MASA KKM
20 November – 31 Desember 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN
MANADO
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II
Materi Bimbingan
A. Pengertian dan Fungsi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
PDAM merupakan unit usaha milik daerah yang bergerak dalam distribusi air
bersih bagi masyarakat umum. Sedangkan PT Air adalah perusahaan yang dikelola oleh
swasta yang juga bertugas untuk mendistribusi air besih kepada masyarakat . Perusahaan
air minum yang dikelola oleh swasta (umumnya) tidak mendapat bantuan dana
operasional dari pemerintah meski mungkin sebagian dari perusahaan mengajukan
pinjaman dari lembaga keuangan seperti bank.
B. Air Bersih
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 416 tahun 1990,
bahwa : “air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak”.
Persyaratan Kualitatif
Persyaratan kualitas menggambarkan mutu atau kualitas dari air baku air
bersih. Persyaratan ini meliputi persyaratan fisik, persyaratan kimia, persyaratan
biologis dan persyaratan radiologis. Syarat-syarat tersebut berdasarkan Permenkes
10 No.416/Menkes/PER/IX/1990dinyatakan bahwa persyaratan kualitas air bersih
adalah sebagai berikut:
a. Syarat-syarat Fisik
Secara fisik air bersih harus tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
Selain itu juga suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu udara atau
kurang lebih 25oC.
b. Syarat-syarat Kimia
Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam jumlah yang
melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara lain adalah : pH, total
solid, zat organik, CO2agresif, kesadahan, kalsium (Ca), besi (Fe),
mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), chlorida (Cl), nitrit, flourida (F),
serta logam berat.
c. Syarat-syarat bakteriologis dan mikrobiologis
Air bersih tidak boleh mengandung kuman patogen dan parasitik yang
mengganggu kesehatan. Persyaratan bakteriologis ini ditandai dengan
tidak adanya bakteri E. coli atau Fecal coli dalam air.
d. Syarat-syarat Radiologis
Persyaratan radiologis mensyaratkan bahwa air bersih tidak boleh
mengandung zat yang menghasilkan bahan-bahan yang mengandung
radioaktif, seperti sinar alfa, beta dan gamma.
Persyaratan Kuantitatif (Debit)
Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari
banyaknya air baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan daerah dan jumlah
penduduk yang akan dilayani. Persyaratan kuantitas juga dapat ditinjau dari
standar debit air bersih yang dialirkan ke konsumen sesuai dengan jumlah
kebutuhan air bersih.
C. Air Minum
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 416 tahun 1990,
bahwa : “air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.”.
Berdasarkan Permenkes no. 492/ MENKES/ PES/ IV/ 2010 Syarat Air Minum
Yang Layak Dikonsumsi adalah air yang secara:
Fisik : tidak berwarna, tidak berbau, berasa alami, dan jernih
Biologis : bebas dari bakteri E Coli dan Coliform
Kimia : pH berkisar antara 6,5 – 8,5 , mengandung mineral dibawah 500
(Total dissolved solid < 500) , bebas dari zat kimia beracun, logam berat,
pestisida, dan tidak mengandung bahan radioaktif.
Dalam merubah air bersih menjadi air minum maka dibutuhkan beberapa syarat
sebagai berikut:
Perebusan
Disinfektan (memakai zat kimia seperti kaporit)
Menggunakan sinar UV
Materi Bimbingan
B. Peraturan-peraturan Karantina
UU Karantina Laut No 1 Tahun 1962
International Health Regulation (IHR) 2005 oleh WHO
Permenkes 356 tahun 2008 (tugas pokok dan fungsi kantor kesehatan pelabuhan)
Kepmenkes 424 tahun 2007 (pedoman upaya kesehatan pelabuhan dalam rangka
karantina kesehatan)
Kepmenkes 425 tahun 2007 (pedoman penyelenggaraan karantina kesehatan di
kantor kesehatan pelabuhan)
Kepmenkes 431 tahun 2007 (pedoman teknis pengendalian risiko kesehatan
lingkungan)
D. Sejarah Karantina
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) pada awal mulanya berasal dari suatu
kegiatan yang disebut karantina, yang berasal dari bahasa latin yaitu Quadraginta yang
berarti 40. Kegiatan karantina ini dilakukan pada semua penderita penyakit menular baik
yang masuk ke suatu negara selama 40 hari.
Pada tahun 1348 lebih dari 60 juta orang penduduk dunia meninggal karena
penyakit Pes (Black Death). Pada tahun yang sama Pelabuhan Venesia sebagai salah satu
pelabuhan yang terbesar di Eropa melakukan upaya karantina dengan cara menolak
masuknya kapal yang datang dan daerah terjangkit Pes serta terhadap kapal yang
dicurigai terjangkit penyakit Pes (Plague).
Kegiatan karantina di Indonesia mulai dilakukan setelah penyakit Pes mulai
memasuki negara Indonesia pada tahun 1911 melalui Pelabuhan Tanjung Perak,
Surabaya. Kemudian mulai masuk juga melalui pelabuhan lain yaitu Pelabuhan
Semarang pada tahun 1916, dan pelabuhan Cirebon pada tahun 1923. Pada zaman
kolonial Belanda penanganan kesehatan di pelabuhan dilaksanakan oleh Haven Arts
(dokter pelabuhan). Saat itu di Indonesia hanya ada dua Haven Arts yaitu di Pulau
Rubiah di Sabang dan Pulau Onrust di Teluk Jakarta. Pada tahun 1949/1950 setelah
Indonesia merdeka membentuk 5 pelabuhan karantina, yaitu:
Pelabuhan Karantina Klas I : Tantjung Priok dan Sabang
Pelabuhan Karantina Klas II : Surabaya dan Semarang
Pelabuhan Karantina Klas III : Cilacap
Pada tahun 2004 terbit PERMENKES No. 356 tentang organisasi dan tata kerja
KKP, yaitu: KKP Kelas I (eselon II B) : 7 KKP, KKP Kelas II (eselon III A) : 21 KKP
dan KKP Kelas III (eselon III B) : 20 KKP. Pada tahun 2008 dilakukan lagi revisi
sekaligus mencabut Permenkes 265 tahun 2004 dengan Permenkes
356/Menkes/Per/IV/2008. Sejak berlakunya peraturan ini, maka di lingkungan
Departemen Kesehatan terdapat 7 (tujuh) KKP Kelas 1, 21 (dua puluh satu) KKP Kelas
II, dan 20 (dua puluh) KKP Kelas III.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 356/Menkes/Per/IV/2008 juga telah
mengalami perubahan sebagian isinya melalui Permenkes nomor
2348/Menkes/Per/XI/2011. Dalam perubahan tersebut jumlah KKP menjadi 49 dengan
rincian sebagai berikut:
KKP Kelas I sebanyak 7 (tujuh) KKP
KKP Kelas II sebanyak 21(dua puluh satu) KKP
KKP Kelas III sebanyak 20 (dua puluh) KKP
KKP Kelas IV sebanyak 1 (satu) KKP
Kepala Kantor
dr. Pingkan M. Pijoh, MPHM
2) Wilayah Kerja
Provinsi Sulawesi Utara merupakan kantor induk KKP Kelas III Bitung
yang terletak di pelabuhan Laut Bitung dan memiliki 7 wilayah kerja yaitu:
o Pelabuhan Laut Belang, luas wilayah ± 2 Ha, jarak dari kantor induk ±
150 km, berada di Kabupaten Minahasa Tenggara.
o Pelabuhan Laut Labuan Uki, luas wilayah ± 5 Ha, jarak dari kantor induk
± 250 km, berada di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
o Pelabuhan Laut Amurang, luas wilayah ± 7 Ha, jarak dari kantor induk ±
150 km, berada di Kabupaten Minahasa Selatan.
o Pelabuhan Laut Kotabunan luas wilayah ± 1,5 Ha, jarak dari kantor induk
± 300 km, berada di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur.
o Pelabuhan Laut Kema, luas wilayah ± 2 Ha, jarak dari kantor induk ± 25
km, berada di Kabupaten Minahasa Utara dengan.
o Pelabuhan Laut Molibagu, luas wilayah ± 2 Ha, jarak dari kantor induk ±
250 km, berada di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.
o Pelabuhan Laut Bintauna, luas wilayah ± 6 Ha, jarak dari kantor induk ±
350 km, berada di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
3) Tugas Seksi Pengendalian Karantina dan Surveilans Epidemiologi
Melakukan penyiapan bahan perencanaan, pemantauan, evaluasi,
penyusunan laporan, dan koordinasi pelaksanaan kekarantinaan dan surveilans
epidemiologi penyakit, penyakit potensial wabah, penyakit baru, dan penyakit
yang muncul kembali, pengawasan alat angkut dan muatannya, lalu lintas
OMKABA, jejaring kerja, kemitraan, kajian, serta pengembangan teknologi, dan
pelatihan teknis bidang kekarantinaan dan surveilans epidemiologi di wilayah
kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat Negara.
4) Tugas Subbagian Tata Usaha
Bertugas melakukan koordinasi dan penyusunan program, pengelolaan
informasi, evaluasi, laporan, urusan tata usaha, keuangan, kepegawaian,
penyelenggaraan pelatihan dan rumah tangga.
5) Tugas Seksi Pengendalian Risiko Lingkungan dan Kesehatan Lintas Wilayah
Melakukan penyiapan bahan perencanaan, pemantauan, evaluasi,
penyusunan laporan, dan koordinasi pengendalian vektor dan binatang penular
penyakit, pembinaan sanitasi lingkungan, kesehatan terbatas, kesehatan kerja,
kesehatan matra, kesehatan haji, perpindahan penduduk, penanggulangan
bencana, vaksinasi internasional, jejaring kerja, kemitraan, kajian dan
pengembangan teknologi serta pelatihan teknis bidang pengendalian risiko
lingkungan dan upaya kesehatan di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas
batas darat negara.
F. Pengawasan Kekarantinaan
Pengawasan kekarantinaan menurut UU karantina no 1 dan 2 tahun 1962 meliputi
pes (plague), kolera (cholera), demam kuning (yellow fever), cacar (smallpox), tifus
bercak wabahi (louse borne typhus), demam balik-balik (louse borne relapsing fever).
Sedangkan menurut IHR tahun 1969 dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu penyakit
karantina (plaque, yellow fever, cholera), emerging disease (AIDS, DHF, dll), dan new
emerging disease (SARS, Avian Flue, Ebola, dll). dan menurut IHR tahun 2005
pengawasan kekarantinaan berdasarkan Public Health Emergency of International
Concern (PHEIC). PHEIC ditentukan langsung oleh WHO dengan kriteria berdampak
atau berisiko tinggi bagi masyarakat, KLB atau sifat kejadian tidak diketahui, berpotensi
menyebar secara internasional dan berisiko terhadap perjalanan ataupun perdagangan.
Beberapa penyakit yang termasuk dalam PHEIC seperti ebola, meningitis, sars, flu
burung dan flu babi.
Secara Operasional Penyelenggaraan identifikasi faktor risiko penyakit karantina
dan penyakit menular potensial wabah, meliputi :
Alat angkut (kapal laut, pesawat)
Muatan, yang terdiri dari crew, penumpang, dan barang (Omka)
Lingkungan (pelabuhan dan bandara)
G. Pemeriksaan Karantina
Tim yang bekerja dalam pemeriksaan kapal ada 3, yaitu: tim kesehatan lintas
wilayah, tim sanitasi, dan tim kekarantinaan. Pemeriksaan kapal dari luar negeri berbeda
dengan pemeriksaan dari dalam negeri
Kapal luar negeri tidak diperbolehkan sandar langsung di pelabuhan. Jarak sandar
kapal adalah 2 mil dari pelabuhan. Setelah kapal berada pada jarak yang telah ditentukan
maka kapal harus menaikkan bendera karantina sebagai pertanda sesuai keadaan kapal
contohnya kapal menaikkan bendera berwana kuning apabila berada dalam kondisi sehat.
Kemudian, tim yang sudah ditugaskan akan menuju kapal menggunakan alat bantu
transportasi air untuk melakukan beberapa pemeriksaan berkas seperti dokumen
karantina, medicine list, medicine sertificate, SSCEC (Ship Sanitation Contol Exemption
Certificate) yang brerlaku selama 6 bulan dari tanggal pembuatan. Selain berkas
dilakukan juga pemeriksaan pada penumpang dan ABK; barang yang meliputi obat,
makanan, kosmetik dan alat kesehatan (omka); dan juga lingkungan. Kapal bisa berlabuh
apabila sudah mendapat sertifikat bebas berlabuh (Free Pratique) atau SIB (Surat Ijin
Berlayar).
2. PDAM Manado
Parameter pH(biru) dan Parameter DAL (hitam)
Turbidimeter
Foto bersama Bpk. Angga di bangunan pengolahan air