Anda di halaman 1dari 16

Tafsir Basmalah

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-


Utsaimin ‫رحهم ال‬

Dapatkan ebook Islam secara Gratis di..


http://ibnumajjah.wordpress.com/
Tafsir..
Firman Allah:

‫ل ِالرححمْمن ِالرمحيِمم‬
‫بمسمم ِا م‬
‫ح‬
“Dengan menyebut nama Allah Yang
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”

Jar majrur (bi ismi) di awal ayat


berkaitan dengan kata kerja yang
tersembunyi setelahnya sesuai dengan jenis
aktifitas yang sedang dikerjakan. Misalnya
anda membaca basmalah ketika hendak
makan, maka takdir kalimatnya adalah :
“Dengan menyebut nama Allah aku makan”.
Kita katakan (dalam kaidah bahasa
Arab) bahwa jar majrur harus memiliki
kaitan dengan kata yang tersembunyi
setelahnya, karena keduanya adalah
ma’mul. Sedang setiap ma’mul harus
memiliki ‘amil.
Ada dua fungsi mengapa kita letakkan
kata kerja yang tersembunyi itu di
belakang:
Pertama : Tabarruk (mengharap berkah)
dengan mendahulukan asma Allah Azza wa
Jalla.
Kedua : Pembatasan maksud, karena
meletakkan ‘amil dibelakang berfungsi
membatasi makna. Seolah engkau berkata :
“Aku tidak makan dengan menyebut nama
siapapun untuk mengharap berkah
dengannya dan untuk meminta pertolongan
darinya selain nama Allah Azza wa Jalla”.
Kata tersembunyi itu kita ambil dari
kata kerja ‘amal (dalam istilah nahwu) itu
pada asalnya adalah kata kerja. Ahli nahwu
tentu sudah mengetahui masalah ini. Oleh
karena itulah kata benda tidak bisa menjadi
‘ami’l kecuali apabila telah memenuhi
syarat-syarat tertentu.
Lalu mengapa kita katakan : “Kata kerja
setelahnya disesuaikan dengan jenis
pekerjaan yang sedang dikerjakan”, karena
lebih tepat kepada yang dimaksud. Oleh
sebab itu, Rasulullah ‫صصصصصلی اصصصص عليصصصصه وسصصصصلم‬
bersabda:

‫ ِبعبلىَ ِاسسهم ِاللههم‬-‫بوبمسن ِبكاِبن ِ بسل ِيبسذببسح ِفبفسليبسذببسح ِهباِسسهم ِاللههم‬-


“Barangsiapa yang belum menyembelih,
maka jika menyembelih hendaklah ia
menyembelih dengan menyebut nama
Allah“1 Atau : “Hendaklah ia menyembelih
atas nama Allah”2
Kata kerja, yakni ‘menyembelih’,
disebutkan secara khusus disitu.

1
HR. Bukhari dan Muslim
2
HR. Bukhari dan Muslim
Lafzhul Jalalah ( ‫)ا م‬.
‫ل‬
Merupakan nama bagi Allah Rabbul
Alamin, selain Allah tidak boleh diberi nama
denganNya. Nama ‘Allah’ merupakan asal,
adapun nama-nama Allah selainnya adalah
tabi’ (cabang darinya).

Ar-Rahmaan ( ‫)الرححمْمن‬
Yakni yang memiliki kasih sayang yang
maha luas. Oleh sebab itu, disebutkan
dalam wazan fa’laan, yang menunjukkan
keluasannya.

Ar-Rahiim ( ‫)الرمحيِمم‬
Yakni yang mencurahkan kasih sayang
kepada hamba-hamba yang
dikehendakiNya. Oleh sebab itu, disebutkan
dalam wazan fa’iil, yang menunjukkan telah
terlaksananya curahan kasih saying
tersebut. Di sini ada dua penunjukan kasih
sayang, yaitu kasih sayang merupakan sifat
Allah, seperti yang terkandung dalam nama
‘Ar-Rahmaan’ dan kasih sayang yang
merupakan perbuatan Allah, yakni
mencurahkan kasih sayang kepada orang-
orang yang disayangiNya, seperti yang
terkandung dalam nama ‘Ar-Rahiim’. Jadi,
Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiiim adalah dua
Asma’ Allah yang menunjukkan Dzat, sifat
kasih sayang dan pengaruhnya, yaitu
hikmah yang merupakan konsekuensi dari
sifat ini.
Kasih sayang yang Allah tetapkan bagi
diriNya bersifat hakiki berdasarkan dalil
wahyu dan akal sehat. Adapun dalil wahyu,
seperti yang telah ditetapkan dalam Al-
Qur’an dan As-Sunnah tentang penetapan
sifat Ar-Rahmah (kasih sayang) bagi Allah,
dan itu banyak sekali. Adapun dalil akal
sehat, seluruh nikmat yang kita terima dan
musibah yang terhindar dari kita merupakan
salah satu bukti curahan kasih sayang Allah
kepada kita.
Sebagian orang mengingkari sifat kasih
sayang Allah yang hakiki ini. Mereka
mengartikan kasih sayang di sini dengan
pemberian nikmat atau kehendak memberi
nikmat atau kehendak memberi nikmat.
Menurut akal mereka mustahil Allah
memiliki sifat kasih sayang. Mereka
berkata: “Alasannya, sifat kasih sayang
menunjukkan adanya kecondongan,
kelemahan, ketundukan dan kelunakan.
Dan semua itu tidak layak bagi Allah”.
Bantahan terhadap mereka dari dua
sisi:
Pertama : Kasih sayang itu tidak selalu
disertai ketundukan, rasa iba dan
kelemahan. Kita lihat raja-raja yang kuat,
mereka memiliki kasih sayang tanpa disertai
hal itu semua.
Kedua : Kalaupun hal-hal tersebut
merupakan konsekuensi sifat kasih sayang,
maka hanya berlaku pada sifat kasih sayang
yang dimiliki makhluk. Adapun sifat kasih
sayang yang dimiliki Al-Khaliq ‫سصصبحانه و تعصصالى‬
adalah yang sesuai dengan
kemahaagungan, kemahabesaran dan
kekuasanNya. Sifat yang tidak akan
berkonsekuensi negative dan cela sama
sekali.
Kemudian kita katakan kepada mereka :
Sesungguhnya akal sehat telah
menunjukkan adanya sifat kasih sayang
yang hakiki bagi Allah ‫سصصصصصبحانه و تعصصصصصالى‬.
Pemandangan yang sering kita saksikan
pada makhluk hidup, berupa kasih sayang
di antara mereka, jelas menunjukkan
adanya kasih sayang Allah. Karena kasih
sayang merupakan sifat yang sempurna.
Dan Allah lebih berhak memiliki sifat yang
sempurna. Kemudian sering juga kita
saksikan kasih sayang Allah secara khusus,
misalnya turunnya hujan, berakhirnya masa
paceklik dan lain sebagainya yang
menunjukkan kasih sayang Allah ‫سبحانه و تعالى‬.
Lucunya, orang-orang yang mengingkari
sifat kasih sayang Allah yang hakiki dengan
alasan tidak dapat diterima akal atau
mustahil menurut akal, justru menetapkan
sifat iradah (berkehendak) yang hakiki
dengan argumentasi akal yang lebih samar
daripada argumentasi akal dalam
menetapkan sifat kasih sayang bagi Allah.
Mereka berkata : “Keistimewaan yang
diberikan kepada sebagian makhluk yang
membedakannya dengan yang lain menurut
akal menunjukkan sifat iradah”. Tidak syak
lagi hal itu benar. Akan tetapi hal tersebut
lebih samar disbanding dengan tanda-tanda
adanya kasih sayang Allah. Karena hal
tersebut hanya dapat diketahui oleh orang-
orang yang pintar. Adapun tanda-tanda
kasih sayang Allah dapat diketahui oleh
semua orang, tidak terkecuali orang awam.
Jika anda bertanya kepada seorang awam
tentang hujan yang turun tadi malam :
“Berkat siapakah turunnya hujan tadi
malam ?” Ia pasti menjawab : “berkat
karunia Allah dan rahmatNya”

MASALAH
Apakah basmalah termasuk ayat dalam
surat Al-Fatihah ataukah bukan ?
Dalam masalah ini para ulama berbeda
pendapat. Ada yang berpendapat bahwa
basmalah termasuk ayat dalam surat Al-
Fatihah, harus dibaca jahr (dikeraskan
bacaannya) dalam shalat dan berpendapat
tidak sah shalat tanpa membaca basmalah,
sebab masih termasuk dalam surat Al-
Fatihah.
Sebagian ulama lain berpendapat,
basmalah tidak termasuk dalam surat Al-
Fatihah. Namun ayat yang berdiri sendiri
dalam Al-Qur’an.
Inilah pendapat yang benar. Pendapat
ini berdasarkan nash dan rangkaian ayat
dalam surat ini.
Adapun dasar di dalam nash, telah
diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Abu
Hurairah ‫ رضي ا عنه‬bahwa Rasulullah ‫صلی ا‬
‫ عليصصصصه وسصصصصلم‬bersabda : Allah ‫سصصصصبحانه و تعصصصصالى‬
berfirman:
‫يف فف ِبعسب ف فهديِ‪ِ ،‬فبف فهإبذا ِقبف ففاِبل ِالسبعسب ف فتد‬
‫ص ف فبلبة ِببفسيهنف فف ِبوببف س ب‬
‫ت ِال ل‬
‫قببس ف فسم ت‬
‫ب ِالسع ف ففاِلبهمي{َن ِقبف ففاِبل ِاللف ف فهم ِتبفعف ففاِبل ِ به‬
‫حف ف فبدهن‬ ‫ه ه‬
‫ت ب‬ ‫}اسلبسمف ف فتد ِللف ف فهم ِبر ب ب ب‬
‫بعسبهديِ‪ِ ،‬بوإهبذا ِبقاِبل ِ}اللرسحبفهن ِاللرهحيفهم{َن ِقفبفاِبل ِاللفتهم ِتبفبعفاِبل ِأبثَسفبنف‬

‫ك ِيبفسوهم ِالفبديهن{َن ِقفبفاِبل ِبملفبدهن‬


‫بعلبفلي ِبعبفهديِ‪ِ ،‬وإهبذا ِقفبفاِبل ِ}ماِلهف ه‬
‫ب‬ ‫ب‬ ‫س‬
‫ه‬ ‫ه‬
‫بعسبديِ‪ِ ،‬فبهإبذا ِبقاِبل ِ}إهلياِبك ِنبفسعبتفتد ِبوإهيلفاِبك ِنبسسفتبع ت‬
‫ي{َن ِقبفاِبل ِبهفبذا‬

‫يفف ِبعسب فهديِ ِبولهبعسب فهديِ ِبمففاِ ِبس فأببل‪ِ ،‬فبفهإبذا ِقبففاِبل ِ}اسه فهدبناِ‬
‫ببفسيهنفف ِبوببف س ب‬
‫ت ِبعلبسي ه ف فسم ِبغ سهيف ف‬ ‫ه‬ ‫ه ه‬
‫صف فبرابط ِالستمسسف فتبقيبم‪ِ .‬صف فبرابط ِا فل فذيبن ِأبنسفبعسمف ف ب‬
‫ال ب‬

‫ي{َن ِقفب ف ففاِبل ِبهف ف فبذا ِلهبعسبف ف فهديِ‬ ‫ضف ف ففو ه‬


‫ب ِبعلبسي ه ف ف فسم ِبوبل ِال ل‬
‫ضف ف ففاِلب ب‬ ‫السبمسغ ت‬
‫بولهبعسبهديِ ِبماِ ِبسأببل‬
‫‪“Aku membagi shalat (yakni surat Al-‬‬
‫)‪Fatihah‬‬ ‫‪menjadi‬‬ ‫‪dua‬‬ ‫‪bagian,‬‬ ‫‪separuh‬‬
untuk-Ku dan separuh untuk hamba-Ku.
Apabila ia membaca: “Segala puji bagi
Allah”. Maka Allah menjawab: “Hamba-Ku
telah memuji-Ku”. Apabila ia membaca:
“Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang”. Maka Allah menjawab:
“Hamba-Ku telah menyanjung-Ku”. Apabila
ia membaca: “Penguasa hari pembalasan”.
Maka Allah menjawab: “Hamba-Ku telah
mengagungkan-Ku”. Apabila ia membaca:
“Hanya Engkaulah yang kami sembah dan
hanya kepada Engkaulah kami memohon
pertolongan”. Maka Allah menjawab: “Ini
separoh untuk-Ku dan separoh untuk
hamba-Ku”. Apabila ia membaca:
“Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus.
(yaitu) Jalan orang-orang yang telah
Engkau beri ni'mat kepada mereka, bukan
(jalan) mereka yang dimurkai dan bukan
(pula jalan) mereka yang sesat”. Maka Allah
menjawab : “Ini untuk hamba-Ku, akan Aku
3
kabulkan apa yang ia minta”
Ini semacam penegasan bahwa
basmalah bukan termasuk dalam surat Al-
Fatihah. Dalam kitab Ash-Shahih
diriwayatkan dari Anas bin Malik ‫رضي ا عنه‬,
ia berkata :

‫صف فللىَ ِاللف فهمت ِبعلبسيف فههم ِبوبسف فلم ِبوأبهبف ف ِببسكف ف ر‬ ‫ف ِالنله ب‬
‫بف ف ِ ب‬ ‫صف فلسي ت‬
‫ت ِبخسلف ف ب‬ ‫ب‬
‫ب‬
‫ب ِ}اسلبسمففد ِلهلفههم ِبر ب‬
‫ب‬ ‫وعتم فر ِوعتثسمففاِبن ِفببكففاِنتوا ِيسففتبفسفتهحوبن ِ ه‬
‫بس ت‬ ‫ب بب ب ب‬
‫ي{َن ِبل ِيبفسذتكتروبن ِبهسس فهم ِاللفههم ِاللرسحبفهن ِاللرهحي فهم ِهف ف ِأبلوهل‬ ‫ه‬
‫السبعففاِلبم ب‬
ِ‫قهبراءبةر ِبوبل ِهف ِآهخهربها‬
“Aku pernah shalat di belakang Nabi ‫صلی‬
‫ا عليه وسلم‬, Abu Bakar, Umar dan Utsman ‫رضي‬
‫اصصص عنهصصصم‬. Mereka semua membuka shalat
dengan membaca: “Alhamdulillaahi Rabbil
3
HR. Muslim
‘Aalamin” dan tidak membaca:
‘Bismillaahirrahmaanirrahiim” di awal
4
bacaan maupun di akhirnya.
Maksudnya mereka tidak mengeraskan
bacaannya. Membedakan antara basmalah
dengan hamdalah dalam hal dikeraskan dan
tidaknya menunjukkan bahwa basmalah
tidak termasuk dalam surat Al-Fatihah.5 6

4
HR. Muslim
5
Disalin dari kitab Tafsir Juz ‘Amma, edisi
Indonesia Tafsir Juz ‘Amma, penulis Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin,
penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari, penerbit At-
Tibyan – Solo.
6
Sumber: almanhaj.or.id.

Anda mungkin juga menyukai