Anda di halaman 1dari 32

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Seksio Caesarea

2.1.1 Definisi Seksio Caesarea

Seksio sesaria merupakan prosedur operatif, yang di lakukan di bawah

anestesia sehingga janin, plasenta dan ketuban di lahirkan melalui insisi dinding

abdomen dan uterus. Prosedur ini biasanya di lakukan setelah viabilitas tercapai

misalnya usia kehamilan lebih dari 24 minggu (Buku ajar bidan Myles edisi

14.2011.hal: 567).

Sectio sesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen. Teknik ini

digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah terjadi

distres janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi

janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu.

Sectio sesarea dapat merupakan prosedur elektif atau darurat .Untuk sectio

caesarea biasanya dilakukan anestesi spinal atau epidural. Apabila dipilih anestesi

umum, maka persiapan dan pemasangan duk dilakukan sebelum induksi untuk

mengurangi efek depresif obat anestesi pada bayi (Arif muttaqin.2010.hal:507)

Sectio caesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding

abdomen (laparotomi)dan dinding uterus (histerotomi). Definisi ini tidak

mencakup pengeluaran janin dari rongga abdomen pada kasus rupture uteri atau

pada kasus kehamilan abdomen (obstetri williams,2005).

1
Kesimpulan dari ketiga pengertian diatas yaitu, Sectio caesarea adalah

pengeluaran janin melalui insisi dinding abdomen. Teknik ini digunakan jika

kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah terjadi distres janin.

Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi janin,

plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu.

2
2.1.2 Etiologi

Indikasi kelahiran dengan bedah caesarea adalah

Absolute Relative

Ibu 1. Indikasi persalinan yang 1. Bedah sesar elektif berulang

gagal 2. Penyakit ibu (pre eklamsi

2. Proses persalinan tidak maju berat, penyakit diabetes,

(distosia persalinan) kanker serviks).

3. Disproporsi sefalopelvik

(panggul sempit).

Utero plasenta 1. Bedah uterus sebelumnya 1. Riwayat bedah uterus

(sesar klasik) sebelumnya miomektomi

2. Riwayat ruptur uterus dengan ketebalan penuh)

3. Obstruksi jalan lahir (fibroid) 2. Presentasi funik (tali pusat)

4. Plasenta previa,abruption pada saat persalinan

plasenta berukuran besar

Janin 1. Gawat janin/hasil 1. Mal presentasi janin

pemeriksaan janin yang tidak (sungsang, presentasi alis,

meyakinkan presentasi gabingan)

2. Prolaps tali pusat 2. Makrosomia

3. Malpresentasi janin (posisi 3. Kelainan janin (hidrosefalus)

melintang)

3
2.1.3 Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik yang muncul pada penderita Pre Eklamsi adalah:

1) Pre Eklamsi Ringan

(1) Bila tekanan sistolik > 140 mmHg kenaikan 30 mmHg diatas tekanan

biasa, tekanan distolik 90 mmHg, kenaikann 40 mmHg diatas tekanan

biasa, tekanan darah yang meninggi ini sekurangnya diukur 2x dengan

jarak 6 jam.

(2) Proteinuria sebesar 300 mg/dl dalam 25 jam atau > 1 gr/dl secara random

dengan memakai contoh urin siang hari yang dikumpulkan pada dua waktu

dengan jarak 6 jam karena kehilangan protein adalah bervariasi.

(3) Edema dependent, bengkak dimata, wajah, jari, bunyi pulmoner tidak

terdengar. Edema timbul dengan didahului penambahan berat badan ½ kg

dalam seminggu atau lebih. Tambahan berat badan yang banyak ini

disebabkan oleh retensi air dalam jaringan dan kemudian baru edema

nampak, edema ini tidak hilang dengan istirahat

2) Pre Eklamsi Berat

(1) Tekanan Darah sistolik > 160 mmHg dan diastolik > 110 mmHg pada dua

kali pemeriksaan yang setidaknya berjarak 6 jam dengan posisi ibu tirah

baring.

(2) Proteinuria > 5 gram dalam urin 24 jam atau lebih dari +3 pada

pemeriksaan diagnostik setidaknya pada 2x pemeriksaan acak

menggunakan contoh urin yang diperoleh cara bersih dan berjarak

setidaknya 4 jam.

4
(3) Oliguria < 400 mml dalam 24 jam

(4) Gangguan otak atau gangguan penglihatan

(5) Nyeri ulu hati Edema paru/ sianosis

3) Eklamsia

(1) Kejang – kejang / koma

(2) Nyeri pada daerah frontal

(3) Nyeri epigastrium

(4) Penglihatan semakin kabur

(5) Mual, muntah

2.1.4 Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang

menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta

previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture

uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,

dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu

tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).

Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan

menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah

intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan

menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien

secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.

5
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan

perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain

itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding

abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh

darah, dan saraf-saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang

pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri

akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan

menimbulkan luka post operasi, yang bila tidak dirawat dengan baik akan

menimbulkan masalah risiko infeksi.

6
7
2.1.5 Komplikasi

1) Infeksi Puerperalis

Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari

dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan

lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada

gejala-gejala infeksi intrapartum atau ada faktor-faktor yang merupakan

predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah,

tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan

pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC

klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.

2) Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria

uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri

3) Komplikasi-komplikasi lain seperti:

(1) Luka kandung kemih

(2) Embolisme paru-paru

(3) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut

pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura

uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea

klasik.

2.1.6 Pemeriksaan penunjang

1) Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra

operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.

2) Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi.

3) Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah.

4) Urinalisis/kultur urine.

5) Pemeriksaan elektrolit.

8
2.1.7 Penatalaksanaan Medis Post SC

1) Pemberian cairan

Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan

perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi

hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa

diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah

tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai

kebutuhan.

2) Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu

dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.Pemberian minuman dengan

jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6-8 jam pasca operasi, berupa air

putih dan air teh.

3) Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:

(1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi.

(2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini

mungkin setelah sadar.

(3) Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan

diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

(4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk

(semifowler)

(5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar

duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri, dan

pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan

9
4) Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada

penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter

biasanya terpasang 24-48 jam/lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan

penderita.

5) Pemberian obat-obatan

(1) Antibiotik. Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap

institusi.

(2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan. Supositoria =

ketopropen sup 2x/24 jam. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol Injeksi =

penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.

(3) Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan

caboransia seperti neurobian I vit. C.

6) Perawatan luka

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah

harus dibuka dan diganti.

7) Perawatan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan

darah, nadi,dan pernafasan.

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Data pengkajian yang ditemukan pada pasien Post SC Menurut Doenges,

(2011):

1) Identitas klien dan penanggung

2) Keluhan utama klien saat ini

3) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara

10
4) Riwayat penyakit keluarga

5) Keadaan klien meliputi:

(1) Sirkulasi

Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan

kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL.

(2) Integritas ego

Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan

atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita.Menunjukkan labilitas

emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.

(3) Makanan dan cairan

Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).

(4) Neurosensori

Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinalepidural.

(5) Nyeri / ketidaknyamanan

Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi

kandung kemih , efek-efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.

(6) Pernapasan

Bunyi paru-paru vesikuler dan terdengar jelas.

(7) Keamanan

Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.

(8) Seksualitas

Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus.Aliran lokhea sedang.

2.2.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul:

1) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan

2) Devisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan

3) Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan luka post operasi

11
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi

5) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan

6) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perdarahan dan agen infeksi akibat

adanya luka post operasi.

12
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan

1) Perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan perdarahan

Tujuan : diharapkan suplai/ kebutuhan darah ke jaringan terpenuhi

Kriteria Hasil :

1. Conjunctiva tidak anemis

2. Acral hangat

3. Hb normal

4. Muka tidak pucat

5. Tidak lemas

6. TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-

20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit

Intervensi Rasional

1. Jelaskan penyebab terjadi 1. Pasien paham tentang kondisi yang

perdarahan dialami

2. Monitor tanda-tanda vital 2. Tensi, nadi yang rendah, RR dan suhu

tubuh yang tinggi menunjukkan

gangguan sirkulasi darah

3. Mengantisipasi terjadinya syok

3. Kaji tingkat perdarahan setiap

15 – 30 menit 4. Cairan infus isotonik dapat mengganti

4. Kolaborasi pemberian cairan volume darah yang hilang akiba

infus isotonik perdarahan.

5. Kolaborasi pemberian tranfusi 5. Tranfusi darah mengganti komponen

darah bila Hb rendah darah yang hilang akibat perdarahan.

13
2) Devisit Volume Cairan berhubungan dengan perdarahan

Tujuan : Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output

baik jumlah maupun kualitas.

Kriteria Hasil :

1. Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40

x/mnt)

2. Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB

tidak cekung.

Intervensi Rasional

1. Kaji kondisi status 1. Pengeluaran cairan akibat operasi

hemodinamika. yang berlebih merupakan faktor

utama masalah

2. Jumlah cairan ditentukan dari jumlah

2. Ukur pengeluaran harian kebutuhan harian ditambah dengan

jumlah cairan yang hilang selama

masa post operasi dan harian

3. Berikan sejumlah cairan 3. Tranfusi mungkin diperlukan pada

pengganti harian kondisi perdarahan masif

4. Evaluasi status hemodinamika 4. Penilaian dapat dilakukan secara

harian melalui pemeriksaan fisik

5. Pantau intake dan output 5. Dapat meningkatkan laju filtrasi

glomerulus membuat keluaran tak

adekuat untuk membersihkan sisa

metabolisme

14
3) Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan luka post operasi

Tujuan : Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami

Kriteria Hasil :

1. Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang

2. Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )

3. Dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri

4. Kooperatif dengan tindakan yang dilakukan

5. TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-

20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit

Intervensi Rasional

1. Pertahankan tirah baring selama 1. Meminimalkan stimulasi atau

masa akut meningkatkan relaksasi

2. Terangkan nyeri yang diderita 2. Meningkatkan koping klien dalam

klien dan penyebabnya melakukan guidance mengatasi nyeri

3. Ajarkan teknik distraksi 3. Pengurangan persepsi nyeri

4. Kolaborasi pemberian 4. Mengurangi onset terjadinya nyeri

analgetika dapat dilakukan dengan pemberian

analgetika oral maupun sistemik

dalam spectrum luas/spesifik

5. Kaji intensitas, karakteristik, 5. Pengkajian yang spesifik membantu

dan derajat nyeri memilih intervensi yang tepat

15
4) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi

Tujuan : Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi

Kriteria Hasil :

1. klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri

Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat kemampuan klien 1. Mungkin klien tidak mengalami

untuk beraktivitas perubahan berarti, tetapi perdarahan

masif perlu diwaspadai untuk

menccegah kondisi klien lebih buruk

2. Kaji pengaruh aktivitas terhadap 2. Aktivitas merangsang peningkatan

kondisi luka dan kondisi tubuh vaskularisasi dan pulsasi organ

umum reproduksi, tetapi dapat

mempengaruhi kondisi luka post

operasi dan berkurangnya energi

3. Bantu klien untuk memenuhi 3. Mengistiratkan klilen secara optimal

kebutuhan aktivitas sehari-hari

4. Bantu klien untuk melakukan 4. Mengoptimalkan kondisi klien, pada

tindakan sesuai dengan abortus imminens, istirahat mutlak

kemampuan /kondisi klien sangat diperlukan

5. Evaluasi perkembangan 5. Menilai kondisi umum klien.

kemampuan klien melakukan

aktivitas

16
5) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan

Tujuan : Memperbaiki integritas kulit dan proteksi jaringan

Kriteria Hasil :

1. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

Intervensi Rasional

1. Berikan perhatian dan 1. Jaringan kulit yang mengalami

perawatan pada kulit kerusakan dapat mengganggu suplai

nutrien dan sangat rentan terhadap

tekanan serta trauma

2. Lakukan latihan gerak secara 2. Lindungi kulit yang sehat dari

pasif kemungkinan maserasi

3. Lindungi kulit yang sehat dari 3. maserasi pada kulit yang sehat dapat

kemungkinan maserasi menyebabkan pecahnya kulit

4. Jaga kelembaban kulit 4. untuk tetap menjaga kulit yang sehat

agar tetap lembab

17
6) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perdarahan dan agen infeksi akibat

adanya luka post operasi

Tujuan : Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan dan luka operasi

Kriteria Hasil :

1. Tidak ada tanda-tanda infeksi, seperti : merah, panas, bengkak, fungsio laesa

Intervensi Rasional

1. Kaji kondisi keluaran/dischart 1. Perubahan yang terjadi pada dishart

yang keluar ; jumlah, warna, dikaji setiap saat dischart keluar.

dan bau dari luka operasi. Adanya warna yang lebih gelap

disertai bau tidak enak mungkin

merupakan tanda infeksi

2. Terangkan pada klien 2. Infeksi dapat timbul akibat kurangnya

pentingnya perawatan luka kebersihan luka

selama masa post operasi

3. Lakukan pemeriksaan biakan 3. Berbagai kuman dapat teridentifikasi

pada dischart melalui dischart

4. Lakukan perawatan luka 4. Inkubasi kuman pada area luka dapat

menyebabkan infeksi

5. Terangkan pada klien cara 5. Berbagai manivestasi klinik dapat

mengidentifikasi tanda inveksi menjadi tanda nonspesifik infeksi;

demam dan peningkatan rasa nyeri

mungkin merupakan gejala infeksi

18
2.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi/pelaksanaan pada diagnosa keperawatan penyakit bursitis

mengacu pada perencanaan yang sudah dibuat. Pelaksanaan rencana tindakan yang

telah ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal.

Langkah-langkah persiapan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut.

1) Memahami rencana perawatan yang telah ditentukan.

2) Menyiapkan tenaga atau alat yang diperlukan.

3) Menyiapkan lingkungan yang sesuai dengan tindakan yang dilakukan antara

lain: langkah pelaksanaan, sikap yang meyakinkan, sistematika kerja yang tepat,

pertimbangan hukum dan etika, tanggung jawab dan tanggung gugat, mencatat

semua tindakan keperawatan yang telah ditentukan.

2.2.5 Evaluasi

Hasil yang diharapkan setelah mendapatkan intervensi keperawatan pada

pasien sectio caesarea adalah sebagai berikut.

1) Proses menyusui lancar.

2) Nyeri berkurang atau teradaptasi.

3) Tingkat pengetahuan bertambah.

4) Tingkat kebersihan pasien terpenuhi.

5) Tidak terjadi infeksi luka pascabedah.

19
A. Definisi Cephalopelvic Disproportion

Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah diagnosa medis digunakan ketika

kepala bayi dinyatakan terlalu besar untuk muat melewati panggul ibu.

Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarka ketidaksesuaian

antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui

vagina.

Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar

ataupun kombinasi keduanya. Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang

menggambarka ketidaksesuaian antara kepala janindan panggul ibu sehingga

janin tidak dapat keluar melalui vagina.

Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah diagnosa medis digunakan ketika

kepala bayi dinyatakan terlalu besar untuk muat melewati panggul ibu. Sering

kali, diagnosis ini dibuat setelah wanita telah bekerja keras selama beberapa

waktu, tetapi lain kali, itu dimasukkan ke dalam catatan medis wanita sebelum ia

bahkan buruh. Sebuah misdiagnosis of CPD account untuk banyak yang tidak

perlu dilakukan bedah caesar di Amerika Utara dan di seluruh dunia setiap

tahunnya. Diagnosis ini tidak harus berdampak masa depan seorang wanita

melahirkan keputusan. Banyak tindakan dapat diambil oleh ibu hamil untuk

meningkatkan peluangnya untuk melahirkan melalui vagina.

B. Anatomi dan Fisiologi

Menurut morfologinya, jenis-jenis panggul dibedakan menjadi 4, yaitu :

1) Panggul ginekoid, dengan pintu atas panggul yang bundar atau

dengan diameter transversal yang lebih panjang sedikit daripada

diameter anteroposterior dan dengan panggul tengah serta pintu

bawah panggul yang cukup luas.

20
2) Panggul anthropoid, dengan diameter anteroposterior yang lebih

panjang daripada diameter transversa dan dengan arkus pubis

menyempit sedikit.

3) Panggul android, dengan pintu atas panggul yang berbentuk sebagai

segitiga berhubungan dengan penyempitan ke depan, dengan spina

iskiadika menonjol ke dalam dan dengan arkus pubis yang menyempit.

4) Panggul platipelloid, dengan diameter anteroposterior yang jelas lebih

pendek daripada diameter transversa pada pintu atas panggul dan

dengan arkus pubis yang luas.

Adapun ukuran panggul adalah sebagai berikut :

1) Pintu Atas Panggul

Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra

sacrum, linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata

diagonalis adalah jarak dari pinggir bawah simfisis ke

promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur

dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan

menyusur naik ke seluruh permukaan anterior sacrum,

promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap

menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai

menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri.

Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang ditandai

oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis.

Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke

promontorium yang dihitung dengan mengurangi konjugata

diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata

obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak

antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium, selisih

antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.

21
2) Panggul Tengah (Pelvic Cavity)

Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas.

Pengukuran klinis panggul tengah tidak dapat diperoleh secara

langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina isciadika, sehingga

bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak

antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum

merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter

anteroposterior setinggi spina isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter

sagital posterior, jarak antara sacrum dengan garis diameter

interspinarum berukuran 4,5 cm.

3) Pintu Bawah Panggul

Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri

dari dua segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang

menghubungkan tuber isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah

panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis adalah jarak

antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak

dari ujung sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter

sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah simpisis

ke ujung sacrum (11,5 cm).

C. Etiologi

Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai

berikut :

1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan

a. Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil

b. Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa

c. Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebiha ukuranmuka

belakang

22
d. Panggul corong : pintu atas panggul biasa,pintu bawah panggul sempit.

e. Panggul belah : symphyse terbuka

2. Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya

a. Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha panggul sempit

picak dan lain-lain

b. Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang

c. Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring

3. Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang

a. Kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong

b. Sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul sempit miring.

4. Kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah Coxitis, luxatio, atrofia.

Salah satu anggota menyebabkan panggul sempit miring fraktura dari tulang

panggul yang menjadi penyebab kelainan panggul.

Penyebab dari Cephalopelvic Disproportion sendiri antara lain oleh karena :

1. Kapasitas panggul yang kecil atau ukuran panggul yang sempit

2. Ukuran janin yang terlalu besar atau yang paling sering menyebabkan CPD

3. Kedua hal di atas yang terjadi pada saat yang bersamaan.

D. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya penyakit ini berhubungan erat dengan penyabab CPD itu

sendiri. yaitu kapasitas panggul atau ukuran panggul yang sempit dan ukuran

janin yang terlalu besar.

23
24
E. Tanda dan Gejala

1. Pada palpasi abdomen, pada primipara kepala anak belum turun setelah

minggu ke-36.

2. Pada primipara ada perut menggantung.

3. Pada anamnesa, multipara persalinan yang dulu-dulu sulit.

4. Ada kelainan letak pada hamil tua.

5. Terdapat kelainan bentuk badan ibu (cebol, skoliosis, pincang, dan lain-lain).

6. Persalinan Lebih lama dari biasa.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radrologi

Untuk Pelvimetri dibuat 2 buah foto

a. Foto pintu atas panggul

b. Ibu dalam posisi setengah duduk (Thoms), sehingga tabung rontgen tegak

lurus diatas pintu atas panggul

2. Foto lateral

Ibu dalam posisi berdiri, tabung rontgen diarahkan horizontal pada

trochanter maya samping.

G. Penatalaksanaan

1. Persalinan Percobaan

Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara kepala

janin dan panggul dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat berlangsung per

vaginan dengan selamat dapat dilakukan persalinan percobaan. Cara ini

merupakan tes terhadap kekuatan his, daya akomodasi, termasuk moulage

karena faktor tersebut tidak dapat diketahui sebelum persalinan. Persalinan

percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak bisa pada letak

sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya. Ketentuan

lainnya adalah umur keamilan tidak boleh lebih dari 42 mingu karena kepala

25
janin bertambah besar sehingga sukar terjadi moulage dan ada kemungkinan

disfungsi plasentajanin yang akan menjadi penyulit persalinan percobaan.

Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan selalu

dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran kepala bayi sudah

keluar sedangkan dalam melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan

episiotomy medioateral yang cukup luas, kemudian hidung dan mulut janin

dibersihkan, kepala ditarik curam kebawah dengan hati-hati dan tentunya

dengan kekuatan terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan

pemutaran badan bayi di dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu

depan dimana sebelumnya merupakan bahu belakang dan lahir dibawah

simfisis. Bila cara tersebut masih juga belum berhasil, penolong memasukkan

tangannya kedalam vagina, dan berusaha melahirkan janin dengan

menggerakkan dimuka dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri, penolong

menggunakan tangan kanannya, dan sebaliknya. Kemudian bahu depan

diputar ke diameter miring dari panggul untuk melahirkan bahu depan.

Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test of labour.

Trial of labour serupa dengan persalinan percobaan di atas, sedangkan test of

labour sebenarnya adalah fase akhir dari trial of labour karena baru dimulai

pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam kemudian. Saat ini test of labour

jarang digunakan karena biasanya pembukaan tidak lengkap pada persalinan

dengan pangul sempit dan terdapat kematian anak yang tinggi pada cara ini.

Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir sontan per

vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik. Persalinan

percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang sekali

kemajuannnya, keadaan ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran bandl,

setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk PAP

26
dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada forceps yang gagal. Pada keadaan

ini dilakukan seksio sesarea.

2. Sectio Caesarea

Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan

kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga

dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi

seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki.

Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu)

dilakukan karena peralinan perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk

menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan syarat persalinan per

vaginum belum dipenuhi.

3. Simfisiotomi

Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada

simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.

4. Kraniotomi

Dilakukan Pada janin yang meninggal.

H. Komplikasi

Apabila persalinan dengan disproporsisefalo pelvik dibiarkan berlangsung

sendiri tampa-bilamana perlu. Pengambiilan tindakan yang tepat, timbulnya

bahaya bagi ibu dan janin

Bahaya Bagi Ibu

1. Partus lama yang sering disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil

dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis dan infeksi intrapartum

2. Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan dapat

timbul regangan segmen bawah uerus dan pembentukan lingkaranretrasi

patologik (Bandl). Keadaan ini terkenal dengan ruptura uteri mengancam.

27
Apabila tidak segera diambil tindakan untuk mengurangi regangan, akan

timbul ruptur uteri

3. Dengan persalinan tidak maju karena disproporsi sefalo pelvik jalan lahir

pada suatu tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan

tulang panggul. Hal ini meninbulkan gangguan sirkulasi dengan akibat

terjadinya Iskemia dan kemudian nekrosis pada tempat tersebut. Beberapa

hari post partum akan terjadi fistula vesiko servikalis, atau fitula vesiko

vaginalis atau fistula rekto vaginalis.

Bahaya Bagi Janin

1. Partus lama dapat meningkatkan kematian Perinatal, apabila jika ditambah

dengan infeksi intrapartum

2. Prolasus Funikuli, apabila terjadi, mengandung bahaya yang sangat besar bagi

janin dan memerlukan kelahiranya dengan apabila ia masih hidup.

3. Dengan adanya disproporsi sefalopelvik kepala janin dapat melewati

rintangan pada panggul dengan mengadakan moulage dapat dialami oleh

kepala janin tampa akibat yang jelek sampai batas – batas tertentu. Akan

tetapi apabila batas – batas tersebut dilampaui, terjadi sobekan pada tentorium

serebelli dan pendarahan intrakrahial.

4. Selanjutnya tekanan oleh promontorium atau kadang – kadang oleh simfiksi

pada panggul picak menyababkan perlukaan pada jaringan diatas tulang

kepala janin, malahan dapat pula meninbulakan fraktur pada Osparietalis.

I. Prognosis

Prognosis pada CPD tergantung pada berbagai faktor yaitu :

1. Bentuk Panggul

2. Ukuran Panggul

3. Pergeseran sendi-sendi panggul

4. Besarnya Kepala dan Kemampuan Kepala untuk moulage

5. Presentasi dan Posisi Kepala

28
6. His Ibu

J. Pemeriksaan Fisik

Pada Perkiraan Kapasitas Panggul Sempit

Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan

anamnesa. Misalnya pada tuberculosis vertebra, poliomyelitis, kifosis. Pada

wanita dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada kemungkinan memiliki

kapasitas panggul sempit, namun bukan berarti seorang wanita dengan tinggi

badan yang normal tidak dapat memiliki panggul sempit. Dari anamnesa

persalinan terdahulu juga dapat diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada

persalinan terdahulu berjalan lancar dengan bayi berat badan normal,

kemungkinan panggul sempit adalah kecil.

Pengukuran panggul (pelvimetri)

Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk memperoleh

keterangan tentang keadaan panggul. Melalui pelvimetri dalama dengan tangan

dapat diperoleh ukuran kasar pintu atas dan tengah panggul serta memberi

gambaran jelas pintu bawah panggul. Adapun pelvimetri luar tidak memiliki

banyak arti.

Pelvimetri radiologis

Pelvimetri radiologis dapat memberi gambaran yang jelas dan mempunyai

tingkat ketelitian yang tidak dapat dicapai secara klinis. Pemeriksaan ini dapat

memberikan pengukuran yang tepat dua diameter penting yang tidak mungkin

didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu diameter transversal pintu atas dan

diameter antar spina iskhiadika. Tetapi pemeriksaan ini memiliki bahaya pajanan

radiasi terutama bagi janin sehingga jarang dilakukan.

Pelvimetri dengan CT scan

Pelvimetri dengan CT scan dapat mengurangi pajanan radiasi, tingkat

keakuratan lebih baik dibandingkan radiologis, lebih mudah, namun biayanya

29
mahal. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan dengan MRI dengan

keuntungan antara lain tidak ada radiasi, pengukuran panggul akurat, pencitraan

janin yang lengkap. Pemeriksaan ini jarang dilakukan karena biaya yang mahal.

Dari pelvimetri dengan pencitraan dapat ditentukan jenis panggul, ukuran pangul

yang sebenarnya, luas bidang panggul, kapasitas panggul, serta daya akomodasi

yaitu volume dari bayi yang terbesar yang masih dapat dilahirkan spontan.

Pada kehamilan yang aterm dengan presentasi kepala dapat dilakukan

pemeriksaan dengan metode Osborn dan metode Muller Munro Kerr.

Pada metode Osborn, satu tangan menekan kepala janin dari atas kearah

rongga panggul dan tangan yang lain diletakkan pada kepala untuk menentukan

apakah kepala menonjol di atas simfisis atau tidak.

Metode Muller Munro Kerr dilakukan dengan satu tangan memegang kepala

janin dan menekan kepala ke arah rongga panggul, sedang dua jari tangan yang

lain masuk ke vagina untuk menentukan seberapa jauh kepala mengikuti tekanan

tersebut dan ibu jari yang masuk ke vagina memeriksa dari luar hubungan antara

kepala dan simfisis.

Diagnosa Panggul Sempit dan CPD apabila :

1. Pemeriksaan Umum

Perlu curiga panggul sempit/ abnormal bila :

a. Adanya penyakit tulang dan sendi

b. Bentuk badan tidak normal (kyphosis, scoliosis)

c. Wanita pendek (TB < 145 cm)

d. Anamnesa pada persalinan yang dahulu

e. Janin belum masuk PAP pada usia kehamilan 36 minggu (primipara), 38

mg (multipara)

30
2. Pelvimetri (klinis dan radiologik)

a. Kesempitan PAP bila C.Vera < 10 cm dan diameter transversa < 12 cm

b. Kesempitan rongga panggul bila Diameter Interspinarum < 9,5 cm

c. Kesempitan PBP bila Arcus Pubis < 90 cm

31
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Pasien Klinis.

Jakarta : EGC., Ed.9. 2009.

Doengoes, M. Rencana Perawatan Maternitas / Bayi, EGC : jakarta. 2001.

Hincliff, S. Kamus Keperawatan, Jakarta: EGC. 1999.

Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis Keperawatan,

Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC;

2005.

Mansjoer, A. Dasar-dasar Keperwatan Maternitas, EGC : jakarta. 1995.

Manuaba, I. B. G. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana

Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC. 1998.

Manuaba, I. B. G. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan : Jakarta.

2000.

Mochtar, R. Sinopsis obstetri : obstetri operatif, obstetri sosial, jilid 2. EGC :

Jakarta. 2002.

Prawirohardjo, S. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2002.

Syaifudin, Abdul Bari, Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Bina Pustaka

: Jakarta. 2002.

Winkjosastro, H. Dkk. Ilmu kebidanan, Bina Pustaka : Jakarta. 2002.

32

Anda mungkin juga menyukai