Anda di halaman 1dari 6

Tax Amnesty: Mengejar Setoran Dari Para Pelanggar Hukum

Pengantar Commented [e1]: Pengantar isinya diganti langsung yang apa


itu tax amnesty

Tax amnesty adalah penghapusan pajak bagi Wajib Pajak yang menyimpan dananya
di luar negeri dan tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak lewat imbalan
menyetor pajak dengan tarif yang lebih rendah. Dengan demikian, Pengampunan pajak (tax
amnesty) berarti penghapusan pajak yang diberikan kepada wajib pajak yang selama ini
belum pernah atau tidak sepenuhnya membayar pajak atas harta mereka baik berupa
penghapusan pajak terutang, sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang
perpajakan dalam jangka yang ditetapkan UU. Data dan informasi mereka juga wajib
dirahasiakan pejabat terkait. Syaratnya, wajib pajak tersebut mau membayar uang tebusan.
Nilai uang tebusan tersebut ditentukan berdasarkan nilai aset yang dilaporkan dikali dengan
tarif tebusan yang ditetapkan UU. Selain itu, jika harta yang dilaporkan tersebut berada di
luar negeri dan direpatriasi atau dibawa masuk ke Indonesia, maka harta tersebut dikenakan
tarif repatriasi yang nilainya juga ditetapkan UU.
Mengejar Setoran
Meskipun masa pemberlakukan UU Pengampunan Pajak hanya berlaku sepanjang
enam bulan pada tahun 2016, Pemerintah memperkirakan pendapatan yang dapat diraup
dari kebijakan itu dapat mencapai Rp 165 triliun. Adapun dana repatriasi yang diperkirakan
masuk ke Indonesia dapat mencapai Rp 1.000 triliun. Uang tersebut nantinya akan menjadi
sumber baru pendapatan APBN mengingat pendapatan pajak saat ini diperkirakan
realisasinya di bawah target akibat pertumbuhan ekonomiyang melambat. Pada APBN 2016,
pendapatan pajak ditargetkan sebesar Rp 1,546,7 triliun. Tahun lalu, dari target penerimaan
pajak sebesar Rp 1.469 triliun, yang tercapai hanya sebesar Rp 1.240 atau sebesar 85% dari
target. Akibatnya, defisit yang dipatok 2,1% melar menjadi 2,6% dari PDB. Pembengkakan
defisit tersebut praktis membuat pembiayaan dalam bentuk utang naik dari Rp 222 triliun
menjadi Rp 318 triliun.
Manfaat lain yang diharapkan Pemerintah dari tax amnesty adalah masuknya dana
penduduk Indonesia yang selama ini disimpan di luar negeri. Menurut McKensey, ada
sekitar USD250 miliar atau sekitar Rp 3.250 triliun kekayaan orang-orang kaya Indonesia
(High Net Worth Individuals) yang disimpan di luar negeri. Dari jumlah itu, USD200 disimpan
di Singapura baik dalam bentuk real estate, deposito dan saham. Bank Indonesia dengan

1
menggunakan data Global Financial Integrity: Illicit Financial Flows Report 2015,
memperkirakan nilai dana yang tidak jelas sumbernya yang berasal dari Indonesia yang
ditaruh di luar negeri mencapai Rp 3.147 triliun.
Masuknya sebagian dana tersebut ke dalam perekonomian nasional, menurut
Pemerintah, akan menjadi energi baru untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Nilai
rupiah akan menguat. Likuiditas perbankan akan meningkat sehingga diharapkan dapat
mendorong pertumbuhan kredit. Uang yang diinvestasikan dalam bentuk obligasi dan
saham juga akan meningkatkan sumber pembiayaan pembangunan dan kegiatan bisnis.
Selain itu, dalam jangka panjang, data basis pajak baik orang dan harta yang menjadi
objek pajak akan meningkat. Dengan demikian potensi penerimaan pajak Indonesia akan
semakin besar. Penerimaan pajak Indonesia yang diukur terhadap besar PDB (tax ratio)
pun—yang saat ini hanya sekitar 12%—akan naik mendekati negara-negara maju yang
berada pada kisaran 24% atau negara berpendapatan menengah yang berada dalam kisaran
16%-18%.
Sekadar catatan, upaya untuk meningkatkan tax ratio ini merupakan salah satu bagian dari
target Millenium Development Goals (MDGs) yang menjadi komitmen Pemerintah Indonesia
bersama sejumlah negara.
Meskipun demikian, tidak sedikit yang menyangsikan optimisme Pemerintah
tersebut. Pasalnya, orang-orang yang mendapat pengampunan pajak, meskipun dibebaskan
dari segala tuntutan yang terkait dengan pajak dan datanya dirahasiakan, mereka tidak
dijamin dari tuntutan pidana atas tindakan kriminal yang menjadi sebab kepemilikan aset
mereka. Padahal diperkirakan banyak dari dana-dana yang diparkir di luar negari tersebut
berasal dari pendapatan ilegal seperti pendapatan yang diperoleh dari hasil korupsi,
transaksi narkoba, kegiatan penangkapan ikan secara ilegal, pertambangan ilegal, dan
pembalakan hutan secara liar. Jika para penegak hukum dapat melacak sumber pendapatan
tersebut maka wajib pajak pelapor dapat diseret ke meja hijau. Bagi para pemilik dana akan
lebih aman menyimpan dana mereka di luar negeri terutama di negara-negara yang
pajaknya rendah (tax haven) seperti Singapura.
Di sisi lain, tax amnesty memberikan rasa ketidakadilan kepada para wajib pajak
yang selama ini taat dalam membayar pajak. Kebijakan ini dapat memicu wajib pajak yang
patuh untuk ikut mengemplang pajak dengan harapan bahwa suatu saat Pemerintah akan

2
memberikan pengampunan kepada mereka. Sebagaimana diketahui, Pemerintah Indonesia
telah beberapa kali melakukan pengampunan pajak yakni pada tahun 1964, 1984 dan 2007. Commented [e2]: Menghitung tax amnesty dihilangkan

Problem Kapitalisme
Di negera-negara Kapitalisme, pajak adalah pilar utama penerimaan negara terutama
Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi dan badan dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Di
Indonesia, pendapatan perpajakan terhadap APBN mencapai sekitar 82% dari total
penerimaan negara. Meskipun demikian, nilainya masih dianggap kurang oleh Pemerintah
karena rasionnya terhadap PDB (tax ratio) masih dikisaran 12%. Di sisi lain, porsi
pendapatan dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) seperti royalti pertambangan dan
pendapatan BUMN terus turun.
Oleh karena itu, Pemerintah terus memperluas basis dan objek kena pajak di
samping mengutak-atik tarif pajak untuk meningkatkan penerimaan. Tarif pajak penghasilan
orang pribadi ditetapkan secara progresif. Artinya, semakin tinggi pendapatan seseorang
maka tarif pajak yang dikenakan kepada dia semakin tinggi. Di Indonesia, tarif pajak
penghasilan pribadi mulai dari 5%-30%. Rinciannya, 5% untuk penghasilan bersih kena pajak
hingga 50 juta; 15% untuk penghasilan 50 juta-250 juta; 25% untuk penghasilan 250 juta-
500 juta; dan 30% untuk penghasilan di atas 500 juta. Jika penghasilan bersih seorang
direksi, misalnya, sebesar Rp 2 miliar dalam setahun maka sekitar Rp 600 juta harus disetor
ke negara. Di banyak negara tarif pajak penghasilan tertinggi bahkan hampir mencapai
separuh pendapatan seperti di Jerman (47,5%), Spanyol (47%), Prancis (45%), Inggris (45%),
Cina (45%) dan Amerika Serikat (40%).
Tarif pajak yang tinggi tersebut tentu saja membuat banyak orang terutama yang
kaya merasa keberatan meski pendapatannya diperoleh secara legal. Pasalnya, semakin
produktif mereka dalam menghasilkan kekayaan maka persentasi kekayaan yang ditarik
negara akan semakin besar. Oleh karena itu, banyak wajib pajak melakukan berbagai cara
untuk mengurangi kewajibannya seperti memanipulasi laporan keuangan, menyuap petugas
pajak hingga menyembunyikan kekayaan mereka di negara-negara tax haven, negara yang
memiliki tarif pajak yang rendah dan kerahasiaan informasi keuangan seseorang dijaga
secara hukum seperti Sigapura, Swiss, Hongkong, Mauritius, dan Panama. Sebagian lagi
memilih untuk berpindah kewarganegaraan seperti yang dilakukan salah satu pendiri
Facebook, Eduardo Saverin, yang melepas kewarganegaraannya di AS untuk menjadi warga

3
Singapura demi menghindari pajak yang tinggi. Terbongkarnya Panama Papers yang sempat
membuat heboh beberapa negara, menjadi bukti banyaknya orang kaya termasuk dari
Indonesia yang menyimpan harta mereka di negara-tax haven demi mengurangi
pengeluaran untuk pajak, di samping motif untuk mempermudah kegiatan bisnis, dan upaya
untuk menyembunyikan harta yang diperoleh secara ilegal.

Pandangan Islam
Praktik sistem Kapitalisme tentu berbeda dengan konsep Islam. Dalam pandangan
Islam, negara Khilafah pada dasarnya tidak diperkenankan untuk menarik pajak. Menurut
Atha Abu Rasytah, larangan tersebut berdasarkan sabda Rasulullah saw. bersabda:
Tidak akan masuk surga para penarik cukai (HR Ahmad).
Maksud cukai di sini adalah harta yang ditarik dari pedagang yang melintasi perbatasan
negara. Namun, terdapat dalil yang melarang seluruh bentuk penarikan pajak yaitu sabda
Rasulullah saw.:
Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian haram sebagaimana haramnya hari ini,
di negeri ini dan di bulan ini… (HR al-Bukhari Muslim).
Hadis ini menjadi dalil atas ketidakbolehan Pemerintah menarik pajak dalam membiayai
penyelenggaraan negara. Negara hanya mengandalkan sumber-sumber pendapatan Baitul
Mal telah ditetapkan oleh syariah seperti fai, ghanimah, anfal, kharaj, jizyah, zakat (khusus
untuk 8 asnaf), pendapatan dari harta milik umum dan harta milik negara dan sebagainya.
Jika sumber-sumber tersebut dikelola dengan baik maka akan cukup untuk membiayai
pengeluaran negara.
Hanya saja, jika sumber pendapatan tersebut ternyata tidak mencukupi dalam
membiayai pengeluaran yang bersifat wajib yang telah ditetapkan oleh syariah seperti
pembayaran gaji pegawai negara, pemberian santunan kepada fakir miskin, pembiayaan
aktivitas jihad, penanggulangan bencana, dan pembangunan infrastruktur yang dapat
menimbulkan dharar jika tidak dibangun, maka kewajiban tersebut jatuh kepada kaum
Muslim dalam bentuk pajak. Meskipun demikian, penarikan pajak tersebut hanya
dibebankan kepada mereka yang kaya, yakni mereka yang memiliki kelebihan atas
pemenuhan kebutuhan pokok dan sekundernya secara layak. Selain itu, jumlah dana yang
ditarik tidak boleh melebih kebutuhan Baitul Mal dalam membiayai pengeluaran wajib

4
tersebut di atas. Penarikan pajak juga bersifat sementara karena akan dihentikan jika
kebutuhan tersebut telah terpenuhi.
Akan halnya zakat yang dikenakan atas penghasilan seseorang muslim maka tarifnya hanya
sebesar 2,5% dari hartanya jika telah mencapai batas minimal (nishab) yakni setara nilai 85
gram emas dan telah dimiliki selama setahun. Dengan tarif zakat yang bersifat tetap (flat)
tersebut maka sebanyak apapun penghasilan seseorang maka ia hanya dikenakan tarif zakat
yang sama. Adapun ahlu dzimmah, orang kafir yang tinggal di dalam negara Khilafah Islam,
mereka sama sekali tidak dikenakan pajak atas penghasilannya. Mereka hanya membayar
jizyah sekali setahun yang nilainya ditetapkan oleh Khalifah berdasarkan pendapatan ahli
bahwa nilai tersebut tidak menyusahkan ahlu dzimmah.
Pengaturan harta dalam kekhilafahan
Memang kalau kita menilik ke dalam catatan sejarah Islam, tidak dikenal istilah kata APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dalam Islam, akan tetapi dalam Islam terdapat suatu
konsep yang mewujud dalam bentuk lembaga yang tak terpisahkan dalam Struktur Khilafah untuk
mengatur penerimaan dan pegeluaran negara yang dikenal dengan Baitul mal (Zallum, 1983). Baitul
Mal dalam pengertian ini, telah dipraktekkan dalam sejarah Islam sejak masa Rasulullah, diteruskan
oleh para khalifah sesudahnya, yaitu masa Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali Bin
Abi Thalib, dan khalifah-khalifah berikutnya, hingga kehancuran Khilafah di Turki tahun 1924.
Gagasan konsep Baitul Mal yang ideal perlu disusun dengan merujuk kepada ketentuan-ketentuan
syariah, baik dalam hal sumber-sumber pendapatan maupun dalam hal pengelolaannya.
Demikianlah, Islam memberikan solusi atas permasalahan negara dalam mengatasi masalah
pendapatan dan pengeluarannya. Seluruhnya didasarkan pada dalil-dalil syariah yang
bersumber dari Allah SWT, Zat Yang Mahaadil dan Bijaksana.
Konsep tersebut jelas berbeda dengan sistem Kapitalisme seperti di negara ini ketika
UU termasuk APBN disusun berdasarkan hawa nafsu manusia. Akibatnya, yang terjadi
adalah meluasnya praktik kezaliman Pemerintah. Di antaranya rakyat, termasuk yang
miskin, dibebani berbagai bentuk pajak dan pungutan untuk membiayai negara. Di sisi lain
kekayaan negara diserahkan pengelolaannya kepada pihak asing. Pada saat yang sama,
Pemerintah tak segan berkompromi dengan orang-orang kaya pelangar hukum dengan
memberikan pengampunan pajak kepada mereka, tak peduli jika harta mereka diperoleh
secara ilegal.
WalLâhu ‘alam bi ash-shawab. Commented [e3]: Mohon juga ditambahkan atau ditekankan
fungsi khilafah dalam pengaturan maal atau pengaturan khalifah
sebagi bagian ri’ayah su’unil ummat

5
Referensi :
1.http://seputarpengertian.blogspot.co.id/2016/06/pengertian-dan-tujuan-tax-
amnesty.html
2.http://nasional.kompas.com/read/2016/08/30/13110181/jokowi.
tegaskan.prioritas.tax.amnesty.adalah.wajib.pajak.skala.besar
3. Majalah Al Wa’ie

Anda mungkin juga menyukai