Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi CKD


Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) (Brunner & Suddarth, 2011).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan
laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan
berat (Mansjoer, 2012).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk
mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah (Smeltzer, 2011).

2.2 Klasifikasi CKD


Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease
(CKD). Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure
(CRF), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk
membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5
grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu
1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan
terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5.
sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan
klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila
menggunakan istilah CRF.
Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
1) Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
a) Kreatinin serum dan kadar BUN normal
b) Asimptomatik
c) Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2) Stadium II : Insufisiensi ginjal
a) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
b) Kadar kreatinin serum meningkat
c) Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
I. Ringan, 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
II. Sedang, 15% - 40% fungsi ginjal normal
III. Kondisi berat. 2% - 20% fungsi ginjal normal
3) Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia]
a) Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
b) ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
c) air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010

2.3 Etiologi CKD


Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
a) Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
b) Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
c) Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
d) Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus
sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
e) Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
f) Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
g) Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
h) Nefropati obstruktif (Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma,
fibrosis, netroperitoneal; Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate,
striktur uretra, anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra).

2.4 Patofisiologi CKD


Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa.
Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance
turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
akan semakin berat.
a) Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan
klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut
filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan
menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen
urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator
yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan
oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh
masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan
medikasi seperti steroid.
b) Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan
urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
c) Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan
asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan
mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan
asam organic lain juga terjadi.
d) Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan
anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
e) Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka
yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga
metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal
dibuat di ginjal menurun.
f) Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium,
fosfat dan keseimbangan parathormon.

2.5 Tanda Dan Gejala CKD


a) Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
1. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa
sal.cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek,
bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah
retikulosit normal.
2. Defisiensi hormone eritropoetin. Ginjal sumber ESF (Eritropoetic
Stimulating Factor) → def. H eritropoetin → Depresi sumsum tulang
→ sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses
hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.

b) Kelainan Saluran cerna


1. Mual, muntah, hicthcup. dikompensasi oleh flora normal usus →
ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
2. Stomatitis uremia. Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi
cairan saliva banyak mengandung urea dan kurang menjaga
kebersihan mulut.
3. Pankreatitis. Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.

c) Kelainan mata
d) Kardiovaskuler :
1. Hipertensi
2. Pitting edema
3. Edema periorbital
4. Pembesaran vena leher
5. Friction Rub Pericardial
e) Kelainan kulit
1. Gatal. Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
 Toksik uremia yang kurang terdialisis
 Peningkatan kadar kalium phosphor
 Alergi bahan-bahan dalam proses HD
2. Kering bersisik. Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan
kristal urea di bawah kulit.
3. Kulit mudah memar
4. Kulit kering dan bersisik
5. rambut tipis dan kasar
6. Neuropsikiatri
7. Kelainan selaput serosa
f) Neurologi :
1. Kelemahan dan keletihan
2. Konfusi, Disorientasi
3. Kejang
4. Kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki
5. Perubahan Perilaku
g) Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi
ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif.
Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada
pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus
mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
1. Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan
elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen
dan metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.
2. Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan
lainnya

2.6 Komplikasi
a) Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
b) Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
rennin-angiotensin-aldosteron
d) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan
drah selama hemodialisa
e) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f) Asidosis metabolic
g) Osteodistropi ginjal
h) Sepsis
i) neuropati perifer
j) hiperuremia

2.7 Pemeriksaan Penunjang


a) Laboratorium
1) Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
 Ureum kreatinin.
 Asam urat serum.
2) Identifikasi etiologi gagal ginjal
 Analisis urin rutin
 Mikrobiologi urin
 Kimia darah
 Elektrolit
 Imunodiagnosis
3) Identifikasi perjalanan penyakit
 Progresifitas penurunan fungsi ginjal
 Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
0,85 - 1,23 mL/detik/m2
Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
Endokrin : PTH dan T3,T4
b) Diagnostik
1) Etiologi CKD dan terminal
 Foto polos abdomen.
 USG.
 Nefrotogram.
 Pielografi retrograde.
 Pielografi antegrade.
 Mictuating Cysto Urography (MCU).
2) Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
 RetRogram
 USG.

2.8 PENATALAKSANAAN MEDIS


a) Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai
tahun.
Tujuan terapi konservatif :
1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
2) Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
3) Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
4) Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
 Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
 Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan
ekstraseluler dan hipotensi.
 Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
 Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
 Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
 Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang
kuat.
 Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa
indikasi medis yang kuat.
2) Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
 Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
 Kendalikan terapi ISK.
 Diet protein yang proporsional.
 Kendalikan hiperfosfatemia.
 Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
 Terapi hiperfosfatemia.
b) Beberapa pilihan terapi :
1) Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
2) Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
3) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini
bisa diulang apabila diperlukan
4) Pemberian obat
 Diphenhidramine 25-50 P.O
 Hidroxyzine 10 mg P.O
5) HD reguler.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
PENGKAJIAN PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
a) Airway
1. Lidah jatuh kebelakang
2. Benda asing/ darah pada rongga mulut
3. Adanya sekret
b) Breathing
1. pasien sesak nafas dan cepat letih
2. Pernafasan Kusmaul
3. Dispnea
4. Nafas berbau amoniak
c) Circulation
1. TD meningkat, Nadi kuat
2. Disritmia
3. Adanya peningkatan JVP
4. Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka, Capillary refill > 3
detik, Akral dingin
5. Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
d) Disability : pemeriksaan neurologis è GCS menurun bahkan terjadi
koma, Kelemahan dan keletihan, Konfusi, Disorientasi,
Kejang, Kelemahan pada tungkai.

PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau
penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
a) AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
b) Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
c) Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
e) Keluhan Utama. Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-
abuan, kadang-kadang disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.
f) Riwayat kesehatan. Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas,
infeksi kulit, infeksi saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat
nefrotik, riwayat keluarga dengan penyakit polikistik, keganasan, nefritis
herediter)
g) Anamnesa
 Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC,
RBC)
 Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia, peningkatan
kalium
 Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
 Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg,
penurunan HCO3
 Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan
menurun, nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena, gadtritis,
haus.
 Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
 Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan
kesadaran, perubahan fungsi motorik
 Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
 Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
 Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
 Lain-lain : Penurunan berat badan

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan bendungan
atrium kiri.
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke
jaringan menurun
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine,
diet berlebih dan retensi cairan dan natrium.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane
mukosa mulut.
e. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnosa Intervensi Rasional
1 Gangguan pertukaran gas Mandiri : 1) Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk
berhubungan dengan peningkatan 1. Kaji status pernafasan, catat
hipoksemia dan peningkatan usaha nafas.
bendungan atrium kiri. peningkatan respirasi atau
perubahan pola nafas. 2) Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada
Tujuan : 2. Catat ada tidaknya suara nafas dan
ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan cairan
Dalam waktu 2 x 24 jam setelah adanya bunyi nafas tambahan
diberikan intervensi keperawatan, seperti crakles, dan wheezing. di permukaan jaringan yang disebabkan oleh
tidak terjadi gangguan pertukaran gas. 3. Kaji adanya cyanosis.
peningkatan permeabilitas membran alveoli – kapiler.
4. Observasi adanya somnolen,
Kriteria hasil : confusion, apatis, dan ketidak- Wheezing terjadi karena bronchokontriksi atau adanya
1) Pasien dapat memperlihatkan mampuan beristirahat
mukus pada jalan nafas
ventilasi & oksigenasi yang 5. Berikan istirahat yang cukup dan
adekuat dengan nilai ABGs normal nyaman 3) Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr
:
dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis
PH = 7,35 -7,45 Kolaboratif :
PO2 = 80-100 mmHg 1. Berikan humidifier oksigen dengan dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya
Saturasi O2 = > 95 % masker CPAP jika ada indikasi.
hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada
PCO2 = 35-45 mmHg 2. Berikan pencegahan IPPB
HCO3 = 22-26mEq/L 3. Review X-ray dada. kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi.
BE (kelebihan basa) = -2 sampai 4. Berikan obat-obat jika ada indikasi
4) Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari
+2 seperti steroids, antibiotik,
2) Bebas dari gejala distress bronchodilator dan ekspektorant. miokardium
pernafasan
5) Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan
oksigen.
6) Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus
menerus dengan tekanan yang sesuai
7) Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi
8) Memperlihatkan kongesti paru yang progresif
9) Untuk mencegah gngguan pola napas
2 Gangguan perfusi jaringan 1) Ajarkan pasien untuk melakukan 1) dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
berhubungan dengan suplai oksigen ke mobilisasi
2) meningkatkan melancarkan aliran darah balik
jaringan menurun 2) Ajarkan tentang faktor-faktor yang
dapat meningkatkan aliran darah : sehingga tidak terjadi oedema.
Tujuan : setelah diberikan intervensi Tinggikan kaki sedikit lebih
3) kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya
selama 2 x 24 jam mempertahankan rendah dari jantung ( posisi elevasi
sirkulasi perifer tetap normal. pada waktu istirahat ), hindari arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan
penyilangkan kaki, hindari balutan
terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi
Kriteria Hasil : ketat, hindari penggunaan bantal, di
1) Denyut nadi perifer teraba kuat dan belakang lutut dan sebagainya. untuk mengurangi efek dari stres.
reguler 3) Ajarkan tentang modifikasi faktor-
4) pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi
2) Warna kulit sekitar luka tidak faktor resiko berupa : Hindari diet
pucat/sianosis tinggi kolestrol, teknik relaksasi, pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat
3) Kulit sekitar luka teraba hangat. menghentikan kebiasaan merokok,
diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara
4) Oedema tidak terjadi dan luka tidak dan penggunaan obat vasokontriksi.
bertambah parah. 4) Kerja sama dengan tim kesehatan rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan
lain dalam pemberian vasodilator,
pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah
pemeriksaan gula darah secara rutin
dan terapi oksigen ( HBO ). ulkus/gangren.
3 Kelebihan volume cairan berhubungan Mandiri : 1) Untuk menentukan tindakan keperawatan
dengan penurunan keluaran urine, diet 1) Identifikasi faktor penyebab
2) Untuk mengetahui kondisi pasien
berlebih dan retensi cairan dan 2) Kaji tanda tanda vital
natrium. 3) Batasi masukan cairan 3) Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal,
4) Anjurkan klien untuk melakukan
Tujuan : aktifitas pergerakan seperti berdiri, haluaran urin, dan respon terhadap terapi.
Setelah dilakukan asuhan keperawaan meninggikan kaki
4) Agar tidak terjadi imobilitasi
selama 3 x 24 jam klien dapat 5) Kurangi asupan garam,
mempertahankan berat tubuh ideal pertimbangkan penggunaan garam 5) Agar tidak terjadi peningkatan natrium
tanpa kelebihan cairan. pengganti
6) Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan
6) Jelaskan pada pasien dan keluarga
Kriteria Hasil : tentang pembatasan cairan. keluarga dalam pembatasan cairan
1) Haluaran urine tepat dengan berat 7) Bantu pasien dalam menghadapi
7) Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan
jenis/hasil lab mendekati normal. ketidaknyamanan akibat pembatasan
2) BB stabil. cairan. terhadap pembatasan diet.
3) TTV dalam batas normal (RR: 16-
8) Diuretic bertujuan untuk menurunkan volume plasma
24 x/menit; N: 60-100 x/menit; Kolaborasi :
TD: 120/80; T: 36,5-37,5 0C) 8) Berikan diuretic: furosemide, dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga
4) Tidak ada edema spironolakton, hidronolakton,
menurunkan resiko terjadinya edema
5) Turgor kulit baik Adenokortikosteroid, golongan
6) Membran mukosa lembab prednisone paru. Adenokortikosteroid, golongan predison
digunakan untuk menurunkan proteinuri.

4 Perubahan nutrisi kurang dari Mandiri :


kebutuhan tubuh berhubungan dengan 1) Berikan makanan dalam porsi kecil
1) Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan
anoreksia, mual, muntah, pembatasan tapi sering
diet dan perubahan membrane mukosa 2) Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi rasa mual dan muntah
mulut. kalori tinggi protein
2) Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
3) Anjurkan kepada orang tua
Tujuan : klien/keluarga untuk memberikan 3) Menambah selera makan dan dapat menambah asupan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan makanan yang disukai
nutrisi yang dibutuhkan klien
selama 2 x 24 jam klien dapat 4) Anjurkan kepada orang tua
mempertahankan masukan nutrisi klien/keluarga untuk menghindari 4) Dapat meningkatkan asam lambung yang dapat
yang adekuat makanan yang mengandung
Kriteria Hasil : gas/asam, pedas memicu mual dan muntah dan menurunkan asupan
1) Nafsu makan meningkat Kolaborasi :
nutrisi
2) Tidak ada keluhan anoreksia, 5) Berikan antiemetik, antasida sesuai
nausea. indikasi 5) Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung
3) Porsi makan dihabiskan
yang dapat memicu mual/muntah
4) BB meningkat

5 Gangguan integritas kulit Mandiri :


berhubungan dengan pruritis 1) Inspeksi kulit terhadap perubahan
1) Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang
warna, turgor, vaskuler, perhatikan
Tujuan : kadanya kemerahan dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2) Pantau masukan cairan dan hidrasi
2) Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan
selama 2 x 24 jam intergritas kulit kulit dan membran mukosa
dapat terjaga 3) Inspeksi area tergantung terhadap yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
oedem
3) Jaringan oedem lebih cenderung rusak / robek
Kriteria hasil: 4) Ubah posisi sesering mungkin
1) Mempertahankan kulit utuh 5) Berikan perawatan kulit 4) Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan
2) Menunjukan perilaku / teknik 6) Pertahankan linen kering
perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
untuk mencegah kerusakan kulit 7) Anjurkan pasien menggunakan
kompres lembab dan dingin untuk 5) Mengurangi pengeringan , robekan kulit
memberikan tekanan pada area
6) Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
pruritis
7) Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan
Kolaborasi :
risiko cedera
8) Konsultasikan dengan ahli kulit
8) Penanganan terhadap masalah kulit
4. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan.(Sumber: Setiadi (2015), Konsep &
Penulisan Asuhan Keperawatan, Yogyakarta: Graha Ilmu)
Implementasi merupakan tahap proses keperawatan di mana perawat
memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap
klien.(Sumber: Potter & Perry. (2014). Fundamental of Nursing 7 th Edition)
5. EVALUASI
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencaan tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya.(Sumber: Setiadi (2012), Konsep & Penulisan Asuhan
Keperawatan, Yogyakarta: Graha Ilmu)
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. (Sumber: Asmadi
(2015), Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: EGC)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Carpenito. 2011. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan
dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2014. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Kasuari. 2012. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan
Pendekatan Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK Magelang
Mansjoer, A dkk. 2015. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Nanda. 2015. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia
Rab, T. 2013. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2015-2016. Jakarta:
Prima Medika
Udjianti, WJ. 2011. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai