83
7.3. Ketergantungan kecepatan gelombang elastik pada densitas dan komposisi mineral
Pada batuan beku, kecepatan gelombang elastik dikontrol oleh komposisi mineral.
Kenyataan ini diilustrasikan oleh korelasi kecepatan gelombang longitudinal dan kandungan
SiO2 kwarsa pada batuan beku pada gambar 7.3. Kwarsa dikarakteristikkan sebagai kecepatan
yang rendah.
Besarnya nilai keasaman suatu batuan akan mempunyai densitas rendah dan kecepatan
rendah. Pengamatan ini secara umum mengikuti kecenderungan korelasi densitas dan kecepatan.
Gambar 7.4. menunjukkan grafik magmatik dan batuan metamorfik dengan lokasi yang berbeda
di Rusia, yang dipublikasikan oleh Dortman (1976). Sedangkan gambar 7.5 merupakan hasil
studi pada nilai kecepatan dan densitas dengan sampel dari KTB pilot pemboran; gambar
tersebut terkandung kecepatan gelombang longitudinal dan transversal setiap jenis batuan.
Birch (1961) telah memberikan rumusan pokok dengan dua parameter empirik a dan b
vp = a + b d (7-1)
sampelnya berasal dari benua Amerika Utara dan India. Dengan nilai d densitas dalam 103 kg m-3
dan kecepatan vp dalam km/s.
84
Gambar 7.4.
Korelasi antara kecepatan dan densitas dijelaskan dengan variasi komposisi mineral
batuan yang berdampak pada kecepatan dan densitas dalam arah yang sama. Rumusan Birch (7-
1) diaplikasikan oleh Volarovich dan Bajuk (1977). Pengukuran pada magmatik dengan variasi
daerah bekas USSR, diperoleh rumusan
dengan koefisien korelasi R = 0,88. Untuk batuan dari Kasakhstan, pengamatan secara detail
pada perbedaan tekanan diberikan pada tabel VII.2. Tipe A menunjukkan kecepatan vp(p) dengan
tekanan p dan densitas d0 pada tekanan atmosfer; tipe B menunjukkan kecepatan vp(p) dengan
densitas d(p) pada tekanan yang sama. Pada tekanan tinggi, terdapat korelasi kuat antara tipe B
dan A.
85
Gambar 7.5.
Tabel VII.2.
Marle dan Kopf menetapkan rumusan untuk keadaan dibawah tekanan atmosfer terhadap sampel
magmatik dari negara Jerman bagian Timur, diperoleh;
Untuk batuan plutonik; granit, diorit, gabro;
86
vp = 3,10 d – 2,98 (7-4)
untuk batuan vulkanik; porfiri, keratofirit, diabas dan basalt;
vp = 2,30 d – 0,91 (7-5)
konversi kecepatan gelombang longitudinal ke densitas, Hekel (1990) menggunakan rumusan
yang linear. Konversi tersebut dihasilkan untuk mantel pada nilai densitas antara (2,5 sampai 3,5)
x 103 kg m-3
v p + 1,0 ± 0,4
d= (7-6)
2,61
dengan kecepatan dalam km s-1 dan densitas dalam 103 kg m-3, maka sehubungan dengan
persamaan (7-1) maka
yang secara sistematis telah dipublikasikan oleh Gebrande 1982. Gebrande memdapatkan
rumusan empirik dari kecepatan gelombang longitudinal dan transvesal serta korelasi
densitasnya yang dipaparkan pada tabel VII.3
Tabel VII.3.
Birch (1961) telah menunjukkan untuk silikat dan oksida bergantung pada parameter a di
persamaan (7-1) dengan nilai rata-rata massa atom mA untuk suatu batuan diberikan oleh
persamaan;
vp = 2,76 d – 0,98 + 0,7 (21 – mA) (7-8)
Massa atom rata-rata batuan sebagai parameter tambahan yang berpengaruh terhadap percepatan.
Gebrande (1982) menjelaskan perbandingan analisis korelasi dengan dan tanpa pengaruh massa
atom rata-rata. Analisis eksperimen itu dibuat dalam dimensi satu (v vs d) dan dimensi dua (d
vs d,mA) yang dilampirkan pada tabel VII.4 untuk batuan plutonik dan metamorfik dengan
tekanan yang berbeda. Nampak bahwa kecepatan lebih banyak bergantung pada densitas
daripada massa atom rata-rata. Kecepatan gelombang shear S hampir tidak bergantung pada mA
dengan nilai yang bervariasi (Gebrande, 1982).
87
Tabel VII.4.
Gambar 7.6.
Gambar 7.6 memberikan contoh korelasi tanpa pengaruh massa atomik rata-rata. Simmons
(1964) memodifikasi Hukum Birch, untuk menentukan kandungan CaO :
Maghnani, dkk (1974) mengembangkan persamaan yang sama untuk gelombang kompresi dan
geser dalam eclogites dan granulites :
Hubungan tersebut menunjukkan lemahnya pengaruh dari massa atom terhadap kecepatan
gelombang S. Olevskij (1990) memberikan hubungan antara kecepatan, densitas dan total
88
kandungan oksida pada MgO, CaO, Na2O, K2O. Simmons (1964), mengeneralisasikan pengaruh
dari berbagai parameter yang diberikan oleh persamaan :
n
V = a.d + b + c.mA + ∑ e .C
i =1
i i (7-12)
untuk batuan yang terdiri dari n komponen. Dengan d merupakan densitas; Ci merupakan fraksi
berat pada komponen i ; a,b,c,e merupakan nilai empiris.
Dalam beberapa kasus, hubungan non-linier antara kecepatan dan densitas memberikan korelasi
yang baik dengan hasil eksperimen. Christensen dan Salisbury (1975) menemukan hubungan
sesuai penelitian untuk basalt dalam “Proyek pengeboran laut dalam” sebagai:
Vp = 2,33 + 0,08. d3,63 (7-13)
4,85
Vs = 1,33 + 0,011. d (7-14)
dimana tekanan untuk pengukuran adalah 0,5 bar (=50 MPa)
Dortman (1976) mengembangkan hubungan empiris untuk data dalam gambar 6.5 :
Vp = 5,45. exp [0,5(d-2,6)] ± KT (7-15)
Parameter KT mengekspresikan kisaran penyimpangan kecepatan yang dikendalikan secara
umum oleh efek tekstur dan oleh sebab itu disebut koefisien tekstur. Nilainya antara 0,4 … 0,5
km/s.
Beberapa alasan fisika yang sangat penting terkait dengan hal tersebut adalah:
89
Gambar 7.7. Grafik hubungan kecepatan gelombang dengan porositas retakan (crack).
Disamping porositas dan retakan, sifat isi pori juga mempengaruhi kecepatan gelombang
elstik pada batuan. Berdasarkan pemeriksaan quartz monzonite, King (1984) menyimpulkan
bahwa sedikit kenaikan pada isi uap lembab batuan kering yang berisi porositas retakan cukup
besar akan menghasilkan kenaikan vp dan vs yang besar pula. Perbedaan antara kecepatan
gelombang di saat medium kering dan dipenuhi air memperlihatkan peningkatan, dengan
meningkatnya porositas dan disertai penurunan tekanan. Pengaruhnya secara umum, lebih kuat
pada gelombang P dari pada gelombang S. Perilaku tersebuit dapat diamati pada gambar 7.9.
Gambar 7.8. Ketergantungan kecepatan gelombang longitudinal dalam porositas retakan dan ukuran grain
batuan granitic pada tekanan 0,001 kbar = 0,1 Mpa ; Lebedev dkk, (1974). 1- Granite, butiran halus (0,1
… 0,6 mm), 2- Granite, butiran medium (0,5 …. 1,8 mm), 3- Granite, butiran kasar (1,7 ….4,8 mm)
90
Gambar 7.9. Kecepatan gelombang pada Casco Granite
a. Kecepatan gelombang P dan S terhadap tekanan
b. Perbandingan kecepatan vsaturated/vdry terhadap tekanan (dihitung berdasarkan gambar a)
dv δv dp δv dT
= ⋅ + ⋅ (7 - 18)
dz δp r dz δT p dz
δv
= perubahan kecepatan dengan tekanan (isotherm)
δp r
δv
= perubahan kecepatan dengan temperature (isobar)
δT p
dp dT
, = tekanan vertical dan gradien temperatur
dz dz
Gambar. 7.10. Kecepatan gelombang longitudinal dan tranversal sebagai fungsi dari
tekanan hidrostatik. Peridotite- Koala Penisuela (1.a Gelombang Longitudinal , 1.b
Gelombang Tranversal). Oliinite-Siberia (2.a Gelombang Longitudinal, 2.b Gelombang
Tranversal).
92
Korelasi yang kuat pada perubahan kecepatan dan struktur texture sifat-sifat mikro pada
satu sisi dengan komposisi mineralogical pada sisi lain diterangkan oleh Lebedev, Sapoval dan
Korchin (1974):
1. Kenaikan kecepatan dipengaruhi oleh tekanan pada range tekanan yang lebih rendah
seharusnya yang besar dan penny-shaped pori dan microjoint. Penutup ini meningkatkan
hubungan antara batuan – pembentuk mineral
2. Pada tekanan lebih tinggi kepadatan mendekati sempurna. Kenaikan kecepatan
seharusnya mengubah sifat elastic penyusun mineral (pengaruh komposisi mineralogical
pada prilaku di bawah tekanan.
Pengaruh patahan terhadap kecepatan, kebergantungan terhadap tekanan dan pengaruh pori
fluida ditunjukkan pada gambar 7.12:
Gambar 7.12 Kecepatan gelombang longitudinal fungsi tekanan unaxial, granite (California) King
and Paulsson (1981): a-sample lengkap, b-sample microcrack
Untuk pembahasan lebih lanjut korelasi ini, dapat diplot (gambar 7.13 dengan perubahan relatif
dari kecepatan diberikan oleh :
∆v/vo = (vp-vo)/vo 7-19
Perubahan relatif porositas:
∆Φ/ Φo = (Φo- Φp)/ Φo 7-20
Selanjutnya diplot grafik perubahan kecepatan relative dan perubahan porositas relatif.
93
Gambar 7.13. Peningkatan Kecepatan Relatif vs
Penurunan porositas hasil dari peningkatan tekanan.
94
dan bagian b; menunjukkan korelasi kecepatan gelombang longitudinal dan porositas terhadap
saturasi air batuan sedimen laut. Porositas dengan saturasi air antara 0,7 dan 0,8 menunjukkan
korelasi yang kuat dengan kecepatan gelombang longitudinal antara 1500 m/s dan 1550 m/s.
Gambar 7.14.
Hubungan linear antara kecepatan gelombang transversal, densitas, porositas secara empirik;
vp = a1 + a2 d (7-21)
vp = b1 + b2 Φ (7-22)
1. kedua persamaan equivalen jika
b1 = a1 + a2 ds (7-23)
b2 = a2 (ds - dη) (7-24)
dengan ds densitas matriks material padatan dan dη densitas fluida berpori
2. persamaan (7-20) identik dengan persamaan (7-21) pada sedimen kompak
Hamilton dan Bachman (1982) memberikan korelasi antara sedimen laut dengan 3 jenis sedimen;
Lempeng benua/slope
vp = 2502,0 – 2345 Φ + 140 Φ2 (7-25)
95
vp = 2330,4 – 1257.0 D + 487,7 D2 (7-26)
bukit berjurang/kekeruhan
vp = 1564,6 – 59,7 Φ (7-27)
vp = 1591,5 – 63,4 D (7-28)
bukit berjurang/pelagic
vp = 1410,6 + 117,7 Φ (7-29)
vp = 1476,7 – 29,7 D (7-30)
kecenderungan yang bertentangan ditunjukkan material pelagic bukit berjurang dengan porositas
= 0,8 ... 0,9 yang merupakan nilai porositas tinggi (kecepatan akan meningkat dengan penurunan
konsentrasi partikel).
Gambar 7.15.
Gambar 7.15a menunjukkan bahwa dengan densitas yang meningkat maka kecepatan
akan meningkat. Gambar 7.15b menunjukkan bahwa dengan porositas yang bertambah maka
kecepatan menurun secara linear. Gambar 7.15c menunjukkan diameter rata-rata porositas serta
korelasinya nampak kuat 6-10π dengan kecepatan 1400-1600.
96
Gambar 7.16 menunjukkan kandungan lempung yang meningkat maka kecepatan menurun
terhadap batuan sedimen tak kompak. Hal ini disebabkan oleh kekentalan yang rendah dari
lempung oleh karena gelombang akan lebih cepat merambat pada zat padat daripada zat cair
tetapi gelombang akan lebih cepat merambat pada zat cair daripada dalam gas.
- hubungan yang linear antara kecepatan dan porositas (R = 0,84367)
vp = 1917 – 566 Φ (7-31)
- hubungan kuadratik antara kecepatan dan porositas (R = 0,87358)
vp = 2380 – 2197 Φ + 1333 Φ2 (7-32)
Gambar 7.16.
Gambar 7.17.
97
` Gambar 7.17a menunjukkan kecepatan gelombang P menurun dengan meningkatnya
porositas secara linear begitupula gambar 7.17b. Gambar 7.17c kekentalan yang meningkat yakni
kandungan karbonatnya bertambah maka kecepatan gelombang shear meningkat. Batuan
sedimen tak kompak dengan sensitivitas contoh partikel pada efek batas butiran dan pengaruh
tegangan kapiler
- kompresibilitas dari pori yang di dalamnya terkandung gas dan air yang menentukkan
fraksi volume pori 80%-90%.
- Modulus shear dari sedimen tidak dipengaruhi oleh pori yang berisi jika modulus shear=0
- Penurunan kecepatan yang kecil (untuk gelombang longitudinal sekitar 90% saturasi air,
untuk gelombang shear di atas nilai saturasi) yang disebabkan oleh peningkatan densitas
dan peningkatan saturasi air.
Gambar 7.18.
98
7.7. Kecepatan gelombang elastik pada batuan sedimen
Sedimen pasir dengan porositas yang sama dengan temperatur yang lebih rendah maka vp
meningkat, begitu pula vs namun perbandingannya tetap sama. Temperatur sama, porositas
meningkat, vp menurun begitupula vs namun perbandingannya lebih besar daripada perbandingan
dengan porositas sama, pada yang temperatur berbeda. Gambar 7.19 menunjukkan
kebergantungan kecepatan gelombang pada temperatur. Sand menunjukkan penurunan kecepatan
lebih tajam pada temperatur setelah -5 0C ke 0 0C. Gambar 7.20 menunjukkan karakteristik
hubungan kecepatan-tekanan pada batuan sedimen non kohesif;
Gambar 7.20.
Gambar 7.19.
Gambar 7.21 menunjukkan hasil ekperimen dari perambatan gelombang P dan S secara
vertikal dan horizontal dengan tekanan yang meningkat, kecepatan gelombang P dan S pada
batuan sedimen kering meningkat secara linear. Pada batuan sedimen tersaturasi air, kecepatan
gelombang P tetap diatas 1000 m/s terhadap tekanan yang berbeda sedangkan kecepatan
gelombang S meningkat secara linear terhadap tekanan.
99
Tabel VII.5 menunjukkan gelombang longitudinal dan transversal pada batuan sedimen kering
dan tersaturasi air dengan nilai m eksponen 1/6 ≤ m ≤ ¼. Hubungan ini menggambarkan daerah
kontak terhadap sifat stress-strain batuan. Oleh karena itu perbedaan bentuk butiran
menghasilkan perbedaan kontak sehingga memperlihatkan nilai m eksponen yang berbeda pula.
Gambar 7.22 dan gambar 7.23 menunjukkan nilai m yang rendah pada butiran bersudut-sudut
(seperti bentuk batu tak beraturan) dan lebih tinggi pada butiran yang halus. Nilai m dari
gelombang longitudinal tersaturasi 1/14.........1/20 yang disebabkan pengaruh dominasi dari
modulasi kompres air yang menentukan nilai yang bergantung:
- kecepatan gelombang longitudinal pada sedimen kering ditentukan oleh susunan butiran.
Batuan sedimen mempunyai susunan butiran tertentu.
- Kecepatan gelombang longitudinal pada sedimen tersaturasi air ditentukan oleh material
pori. Batuan sedimen mempunyai pori tertentu.
- Kecepatan transversal ditentukan oleh susunan butiran pada kedua keadaan yakni
keadaan kering dan tersaturasi air.
Gambar 7.21.
100
Tabel VII.5.
Gambar 7.22.
Gambar 7.23.
101
Tabel VII.6 menunjukkan hubungan kecepatan dan kedalaman pada sedimen laut tersaturasi air.
Kecepatan-tekanan atau kecepatan-kedalaman bergantung sedimen kohesif dan non kohesif.
Pernyataan dari Dominico (1977), perbandingan kecepatan-tekanan dan kecepatan-kedalaman
bergantung pada kenaikan kecepatan gelombang kompres termasuk kedalaman sedimen yang
mengendap dalam kolam (kedalaman sebanding dengan penurunan tekanan) dengan angka yang
sangat rendah daripada pengukuran kecepatan dalam pasir. Hal ini diakibatkan oleh kenaikan
sementasi yang cepat yang sesuai penurunan porositas dengan kedalaman pada dapur pasir alam.
Tabel VII.6.
Ratio vp/vs
Gambar 7.24 memperlihatkan bahwa dengan penurunan kecepatan gelombang transversal makan
vp/vs meningkat. Hal ini mengindikasikan kepadatan dan kekuatan secara mekanik menurun
sebagaimana porositas dan retakan meningkat. Buch dan Dromgoole, 1995; memberikan artikel
yang berisi data eksperimen yang banyak serta hubungannya secara empirik. Informasi tersebut
tentang ratio vp/vs yang berkenaan dengan: Litologi, lapisan, Kandungan pori, terutama gas dan
Sifat-sifat mekanik. Tabel VII.7 mengilustrasikan efek fluida berpori dan retakan tersaturasi
udara/gas dengan besar vp/vs lebih rendah dibandingkan tersaturasi air asin. Hal ini secara fisis
berpengaruh pada modulus volume/bulk tersaturai air atau minyak dan pengabaian pengaruh
terhadap modulus geser.
102
Gambar 7.24.
Tabel VII.7.
Gambar 7.25.
103
Gambar 7.25, menunjukkan nilai ratio vp/vs yang konstan penurunannya pada masing-
masing batuan sedimen. Hubungan yang linear antara kecepatan gelombang longitudinal dan
transversal dianggap valid untuk salah satu jenis batuan sedimen yakni limestone.
Tabel VII.8 menunjukkan nilai ratio vp/vs beberapa jenis batuan sedimen sebagai tambahan
gambar 7.25. Sedimen Sandstone sampai Shale, nilai ratio kecepatan meningkat yang
dimungkinkan batuan sedimen Sandstone sampai Shale porositasnya meningkat pula.
Tabel VII.8.
Castagna, Batzle dan Eastwood (1985) menemukan rumusan dari pengukuran medan seismik
dan in-situ sonik yakni;
v dalam km/s, dengan sampel batuan sedimen silicat elastik tersaturasi air terutama terdiri atas
lempung dan lumpur. Begitu pula Han, Nur dan Morgan (1986) batu pasir (porositas 0,02 ....
0,30 dan kandungan lempung 0 sampai 0,5.
Anisotropi perambatan gelombang berarti kecepatan bergantung pada arah. Sudah terbiasa
menumbuhkan asumsi bahwa sebagian besar media adalah isotropic, tetapi asumsi ini lebih
sering karena memudahkan penalaran atau fakta-fakta penelitian dan tentunya pada sebagian
besar media geologis punya kecenderungan berantung pada arah. Pada batuan anisotropik elastik
perambatan kecepatan gelombang tergantung pada arah perambatannya. Anisotropik tampak
jelas pada batuan sedimen berlapis (bertingkat-tingkat) dan schists. Crampin dan Lovell (1991)
membuat daftar 5 kemungkinan sumber dari anisotropik seismik :
Dalam beberapa kasus dapat dianggap isotropi transversal (atau simetri hexagonal). Pada
simetri ini, sifat elastic akan sama pada bidang x-y (bidang stratifikasi atau bidang-bidang
terpisah), walau dengan mengubah-ubah sudut dari sumbu vertical Z. Dalam batuan dengan
isotropi transversal, sifat elastic dipengaruhi oleh 5 konstanta elastic.
105
Kajian-kajian komprehensif dengan beberapa data anisotropi atmosfir dan tekanan tinggi yang
dipublikasikan oleh Bajuk et al (1982). Disini memiliki dua kecenderungan
- diantara batuan magmatik dan batuan metamorfik, seperti pada daftar ini gneiss dan schist
mempunyai nilai yang paling tinggi.
- Untuk batuan sedimen terjadi kenaikan anisotropi mulai dari sandstones (batu pasir),
siltstones (batu lempung), dan serpih.
Berikutnya, hanya beberapa aspek yang telah dipilih akan dibahas, khususnya pengaruh
kombinasi tekanan dan geometri retakan internal dan fenomena akustik hifrigerence (atau
pemisahan gelombang geser). Nur dan Simmon (1991) memberikan kajian-kajian tekanan-
anisotropi kecepatan terinduksi dalam batuan lalu dicocokkan dengan pengukuran laboratorium
pada sampel batu granit pada tekanan uniaxial. Mereka meringkas konsep mereka: pengaruh dari
penerapan tekanan nonhidrostatis adalah mendekati retakan pada beberapa arah dan
meninggalkan retakan terbuka pada arah yang lain. Tekanan ini memerlukan kedekatan jarak-
retakan yang di bentuk adalah sebanding dengan aspek rasionya (Walsh, 1965), retakan yang
lebih kecil mendekat pada tekanan rendah. Kostanta elastik efektif pada suatu padatan yang
mempunyai retakan, dapat ditentukan dengan distribusi orientasi retakan terbuka. jika retakan
didekatkan pada beberapa arah dan terbuka di arah yang lain, batuan tersebut isotropi secara
instrinsik, hal ini dilihat dari arah yang bergantung pada konstanta elastik dan umumnya dikenal
dengan istilah anisotropi. Sifat elastik batuan awalnya mempunyai distribusi retakan acak
sehingga memungkinkan menjadi isotropi dibawah tekanan hidrostatis saat simetri aksial
dibawah tekanan uniaksial, dan mencapai simetri ortorombik di bawah tiga tekanan utama yang
berbeda. Hasil eksperimen ini pada batu granit Barre menunjukkan bahwa pemampatan dan
kecepatan gelombang geser bergantung pada stress dan arah yang dihubungkan dengan
mekanisme batuan. Pengaruh retakan dan tekanan pada anisotropi juga ditunjukkan Gambar
7.27. Demonstrasi tersebut menunjukkan bahwa pengaruhnya tidak tergantung pada temperatur.
Seharusnya retakan mengecil, karena penurunan anisotropi sangat tajam pada range tekanan di
atas 200 MPa. Pada tekanan yang cukup tinggi ini anisotropi dapat dianggap sebagai anisotropi
intrinsik disekitar retakan hampa batuan.
Gambar 7.27. Koefisien Anisotropy versus tekanan hidrostatik dan temperatur untuk
gelombang (kiri) dan gelombang tranversal (kanan), data dari Bajuk dan Tedev (1978); 1 –
schist 2, 3 – gneisses.
106
Bandingkan dengan hasil yang dipublikasikan oleh Gebrande (1982) yang menganggap
pengaruh saturasi air pada anisotropi retakan batuan. Kecepatan gelombang longitudinal naik dan
anisotropi gelombang longitudinal turun jika retakan tersaturasi air. Kecepatan gelombang
transversal dan anisotropi gelombang transversal hampir bebas saturasi air. Untuk maksud ini
nilai-nilai ekstrim dari kecepatan horizontal (maksimum dan minimum) pada setiap tingkat
tekanan yang diplot sebagai kecepatan vs diagram tekanan dan ini dikenal sebagai aniotropi υ P
horizontal yang dihitung dengan :
υ max − υ min
Anisotropi (%) = 100% = Av 100% (7-28)
υ min
Hasil yang diplot pada Gb 6.48 (kanan) sebagai fungsi tekanan dan kurva ini 30 %
anisotropi retakan dan 10 % anisotropi tekstur yang mungkin dikurangi karena anisotropi retakan
menghilang dengan bertambahnya tekanan dan anisotropi sisa pada 350 Mpa dibatasi pada satu
tekstural (Zang et al, 1989). Dengan menggunakan metode yang sama untuk sampel yang lain
juga dilakukan penelitian-penelitian (Tabel VII.9).
Table VII.9. Crack and textural anisotropy of samples from the KTB pilot borehole.
Anisotropy in %
Rock Type n
Total crack Textural
Amphibolite 4 10 7.8 22
Gneiss 9 33 23 10
Lamprophyre 2 ~ 4.8 ~4 ~ 0.8
Marble 1 7 ~7 0
Kajian-kajian oleh Siegesmund dan Vollbrecht (1991) tentang korelasi antara tekstur,
microcracks (retakan mikro) dan anisotropi seismik. Gambar 7.28 menunjukkan bahwa tekanan
tergantung pada gelombang P dan S, dalam arah tiga ortogonal dan koefisien anisotropi (dalam
%) untuk gelombang P dan S pada sampel amphibolithe. Sampel yang sama dipakai untuk
menunjukkan pengaruh tekstur dan retakan mikro pada sobekan gelombang geser (Gambar 7.29)
107
Gambar 7.28.
Fenomena pelepasan gelombang geser digambarkan dalam bentuk skema Gambar 7.29 dan
7.30. Rekahan-rekahan paralel (atau stress-retakan lurus, retakan mikro dan lebih berorientasi
ruang pori) hasil yang berbeda berturut-turut pada dua modulus geser dan kecepatan gelombang
geser untuk polarisasi paralel dan tegak lurus pada bidang rekahan. Penjalaran gelombang geser
melalui batuan, oleh karena itu, biasa perpisahan dua gelombang geser dengan polarisasi
ortogonal ; gelombang dengan kecepatan tinggi terpolarisasi paralel pada strike retakan dan
gelombang dengan kecepatan rendah terpolarisasi tegak lurus pada strike retakan Fenomena ini
mirip dengan bifigerence optikal.
Gambar 7.29.
Gambar 7.30.
108
Menurut daftar yang dibuat Crampin dan Lovell (1991) aplikasi-aplikasi potensial gelombang
geser terpisah meliputi:
• pemahaman geometri fluida termasuk campurannya
• penerapan pada produksi hidrokarbon dan penerapan bidang industrial lain (yaitu lokasi
bawah permukaan, estimasi orientasi maksimum stress kompresional dan retakan-retakan
hidraulik)
• beberapa penerapan spekulatif (sebagai monitoring stress menjelang gempa dan ledakan
batuan)
Tambahan beberapa aplikasi yang dijabarkan dalam prosiding yang sama untuk aspek yang
yang lebih lanjut:
- Aplikasi pada hubungan dengan eksperimen-eksperimen batuan panas dan kering (oleh
Crampin, 1988; Crampin dan Booth, 1989)
- Peramalan arah patahan termasuk pembahasan laporan singkat teknik aplikasi (Yale &
Sprunt, 1989)
- Pengamatan-pengamatan pemisahan gelombang geser dari sebagian besar kegagalan induksi
stress (Graham & Crampin, 1991)
- Korelasi antara geser bifrigerence, arah permeabilitas dan patahan-patahan batuan (Xu &
King, 1989)
- Variasi koefisien refleksi dengan strike retakan dan densitas dalam media anisotropi (li &
Crampin, 1992)
- Kajian-kajian pemisahan gelombang geser untuk perambatan-perambatan tektonik (Mjelde,
1991)
Untuk sedimen-sedimen, White et al (1983) menganalisis kelakuan elastik serpih dasar
Pierre dengan pengukuran lapangan seismik. Kecepatan seismik di ukur dalam arah yang
berbeda digunakan untuk menentukan koefisien anisotropi untuk gelombang longitudinal dan
transversal bahwa serpih termasuk isotropi transversal. Menggunakan data Schon, 1998
menghitung rasio anisotropi AP* = υ PΙΙ / υ P⊥ dan AS* = υ S ΙΙ / υ S ⊥ . Plot kuadrat kedua rasio
menunjukkan korelasi (Gambar 7.31) dengan relasi seperti perkiraan pertama .
2 2
AS* = 1.5 AP* − 0.5 (7-29)
Bachman (1983) mencatat bahwa untuk sedimen-sedimen laut terdapat pengaruh kedalaman
terpendam pada anisotropi. Bachman (1969, 1983) memberikan sebuah analisis bentuk penelitian
eksperimental pada sedimen laut dengan kecepatan gelombang pada range kira-kira υ P = 1.5 – 5
km/s. Hubungan antara kecepatan pada arah vertikal ( υ P,V )dan arah horizontal ( υ P, h ) menurut
regresi linear
υ P ,V = a + bv P , h (7-30)
109
dengan a dan b ditentukan secara empiris. Nilai-nilai dalam tabel VII.10 menunjukkan kenaikan
dengan turun-nya b. Dua parameter empiris ini ditentukan dengan hubungan
a = 1.53 − 1.52b (7-31)
dengan mudah moifikasi persamaan (7-30) yang dapat memperkirakan penggambaran material
pertama
υ P ,V = 1.53 + b(v P ,h − 1.52 ) (7-32)
Gambar 7.31.
Tabel VII.10. Empirical parameters and regression coefficient of equation (7-30); after Bachman
(1983); velocities and parameter a in km/s); R is the regression coefficient.
Sediment type a b R
Calcareous 0.174 0.887 0.98
Silt, clay 0.393 0.740 0.93
Siliceous 0.222 0.855 0.92
Marl 0.259 0.832 0.96
Sand 0.248 0.854 0.96
110