Anda di halaman 1dari 8

A.

Macam-Macam Tauhid

Menurut para ulama ahli Ulma Ilmu Tauhid (disebut juga Ilmu ‘Aqaid, Ilmu Ushuluddin, dan
Ilmu Kalam). Ilmu Tauhid disebut Ilmu Aqaid karena yang dibahas dalam ilmu tersebut
mengenai aqidah dan keyakinan hati hingga pelaksanaan keyakinan oleh orang beriman. Ilmu
Tauhid disebut Ilmu Ushuluddin karena ilmu ini membahas tentang pokok-pokok agama (ushul),
bukan menganai furu’ atau cabang-cabang dalam agama, seperti ilmu fiqih. Itulah sebabnya
diantara objek nyata ilmu ini membahas tentang iman, kufur, nifaq, syirik, dan fasiq, dan seluk-
beluknya dari hal-hal tersebut. Ilmu Tauhid disebut dengan Ilmu Kalam karena di dalam
pembentukan ilmu ini salah satunya bertolak dari diskusi-diskusi dan seminar tentang ‘kalaam
Allah’ itu baharu atau qadim (dahulu), makhluk atau bukan makhluk. Dalam pembahasan oleh
para ahlinya memerlukan argumen-argumen filosofis tingkat tinggi hingga berlanjut pada
pertentangan fisik antar kelompok (madzhab) pemikiran kalam karena terdapat kebijakan
pemerintah menerapkan tes akidah secara paksa kepada para pejabat dan selanjutnya kepada
rakyat sipil. Materi tes itu adalah Alquran itu makhluk atau bukan, qadim atau baharu. Jika yang
dites itu menjawab Alquran itu tidak qadim dan Alquran itu dan makhluk, maka orang itu
dikenai hukuman berat. Pemerintah yang berkuasa di Baghdad ketika itu adalah al-Ma’mun dan
bermadzhab Mu’tazilah. Madzhab ini menjadi madzhab kalam resmi Negara.

Tauhid dibagi menjadi empat macam, yaitu tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyyah, tauhid asma’
wa sifat, dan tauhid af’al. Adapun penjelasannya akan diuraikan satu demi satu.

B. Tauhid Rububuyyah

1. Pengertian Tauhid

Pertemuan minggu yang lalu telah dijelaskan arti generik kata ’tauhid’, yaitu ‘peng-esa-an’.
Adapun makna praktis yang dimaksudkan dengan term ‘tauhid’ adalah mengesakan Tuhan.
Pengertian mengesakan Tuhan adalah hati meyakini bahwa Tuhan itu esa, lisan mengatakan
bahwa Tuhan itu Esa. Seluruh perbuatannya ditujukan semata-mata untuk memenuhi perintah-
perintah, anjuran-anjuran, meninggalkan larangan, anjuran untuk ditinggalkan yang semuanya itu
dari Tuhan. Dalam menyeru, berdoa, dan meminta pertolongan hanya kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Tuhan Yang Maha Esa itu adalah Allah swt. Di dalam menyeru, berdoa, dan memohon
pertolongan kepadanya harus tanpa perantara, melainkan langsung kepada-Nya. Allah tidak
pernah mengangkat asisten, ajudan bagi orang-orang atau para hambanya yang memiliki
keperluan kepada-Nya.

Sungguh sangat tersesat apabila ada orang yang mengatakan bahwa, memohon kepada Allah itu
harus memakai perantara atau wasilah. Ingin menghadap kepada Presiden, Gubernur, dan Bupati
saja tidak bisa langsung, melainkan harus melalui ajudan berlapis, apalagi menghadap atau
memohon kepada Allah yang jauh lebih tinggi – tanpa tanding derajatnya. Memohon kepada
Allah, kalau ingin lebih terkabul ya, , harus memakai wasilah para Waliullah (kekasih Allah)
seperti Syeikh Abdul Qadi Jailani atau Jilani, Syeikh Bahaudin an-Naqshabandi, Syeikh Junad
al-Baghdadi atau Syeikh-Syeikh lain yang tergolong Waliullah. Kesesatan berpikir ini adalah
menyamakan derajad makhluk kepada Allah swt, Dzat Yang Maha Suci. Mereka lupa atau nekad
bahwa, Allah sendiri menyatakan dengan jelas agar menyembah dan memohon pertolongan
langsung kepadanya. Demikian Allah menuntun kita:

Artinya:

Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan
(QS. Al-Fatihah/1 : 5)

2. Pengertian Rabb dan Rububiyyah

Secara literal, term atau istilah ’Rububiyyah’ berasal dari kata ’Rabb’ dan berarti pemelihara,
pengasuh, penolong, pengusa, pengatur, pelindung, pendidik, dan pencipta alam semesta
seisinya, lengkap dengan hukum-hukum yang berlaku atau secara teknis disebut sunnatullah di
dalamnya.

Kemudian, secara praktis tauhid Rububiyyah adalah beriman bahwa Allah sebagai pencipta,
penguasa, dan pengatur segala sesuatu yang ada di alam semesta. Tauhid rububiyyah meliputi
antara lain: Beriman kepada Allah sebagai Yang Berbuat, seperti mencipta, memberi rezeki,
mematikan dan menghidupkan. Beriman bahwa Allah lah yang menentukan qada’ dan qadar
yang berlaku bagi setiap makhluk.

Dalil yang menunjukkan Allah sebagai Rabb antara alain:

‫( ال له الخلق و المار‬Ketahuilah milik-Nya segala makhluk dan urusan.QS.al-A’raf/7 : 54).

‫( الحمد ل رب العالمين‬Segala puji milik Allah Rabbul-‘alamiin – QS. al-Fatihah/1 :1

‫( خلق لكم ماا في الرض جميعا‬Dia telah menciptakan bagi kamu apa-apa yang di bumi secara
keseluruhan – QS al-Baqarah/2 : 29) Secara prinsip orang kafir, dulu kafir Makkah, tetap
percaya tentang tauhid Rububiyyah ini, Demikian Alquran menyatakan:

Artinya:

Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang besar.
Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertakwa?”
(QS. al-Mu’min/23 : 86-87).
C. Tauhid Uluhiyyah

1. Pengertian Ilah dan Uluhiyyah

Arti literal term ’Ilah’ adalah Tuhan yang disembah. Dari kata ‘Ilah’ setelah
dibentuk menjadi term ‘uluhiyyah’ berarti hal-hal yang terkait dengan persembahan. Kata ‘Ilah’
(Tuhan) menunjuk nama tertentu, dalam Islam ‘Ilah’ itu adalah Allah swt. Dengan demikian,
yang dimaksud dengan tauhid uluhiyyah adalah meyakini bahwa hanya Allah saja lah yang
berhak disembah atau diibadahi, termasuk di dalamnya adalah disucikan, dihormati, dimohoni
pertolongan, dipuja dan dipuji, disanjung, diagungkan, dan dijadikan dasar bersumpah dalam
meyakinkan suatu kebenaran – umpama tidak mengakui tuduhan berzina karena memang tidak
melakukannya. Allah memang memerintahkan kepada orang-orang beriman untukmenyembah
kepadanya, demikian firman-Nya:

Artinya:

Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain
Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu
(QS. Al-An’Am/6 : 102).

Menyembah hanya kepada Allah itu satu-satunya jalan yang benar. Demikian Alquran
menyatakan:

Artinya:

Sesungguhnya Allah, Tuhanku dan Tuhanmu, karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang
lurus.”(QS.AliImran/:51; Baca pula QS.Maryam/19 : 36; dan QS.az-Zukhruf/43 : 64).

Menurut perintahnya, di dalam menyembah Allah harus benar-benar sampai kulaitas yakin,
demikian perintah-Nya:

Artinya:
dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang keyakinan (QS. Al-Hijir/15 : 99).
Sudah barang tentu, untuk sampai pada penyembahan berkualitas yakin haruslah benar mukhlish.
Pikiran, perasaan, keyakinan, dan gerakan-gerakan dalam menyembah kepada-Nya benar-benar
berkonsentrasi secara penuh. Itulah yang dikehendaki Allah. Demikian firman-Nya:

Artinya:

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (QS. Al-Bayyinah/98 : 5).

2. Implikasi Bertauhid Uluhiyyah

Implikasi dari pengertian itu, tauhid uluhiyyah, jika ada seseorang atau kelompok orang Islam
menamakan diri sebagai ‘Jamuro’ [jamaah memuja Rasul], itu jelas tidak benar alias sesat.
Rasulullah tidak pernah meminta dirinya untuk dipuja, dan tidak ada sepotong ayat pun yang
memerintahkan agar orang Islam memuja kepada Rasulullah. Perintah Allah kepada orang
beriman adalah berdoa untuk keselamatan dan kesejahteraan Rasul, sekali lagi, , , bukan
memujanya. Demikian perintah Allah dimaksud:

Artinya:

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang
beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya (QS.
Al-Ahzab/33 : 56).

Membaca shalawat dan salam intinya adalah berdoa kepada Allah dan bukan memujanya.
Karena ini perintah Allah, Rasulullah juga mengimani dan menyetujuinya. Itulah sebabnya
beliau bersabda yang arti intinya adalah barang siapa bershalawat kepadanya satu kali saja,
beliau membalas kepadanya bershalawat 10 kali untuknya.

Di akhir-akhir masa hidupnya, beliau mewanti-wanti kepada umatya kalau ingin selamat bukan
untuk memujanya, melainkan meninggalkan wasiat atau pesan demikian: “Taraktu fiikum
amraini. Lan tadlilluu abadaa maa intamassaktum bihimaa, kitaaballaahi wa sunnata
Rasuulihi” ( Aku tinggalkan kepada dua perkara. Kamu tidak akan pernah tersesat selagi
berpegang teguh keduanya, yaitu kitabullah (Alquran) dan sunnah Rasulnya – al-Hadis). Di
dalam kedua naskah suci itu terdapat aneka petunjuk cara memperoleh keselamatan dunia-
akhirat, dicintai, disayangi, dan diridlai Allah dan Rasulullah. Demikian Allah berfirman:

Artinya:

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi
dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Ali Imran/3
: 31).

C. Tauhid Asma’ wa Sifat.

Beriman bahwa Allah itu memiliki sifat dan nama yang hanya dimiliki Allah semata, meskipun
secara bahasa ada kesamaan dengan sifat yang dimiliki manusia atau secara umum makhluk.
Sifat-sifat makhluk, termasuk manusia sangat terbatas, sedanf sifat Allah tidak terbatas. Manusia
memang memiliki sifat cinta kasih, sekali lagi, amat terbatas. Cinta kasih Allah tidak terbatas,
cinta kasih-Nya dicurahkan kepada kepada seluruh makhluk secara abadi. Itulah yang dimaksud
dengan ar-Rahmaan dan ar-Rahiim.

Dalil bahwa Allah memiliki asma’ dasebutkan dalamAlquran sebagai berikut:

Artinya:

Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul
husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut)
nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan
(QS. al-A’raf/7 : 180).

Kemudian sifat atau nama-nama Allah itu, mengacu pada ayat tersebut populer disebut al-asma’
al-husna (nama-nama Allah yang indah). Jika kita berdoa supaya menyeru dengan nama-nama
tersebut, umpama memohon kepada-Nya supaya diberi ilmu pengetahuan, maka dalam berdoa
berseru kepada-Nya ‘Yaa ‘Aliim’ (wahai Dzat Yang Maha Pintar); memohon supaya diberi
kemurahan rezeki, maka berseru kepada-Nya ‘Ya Razzaaq (wahai Dzat Pemberi rezeki);
memohon supaya dianugerahi keselamatan dan kesucian iman, maka berseru kepada-Nya ‘Ya
Qudduusu Ya Salaam’ (wahai Dzat Yang Maha Suci dan Maha Pemberi keselamatan, dan
memohon kepada-Nya supaya permohonanya dikabulkan maka berseru lepada-Nya yaa
Wahhaab, yaa Mujiib as-Saailiin.

Allah memiliki sifat. Oleh para teolog, utamanya dari kaum Asy’ariyyah, sifat Allah dibagi
menjadi tiga bagian: (1) Sifat wajib berjumlah 20, yaitu: wujud (Ada), Qidam (Dahulu), Baqa.’
(Kekal), Mukhalafatu lil Hawadisi (Berbeda dengan segala sesuatu), Qiyamu binafsihi (Berdiri
sendiri), wahdaniyyah (Yang Esa), Qudrah (Yang Kuasa), Iradah (Yang berkehendak), ‘Ilmu
( Mengetahui), Hayyah ( Hidup), Sama’ (Mendengar), Bashar ( Melihat), Kalam ( Berfirman),
Qaadiran (Yang Maha Berkuasa), Muriidan (Yang Memiliki Kehendak), ‘Aliman (Yang Maha
Mengetahui), Hayyan (Yang Maha Hidup), Samii’an (Yang Maha Mendengar), Bashiiran (Yang
Maha Melihat), Mutakaaliman( Yang Berfirman. (2) Sifat muhaal (mustahil – tidak mungkin
terjadi) berjumlah 20, yaitu: ‘adam (yang tidak ada), Mumaasilatu lilhawaadis (menyamai
dengan yang baru), fanaa’ (yang hancur), qiyamuhu ma’a ghairihi (berdiri bersama-sama dengan
yang lain), ta’addud (berbilang), ‘ajzun (lemah), karahah (terpaksa), jahl (bodoh), al-maut
(meninggal), al-a’ma (yang buta), al-‘umyu (yang buta), al-bukmu (yang bisu), ash-shummu
(yang tuli), ‘Aajizan (yang lemah), jaahilan (yang bodoh), Mayyitan (yang mati), ‘amiyan
(yang buta), baakiman (yang bisu), shaamiyan (yang tuli), (3), Jaaiz (yang berwenang untuk
berbuat atau tida berbuat.

D. Tauhid Af’al

Yang dimaksud dengan tauhid af’aal adalah meyakini bahwa di dalam menciptakan alam
semesta ini hanya Allah sendiri, tidak ada syarikat pada-Nya, dan tidak membutuhkan bantuan
apa dan siapa pun. Jika Allah berkehendak terhadap sesuatu Dia hanya cukup berfirman ’kun’
dan pasti terjadi. Demikian Alquran menyatakan:

Artinya

Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya:


“Jadilah!” maka terjadilah ia.
Dengan firman ’kun’ alam semesta, lengkap dengan hukum-hukum tetapnya Ia cipta dan terjadi
sesuai dengan kehendak-Nya, tanpa meleset sedikit pun. Demikian pernyataan Alquran bahwa
Allah adalah pencipta segala sesuatu:

Artinya

Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu (QS.az-Zumar/39 : 62;
lihat juga QS. Al-Fathir/40 : 62).

E. Hubungan antara Tauhi Uluhiyyah dan Tauhid Rububiyyah

Tauhid uluhiyyah tidak bisa dipisahkan dengan tauhid rububiyyah. Orang hanya
bertauhid rububiyyah tentu tidak beragama. Orang-orang jahiliah juga percaya bahwa yang
menciptakan alam semesta adalah Allah, jadi mereka bertauhid rububiyyah. Di lain pihak banyak
yang tampaknya bertauhid uluhiyyah, menyembah kepada Allah seperti rajin melakukan shalat
sunnat dan shalat wajib, tetapi juga sering meminta pertolongan kepada roh-roh leluhur, roh-roh
yang diyakini sabagai wali Allah,maupun roh-roh yang berada pada benda-benda: akik, keris,
dan lain-lain. Mereka ini hakikatnya adalah musyrik dan ridak lagi bertauhid uluhiyyah, yaitu
telah mewayuh sesuatu yang disembah. Allah disamakan dengan mnakhluk untuk disembah.
Untuk berislam yang benar harus lah bertauhid secara integral dalam keempat jenis tauhid. Inilah
tauhid yang murni, tidak ada campuran dengan kepercayaan-kepercayaan asing dari Islam.

Berikut ini akan diikhtisarkan hubungan saling meresap antara tauhid uluhiyyah dan tauhid
rububiyyah:

1. Taat kepada makhluk hanya dibenarkan sepanjang diatur oleh Allah umpama taat kepada
pemimpin pemerintahan (athi’u-llaah wa athi’u-Rrasuul wa Uulil amri minkum). Dalam
hal ini esensinya adalah taat kepada Allah dan Rasulnya. Taat kepada Rsul karena
diperintahkan oleh Allah.
2. Tauhid uluhiyyah didasarkan pada dua hal (1) menjalankan semua ibadah hanya semata-
mata karena Allah Allah, (2) ibadah yang dilaksanakan harus sesuai dengan perintah dan
larangan Allah dan tidak boleh mengarang sendiri.
3. c. Tauhid uluhiyyah merupakan tema inti dan pokok bagi semua Rasul.
4. Tauhid uluhiyyah merupakan pra-syarat bagi yang hendak memeluk agama yang berinti
pada tauhid uluhiyyah.
5. e. Tauhid uluhiyyah lebih terkait dengan al-Af’al al-‘ibad (perbuatan hamba) dan tauhid
Rububiyyah terkait al-af’al ar-Rabb (yang berkuasa, yang mencipta, yang memelihara
dst, , ,). Dengan demikian tauhid uluhiyyah menegakkan tauhid rububiyyah.
6. Hubungan diantara keduanya dapat disimpulkan: tauhid rububiyyah menuntut
keberadaan tauhid uluhiyyah dan tauhid al-asma’ wa ash-shifat; tauhid uluhiyyah harus
dilandasi oleh tauhid rububiyyah dan tauhid al-asma’ wa ash-shifat. Hubungan segitiga
ketauhidan ini disebut tad}ammuniyyah (saling ada keterkandungan)
7.

http://danusiri.dosen.unimus.ac.id/materi-kuliah/fk/macam2-tauhid/

Anda mungkin juga menyukai