Tanda klinis dan imunologi dan asosiase hematologi, serologi dan biokemikal
berubah pada penderita Leprae yang dapat dipahami hanya dengan aspek organ
penyebab, M. Leprae dengan penjamu. 10-15 tahun yang lalu, beberapa penelitian
yang telah dilakukan untuk melihat interaksi M.Leprae terhadap sel Schwann,
makrofag, sel dendrit dan sel endoteliat yang dapat menejelaskan patogenesis dan
proses penyebaran infeksi M.Leprae.
Sebagai intraseluler patogrn obligat, sel penjamu utama untuk M.Leprae adalah
fagosit mononuclear atau makrofag yang dimana dapat bertahan dan bereplikasi.
Mekanisme yang mana mendestruksi dengan cara memfagosit masih belum dapat
dipahami sepenuhnya. Kemungkinan konteks dalam pembasmi oksidatif adalah:
Dasar biologi dari interaksi makrofag dengan M.Leprae telah di telaah oleh
Krahenbuhl dan Adams. Makrofag adalah tipe sel primitif yang ditemukan di
awal dan diakhir hidup, dan memiliki banyak fungsi, sebagai fagosit bakteri,
memproduksi sitokin, antigen dan pembasmi tumor. Penderita lepra, pengurangan
aktivitas kemotaktik telah dilaporkan, meskipun peningkatan migrasi lekosit dari
pasien LL ke antigen M.Leprae telah diobservasi di dalam tikus. Fagositosis telah
dilaporkan bahwa normal di dalam penderita lepra. Makrofag dalam jaringan
yang spesifik dan infeksi jaringan dapat melakukan peran penting dalam
pathogenesis leprosy dengan melepaskan sitokin, termasuk TNF alfa kedalam
stimulasi dengan seluruh M.Leprae dan atau komponen dinding sel dan dengan
menjembatani, sebagai antigen sel, imunitas murni dan didapat dari penjamu
dengan menghasilkan respon T sel dan B sel . Dan juga mehasilkan PGL1, saat
ditambahkan ke dalam mononuclear sel ke M.lepare, stimulasi untuk
memproduksi TNF alfa.
Pasien dengan LL telah diteli macam antibody dan komleks imun (IC).
Peningkatan frekuensi heterofil, Hanganutziu Deicher dan Forssman antibodi telah
ditemukan di sera pada penderita LL. Frekuensi antibody pada cardiolipin merupakan
tertinggi dan frekuensi factor rematik termasuk sedang. Sirkulasi IC dibuktikan dalam
54% dan 43% dari penderita sera dengan Raji sel tes dan tes anti antibody inhibisi.
Analisis kelas immunoglobulin IC menunjukkan bahwa IgG merupakan predominan
dalam IC dari penderita dengan reaksi lepra (LR) dan igM degan pasien tanpa LR. IC
mengikat kepada berbagai macam sel dari system imun yang menghasilkan reseptor
Fc dan mungkin cepat hilang dalam sirkulasi, khususnya jika lebih banyak
bentuknya. IC mungkin dibentuk dari jaringan lain daripada darah, dimana tidak
dapat dideteksi.
Pada penelitian penderita Leprae dari Papua Nugini, serum antibody pada
kolagen manusia (anti cardiolipin antibody (ACA)) telah dideteksi dengan
hemagglutination assay, dengan berbagai macam prevalensi peningkatan titer dari 1:4
atau lebih, menurut spectrum klinik Leprosy. Gradien yang significant dari prevalensi
yang tinggi di immunodesisiensi polar pasien lepromatous (53%). Prevalensi yang
rendah pada akhir spectrum klinik tuberkuloid (9%). Hal ini tidak jelas apakah
antibody tersebut berimplikasi antara patogenensis lepra atau dalam berkepanjangan
dan intensifikasi dari reaksi inflamasi yang melibatkan kolagen dari bagian kulit,
nervus, dan membrane dasar glomerulus.
Penelitian dari prevalensi dari autoantibodi pada pasien dengan enzyme linked
immunosorbent (ELISA) telah menunjukkan bahwa SS-B (anti La) antibodi, antibody
pada mitokondria dan cardiolipin yang paling tinggi pada sera. Penelitian
mengobservasi bahwa antimitokondrial antibodi terlihat pada cirosis billier dan
antibodi antiphospholipid dengan aktifitas variable ligan pada B2GIP banyak didalam
sera pada penderita lepra. Reaksi autoantibodi dengan sel germinal testicular dari
spermatozoa telah dilaporkan berada pada lepra tipe tuberkuloid dan lepromatous.
Saat semua penelitian telah dilaporkan antibodi antispermatozoal dalam sera 39-77%
pada pasien LL dan 33-40% pada pasien tuberkuloid. Kumar dan Majumdar telah
memperlihatkan derajat positif yang rendah (23,3%) pada pasien BL/LL dengan
pemeriksaan ELISA. Maka memungkinkan pada penyakit kronis, terdapat reaksi
yang tidak terdeteksi penyebabnya pada kasus disfungsi testicular dan abnormalitas
histopatologi.
Keterlibatan Hepar
Serum Protein
Keadaan Lipid
Fungsi Endokrin
Toleransi glukosa
Glucose Tolerance Test (GTT) telah dilakukan pada pasien dengan
tuberculoid, borderline, LL dan dengan beberapa reaksi lepra. Sebuah kurva normal
ditunjukkan pada kusta tuberkuloid sementara kurva toleransi glukosa datar diamati
pada batas dan LL. Namun kurva diabetes merupakan hal yg biasa pada reaksi lepra.
Puasa gula darah rendah pada LL dan cenderung menjadi sedikit tinggi pada reaksi
lepra. Juga datarnya kurva GTT telah diteliti pada beberapa durasi dan penderita yang
terinfeksi selama 7 bulan – 12 bulan ketika kurva diabetes menjadi lebih umum pada
penderita yg lebih dari 2 tahun.
Serum Enzim
PENDAHULUAN
FUNGSI HISTOPATOLOGI
Diagnosis dari keadaan reaksi, perbedaan reaksi tipe 1 dari tipe 2 serta
keadaan relaps.