Anda di halaman 1dari 5

Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa

”Tidak ada setiap orang pun boleh dihilangkan secara paksa. Tidak ada pengecualian
apapun, apakah dalam keadaan perang atau ancaman perang,situasi politik dalam
negeri yang tidak stabil atau situasi darurat lain, yang dapat diterima sebagai alasan
pembenar terhadap tindakan penghilangan secara paksa.” (Pasal 1 Konvensi
Internasional tentang Perlindungan Terhadap Semua Orang Dari Tindakan
Penghilangan Secara Paksa)

Menurut Konvensi ini penghilangan orang secara paksa atau enforced


disappearances adalah penangkapan, penahanan, penculikan atau tindakan lain yang
merampas kebebasan yang dilakukan oleh aparat Negara atau oleh orang-orang
maupun kelompok yang melakukannya dengan mendapat kewenangan, dukungan
serta persetujuan dari Negara, yang diikuti dengan penyangkalan pengetahuan
terhadap adanya tindakan perampasan kebebasan atau upaya menyembunyikan nasib
serta keberadaan orang yang hilang sehingga menyebabkan orang-orang hilang
tersebut berada di luar perlindungan hokum (Pasal 2).

Pelaku beserta vonis yang di berikan


1 Mayor Inf Bambang Kristiono 22 bulan penjara dan dipecat
2 Kapten Inf Fausani Syahrial Multhazar 20 bulan penjara dan dipecat
3 Kapten Inf Nugroho Sulistiyo 20 bulan penjara dan dipecat
4 Kapten Inf Yulius Selvanus 20 bulan penjara dan dipecat
5 Kapten Inf Untung Budi Harto 20 bulan penjara dan dipecat
6 Kapten Inf Dadang Hendra Yuda 16 bulan penjara
7 Kapten Inf Djaka Budi Utama 16 bulan penjara
8 Kapten Inf Fauka Noor Farid 16 bulan penjara
9 Serka Sunaryo 12 bulan penjara
10 Serka Sigit Sugianto 12 bulan penjara
11 Sertu Sukadi 12 bulan penjara

korban beserta tanggal di culik


Pada periode 1997 – 1998 terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa di
Indonesia terhadap 23 orang penduduk sipil. Dari jumlah tersebut, 1 orang meninggal
(Leonardus Bagus), 9 orang kembali, sedangkan 13 orang lainnya belum kembali
hingga sekarang. 9 orang yang telah kembali yaitu, sebagai berikut :

1. Desmond Junaidi Mahesa, diculik di Lembaga Bantuan Hukum Nusantara,


Jakarta, 4 Februari 1998 .
2. Haryanto Taslam 2 Maret 1998 Saat mengendarai mobil dikejar dan diambil paksa
di depan pintu Taman Mini indonesia indah.
3. Pius Lustrilanang, diculik di panpan RSCM, 2 Februari 1998.
4. Faisol Reza, diculik di RSCM setelah konferensi pers KNPD di YLBHI,
Jakarta, 12 Maret 1998.
5. Rahardjo Walujo Djati, diculik di RSCM setelah konferensi pers KNPD di
YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998.
6. Nezar Patria, diculik di Rumah Susun Klender, 13 Maret 1998.
7. Aan Rusdianto, diculik di Rumah Susun Klender, 13 Maret 1998.
8. Mugianto, diculik di Rumah Susun Klender, 13 Maret 1998.
9. Andi Arief, diculik di Lampung, 28 Maret 1998.

Dan Ke-13 aktivis yang masih hilang dan belum kembali berasal dari berbagai
organisasi, seperti Partai Rakyat Demokratik, PDI Pro Mega, Mega Bintang, dan
mahasiswa yaitu, sebagai berikut:

1. Petrus Bima Anugrah (mahasiswa Unair dan STF Driyakara, aktivis SMID.
Hilang di Jakarta pada 30 Maret 1998).
2. Herman Hendrawan (mahasiswa Unair, hilang setelah konferensi pers KNPD di
YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998).
3. Suyat (aktivis SMID. Dia hilang di Solo pada 12 Februari 1998).
4. Wiji Thukul (penyair, aktivis JAKER. Dia hilang diJakarta pada 10 Januari
1998).
5. Yani Afri (sopir, pendukung PDI Megawati, ikut koalisi Mega Bintang dalam
Pemilu 1997, sempat ditahan di Makodim Jakarta Utara. Dia hilang di Jakarta
pada 26 april 1997)
6. Sonny (sopir, teman Yani Afri, pendukung PDI Megawati. Hilang diJakarta
pada 26 April 1997)
7. Sonny (sopir, teman Yani Afri, pendukung PDI Megawati. Hilang diJakarta
pada 26 April 1997)
8. Noval Al Katiri (pengusaha, teman Deddy Hamdun, aktivis PPP. Dia hilang di
Jakarta pada 29 Mei 1997)
9. Ismail (sopir Deddy Hamdun. Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997)
10. Ucok Mundandar Siahaan (mahasiswa Perbanas, diculik saat kerusuhan 14
Mei 1998 di Jakarta)
11. Hendra Hambali (siswa SMU, raib saat kerusuhan di Glodok, Jakarta, 15
Mei 1998)
12. Yadin Muhidin (alumnus Sekolah Pelayaran, sempat ditahan Polres Jakarta
Utara. Dia hilang di Jakarta pada 14 Mei 1998)
13. Abdun Nasser (kontraktor, hilang saat kerusuhan 14 Mei 1998, Jakarta)

Mugiyanto, Nezar Patria, Aan Rusdianto (korban yang dilepaskan) tinggal satu
rumah di rusun Klender bersama Bimo Petrus (korban yang masih hilang). Faisol
Reza, Rahardjo Walujo Djati (korban yang dilepaskan), dan Herman Hendrawan
(korban yang masih hilang) diculik setelah ketiganya menghadiri konferensi pers
KNPD di YLBHI pada 12 Maret 1998.

Proses penculikan
Peristiwa penculikan ini dipastikan berlangsung dalam tiga tahap:
1. Menjelang pemilu Mei 1997
2. Dalam waktu dua bulan menjelang sidang MPR bulan Maret
3. Sembilan di antara mereka yang diculik selama periode kedua dilepas dari
kurungan dan muncul kembali.

Penyelidikan Komnas HAM


Kasus ini diselidiki juga oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Tim penyelidik Komnas HAM untuk kasus penghilangan orang secara paksa ini mulai
bekerja sejak 1 Oktober 2005 hingga 30 Oktober 2006. 7 tahun setelah peristiwa terjadi!
Hasil penyelidikan Komnas HAM merekomendasikan : Pertama, meminta Jaksa Agung
menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM dengan melakukan penyidikan baik
terhadap peristiwa yang terjadi sebelum berlakunya UU No. 26 Tahun 2000 (Tentang
Pengadilan HAM) maupun peristiwa yang sampai dengan sekarang masih berlangsung
(korban yang sampai sekarang belum kembali), kedua, menyampaikan hasil
penyelidikan kepada DPR RI dan Presiden untuk mempercepat proses pembentukan
pengadilan HAM ad hoc, ketiga mengupayakan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi
bagi para korban dan keluarga korban.
Tahun 2006, Komnas HAM menyerahkan hasil penyelidikan kepada Jaksa Agung untuk
ditindaklanjuti ke proses penyidikan sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2000 (Pasal 21
ayat 1). Jaksa Agung tak bergerak, diam. Sampai dengan saat ini tidak juga melakukan
penyidikan, dengan alasan belum terbentuknya pengadilan HAM ad hoc dan telah
digelarnya pengadilan militer untuk kasus ini (Nebis in idem).
Rekomendasi pansus DPR

Pada 28 september 2009, panitia khusus penghilangan orang secara paksa


(pansus orang hilang) DPR mengeluarkan rekomendasi yang sampai detik ini
belum di tindaklanjuti oleh pemerintah.
1. merekomendasikan kepada presiden untuk membentuk pengadilan HAM Ad
Hoc;
2. merekomendasikan kepada presiden serta segenap institusi pemerintah dan
memberikan kompensasi terhadap keluarga korban yang hilang;
3. merekomendasikan kepada pemerintah untuk merehabilitasi dan memberikan
konpensasi terhadap keluarga korban yang hilang;
4. merekomendasikan kepada pemerintah agar segera meratifikasi konvensi anti
menghentikan praktik penghilangan paksa di indonesia.

KESIMPULAN KOMNAS HAM

Kasus ini di selidiki oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berdasar UU No
26/2000 tentang pengadilan HAM dan hasilnya telah diserahkan ke jaksa agung
pada 2006. Tim penyelidik Komnas HAM untuk kasus penghilangan orang secara
paksa ini bekerja sejak 1 Oktober 2005 hingga 30 Oktober 2006.
Adapun jumlah korban atas penghilangan orang tersebut adalah 1 orang
terbunuh, 11 orang di siksa, 12 orang dianiaya, 23 orang dihilangkan secara
paksa, dan 19 orang dirampas kemerdekaan fisiknya secara sewenang – wenang.
Abdul Hakim Garuda Nusantara ( Ketua Komnas HAM pada 2006 ) meminta
agar hasil penyelidikan yang didapat dapat dilanjut oleh kejaksaan agung untuk
membentuk tim penyidik, karena telah didapat bukti permulaan yang cukup untuk
menyimpulkan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan. Sementara itu,
asisten tim ad hoc penyidik peristiwa penghilangan orang secara paksa pada
1997-1998, Lamria, menyatakan ada beberapa orang dari 13 aktivis yang masih
dinyatakan hilang tersebut diketahui pernah berada di Pos Komando Taktis
(poskotis) Kopassus yang terletak di cijantung, jakarta.
Komnas HAM menyimpulkan ada bukti permulaan pelanggaran HAM berat
dalam kasus penghilangan orang secara paksa selama 1997-1998. Kesimpulan ini
di dasarkan penyelidikan dan kesaksian 58 korban dan warga masyarakat, 18
anggota dan purnawirawan polri, serta seorang purnawirawan TNI.
Pada 22 desember 2006 Komnas HAM meminta DPR agar mendesak presiden
mengerahkan dan memobilisasi semua aparat penegak hukum untuk
menuntaskan persoalan. Ketua DPR Agung Laksono pada 7 Februari 2007 juga
meminta presiden Yudhoyono memerintahkan jaksa Agung Abdul Rahman Saleh
melakukan penyelidikan berdasarkan temuan Komnas HAM untuk menuntaskan
kasus penculikan 13 aktivis.

Anda mungkin juga menyukai