TETANUS
Oleh:
20174011076
Pembimbing:
2018
HALAMAN PENGESAHAN
TETANUS
Disusun oleh:
Nama: Rista Nurul Fitria
No. Mahasiswa: 20174011076
Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:
Senin, 08 Mei 2018
Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Tn. A
Usia : 64 tahun
No. RM : 18-19-391501
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Nyeri perut
Pasien di rumah tinggal dengan istri dan anaknya. Selama ini pasien
bekerja sebagai seorang petani dan memiliki sosial ekonomi yang cukup.
Pasien adalah perokok aktif.
F. Anamnesis Sistem
Kepala leher : spasme otot leher
THT : sulit menelan dan berbicara
Respirasi : sesak nafas
Gastrointestinal : tidak ada keluhan
Kardiovaskuler : tidak ada keluhan
Perkemihan : tidak ada keluhan
Sistem Reproduksi : tidak ada keluhan
Kulit : tidak ada keluhan
Ekstremitas : spasme otot ekstremitas atas dan bawah
Nadi : 101x/menit
Pernapasan : 31 x/menit
Suhu : 38,2 ºC
Leher
Inspeksi : Bentuk leher tidak tampak ada kelainan, tidak tampak
deviasi trakea
Palpasi : Trakea teraba di tengah, Tidak terdapat pembesaran
limfonodi, spasme otot leher (+)
Meningeal Sign
Perkusi
Kedua hemithoraks terdengar sonor
Batas paru-hepar dalam batas normal
Batas kanan bawah paru-jantung pada ics 5 linea sternalis kanan,
batas kanan atas paru-jantung pada ics 3 linea sternalis kanan
Batas kiri paru-jantung pada ics 5 linea midcavicularis kiri, batas
atas kiri paru-jantung pada ics 3 linea parasternalis kiri
Auskultasi
Suara nafas vesikuler +/+ (positif di lapang paru kanan dan kiri),
reguler, ronchi +/+ (positif di lapang paru kanan dan kiri),
wheezing-/-(tidak terdengar dikedua lapang paru).
BJ I, BJ II regular, punctum maksimum pada linea midclavicula
kiri ics 5, murmur (-), gallop (-), splitting (-)
Abdomen
Inspeksi
Bentuk perut tak tampak distensi, pinggang tampak simetris dari
anterior dan posterior
Venektasi (-), caput medusae (-)
Umbilikus terletak di garis tengah
Tidak tampak pulsasi abdomen pada regio epigastrika
Auskultasi
Bising usus (+) normal
Palpasi
Defans muskular (+)
Nyeri tekan di seluruh lapang perut.
Perkusi
Timpani pada semua lapang perut
Ekstermitas
Inspeksi
Tampak bekas luka tusuk pada kaki kanan ± 0,2 cm
Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan pada pedis sinistra maupun dextra
akral hangat
pitting edema - -
- -
HITUNG JENIS
Eosinofil 3,5 1–6 %
Basofil 0.4 0.0 – 1.0 %
Limfosit 13,0 20 – 45 %
Monosit 3,5 2–8 %
Neutrofil 85,4 40-75 %
KIMIA
Gula Darah Sewaktu 105 <140 Mg/Dl
Ureum 66 10-50 Mg/Dl
Creatinin 1,4 0,6 – 1,1 mg/dL
SGOT 31 <31 U/L
SGPT 16 <32 U/L
V. PROBLEM
Tetanus
VII. PENATALAKSANAAN
1. Tetanus
a. Definisi
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan
meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin,
suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.
Terdapat beberapa bentuk klinis tetanus termasuk di dalamnya tetanus
neonatorum, tetanus generalisata dan gangguan neurologis lokal1,2.
b. Etiologi
Tetanus disebabkan oleh basil gram positif, Clostridium tetani. Bakteri
ini terdapat di mana-mana, dengan habitat alaminya di tanah, tetapi dapat juga
diisolasi dari kotoran binatang peliharaan dan manusia. Clostridium tetani
merupakan bakteri gram posotif berbentuk batang yang selalu bergerak, dan
merupakan bakteri anaerob obligat yang menghasilkan spora. Spora yang
dihasilkan tidak berwarna, berbentuk oval, menyerupai raket tenes atau paha
ayam. Spora ini dapat bertahan selama bertahun-tahun pada lingkungan
tertentu, tahan terhadap sinar matahari dan bersifat resisten terhadap berbagai
desinfektan dan pendidihan selama 20 menit1,2,3.
c. Patofisiologi
Bakteri Clostridium Tetani terdapat di mana-mana, dan mampu
bertahan di berbagai lingkungan ekstrim dalam periode lama karena sporanya
sangat kuat. Bakteri tersebut biasanya memasuki tubuh setelah kontaminasi
pada abrasi kulit, luka tusuk minor, atau ujung potongan umbilikus pada
neonatus; pada 20% kasus, mungkin tidak ditemukan tempat masuknya.
Bakteri juga dapat masuk melalui ulkus kulit, abses, gangren, luka bakar,
infeksi gigi, tindik telinga, injeksi atau setelah pembedahan abdominal/pelvis,
persalinan dan aborsi. Jika organisme ini berada pada lingkungan anaerob
yang sesuai untuk pertumbuhan sporanya, akan berkembang biak dan
menghasilkan toksin tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin adalah
neurotoksin poten yang bertanggungjawab terhadap manifestasi klinis tetanus,
sedangkan tetanolysin sedikit memiliki efek klinis1.
Terdapat trias klinis berupa rigiditas, spasme otot, dan apabila berat
disfungsi otonomik. Kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan kesulitan untuk
membuka mulut, sering merupakan gejala awal tetanus. Spasme otot
masseter menyebabkan trismus atau 'rahang terkunci'. Spasme secara
progresif meluas ke otot-otot wajah yang menyebabkan ekspresi wajah
yang khas, 'risus sardonicus' dan meluas ke otot-otot untuk menelan yang
menyebabkan disfagia. Spasme ini dipicu oleh stimulus internal dan
eksternal dapat berlangsung selama beberapa menit dan dirasakan nyeri.
Rigiditas otot leher menyebabkan retraksi kepala. Rigiditas tubuh
menyebabkan opistotonus dan gangguan respirasi dengan menurunnya
kelenturan dinding dada. Refleks tendon dalam meningkat. Pasien dapat
demam, walaupun banyak yang tidak, sedangkan kesadaran tidak
terpengaruh1,2.
2. Tetanus Neonatorum
3. Tetanus Lokal
e. Perjalanan Klinis
Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama)
rata-rata 7-10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara
gejala pertama dengan spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Inkubasi
dan onset yang lebih pendek berkaitan dengan tingkat keparahan penyakit
yang lebih berat. Minggu pertama ditandai dengan rigiditas dan spasme otot
yang semakin parah. Gangguan ototnomik biasanya dimulai beberapa hari
setelah spasme dan bertahan sampai 1-2 minggu. Spasme berkurang setelah 2-
3 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan lebih lama. Pemulihan terjadi karena
tumbuhnya lagi akson terminal dan karena penghancuran toksin. Pemulihan
bisa memerlukan waktu sarnpai 4 minggu1.
f. Penegakan Diagnosis
Diagnosis tetanus mutlak didasarkan pada gejala klinis. Tetanus
tidaklah mungkin apabila terdapat riwayat serial vaksinasi yang telah
diberikan secara lengkap dan vaksin ulangan yang sesuai telah diberikan.
Sekret luka bisa dikultur pada kasus yang dicurigai tetanus, tapi kultur yang
positif bukan merupakan bukti bahwa organisme tersebut menghasilkan toksin
dan menyebabkan tetanus. Lekosit mungkin meningkat. Pemeriksaan cairan
serebrospinal menunjukkan hasil yang normal. Elektromyogram mungkin
menunjukkan impuls unit-unit motorik dan pemendekan atau tidak adanya
interval tenang yang secara normal dijumpai setelah potensial aksi. Perubahan
non spesifik dapat dijumpai pada elektrokardiogram. Enzim otot mungkin
meningkat. Kadar antitoksi serum > 0,15 U/ml dianggap protektif dan pada
kadar ini tetanus tidak mungkin terjadi, walaupun ada beberapa kasus yang
terjadi pada kadar antitoksin yang protektif1.
Derajat Keparahan
g. Komplikasi Tetanus
h. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada pasien dengan tetanus adalah sebagai berikut1,2:
1. Memulai terapi suportif
2. Menghentikan produksi racun di dalam luka
3. Menetralkan racun tak terikat
4. Mengontrol manifestasi penyakit
1. Memulai terapi suportif
Pasien harus dirawat di unit perawatan intensif (ICU). Karena risiko
kejang refleks, lingkungan yang gelap dan sepi harus dijaga. Prosedur dan
manipulasi yang tidak perlu harus dihindari. Intubasi profilaksis harus
dipertimbangkan secara serius pada semua pasien dengan manifestasi klinis
sedang sampai berat. Intubasi dan ventilasi diperlukan pada 67% pasien.
Pemberian intubasi endotrakeal dapat menyebabkan laringospasme refleks
yang parah; Persiapan harus dilakukan untuk pengendalian saluran pernapasan
darurat. Teknik intubasi sekuens cepat (misalnya dengan suksinilkolin)
direkomendasikan untuk menghindari komplikasi ini. Trakeostomi harus
dilakukan pada pasien yang membutuhkan intubasi lebih dari 10 hari.
Trakeostomi juga telah direkomendasikan setelah onset kejang umum
pertama1,2.
Kemungkinan berkembangnya tetanus secara langsung berkorelasi
dengan karakteristik luka. Luka yang didapat baru-baru ini dengan tepi tajam
yang bervaskulasi dengan baik dan tidak terkontaminasi paling tidak mungkin
untuk mengembangkan tetanus. Semua luka lainnya dianggap cenderung
tetanus. Luka yang paling rentan adalah orang-orang yang sangat
terkontaminasi atau yang disebabkan oleh trauma atau gigitan tumpul. Luka
harus dijelajahi, dibersihkan dengan hati-hati dan benar1,2.
Dalam banyak kasus, luka yang bertanggung jawab atas tetanus jelas
pada saat presentasi, dimana debridemen bedah tidak memberikan manfaat
yang berarti. Jika debridement diindikasikan, sebaiknya dilakukan hanya
setelah pasien stabil. Rekomendasi saat ini adalah untuk mengeluarkan paling
sedikit 2 cm jaringan normal yang terlihat normal di sekitar pinggiran luka.
Abses harus ditoreh dan dikeringkan. Karena risiko melepaskan tetanospasmin
ke dalam aliran darah, setiap manipulasi luka harus ditunda sampai beberapa
jam setelah pemberian antitoksin1,2.
Phillips score :
<9 severitas ringan
9-18 severitas sedang
>18 severitas berat.
Dakar score :
0 - 1 severitas ringan dengan mortalitas 10%
2 - 3 severitas sedang dengan mortalitas 10-20%
4 severitas berat dengan mortalitas 20-40%
5 - 6 severitas sangat berat dengan mortalitas >50%
fraktur terbuka
luka operasi
injeksi
intramuscular
Spasme Ada Tidak ada
Demam >38,4˚C <38,4˚C
Takikardi Dewasa >120 kali/menit Dewasa <120
Neonatus >150 kali/menit kali/menit
Neonatus
<150kali/menit
Tabel 3. Phillips score4
Faktor Skor
Masa Inkubasi :
<48 jam 5
2-5 hari 4
5-10 hari 3
10-14 hari 2
>14 hari 1
Lokasi infeksi :
Organ dalam dan umbilicus 5
Kepala, leher, dan badan 4
Perifer proksimal 3
Perifer distal 2
Tidak diketahui 1
Status proteksi :
Tidak ada 10
Mungkin ada atau imunisasi pada ibu
8
bagi pasien-pasien neonates
Terlindungi >10 tahun 4
Terlindungi <10 tahun 2
Proteksi lengkap 0
Faktor-faktor komplikasi :
Cedera atau penyakit yang mengancam
10
nyawa
Cedera berat atau penyakit yang tidak
8
segera mengancam nyawa
Ciedera atau penyakit yang tidak
4
mengancam nyawa
Cedera atau penyakit minor 2
ASA grade I 0
BAB III
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN