PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 420 per
100.000 kelahiran hidup, rasio tersebut sangat tinggi bila dibandingkan
dengan negara-negara ASEAN lainnya (Mauldin, 1994).
1
5. Mahasiswa diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan
dalam pendarahan antepartum
1.3. Tujuan
b. Tujuan Umum
Setelah pembuatan makalah mahasiswa mampu mengetahui dan
memberikan asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan perdarahan
antepartum, sehingga dapat memperluas, memperbanyak pengetahuan dan
keterampilan dalam pemberian tidakan yang tepat.
c. Tujuan Khusus
Dengan disusunnya makalah ini mahasiswa diharapkan :
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
3
perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada
kelainan plasenta, sedangkan kelainan serviks tidak seberapa berbahaya.
4
atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta
terletak dibagian atas uterus.
5
beberapa mm atau cm dari tepi jalan lahir. Risiko perdarahan
tetap ada, namun bisa dibilang kecil, dan bisa dilahirkan per-
vaginam dengan aman, asal hat-hati.
2. Solusio Plasenta
6
3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta
yang terlepas.
b) Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk
perdarahan:
1. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar.
2. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam
kantong amnion.
3. Perdarahan tersembunyi / perdarahan ke dalam adalah darah
tidak keluar, tetapi berkumpul di belakang plasenta
membentuk hematom retroplasenta dan kadang-kadang
darah masuk ke dalam ruang amnion.
- Hanya merupakan 20% dari solutio - Merupakan 80% dari solutio plasenta
plasenta
2.3 Etiologi
7
5) Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau
pemakai kokain. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida
akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi
terutama pada perokok berat.
8
3) Faktor predisposisi terjadinya solusio plasenta adalah:
1. Umur ibu yang sudah tua.
2. Multiparitas.
3. Penyakit hipertensi menahun.
4. Pre-eklampisa.
5. Trauma.
6. Tali pusat yang pendek.
7. Tekanan pada vena kava inferior.
8. Difisiensi asam folik.
9. Faktor kebiasaan merokok.
10. Riwayat solusio plasenta sebelumnya.
11. Pengaruh lain seperti anemia.
12. Bersamaan dengan preeklamsia dan eklamsia
9
2.3 Patofisiologi
10
2.5 Manifestasi klinis
gejala.
11
5. Adanya jaringan parut pada rahim oleh operasi sebelumnya.
Dilaporkan, tanpa jaringan parut berisiko 0,26%. Setelah bedah sesar,
bertambah berturut-turut menjadi 0,65% setelah 1 kali, 1,8% setelah 2
kali, 3% setelah 3 kali dan 10% setelah 4 kali atau lebih.
6. Adanya endometriosis (adanya jaringan rahim pada tempat yang
bukan seharusnya, misalnya di indung telur) setelah kehamilan
sebelumnya.
7. Riwayat plasenta previa sebelumnya, berisiko 12 kali lebih besar.
8. Adanya trauma selama kehamilan.
9. Kebiasaan tidak sehat seperti merokok dan minum alkohol.
1. Plasenta Previa
12
Turunnya bagian terbawah janin kedalam pintu atas panggul akan
terhalang karena adanya plasenta dibagian bawah uterus. Apabila janin
dalam plasentasi kepala, kepalanya akan didapatkan belum masuk
kedalam pintu atas panggul yang mungkin karena plasenta previa
sentralis. Mengelok kesamping karena plasenta previa persialis menonjol
keatas simfisis karena plasenta previa posterior, atau bagian bawah janin
sukar ditentukan karena plasenta previa anterior. Nasip janin tergantung
pada banyak tidaknya perdarahan, tuanya kehamilan, perdarahan
mungkin masih dapat ditangulangi dengan transfusi darah namun bayi
harus dilahirkan prematur. Apabila bayi dapat dilahirkan plasenta tidak
selalu mudah untuk dilahirkan karena sering terlekat erat pada dinding
uterus, apabila plasenta telah lahir perdarahan postpartum sering sekali
terjadi karena kurangmampunya serabutotot segmen bawah uterus
berkontraksi menghentikan pendarahan dari bekas insertio plasenta atau
perlukaan serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh dan mengandung
banyak pembuluh darah besar yang dapat terjadi apabila berlangsung
persalinan pervaginam.
13
masih mudah teraba. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi
terus-menerus apakah akan menjadi lebih tegang lagi karena
perdarahan yang berlangsung terus. Salah satu tanda yang
menimbulkan kecurigaan akan kemungkinan solusio plasenta
ringan ialah perdarahan per vaginam yang berwarna kehitam-
hitaman, yang berbeda dengan perdarahan pada plasenta previa
yang berwarna merah segar. Apabila dicurigai keadaan
demikian, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.
2. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari seper
empatnya, tetapi belum sampai dua pertiga luas permukaannya,
tanda dan gejalanya dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio
plasenta ringan, tau mendadak dengan gejala sakit perut terus-
menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan
per vaginam. Walaupun perdarahan per vaginam tampak sedikit,
seluruh perdarahannya mungkin telah mencapai 100 ml. Ibu
mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya
kalau masih hidup dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba
tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian
janin sukar diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantungnya
sukar didengar dengan stetoskop biasa, harus cdengan stetoskop
ultrasonik. Tanda-tanda persalinan biasanya telah ada, dan
persalinan itu akan selesai dalam waktu 2 jam. Kelelainan
pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,
walaupun kebanyakan terjadi pada solusio plasenta berat.
14
perdarahan per vaginam mungkin belum sempat terjadi. Besar
kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan
kelainan ginjal.
2.8 Penatalaksanaan
1. Pada Plasenta Previa
a. Terapi Ekopektif
Tujuan terapi ekopektif ialah supaya janin tidak terlahir
premature, penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan
dalam melalui kanalis servikalis. Upaya diagnosis dilakukan
secara non-infansif pemantauan klinis dipantau secara ketat dan
baik.
- Syarat-syarat terapi ekopektif:
a. Kehamilan preterm dan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti.
b. Belum ada tanda-tanda inpartu.
c. Keadaan umum ibu cukp baik.
d. Janin masih hidup.
e. Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotic profilaksis.
f. Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui inplantasi
plasenta, usia kehamilan, profil biofisik, letak dan
presentasi janin.
g. Berikan tokolitik jika ada kontaraksi.
h. MgSO4 4 grm iv dosis awal dilanjutkan 4grm setiap 6
jam.
i. Betametason 24 mg iv dosis tunggal untuk pematangan
paru janin.
j. Uji pematangan paru janin dengan tes kocok(bubble tes)
dan hasil amniosentesis.
k. Bila setelah usia kehamilan diatas 24 minggu, plasenta
masuh berada disekitar ostium uteri internum, maka
dugaan plasenta previa menjadi jelas, sehingga perlu
15
dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi
kemungkinan keadaan gawat janin.
b. Terapi aktif
a. Wanita hamil diatas 2 minggu dengan perdarahan pervaginam
yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksanakan secara
aktif tanpa memandang maturnitas janin.
b. Untuk diagnosis plasenta previa dan menetukan cara
menyelesaikan persalinan, setelah semua persyaratan
terpenuhi, lakukan PDMO jika Infuse atau tranfusi telah
terpasang, kamar dan tim operasi telah siap.
c. Kehamilan ≥ 37 minggu (BB 2500 grm) dan inpartu.
d. Janin telah meniggal atau terdapat anomaly kongenital mayor
(misal: anensefali).
e. Perdarahan dengan bagian bawah janin telah jauh melewati
pintu atas panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar).
f. Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera
berkontraksi dan menghentikan perdarahan.
g. Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks
uteri, jika janin dilahirkan pervaginam.
h. Lakukan perawatan lanjut paska bedah termaksud pemantauan
perdarahan, infeksi dan keseimbangan cairan masuk, keluar.
16
persalinan spontan atau belum, dan tanda-tanda gawat janin.
Penanganan terhadap solusio plasenta bisa bervariasi sesuai berat
ringannya penyakit, usia ibu, serta keadaan ibu dan janinnya. Jika
janin masih hidup dan cukup bulan serta belum ada tanda-tanda
persalinan pervaginam maka dilakukan bedah caesar. Pada
perdarahan yang cukup banyak segera lakukan resusitasi dengan
pemberian transfusi darah dan kristaloid yang cukup diikuti
persalinan yang cepat untuk mengendalikan perdarahan dan
menyelamatkan ibu dan janin. Bedah caesar dilakukan pada kasus
yang berat atau telah terjadi gawat janin.
3) Jika janin telah mati dalam rahim maka lebih sering dipilih
persalinan pervaginam kecuali jika ada perdarahan berat yang
tidak teratasi dengan transfusi darah atau ada indikasi obstetrik
untuk melakukan persalinan perabdominal. Pada persalinan
pervaginam diperlukan upaya stimulasi miometrium secara
farmakologikatau masase agar kontraksi miometrium baik. Hal ini
untuk mencegah terjadinya perdarahan sekalipun masih terjadi
gangguan pembekuan darah.
2.9 Komplikasi
17
g. Perdarahan post partum
h. Infeksi karena perdarahan yang banyak
i. Bayi prematuris atau kelahiran mati.
a. Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio
plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan
persalinan segera. Bila persalinan telah diselesaikan, penderita belum
bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak
kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III, dan kelainan
pada pembekuan darah.
Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh
ekstravaasi darah diantara otot-otot mionetrium, seperti yang terjadi
pada uterus Couvelaire. Apabila perdarahan post partum itu tidak
dapat diatasi dengan kompresi bimanual uterus, pemberian
uterotonika, maupun pengobatan kelainan pembekuan darah, maka
tindakan terakhir mengatasi perdarahan post partum itu ialah
histerektomia atau pengikatan arteri hipogastrika.
b. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan
hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi
nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat
ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan
terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan
proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks
ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui
18
dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin
dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal
meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan
infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan
persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
c. Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya
disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Kadar fibrinogen plasma
normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar
antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari
100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.
d. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam
otot-otot rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga
dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan
kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau
ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini
harus diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya dalam
membantu menghentikan perdarahan.
e. Penyulit pada janin
Perdarahan yang tertimbun dibelakang plasenta mengganggu
sirkulasi dan nutrisi ke arah janin sehingga dapat menimbulkan
asfiksia ringan sampai berat dan kematian di dalam rahim. Kematian
janin tergantung dari seberapa bagian plasenta telah lepas dari
implantasinya di fundus uteri.
4) Terapi pada solusio plasenta antara lain :
19
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan
bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus
tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat,
kemudian tunggu persalinan spontan .Bila ada perburukan
(perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas,
pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah
luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup,
lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul
infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.
20
4. Adanya anemia dan renjatan Adanya anemia dan renjatan yang
yang sesuai dengan keluarnya tidak sesuai dengan keluarnya darah
darah
5. Timbulnya perlahan-lahan Timbulnya tiba-tiba
6. Waktu terjadinya saat hamil Waktu terjadinya saat hamil inpartu
7. His biasanya tidak ada His ada
8. Rasa tidak tegang (biasa) saat Rasa tegang saat palpasi
palpasi
9. Denyut jantung janin ada Denyut jantung janin biasanya tidak
ada
10. Teraba jaringan plasenta pada Teraba ketuban yang tegang pada
periksa dalam vagina periksa dalam vagina
11. Penurunan kepala tidak masuk Penurunan kepala dapat masuk pintu
pintu atas panggul atas panggul
12. Presentasi mungkin abnormal. Tidak berhubungan dengan
presentasi
21
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
A. Data Subjektif
a. Identitas pasien
Mencakup nama, umur, tanggal lahir, alamat, pendidikan, lamanya
menikah dll.
c. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya keluar darah segar dari jalan lahir sebelum dibawa
kebidan atau kerumah sakit dan tidak ada mules atau dengan
mules.
2. Riwayat penyakit sekarang
Adanya pendarahan, nyeri dan bisa tidak nyeri, ibu dalam
keadaan lemas.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pernahkah ibu melakukan abortus sebelumnya dan pernahkah
mengalami pendarahan pada semester 1 dan 2. Dan apakah ibu
memiliki riwayat penyakit jantung, asma DM.
4. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang mempunyai penyakit menahun,
seperi : DM, Hipertensi dll. Dan penyakit menular seperti :
Hepatitis dan HIV.
5. Riwayat Haid terdiri dari :
Menarche, Siklus haid, lamanya haid, warna dan bau, keluhan
saat menstruasi, dan hari pertama haid terakhir (HPHT).
6. Riwayat Pendidikan :
Menikah, lamanya menikah, umur pada saat menikah istri dan
suami.
22
7. Riwayat persalinan
Cara persalinan, nifas kehamilan sebelumnya, jumlah dan jenis
kelaminan anak hidup, berat badan lahir, cara pemberian
asupan bagi bayi yang dilahirkan, informasindan saat
persalinan atau keguguran terakhir.
d. Pengkajian Pola
1) Pola Nutrisi Metabolik
Kaji pola makan pasien berapa kali pasien makan dalam sehari
berapa porsinya, jenis makanan dan minuman apa yang biasa di
konsumsi.
2) Pola Eliminasi
Kali pola eliminasi baik BAK maupun BAB meliputi warna,
ketajaman bau konsistensi, jumlah serta
3) Pola Istirahat Tidur
Kaji berapa lama pasien tidur, kualitas tidur, kebiasaan tidur
siang, dan ataupun sering mengalami gangguan istirahat tidur,
apakah pasien menggunakan obat tidur atau sejenis.
4) Pola Persepsi Terhadap Kesehatan
Apakah pasien dapat menjaga kebersihan walaupun sedang
sakit.
5) Pola Aktivitas-Latihan
Pasien yang sakit aktivitasnya menjadi berkurang karena
adanya lemas dan perlu di tanyakan pada pasien tentang
kemampuan dalam menata apabila tingkat kemampuannya :
0 = Mandiri.
1 = Menggunakan alat bantu.
2 = Di bantu dengan orang lain.
3 = Di bantu orang dan peralatan.
4 = Ketergantungan, tidak mampu.
23
6) Pola Kognitif dan Perseptual
Apakah daya panca indra pasien mengalamin gangguan atau
tidak.
P : Penyebab Yang memperberat dan memperingat, misal :
memperberrat aktivitas, memperingat ; distraksi dan
relaksasi.
Q : sejauh mana pasien merasakan sekarang.
R : Lokasi atau tempat.
S : Seberapa peran yang dirasakan.
T : kapan gejala dirasakan.
7) Pola Persepsi Diri atau Konsep Diri
Adakah perubahan seputar peran ketika sebelum sakit dan saat
mengalami sakit.
8) Pola Seksualitas-Reproduksi
Seberapa besar pengaruh sakit pasien terhadap pola ini sedikit
banyak pasti mengalami perubahan.
9) Pola Koping
Pasien yang sedang sakit mengalaim stress, seberapa stress
yang dialami dan bagaimana cara pasien mengatasinya.
10) Pola Nilai kepercyaan
Bagaimana kegiatan keagamaan sebelum mengalami sakit dan
pada saat sakit.
11) Pola hubungan dan Peran
Interaksi dengan keluarga atau oarang lain.
B. Data Objektif
1. Kondisi Umum
Pertama kali yang harus diperhatikan yaitu, keadaan umum,
seperti : TTV, pendarahan, urin.
2. Pemeriksaan fisik umum meliputi :
- Kepala : Rambut, warna, penyebaran, kebersihan
kulit kepala, adanya ketombe atau tidak.
24
- Mata : Kesimetrisan, konjungtiva, pupil dan
sklera.
- Mulut : Kebersihan, kesadaran membran mukosa.
- Hidung : Kesimetrisan, kebersihan.
- Leher : Pembesaran kelenjarlimfe, pembesaran
kelenjar tyroid.
- Telinga : kesimetrisan, kebersihan pinna, heliks, dan
Lobulla.
- Dada
Inspeksi : Bentuk dada.
Palpasi : Taktus fremitus (N : vokal fremitus ka/ki
sama).
Perkusi : Mengetahui apakah dada konsolidasi cairan
dalam paru (sonor).
Auskultasi : bunyi nafas untuk mengkaji udara, adanya
sumbatan udara (N : suara vesikuler).
- Jantung
Inspeksi : mengetahui adanya ketidak normalan
denyutan.
Palpasi : (N : PMI teraba, ictus cordis tidak terlihat).
Perkusi : mengetahui ukuran dan bentuk jantung
secara kasar (N : pekak).
Auskultasi : Mendengarkan bunyi jantung (N : S1, S2
bunyi tunggal).
- Abdomen
Inspeksi : Bentuk perut
Auskultasi : Mendengarkan bising usus, frekuensinya
(N : 30x/menit).
Perkusi : Adanya cairan gas atau massa dalam perut.
Palpitasi : mengetahui bentuk.
- Genetalia
Genetalia inguinal genetalia / kotor atau tidak simetris
25
Genetalia perempuan : vulva, cairan vagina.
- Kulit dan kuku
Kebersihan kulit
Akral
Warna
Tekstur
Capilary Refil time : (N : < 2 detik kembali).
- Khusus
Tinggi fundus uteri.
Posisi dan persentasi janin.
Panggul dan janin lahir.
Denyut jantung janin
3. Pemeriksaan penunjang :
a. Analisa urin rutin.
b. Analisa tinja rutin.
c. Hb, MCV.
d. Golongan darah.
e. Hitung jenis sel darah.
f. Kadar gula darah.
g. Antigen hepatitis B virus.
h. Antibodi Rubela.
i. HIV/VDRL
j. Ultrasonografi- Rutin pada kehamilan 18-22 minggu untuk
identifikasi kelainan janin.
26
3.3 RENCANA KEPERAWATAN
27
dengan aktivitas keperawatan 1x24
ibu dibatasi jam diharapkan 2. Observasi TTV (N, 2. Deteksi dini adanya
pasien dapat S, RR). perubahan skala
melakukan nyeri.
aktivitas fisik 3. jelaskan pada pasien 3. Keluarga dapat
yang sakit atau atau keluarga mengetahui kondisi
lemah. tentang kondisi pasien saat ini.
Kriteria hasil : pasien saat ini.
1. Ekstermitas 4. Ubah posisi pasien 4. Menurunkan resiko
tidak tampak tiap 2 jam. terjadinya iskemia
lemah. jaringan akibat
2. Ekstermitas sirkulasi darah yang
yang lemah jelek pada daerah
dapat yang terkena.
digerakkan 5. Ajarkan pasien untuk 5. Gerak aktif
secara mandiri. melakukan latihaan memberikan , dan
3. Ekstermitas gerak aktif pada memperbaiki masa,
yang lemah ekstermitas yang tonus dan kekuatan
dapat menahan sakit. otot serta
posisi tubuh memperbaiki fungsi
saat miring jantung dan
kanan atau kiri. pernapasan.
6.Observasi 6. Mengetahui sejauh
kemampuan mana kemampuan
mobilitas pasien. gerak pasien setelah
dilakukan latihan dan
untuk menentukan
intervenssi
selanjutnya.
28
pemberian terapi spastisitas pada
antibiotik. ekstermitas yang
terganggu.
29
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
30
Daftar Pustaka
31