Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG BANK DAN NASABAH BANK

A. Asas, Fungsi, dan Tujuan Perbankan

1. Asas Perbankan

Kepercayaan masyarakat terhadap bank merupakan kunci utama dari

eksistensi suatu bank. Kepercayaan masyarakat dapat diraih dengan sistem

perbankan yang sehat, dengan demikian kegiatan perbankan penting untuk

dilandasi dengan asas-asas, Sebelum membahas tentang asas-asas dalam

perbankan, maka perlu diuraikan kembali mengenai definisi asas di dalam hukum

kembali.

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, asas di artikan sebagai:

1. Dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan berfikir atau berpendapat)

2. Dasar cita-cita (perkumpulan atau organisasi)

3. Hukum dasar 16

Dari ketiga pengertian tersebut dapat kita lihat pengertian yang esensial dari

asas itu adalah merupakan dasar, pokok tempat menemukan kebenaran dan

sebagai tumpuan berfikir, tentang apa yang dimaksud dengan asas hukum banyak

16
Suharso, Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Widya Karya,
2005, hal. 70
14
15

pengertian yang dikemukakan oleh para ahli hukum, yang antara lain adalah

sebagai berikut :

Menurut P. Scholten, asas hukum adalah kecenderungan yang diisyaratkan

oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum yang merupakan sifat-sifat umum

dengan segala keterbatasannya. 17

Satjipto Rahardjo menyatakan, bahwa barangkali tidak berlebihan apabila

dikatakan asas hukum merupakan “jantungnya” peraturan hukum. Karena ia

merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini

berarti, bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan

kepada asas-asas hukum tersebut.

Lebih lanjut beliau menyatakan, bahwa asas hukum bukan peraturan hukum,

namun tidak ada hukum yang bisa dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum

yang ada didalamnya. Oleh karena itu, untuk memahami hukum suatu bangsa

dengan sebaik-baiknya tidak bisa hanya melihat pada peraturan-peraturan

hukumnya saja, melainkan harus menggalinya sampai kepada asas-asas

hukumnya. Asas hukum inilah yang memberi makna etis kepada peraturan-

peraturan hukum serta tata hukum. 18 Atas beberapa pengertian dari para ahli

tersebut, maka asas adalah dasar-dasar filosofi tertentu yang berfungsi sebagai

suatu rujukan dan landasan berfikir atas diwujudkannya norma hukum.

Begitupula dalam melaksanakan kemitraan antara bank dan nasabahnya,

untuk terciptanya sistem perbankan yang sehat, kegiatan perbankan perlu

dilandasai dengan beberapa asas hukum (khusus) tertentu, yaitu:

17
P. Scholten dalam Chainur Arrasjid, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Jakarta, Sinar Grafika,
2000, hal. 37
18
Satjipto Rahardjo dalam Rachmadi Usman, Op.Cit., hal. 13
16

a. Asas Demokrasi Ekonomi

Asas demokrasi ekonomi ditegaskan dalam Pasal 2 Undang-Undang

Perbankan. Pasal tersebut menyatakan, bahwa perbankan Indonesia dalam

melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan

prinsip kehati-hatian. Ini berarti, usaha perbankan diarahkan untuk prinsip-prinsip

yang terkandung dalam demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 19

Tujuan dari Demokrasi Ekonomi adalah jaminan atas menghindarkan

adanya bentuk praktik dari sistem ekonomi liberal yang dapat menjadi media

pertumbuhan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain sesuai dengan

pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

keseimbangan antara pemerintah dan aparatur negara dengan warga negaranya

sehingga tidak muncul kekuatan dominan diantara keduanya, dan juga wujud

untuk menghindari dominasi kekuatan ekonomi pada satu kelompok baik dalam

hal monopoli maupun monopsoni yang bisa merugikan masyarakat.

b. Asas Kepercayaan (Fiduciary Principle)

Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank

dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dan nasabahnya. Bank terutama

bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan padanya atas dasar

kepercayaan, sehingga setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetap

memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat kepadanya. Kemauan

masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank semata-mata dilandasi oleh

kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperolehnya kembali pada waktu yang

19
Ibid., hal. 14
17

diinginkan atau sesuai dengan yang diperjanjikan dan disertai dengan imbalan.

Apabila kepercayaan nasabah penyimpan terhadap suatu bank telah berkurang,

tidak tertutup kemungkinan akan terjadi rush (penarikan tunai secara massal

karena menurunnya kepercayaan nasabah) tehadap dana yang disimpannya.

Berbagai persoalan dapat menyebabkan ketidak percayaan nasabah terhadap suatu

bank. 20

Sutan Remy Sjahdeini menyatakan bahwa hubungan antar bank dan nasabah
penyimpan dana adalah hubungan pinjam meminjam uang antara debitur (bank)
dengan kreditur (nasabah penyimpan dana) yang dilandasi oleh asas kepercayaan.
Dengan kata lain, bahwa menurut Undang-Undang Perbankan hubungan antra
bank dan nasabah penyimpan dana bukan sekedar hubungan kontraktual biasa
antara debitur dan kreditur yang diliputi oleh asas-asas umum dari hukum
perjanjian, tapi juga hubungan kepercayaan yang diliputi asas kepercayaan. Secara
eksplisit Undang-Undang mengakui bahwa hubungan antara bank dan nasabah
penyimpan dana hubungan kepercayaan, yang membawa konsekwensi bank tidak
boleh hanya memperhatikan kepentingan nasabah penyimpan dana. 21

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat ditarik suatu pernyataan

bahwa dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan, baik dalam

penghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan bersedia

menyimpan dananya di bank apabila dilandasi kepercayaan, demikian pula

sebaliknya, pihak bank bersedia memberikan kredit kepada debitor apabila pihak

bank percaya bahwa nasabahnya itu sanggup membayar kembali dana yang telah

diterima olehnya. Atas dasar hal-hal tersebut maka membangun kepercayaan

penting adanya karena dalam keadaan ini semua pihak tidak ingin merasa

dirugikan baik bagi pihak penyimpanan dana, maupun pihak penyalur dana.

20
Ibid., hal. 16
21
Sutan Remy Sjahdeini dalam Rachmadi Usman, Op.Cit., hal. 16
18

c. Asas Kerahasiaan (Confidential Principle)

Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank

merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain

dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan.

Kerahasiaan ini adalah untuk kepentingan bank sendiri karena bank memerlukan

kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Masyarakat hanya

akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila

bank menjamin bahwa tidak akan ada penyalahgunaan pengetahuan bank tentang

simpanannya. Dengan demikian, bank harus memegang teguh rahasia bank. 22

Undang-Undang Perbankan Tahun 1992 merahasiakan keadaan keuangan

nasabah penyimpan dan nasabah debitor. Kedua nasabah bank ini dilindungi oleh

rahasia bank. Sedangkan Undang-Undang Perbankan yang diubah membatasi

rahasia bank hanya tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan dana saja.

Pasal 40 Undang-Undang Perbankan yang diubah menyatakan bahwa bank wajib

merahasiakan informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.

Ketentuan rahasia bank ini dapat dikecuailikan dalam hal tertentu, yakni untuk

kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang bank, peradilan pidana, perkara

perdata antara bank dan nasabahnya, tukar menukar informasi antara bank atas

permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan dana. Dengan

demikian, berdasarkan Undang-Undang Perbankan yang diubah, tidak seluruh

aspek yang ditatausahakan bank merupakan hal-hal yang dirahasiakan. Walaupun

demikian, rahasia bank merupakan salah satu unsur yang harus dimiliki oleh

22
Ibid., hal. 17
19

setiap bank dalam fungsinya sebagai lembaga kepercayaan masyarakat pengelola

dana masyarakat. 23

Konsep dari kerahasiaan ini adalah adanya tujuan untuk melindungi

kepentingan bank maupun kepentingan nasabahnya. Namun kepentingan-

kepentingan itu harus dikesampingkan dan mengharuskan untuk mengutamakan

kepentingan negara, bangsa dan masyarakat secara luas.

Perlu diperhatikan secara cermat dalam melaksanakan asas kerahasiaan ini,

pelonggaraan kerahasiaan diperlukan dalam pemeriksaan pajak nasabah yang

bersangkutan, upaya penindakan perbuatan korupsi, pemberantasan perbuatan

pencucian uang. Di sisi lain kerahasiaan yang terlalu longgar bisa menyebabkan

tidak stabilnya kondisi moneter, sebagai contoh ialah menjaga rahasia keuangan

bank yang kurang sehat, agar bank tidak semakin terpuruk maka tidak bisa

dibeberkan begitu saja kondisinya, hal ini menhindarkan terjadinya rush

(kepanikan) yang bisa menyebabkan bank mati. Dalam kaitannya itu, Asas

kerahasiaan tidak dapat dengan mudah dikesampingkan dengan alasan

kepentingan umum menghendaki demikian.

d. Asas Kehati-hatian (Prudential Principle)

Asas kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam

menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-

hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya.

Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Perbankan bahwa perbankan

Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan

menggunakan prinsip hati-hatian. Kemudian disebutkan pula dalam Pasal 29

23
Ibid., hal. 18
20

Undang-Undang Perbankan bahwa bank wajib melakukan kegiatan usaha sesuai

dengan prinsip kehati-hatian (ayat (2)) dan bank dalam memberikan kredit atau

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya

wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah

yang mempercayakan dananya kepada Bank (ayat (3)). 24

Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain adalah agar bank

selalu dalam keadaan sehat, dengan kata lain agar selalu dalam keadaan likuid

atau solvent. Dengan diberlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan kadar

kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat

bersedia dan tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank.

Pada prinsipnya asas kehati-hatian dilaksanakan oleh bank bukan hanya

berdasarkan bahwa kehati-hatian adalah kewajiban bagi bank dalam bertindak

agar tidak merugikan nasabahnya, akan tetapi lebih luas dari pada itu. Tujuan asas

kehati-hatian adalah meningkatkan kepercayaan masyarakat luas terhadap bank

itu sendiri, sehingga tercapai kondisi bank yang sehat serta efisien, dengan cara

menjalankan kegiatan usahanya dengan baik dan benar serta tidak bertentangan

dengan norma-norma dan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Lebih luas

lagi, dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap bank maka akan

bermanfaat.

2. Fungsi Perbankan

Fungsi utama bank dalam suatu perekonomian adalah untuk memobilisasi

dana masyarakat dan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut kepada

24
Ibid. ,hal. 18
21

penggunaan atau investasi yang efektif dan efisien. Fungsi tersebut dapat

dikatakan sebagai “aliran darah” bagi perkembangan perekonomian dan

peningkatan standar taraf hidup. Dalam Pasal 3 Undang-Undang Perbankan,

Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana

masyarakat.

Fungsi bank lainnya adalah sebagai lembaga penyedia instrumen


pembayaran untuk barang dan jasa yang dapat dilakukan secara cepat, efisien dan
aman. Fungsi ini akan berjalan apabila penjual dan pembeli barang dan jasa
meyakini bahwa instrumen yang digunakan untuk pembayaran tersebut akan
diterima dan dibayar oleh semua pihak dalam transaksi tersebut dan transaksi
ikutannya. Dengan demikian tanpa adanya kepercayaan, maka fungsi dimaksud
tidak akan berjalan. 25

Dari penjabaran-penjabaran di atas bila ditarik kesimpulan secara luas, maka

fungsi utama perbankan adalah menjaga kestabilan perekonomian bangsa

Indonesia. Dana dihimpun dan disalurkan oleh bank berfungsi agar peredaran

uang tidak terlalu banyak maupun tidak terlalu sedikit dibanding dengan barang

yang beredar. Selain itu, dana yang dhimpun bank tidak semata-mata bagi bank

untuk memperoleh keuntungan, masyarakat yang kekurangan dana juga menjadi

memiliki kesempatan untuk menambah modalnya agar bisa turut bersaing dalam

kegiatan ekonomi.

Fungsi bank untuk menghimpun dan penyaluran dana, bertindak sebagai

perantara atau penghubung antara nasabah yang satu dengan yang lainnya jika

keduanya melakukan transaksi melalui kegiatan kemitraan dengan bank. Wujud

utama fungsi bank sebagai penghimpun dan penyalur dana tercermin dari jasa-jasa

yang dihasilkannya antara lain: pengiriman uang baik dalam maupun luar negeri,

25
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Nasabah Bank: Suatu Gagasan Tentang Pendirian
Lembaga Penjamin Simpanan Di Indonesia, Jakarta : Fakultas Hukum, Universitas Indonesia,
2002. hal. 1
22

inkaso, jasa pengamanan barang berharga melalui safe deposit box (kotak

simpanan), menghimpun dana melalui giro, tabungan dan deposito, menyalurkan

dana melalui pemberian kredit, mengadakan transaksi pembayaran dengan pihak

yang ada di luar negeri atau dikenal sebagai letter of credit, perdagangan valuta

asing dan lain-lain.

3. Tujuan Perbankan

Perbankan di Indonesia mempunyai tujuan yang strategis dan tidak semata-

mata berorientasi ekonomis, tetapi juga berorientasi kepada hal-hal yang

nonekonomis seperti masasalah menyangkur stabilitas nasional yang mencakup

antara lain stabilitas politik dan stabilitas sosial. 26 Secara lengkap megenai hal ini

diatur dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Perbankan yang berbunyi,

“Perbankan Indonesia bertujuan menjujung pelaksanaan pembangunan nasional

dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas

nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”.

Bank memiliki tujuan yang diarahkan sebagai pelaksana pembangunan,

yaitu sebagai lembaga yang bertujuan untuk mendukung pelaksanaan

pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan,

pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis, kearah

peningkatan taraf hidup seluruh lapisan masyarakat. Bank sebagai pelaksana

pembangunan ditujukan untuk pemeliharaan kestabilan moneter di Indonesia,

dengan demikian bank mengemban tugas untuk melaksanakan program

pemerintah guna mengembangkan sektor-sektor perekonomian tertentu, dengan

26
Ibid., hal. 20
23

kata lain bank bertugas memberikan perhatian yang lebih pada pengusaha

golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil dalam rangka meningkatkan taraf hidup

rakyat banyak.

B. Pengertian dan Jasa-Jasa Bank

1. Pengertian Bank

Apabila ditelusuri sejarah dari terminologi “bank”, maka ditemukan bahwa

kata bank berasal dari bahasa italia “banca”, yang berarti bance, yaitu suatu

bangku tempat duduk. Sebab pada masa zaman pertengahan, pihak bankir Itali

yang memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan

duduk dibangku-bangku di halaman pasar. 27

Di Indonesia yang merupakan negara berkembang di mana masih banyak

penduduknya ialah masyarakat desa, di mana masih ada sebagian yang

menganggap bahwa bank hanya sebagai tempat untuk menyimpan uang dan hanya

untuk kalangan tertentu saja. Minimnya pengetahuan masyarakat desa akan bank

menimbulkan rasa enggan bahkan takut untuk berhubungan dan bertransaksi

dengan bank.

Dalam perkembangan dewasa ini, istilah bank dimaksudkan sebagai suatu


jenis pranata finansial yang melaksanakan jasa-jasa keuangan yang cukup
beraneka ragam, seperti memberi pinjaman, mengedarkan mata uang,
mengadakan pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat
penyimpanan untuk benda-benda berharga, dan membiayai usaha-usaha
perusahaan. 28

Pada era modern ini, juga tidak sedikit masyarakat yang berpandangan

bahwa peran bank sangatlah penting. Tentu hal ini diiringi dengan pengetahuan

27
A. Abdurachman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Jakarta: Pradnya
Paramita, 1993. hal. 80
28
Ibid., hal. 80
24

masyarakat mengenai bank, yang bukan hanya sebagai tempat untuk menyimpan

uang. Masyarakat juga membutuhkan bank sebagai mitra dalam melaksanakan

aktivitas keuangan. Hampir dalam segala bidang sektor usaha, baik sektor usaha

maupun individu yang meliputi sektor industri, perdagangan, pertanian,

perkebunan, jasa, perumahan dan lain sebagainya. Bagi masyarakat menjalin

hubungan kemitraan dengan bank menjadi hal yang penting demi mendukung

kelancaran usaha dan aktivitas keuangan.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perbankan dirumuskan pengertian

“Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup

kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan

usahanya”. Kemudian Pasal 1 angka 2 dirumuskan bahwa “Bank adalah badan

usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara.
Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan,
badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-
lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan
perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan
pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor
perekonomian. 29

Dari beberapa definisi yang diuraikan tersebut maka dapat diambil

suatu kesimpulan bahwa bank adalah suatu lembaga atau badan yang bergerak di

bidang jasa, yaitu sebagai penyalur dana atau pemberi kredit, sebagai penyalur

simpanan-simpanan dari masyarakat, sebagai badan yang menerima dana

29
Hermansyah, Op.Cit., hal 54
25

simpanan dari masyarakat dan juga sebagai perantara dalam menerima dan

membayar transaksi dagang di dalam negeri maupun di luar negeri.

2. Jasa-Jasa Bank

Dalam melakukan kegiatan usahanya, jenis usaha bank akan ditentukan oleh

jenis bank itu sendiri. Menurut jenisnya berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang

Perbankan, bank dibagi menjadi dua, yaitu bank umum dan bank perkereditan

rakyat. Keduanya sama-sama merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha

secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah. Yang membedakan

adalah kegiatan jasa dalam lalu lintas pembayaran berlaku bagi bank umum

sedangkan bagi bank perkreditan rakyat hal itu tidak berlaku.

Pasal 6 Undang-Undang Perbankan ditentukan bahwa usaha yang dapat

dilakukan oleh Bank Umum meliputi :

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro,


deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu;
b. Memberikan kredit;
c. Menerbitkan surat pengakuan utang;
d. Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk
kepentingan dana atas perintah nasabahnya :
1) Surat-surat wesel dan wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa
berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-
surat yang dimaksud.
2) Surat pengakuan hutang, dan kertas dagang lainnya yang masa
berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-
surat dimaksud.
3) Kertas perbendaharaan negara, dan surat jaminan pemerintah.
4) Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
5) Obligasi
6) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu tahun.
7) Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan satu
tahun.
e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah.
26

f. Menempatkan dana pada, meminjam dari, atau meminjam dana dari bank
lain, baik dengan menggunakan surat, telekomunikasi dengan wesel unjuk,
cek atau sarana lainnya.
g. Menerima pembayaran dari tagihan atau surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.
h. Menyediakan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan
suatu kontrak.
i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan
suatu kontrak; Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah
lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
j. Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebahagian dalam
hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan
agunan yang dibeli wajib dicairkan secepatnya.
k. (dihapus)
l. Menyediakan pembayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasi sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
m. Menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan
prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.

Disamping usaha-usaha tersebut di atas menurut Pasal 7 Undang-

Undang Perbankan, Bank Umum diperkenankan melakukan kegiatan lain berupa :

a. Melakukan kegiatan valuta asing (valas) dengan memenuhi ketentuan yang


ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain
dibidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan
efek, asuransi, serta lembega kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan
memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat
kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,
dengan syarat harus menarik kembali penyertaanya, dengan memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
d. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiunan sesuai
dengan ketentuan dalam per Undang-Undangan dan pensiun yang berlaku.

Kemudian wujud dari jasa yang diperkenankan untuk dilakukan oleh bank

umum, meliputi:

a. Pengiriman Uang (Transfer)

Jasa kiriman uang merupakan bentuk pelayanan jasa yang diberikan oleh

bank atas permintaan nasabah dalam rangka mengirimkan uang. Pengiriman uang
27

tersebut dapat dilakukan dari satu bank ke bank lainnya, dalam wilayah kliring

yang sama, dari satu rekening ke rekening yang lainnya dalam bank yang sama,

cabang yang sama atau dalam bentuk yang sama, tetapi cabang yang berbeda. 30

Jasa pengiriman uang melalui bank tidak hanya berlaku bagi mata uang rupiah,

namun juga dapat dirubah menjadi mata uang asing yang ditujukan kepada pihak

lain yang ada negara lain.

b. Inkaso

Inkaso merupakan pemberian kuasa oleh suatu pihak baik perseorangan atau

perusahaan kepada bank untuk memintakan persetujuan pembayaran atau

menagihkan atau menyerahkan atas dokumen atau surat-surat berharga dari pihak

ketiga baik dalam rupiah atau valuta asing, cek kuitansi, dll.

c. Kliring

Kliring merupakan sarana atau cara perhitungan utang piutang dalam bentuk

surat berharga atau surat dagang dari suatu bank peserta yang diselenggarakan

oleh bak Indonesia atau pihak yang lain yang ditunjuk. Kliring ditujukan sebagai

sarana perhitungan warkat antar bank yang dapat dilaksanakan oleh bank

Indonesia guna memperluas dan meperlancar lalu lintas pembayaran giral.

d. Bank Garansi

Bank garansi adalah pemberian jaminan oleh bank kepada nasabah bahwa

nasabah yang bersangkutan akan memenuhi suatu kewajiban, apabila nasabahnya

30
Ismail, Manajemen Perbankan: Dari Teori Menuju Aplikasi, Jakarta: Kencana, 2010, hal.
29
28

itu tidak bisa memenuhi kewajibannya maka pihak yang dirugikan dapat

mengajukan ganti rugi kepada bank.

e. Kotak Pengaman Simpanan

Kotak pengaman simpanan merupakan jasa yang diberikan oleh bank yang

dapat digunakan oleh nasabahnya sebagai tempat penyimpanan dokumen-

dokumen ataupun barang-barang berharga di dalam kotak yang aman dan

memiliki ketahanan yang cukup terhadap kemungkinan-kemungkinan yang buruk,

serta nasabah memegang kunci dari kotak pengaman tersebut. Atas pelayanan jasa

kotak pengaman simpanan tersebut kemudian bank mendapat keuntungan dari

biaya sewa. Biasanya barang-barang yang bisa disimpan adalah mata uang,

barang-barang berharga, logam mulia, kertas berharga, sertifikat, dokumen

pentingm dan barang-barang lailnnya yang disetujui oleh pihak bank.

f. Kredit

Istilah kredit berasal dari kata crede dan berarti kepercayaan. Dasar dari

kredit adalah kepercayaan bahwa pihak lain pada masa yang akan datang akan

memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan. Apa yang dijanjikan untuk

dipenuhi itu dapat berupa: barang, uang, dan jasa. 31

Pinjaman yang diberikan (kredit) ialah penyediaan uang atau tagihan-

tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam-

meminjam antara bank dengan lain pihak dalan hal, pihak peminjam berkewajiban

melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang

31
Malayu S.P. Hasibuan, manajemen Perbankan, Dasar dan Kunci Keberhasilan
Perekonomian, Jakarta: Haji Masagung, 1993, hal. 92
29

ditetapkan. 32 Dalam konteks Undang-Undang Tentang Perbankan pada Pasal 1

Angka 11 bahwa “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan unsur-unsur yang terdapat

di dalam kreditor, yaitu:

1. Kepercayaan; yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang
diberikannya kepada nasabah peminjam dana yang akan dilunasinya sesuai
dengan diperjanjikan pada waktu tertentu.
2. Waktu; adanya jangka waktu terntentu atara pemberian kredit dan
pelunasannya; jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu disetujui
atau disepakati bersama antara pihak bank dan nasabah peminjam dana.
3. Prestasi; yaitu adanya objek terntentu berupa prestasi dan kontraprestasi
pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan perjanjian pemberian
kredit antara bank dan nasabah peminjam dana berupa uang dan bunga atau
imbalan.
4. Resiko; yaitu adanya resiko yang mungkin akan terjadi selama jangka waktu
antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk
mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya
wanprestasi dari nasabah peminjam dana, maka diadakanlah pengikatan
jaminan dan agunan. 33

Dalam perbankan dikenal adanya perjanjian kredit bank, yaitu dimana pihak

debitor menerima sejumlah uang dari pihak bank dan kedua dua pihak saling

berjanji untuk melakukan atau untuk tidak melakukan suatu hal sesuai dengan apa

yang diperjanjikan. Karena kebutuhan akan kemudahan dalam bertransaksi, dalam

perkembangannya dikenal bentuk pelayanan baru yaitu dengan cara kartu kredit.

Jenis jasa ini diberikan kepada nasabah untuk bisa memperoleh kredit dari bank

sebagai alat pembayaran, mendapatkan uang tunai, membeli produk-produk

32
Thomas Suyatno, dkk., kelembagaan Perbankan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
1996, hal. 44
33
Rachmadi Usman., Op.Cit., hal. 238
30

dagangan. Kartu kredit juga digunakan sebagai pengganti uang tunai yang bisa

digunakan sebagai alat pembayaran seperti restoran, pusat perbelanjaan, pasar

swalayan dan tempat lainnya yang telah mengikat perjanjian dengan pihak

penerbit kartu kredit.

Berdasarkan cara pembayarannya, kartu kredit dibagi menjadi

a. Charge card, yaitu kartu yang dapat digunakan sebagai alat


pembayaran, dimana cara pelunasannya adalah pembayaran secara
penuh ketika tagihan itu dating.
b. Credit card, yaitu kartu kredit yang digunakan sebagai alat
pembayaran yang pelunasannya adalah pembayaran dengan cara
dicicil dalam waktu kurun waktu tertentu.
c. Debit card, sedikit berbeda dengan cara kerja dua jenis kartu kredit
diatas. Pada debit card, pemegang kartu harus telah memiliki dana
yang bisa berupa tabungan pada bank yang menerbitkan kartu kredit
tersebut, kemudian pada saat pemakaian debit card maka dana yang
ada ditabungan akan terpotong otomatis sesuai dengan jumlah yang
dipakai oleh nasabah. 34

g. Perdagangan Valuta Asing

Terjadinya perdagangan valuta asing ialah karena kebutuhan akan transaksi

internasional. Bermula dari adanya permintaan dan penawaran dari pihah-pihak

yang berbeda negara, dimana masing-masing memiliki mata uang sendiri yang

memiliki nilai yang berbeda, kebutuhan akan mata uang asing inilah yang

kemudian menimbulkan jual beli valuta asing.

h. Kustodian

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995

tentang Pasar Modal, dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan custodian adalah

pihak yang memberikan jasa penitpan efek atau harta lain yang berkaitan dengan

efek jasa lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening

yang menjadi nasabah. Kemudian menurut ketentuan Pasal 43 Ayat (1) Undang-

34
Ibid. hal. 224
31

Undang Pasar Modal tersebut bahwa yang dapat menyelenggarakan kegitaan

usaha sebagai Kustodian adalah lembaga penyimpanan dan penyelesaian,

Perusahaan Efek, atau Bank Umum yang telah mendapat persetujuan Bapepam.

g. Letter Of Credit

Dalam suatu jual beli biasanya para pihak akan saling bertemu dan akan

melakukan negosiasi mengenai barang, harga, cara pembayaran dan lain-lain.

Namun bagaimana bila para pihak berada pada wilayah yang berbeda dan akan

sangat merepotkan apabila harus bertemu secara langsung.

Atas permasalahan-permasalahan tersebut maka kemudia muncul jasa letter

of Credit. Yang dimaksud dengan letter of credit adalah suatu kontrak, dengan

mana suatu bank bertindak atas permintaan dan perintah dari pemohon/nasabah

yang pada umunya berperan sebagai importir untuk melakukan pembayaran

kepada pihak ketiga atau pengekspor.

C. Pengertian dan Penggolongan Nasabah

1. Pengertian Nasabah

Pada lembaga perbankan, nasabah memiliki peran penting. Nasabah bagai

nafas yang menentukan apakah siklus perbankan tetap berlanjut atau tidak.

Undang-Undang Perbankan secara singkat merumuskan bahwa “nasabah adalah

pihak yang menggunakan jasa bank”.

Perumusan Nasabah terdapat pada Pasal 1 Angka 15 Undang-Undang

Otoritas Jasa Keuangan: “Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan

dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa

Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal,


32

pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan

peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan”.

Customer. In banking, any person having an accaount with bank or of

whom bank has agreed to collect items and includes a bank carrying an account

with another bank. As to letters of credit, a buyer or other person who causes an

issuer to issue credit or a bank which procures issuance or confrimation on behalf

of that bank’s customer. 35(Nasabah. Dalam perbankan, setiap orang yang

memiliki rekening dalam suatu bank, orang yang menggunakan jasa penyimpanan

benda pada bank dan termasuk juga pengiriman rekening antar bank. Seperti letter

of credit, melakukan permohonan kredit untuk kepentingan nasabah). Customer

(Nasabah Langganan): suatu pihak (orang atau perusahaan) yang mengatakan

deposito atau memiliki rekening Koran atau hal-hal serupa lainnya pada sebuah

bank. Istilah untuk ini lebih tepat “Nasabah”. 36

Atas pengertian diatas, maka dapat dikatakan bahwa setiap orang maupun

perusahaan yang bertransaksi dengan bank yang menjadikan bank tersebut untuk

menempatkan dananya atau memanfaatkan jasa-jasa/layanan yang dimiliki oleh

bank adalah merupakan nasabah bank.

2. Penggolongan Nasabah Bank

Telah dijabarkan sebelumnya bahwa bank memiliki dua fungsi, yakni

berfungi sebagai penampung dana nasabah dan sebagai penyalur dana nasabah,

35
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Minnesota: West Publishing Co., 1983,
hal. 203
36
Sudarsono dan Edilius, Kamus Ekonomi: Uang & Bank, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007,
hal 74
33

berdasarkan kedua fungsi tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa nasabah

dibagi menjdai dua golongan, yaitu:

1. Nasabah bank sebagai penyimpan

Berdasarkan rumusan Pasal 1 Angka 17 Undang-Undang perbankan, yang

dimaksud sebagai “nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan

dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan

nasabah yang bersangkutan”.

Dalam arti sederhana, setiap orang yang menyimpan uangnya di bank

disebut sebagai nasabah penyimpan. Dalam arti yuridis, nasabah penyimpan

adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan

berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. Jika dicermati

obyek perjanjian simpanan berupa giro, deposito, dan tabungan, maka tidak

ditemukan baik dalam KUH Perdata maupun KUH Dagang. Namun sebagai

perjanjian, terdapat ketentuan umum dalam Pasal 1319 KUH Perdata yang

berbunyi “Semua persetujuan, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang

tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum

yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu”. 37

2. Nasabah bank sebagai penerima kredit

Berikutnya dirumuskan pula dalam Pasal 1 Angka 18 Undang-Undang

No.10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992

tentang perbankan, yang dimaksud nasabah sebagai penerima kredit atau “nasabah

debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan

berdasarkan prinsip syari’ah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan

37
Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung:
PT. Alumni. Bandung, 2003, hal. 22
34

perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan”. Adapun fasilitas yang bisa

diperoleh oleh nasabah debitur, misalkan penggunaan kartu kredit, kredit

kepemilikan rumah, dan sebagainya.

D. Hubungan Bank dan Nasabah

Dalam perkembangannya, perjanjian bukan lagi sebagai perbuatan hukum

melainkan merupakan hubungan hukum (rechtsverhouding). Pandangan ini

dikemukakan oleh Van Dunne yang mengatakan bahwa perjanjian adalah

perbuatan hukum merupakan teori klasik atau teori konvensional. 38 Hubungan

antara nasabah dan bank didasarkan pada dua unsur yang paling terkait, yakni

hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanya bisa melakukan kegiatan dan

mengembangkan bank, apa bila masyarakat percaya untuk menyimpan uangnya

pada produk-produk perbankan yang ada pada bank tersebut. Berdasarkan

kepercayaan masyarakat tersebut, bank dapat memobilisasi dana dari masyarakat

untuk ditempatkan pada banknya dan bank akan memberikan jasa-jasa

perbankan. 39

Sebagai subsistem hukum perdata, fungsi perbankan melalui hubungan

hukum antara bank dengan nasabah tunduk pada pengaturan hukum perdata.

Hubungan hukum tersebut dapat dikualifikasikan dalam 2 (dua) bentuk. Pertama,

hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan disebut perjanjian

simpanan. Kedua, hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitur disebut

perjanjian kredit bank 40

38
Van Dune dalam Tan Kamello, Op.Cit., hal. 5
39
Ronny Sautama Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah terhadap Produk Tabungan
dan Deposito, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995. hal. 32
40
Tan Kamello, Op.Cit., hal. 7
35

Berdasarkan dua fungsi utama dari suatu bank, yaitu fungsi pengerahan

dana dan fungsi penyaluran dana, maka terdapat dua hubungan hukum antara

bank dan nasabah yaitu:

1. Hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana


Artinya bank menempatkan dirinya sebagai peminjam dana milik
masyarakat (para penanam dana). Bentuk hubungan hukum anatara bank dan
nasabah penyimpan dana dapat terlihat dari hubungan hukum yang muncul dari
produk-produk perbankan, seperti deposito, tabungan, giro dan sebagainya.
Bentuk hubungan hukum itu dapat tertuang dalam bentuk peraturan bank yang
bersangkutan dan syarat-syarat umum yang harus dipatuhi oleh setiap nasabah
penyimpan dana. Syarat-syarat tersebut harus disesuaikan dengan produk
perbankan yang ada, karena syarat suatu produk perbankan tidak akan sama
dengan syarat dari produk perbankan yang lain, dalam produk perbankan seperti
tabungan dan deposito, maka ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat umum yang
berlaku adalah ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat umum hubungan rekening
deposito dan rekening tabungan.

2. Hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur


Artinya bank sebagai lembaga penyedia dana bagi para debiturnya.
Bentuknya dapat berupa kredit, seperti kredit modal kerja, kredit investasi, atau
kredit usaha kecil. 41

Menurut bentuknya, hubungan hukum nasabah dengan bank dapat dibagi

menjadi:

1. Hubungan Kontraktual

Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dan nasabah adalah

hubungan kontraktual. Hal ini berlaku hampir terhadap semua nasabah baik

nasabah debitur, nasabah deposan, ataupun nasabah nondebitur-nondeposan. 42

Basis hubungan hukum antara bank dan para nasabahnya adalah hubungan

kontraktual. Hubungan kontraktual ini terjadi pada saat nasabah menjalin

hubungan hukum dengan pihak bank, setelah nasabah melakukan hubungan

41
Ronny Sautama Hotma Bako, Op.Cit., hal. 32-33.
42
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hal.
100
36

hukum seperti nasabah membuka rekening tabungan, deposito, dan produk

perbankan lainnya. 43

Bagi nasabah debitur pengaturannya terdapat pada Pasal 1338 ayat (1) KUH

Perdata yang berarti para pihak bisa saling memberikan tuntutan hingga akhirnya

terbentuklah suatu perjanjian. Berbeda dengan nasabah deposan dan nasabah

nondebitur-nondeposan di mana tidak terdapat ketentuan khusus didalamnya,

sehingga lazimnya nasabah hanya bisa untuk sepakat atau tidak sepakat atas

perjanjian standar (perjanjian baku) yang telah dikeluarkan oleh pihak bank

sebelumnya. Pada umunya perjanjian baku tersebut berat sebelah dimana pihak

bank yang lebih diuntungkan.

Walau dikatakan sebagai hubungan kontraktual, namun hubungan ini tidak

bisa diberlakukan secara mutlak. Seperti misalkan seorang nasabah yang memilik

dana tabungan kemudian ia menarik seluruh dananya melalu mesin ATM tanpa

sepengetahuan oleh bank, pihak bank tidak dapat dengan begitu saja memutus

hubungan dengan nasabahnya.

Atas beberapa kelebihan dan kekurangannya tersebut, sesuai dengan

kemitraan yang dilakukan diantara keduanya dan juga meski telah ada

pengaturan-pengaturan yang terkait dengan hubungan kontraktual, bagaimanapun

harus diwujudkan adanya kehati-hatian dan kepercayaan diantara kedua belah

pihak agar tercipta siklus perbankan yang sehat.

2. Hubungan Nonkontraktual

Selain dari hubungan kontraktual seperti yang telah disebutkan di atas maka

berikut ini akan kita lihat apakah ada hubungan hukum yang lain anatara pihak

43
Ronny Sautama Hotma Bako, Op.Cit, hal. 33.
37

bank dan pihak nasabah, terutama antara nasabah deposan dan nasabah

nondeposan-nondebitur. 44

Ada 6 (enam) jenis hubungan hukum antara bank dan nasabah selain dari

hubungan kontraktual sebagaimana disebutkan di atas, yaitu:

a. Hubungan Fidusia (Fiduciary Relation),

b. Hubungan Konfidensial,

c. Hubungan Bailor-Bailee,

d. Hubungan Principal-Agent,

e. Hubungan Mortgagor-Mortgagee, dan

f. Hubungan trustee-Benefciary. 45

Berhubung hukum di Indonesia tidak dengan tegas mengatur hubungan-


hubungan tersebut, maka hubungan-hubungan tersebut baru dapat dilaksanakan
jika disebutkan dengan tegas dalam kontrak untuk hal tersebut. Atau setidak-
tidaknya ada kebiasaan dalam praktek perbankan untuk mengakui eksistensi
kedua hubungan tersebut. Misalnya, dalan hubungan lembaga “trust” yang
merupakan salah satu kegiatan perbankan, maka di samping mesti ada
kebijaksanaan bank yang bersangkutan dengan lembaga “trust” tersebut, juga
dibutuhkan pengakuan dalam kontrak-kontrak trust seperti yang diinginkan oleh
kedua belah pihak. 46

Di samping itu, adanya kewajiban bank untuk menyimpan rahasia bank


yang sebenarnya hal tersebut tidak pernah diperjanjikan sama sekali, juga
mengindikasikan bahwa hubungan antara nasabah dan bank tidak sekedar
hubungan kontraktual semata-mata. Dalam hal ini ada semacam “amanah” yang
diemban oleh pihak perbankan untuk kepentingan nasabahnya. Di negara-negara
yang menganut doktrin Implied Contract seperti di kebanyakan negara Common
Law, maka umunya dianggap duty of nondisclosure terhadap hal-hal yang
termasuk nasabah bank tersebut bersumber dari kontrak semu (implied contract)
antara bank dan nasabahnya. 47

44
Munir Fuady, Op.Cit, hal. 102
45
Ibid,, hal. 102.
46
Ibid,, hal. 102.
47
Ibid., hal. 103
38

E. Hak dan Kewajiban Nasabah

Hubungan kemitraan antara bank dengan nasabahnya ialah hubungan

hukum, dimana keduanya sama-sama menginginkan pemenuhan prestasi oleh para

pihak. Dengan demikian, untuk menjaga agar prestasi tersebut terpenuhi maka

para pihak akan diberikan tanggung jawab, yaitu dalam bentuk hak dan

kewajiban. Hubungan hukum antara bank dan nasabah bermula ketika nasabah

menyepakati dan menandatangani perjanjian baku (formulir perjanjian) yang

dikeluarkan oleh bank. Misalkan untuk membuka sebuah rekening, nasabah

diwajibkan untuk mengisi formulir dan menyetuji klausula-klausula yang telah

ditetapkan oleh bank.

Suatu hal yang tidak adil bagi nasabah bila kepentingan nasabah tidak

seimbang dan tidak dihargai sebagaimana penghargaan yang diterima oleh bank.

Dalam konteks itu, nasabah memiliki hak secara spesifik, yakni sebagai berikut :

1. Nasabah berhak untuk mengetahui secara terperinci tentang produk-produk


perbankan yang ditawarkan.
Hak ini merupakan hak utama dari nasabah, karena tanpa penjelasan
terperinci dari bank melalui customer service-nya, maka sangat sulit
nasabah untuk memilih produk perbankan apa yang sesuai dengan
kehendaknya. Hak-hak apa saja yang akan diterima oleh nasabah apabila
nasabah mau menyerahkan dananya kepada bank untuk dikelola.
2. Nasabah berhak untuk mendapatkan bunga atas produk tabungan dan
deposito yang telah diperjanjikan terlebih dahulu.
Dalam praktik perbankan berlaku ketentuan bahwa nasabah yang akan
menyimpan dananya pada waktu suatu bank dilakukan bukan dengan cuma-
cuma. Nasabah berhak untuk menerima bunga atas dana yang disimpan
pada bank tersebut. Besarnya bunga ini dapat dilihat pada ketentuan yang
berlaku pada setiap bank menurut produk perbankan yang ada. 48

Kewajiban nasabah dalam hubungannya dengan bank, pada umumnya harus

memerhatikan wujud fisik bank tersebut dengan mewakilkan pemantauan dan

48
Ronny Sautama Hotma Bako, Op.Cit., hal. 57.
39

analisis terhadap indikator-indikator penting yang bisa mendeteksi gejala dari

kemungkinan timbulnya masalah pada bank tersebut.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan oleh seorang nasabah dalam

hubungannya dengan sebuah bank adalah sebagai berikut :

1. Menilai kewajaran terhadap tingkat suku bunga produk tabungan dan


deposito, yang dikaitkan dengan tingkat suku bunga pasar yang umumnya
berlaku. Apabila tingkat suku bunga tinggi produk tabungan dan deposito
terlalu tinggi bila dibandingkan dengan tingkat suku bunga pasar pada
umumnya, maka semakin besar resiko yang harus dipikul oleh seorang
nasabah.
2. Nasabah harus menilai akan kemampuan bank tersebut dalam mencetak laba
setelah kena pajak selama 2 tahun berturut-turut. Laba tersebut harus
merupakan laba yang didapat dalam pendapat bank, bukan dari penjualan
aktiva bank tersebut.
3. Nasabah juga harus memperhatikan ekspansi kredit yang dilakukan bank
tersebut, juga harus dengan net interest margin (selisih antara pendapatan
dan biaya bunga). Artinya bila ekspansi kreditnya tinggi dan NIMnya
rendah, berarti bank tersebut dalam kondisi yang tidak baik, begitu
sebaliknya.
4. Nasabah juga harus memerhatikan loan deposit ratio (perbandingan antara
peminjam yang diberikan sebelum dikurangi perselisihan piutang ragu-ragu
dan sumber dana pihak ketiga). LDR yang baik sesuai dengan ketentuan
Bank Indonesia, yakni antara 70 – 80%. Bila LDR-nya lebih dari 110%
berarti bank tersebut kurang baik.
5. Lihat pula apakah dana pihak ketiga yang ditempatkan oleh bank tersebut
ditempatkan dalam aktiva produktif.
6. Perhatikan juga rasio antara modal bank tersebut dan asset bank. 49

49
Lukman Santoso AZ., Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank, Yogyakarta: Pustaka
Yustisia, 2011, hal. 95

Anda mungkin juga menyukai