang 8. Monitor adanya distensi leher,
 Kelainan bentuk dinding rinchi, eodem perifer dan
dada penambahan BB

 Penurunan energi/kelelahan 9. Monitor tanda dan gejala dari

 Perusakan/pelemahan odema

muskulo-skeletal
 Obesitas
 Posisi tubuh
 Kelelahan otot pernafasan
 Hipoventilasi sindrom
 Nyeri
 Kecemasan
 Disfungsi Neuromuskuler
 Kerusakan persepsi/kognitif
 Perlukaan pada jaringan
syaraf tulang belakang
 Imaturitas Neurologis

4 Kelebihan volume cairan b/d NOC : NIC :


berkurangnya curah jantung,  Electrolit and acid base Fluid management
retensi cairan dan natrium oleh balance 1. Timbang popok/pembalut jika
ginjal, hipoperfusi ke jaringan  Fluid balance diperlukan
perifer dan hipertensi pulmonal 2. Pertahankan catatan intake dan
Kriteria Hasil:
output yang akurat
Definisi : Retensi cairan 1. Terbebas dari edema, efusi,
3. Pasang urin kateter jika diperlukan
isotomik meningkat anaskara
4. Monitor hasil lAb yang sesuai
Batasan karakteristik 2. Bunyi nafas bersih, tidak ada
dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
1. Berat badan meningkat pada dyspneu/ortopneu osmolalitas urin )
waktu yang singkat 3. Terbebas dari distensi vena 5. Monitor status hemodinamik
2. Asupan berlebihan jugularis, reflek termasuk CVP, MAP, PAP, dan
dibanding output hepatojugular (+) PCWP
3. Tekanan darah berubah, 4. Memelihara tekanan vena 6. Monitor vital sign
tekanan arteri pulmonalis sentral, tekanan kapiler paru, 7. Monitor indikasi retensi / kelebihan
berubah, peningkatan CVP output jantung dan vital sign cairan (cracles, CVP , edema,
4. Distensi vena jugularis dalam batas normal distensi vena leher, asites)
5. Perubahan pada pola nafas, 5. Terbebas dari kelelahan, 8. Kaji lokasi dan luas edema
dyspnoe/sesak nafas, kecemasan atau kebingungan 9. Monitor masukan makanan / cairan
orthopnoe, suara nafas 6. Menjelaskanindikator dan hitung intake kalori harian
abnormal (Rales atau kelebihan cairan 10. Monitor status nutrisi
crakles), kongestikemacetan 11. Berikan diuretik sesuai interuksi
paru, pleural effusion 12. Batasi masukan cairan pada keadaan
6. Hb dan hematokrit hiponatrermi dilusi dengan serum
menurun, perubahan Na < 130 mEq/l
elektrolit, khususnya 13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
perubahan berat jenis berlebih muncul memburuk
7. Suara jantung SIII
8. Reflek hepatojugular positif Fluid Monitoring
9. Oliguria, azotemia 1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe
10. Perubahan status mental, intake cairan dan eliminaSi
kegelisahan, kecemasa 2. Tentukan kemungkinan faktor
Faktor-faktor yang resiko dari ketidak seimbangan
berhubungan : cairan (Hipertermia, terapi diuretik,
 Mekanisme pengaturan kelainan renal, gagal jantung,
melemah diaporesis, disfungsi hati, dll )
 Asupan cairan berlebihan 3. Monitor berat badan
 Asupan natrium berlebihan 4. Monitor serum dan elektrolit urine
5. Monitor serum dan osmilalitas urine
6. Monitor BP, HR, dan RR
7. Monitor tekanan darah orthostatik
dan perubahan irama jantung
8. Monitor parameter hemodinamik
infasif
9. Catat secara akutar intake dan
output
10. Monitor adanya distensi leher,
rinchi, eodem perifer dan
penambahan BB
11. Monitor tanda dan gejala dari
odema

5 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :


Nutrition Management
kurang dari kebutuhan tubuh  Nutritional Status : food and
1. Kaji adanya alergi makanan
Fluid Intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Definisi : Intake nutrisi tidak
menentukan jumlah kalori dan
cukup untuk keperluan Kriteria Hasil :
nutrisi yang dibutuhkan pasien.
metabolisme tubuh. 1. Adanya peningkatan berat
3. Anjurkan pasien untuk
Batasan karakteristik : badan sesuai dengan tujuan
meningkatkan intake Fe
1. Berat badan 20 % atau lebih 2. Berat badan ideal sesuai
4. Anjurkan pasien untuk
di bawah ideal dengan tinggi badan
meningkatkan protein dan vitamin C
2. Dilaporkan adanya intake 3. Mampu mengidentifikasi
5. Berikan substansi gula
makanan yang kurang dari kebutuhan nutrisi
6. Yakinkan diet yang dimakan
RDA (Recomended Daily 4. Tidak ada tanda tanda
mengandung tinggi serat untuk
Allowance) malnutrisi
mencegah konstipasi
3. Membran mukosa dan 5. Tidak terjadi penurunan
7. Berikan makanan yang terpilih
konjungtiva pucat berat badan yang berarti
(sudah dikonsultasikan dengan ahli
4. Kelemahan otot yang gizi)
digunakan untuk 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat
menelan/mengunyah catatan makanan harian.
5. Luka, inflamasi pada rongga 9. Monitor jumlah nutrisi dan
mulut kandungan kalori
6. Mudah merasa kenyang, 10. Berikan informasi tentang
sesaat setelah mengunyah kebutuhan nutrisi
makanan 11. Kaji kemampuan pasien untuk
7. Dilaporkan atau fakta mendapatkan nutrisi yang
adanya kekurangan dibutuhkan
makanan
Nutrition Monitoring
8. Dilaporkan adanya
1. BB pasien dalam batas normal
perubahan sensasi rasa
2. Monitor adanya penurunan berat
9. Perasaan ketidakmampuan
badan
untuk mengunyah
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas
makanan
yang biasa dilakuka
10. Miskonsepsi
4. Monitor interaksi anak atau
11. Kehilangan BB dengan
orangtua selama makan
makanan cukup
5. Monitor lingkungan selama makan
12. Keengganan untuk makan 6. jadwalkan pengobatan dan tindakan
13. Kram pada abdomen tidak selama jam makan
14. Tonus otot jelek 7. Monitor kulit kering dan perubahan
15. Nyeri abdominal dengan pigmentasi
atau tanpa patologi 8. Monitor turgor kulit
16. Kurang berminat terhadap 9. Monitor kekeringan, rambut kusam,
makanan dan mudah patah
17. Pembuluh darah kapiler 10. Monitor mual dan muntah
mulai rapuh 11. Monitor kadar albumin, total
18. Diare dan atau steatorrhea protein, Hb, dan kadar Ht
19. Kehilangan rambut yang 12. Monitor makanan kesukaan
cukup banyak (rontok) 13. Monitor pertumbuhan dan
20. Suara usus hiperaktif perkembangan
21. Kurangnya informasi, 14. Monitor pucat, kemerahan, dan
misinformasi kekeringan jaringan konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
Faktor-faktor yang
16. catat adanya edema, hiperemik,
berhubungan
hipertonik papila lidah dan cavitas
 Ketidakmampuan
oral
pemasukan atau mencerna
makanan atau mengabsorpsi 17. Catat jika lidah berwarna magenta,
zat-zat gizi berhubungan scarlet
dengan faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.

6 Intoleransi aktivitas b/d curah NOC : NIC :


 Energy conservation
jantung yang rendah, Energy Management
ketidakmampuan memenuhi  Self Care : ADLs 1. Observasi adanya pembatasan klien
metabolisme otot rangka, Kriteria Hasil : dalam melakukan aktivitas
kongesti pulmonal yang 1. Berpartisipasi dalam 2. Dorong anal untuk mengungkapkan
menimbulkan hipoksinia, aktivitas fisik tanpa disertai perasaan terhadap keterbatasan
dyspneu dan status nutrisi yang peningkatan tekanan darah, 3. Kaji adanya factor yang
buruk selama sakit nadi dan RR menyebabkan kelelaha
2. Mampu melakukan aktivitas 4. Monitor nutrisi dan sumber energi
Intoleransi aktivitas b/d fatigue
sehari hari (ADLs) secara tangadekua
Definisi : Ketidakcukupan
mandiri 5. Monitor pasien akan adanya
energu secara fisiologis maupun
kelelahan fisik dan emosi secara
psikologis untuk meneruskan
berlebihan
atau menyelesaikan aktifitas
6. Monitor respon kardivaskuler
yang diminta atau aktifitas
terhadap aktivitas
sehari hari. 7. Monitor pola tidur dan lamanya
Batasan karakteristik tidur/istirahat pasien
1. melaporkan secara verbal Activity Therapy
adanya kelelahan atau 1. Kolaborasikan dengan Tenaga
kelemahan. Rehabilitasi Medik
2. Respon abnormal dari dalammerencanakan progran terapi
tekanan darah atau nadi yang tepat.
terhadap aktifitas 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi
3. Perubahan EKG yang aktivitas yang mampu dilakukan
menunjukkan aritmia atau 3. Bantu untuk memilih aktivitas
iskemia konsisten yangsesuai dengan
4. Adanya dyspneu atau kemampuan fisik, psikologi dan
ketidaknyamanan saat social
beraktivitas. 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
Faktor factor yang
diperlukan untuk aktivitas yang
berhubungan :
diinginkan
 Tirah Baring atau
5. Bantu untuk mendpatkan alat
imobilisasi
bantuan aktivitas seperti kursi roda,
 Kelemahan menyeluruh
 Ketidakseimbangan antara krek
suplei oksigen dengan 6. Bantu untu mengidentifikasi
kebutuhan aktivitas yang disuka
 Gaya hidup yang 7. Bantu klien untuk membuat jadwal
dipertahankan. latihan diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi, social
dan spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa
keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan
Pendekatan Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK Magelang
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Nanda. 2005. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai