Sap Halusinasi
Sap Halusinasi
Oleh:
Tim PKRS RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
TAHUN 2017
SATUAN ACARA PENYULUHAN
PERAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN HALUSINASI
DI RUANG POLI JIWA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SAIFUL ANWAR
MALANG
Oleh:
KELOMPOK 2
Renny Revita P A
Taramita Purbandari
Ni Putu Ika Purnamawati
Resty Dewi A
Tri Heru S
Satuan Acara Penyuluhan yang berjudul “Peran Keluarga Dalam Merawat Pasien
Halusinasi”
di Ruang Poli Jiwa RSUD Dr. Saiful Anwar Malang yang akan dilaksanakan pada hari
KAMIS tanggal 2 November 2017 yang disusun oleh:
KELOMPOK 2
Renny Revita P A
Taramita Purbandari
Ni Putu Ika P
Resty Dewi A
Tri Heru S
Telah disetujui dan disahkan pada:
Hari :
Tanggal :
Mengetahui,
Kepala Ruangan Poli Jiwa RSSA
LEMBAR PENGESAHAN
1. LATAR BELAKANG
Kesehatan Jiwa masyarakat (community mental health) telahmenjadi bagian
masalah kesehatan masyarakat (public health) yang dihadapisemua negara.Salah satu
pemicu terjadinya berbagai masalah dalam kesehatan jiwa adalah dampak modernisasi
dimana tidak semua orang siap untuk menghadapi cepatnya perubahan dan kemajuan
teknologi baru. Gangguan jiwa tidak menyebabkan kematian secara langsung namun
akan menyebabkan penderitanya menjadi tidak produktif dan menimbulkan beban bagi
keluarga penderita dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam UU No.23 tahun 1992
tentang kesehatan, pasal (4) disebutkan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan sejahtera
yang meliputi fisik,mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau
kecacatan.Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari
gangguan tetapi lebih kepada perasan sehat, sejahtera dan bahagia, ada keserasian
antara pikiran, perasaan, perilaku, dapat merasakan kebahagiaan dalam sebagian besar
kehidupannya serta mampu mengatasi tantangan hidup sehari-hari. Penyakit mental,
disebut juga gangguan mental, penyakit jiwa, atau gangguan jiwa, adalah gangguan
yang mengenai satu atau lebih fungsi mental. Penyakit mental adalah gangguan otak
yang ditandai oleh terganggunya emosi proses berpikir, perilaku, dan persepsi
(penangkapan panca indera). Penyakit mental ini menimbulkan stress dan penderitaan
bagi penderita(dan keluarganya).
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) pasca indera tanpa a danya
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan dimana terjadi
pada saat kesadaran individu itu penuh / baik. Halusinasi merupakan bentuk yang paling
sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang
bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam
bentuk kalimat yang agak sempurna. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara
dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar
atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya
bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap
tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya
bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain. Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi
secara umum dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia,
Depresi, Delirium dan kondisiyang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan
substansi lingkungan.Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien dirumah sakit jiwa
ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi (Wardani dkk, 2012).
Lingkungan terdekat pasien adalah keluarga. Orang yang paling sering beribteraksi
dengan pasien adalah keluarga. Keluarga memiliki peran pentig dalam proses
penyembuhan pasien seperti memberikan nasihat dan pengarahan kepada klien,
menyiapkan obat dan pengawasan minum obat, dan memberikan pujian kepada kllien
(Wardani dkk, 2012). Berdasarkan hal tersebut maka kami akan menyelenggarakan
penyuluhan kepada anggota keluarga pasien dan pasien gangguan psikis dengan topik
“ Peran Keluarga Dalam Merawat Pasien Halusinasi”.
2. TUJUAN
2.1 Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan keluarga dan pasien mampu mengetahui peran
keluarga dalam merawat pasien halusinasi. Selama 60 menit, pasien dan keluarga
di ruang poli jiwa memahami tentang materi yang disampaikan.
2.2 Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 60 menit diharapkan keluarga pasien dapat:
a. Memahami pengertian halusinasi
b. Memahami tanda gejala halusinasi
c. Memahami rentang respon halusinasi
d. Memahami tahapan halusinasi
e. Memahami penatalaksanaan medis pasien dengan halusinasi
f. Memahami peran keluarga dalam merawat pasien halusinasi
g. Memahami cara berhenti obat dengan aman
3. MANFAAT
Penyuluhan ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi pada pasien dan
keluarga tentang pengertian halusinasi, peran keluarga dan penatalaksanaan
halusinasi.
BAB II
LANDASAN TEORI
MATERI PENYULUHAN
PENGERTIAN HALUSINASI
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2003). Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya
tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indera tanpa ada rangsangan dari luar.
Suatu penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi melalui pancaindera tanpa
stimulus eksternal; persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi dimana pasien
mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi
terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal
dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata oleh pasien.
Halusinasi adalah perubahan persepsi sensori : keadaan dimana individu atau
kelompok mengalami atau beresiko mengalami suatu perubahan dalam jumlah,
pola atau interpretasi stimulus yang datang.(Carpenito,2000)
Halusinasi merupakan gangguan sensori persepsi di mana terjadi jika seseorang
merasakan sensori persepsi yang salah tentang sesuatu, atau merasakan suatu
pengalaman yang sebenarnya tidak terjadi tetapi dianggap terjadi (Videbeck,
2004).
TAHAPAN HALUSINASI
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart Lardia (2001)
dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda yaitu :
a. Fase I
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan
untuk meredakan ansietas. Disini kliuen tyersenyum atau tertawa yang tidak
sesuai, menggerakan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam
dan asyik sendiri. Jika kecemasan datang klien dapat mengontrol kesadaran
dan mengenal pikirannya namun intensitas persepsi meningkat.
b. Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsi. Disini terjadi penin gkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital. Asyik dengan
pengalaman sensori danb kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi dengan realita. Ansietas meningkat dan berhubungan dengan
pengalaman internal dan eksternal, individu berada pada tingkat listening
pada halusinasinya. Pikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan
sensori dan halusionasinya dapat berupa bisikan yang jelas, klien membuat
jarak antara dirinya dan halusinasinya dengan memproyeksikan seolah-olah
halusinasi datang dari orang lain atau tempat lain.
c. Fase III
Klien menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah
pada halusinasi tersebut. Disini klien sukar berhubungan dengan orang lain
dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Klien menjadi
lebih terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya. Kadang halusinasi
tersebut memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
d. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancamjika klien mengikuti perintah
halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu
berespon lebih dari satu orang. Kondisi klien sangat membahayakan. Klien
tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya. Klien hidup dalam dunia yang menakutkan yang berlangsung
secara singkat atau bahkan selamanya.
Respon Respon
Adaptif Maladaptif
PENYEBAB HALUSINASI
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Pada tahap perkembangan individu mempunyai tugas perkembangan yang
berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal, bila dalam pencapaian
tugas perkembangan tersebut mengalami gangguan akan menyebabkan
seseorang berperilaku menarik diri, serta lebih rentan terhadap stres.
b. Faktor biologik
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologist yang mal
adaptif yang baru di mulai di pahami,ini termasuk hal hal sebagai berikut
:Penilaian pencitraan otak sudah mulai menunjukan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia: lesi pada area frontal temporal
dan limbic paling berhubungan dengan perilaku psikotik,beberapa kimia otak
dikaitkan dengan gejala skizofrenia antara lain : dopain, neurotransmitter dan
lain lain.
c. Faktor sosiokultural.
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (unwanted
child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya kepada
lingkungannya.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat untuk mass depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua yang
mengalami skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Yang berasal dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain, stressor
juga bisa menjadi salah satu penyebabnya.
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon nurobiologik yang mal
adaptis termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur
proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara efektif menanggapi
rangsangan
b. Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menetapkan terjadinya
gangguan perilaku.
c. Perilaku
respon klien terhadap halusinasi dapat berupa kecurigaan, merasa tidak
nyaman, gelisah, bingung, dan tidak dapat membedakan keadaan nyata dan
tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 menyebutkan bahwa
hakikat keberadaan seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas
dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual seehingga dapat dilihat dari 5
dimensi yaitu :
dimensi fisik
dimensi emosional
dimensi intelektual
dimensi sosial
dimensi spiritual
PENATALAKSANAAN MEDIS :
1) Psikofarmaka
Psikofarmaka adalah therapi dengan menggunakan obat, tujuannya untuk
menghilangkan gejala gangguan jiwa, adapun yang tergolong dalam
pengobatan psikofarmaka adalah :
a. Clopromazine (CPZ)
Indikasinya untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realita, kesadaran diri terganggu, daya ingat normal,
sosial dan titik terganggu berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari,
tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Mekanisme kerjanya adalah memblokade dopamine pada reseptor
sinap diotak khususnya system ekstra pyramida.
Efek sampingnya adalah gangguan otonomi, mulut kering, kesulitan
dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler
meninggi, gangguan irama jantung.
Kontra indikasinya penyakit hati, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit sistem syaraf pusat, gangguan kesadaran.
b. Thrihexyfenidil (THP)
Indikasinya adalah segala penyakit parkinson, termasuk pasca
ensefalitis dan idiopatik, sindrom parkinson akibat obat misalnya reserfina
dan senoliazyne.
Mekanisme kerja : sinergis dan kinidine, obat anti depresan trisiclin dan
anti kolinergik lainnya.
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, pusing, mual, muntah,
bingung, konstipasi, takikardi dilatasi, ginjeksial letensi urin.
Kontra indikasi : hipersensitif terhadap trihexyphenidil, glukoma sudut
sempit, psikosis berat, psikoneurosis, hipertropi prostase dan obstruksi
saluran cerna.
c. Halloperidol (HLP)
Indikasinya : berbahaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam
fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
Mekanisme kerja : obat anti psikosis dalam memblokade dopamine
pada reseptor pasca sinoptik neuron di otak, khususnya system limbic dan
system ekstra pyramidal
Efek samping : sedasi dan inhabisi psimotor gangguan otonomik yaitu
mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata
kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung.
Kontra indikasi : penyakit hati, epilepsy, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit system saraf pusat, gangguan kesadaran. .
d. Clozapine
Indikasi : Clozapine digunakan dalam perawatan, kontrol, pencegahan, &
perbaikan penyakit, kondisi dan gejala berikut ini:
pengobatan skizofrenia tahan
gangguan psikotik
pengurangan risiko perilaku bunuh diri berulang pada pasien skizofrenia
Efek samping : sedasi, takikardia, sembelit, pusing, hipotensi, demam
e. Fluoxetine
Fluoxetine adalah obat yang digunakan untuk mengatasi beberapa
gangguan psikologi, seperti depresi, gangguan obsesif-kompulsif (OCD), dan
bulimia nervosa.
Fluoxetine bekerja dengan cara meningkatkan aktivitas dan sirkulasi suatu
zat kimia di dalam otak yang disebut dengan serotonin. Dengan meningkatnya
kadar serotonin, maka keseimbangan kimia di dalam otak berubah dan gejala
ketiga gangguan psikologi tersebut dapat teratasi
Efek samping perubahan pada indera pengecap mulut kering, nafsu makan
berkurang, sulit tidur, libido menurun, jantung berdebar, lelah, sakit kepala
f. Risperidone
Risperidone adalah obat yang digunakan untuk menangani skizofrenia dan
gangguan psikosis lain, serta perilaku agresif dan disruptif yang membahayakan
pasien maupun orang lain. Antipsikotik ini bekerja dengan menstabilkan senyawa
alami otak yang mengendalikan pola pikir, perasaan, dan perilaku.
Efek samping : pusing., mengantuk., pandangan kabur, gangguan
pencernaan, gemetar atau gelisah., sulit tidur, emosi yang tidak stabil, detak jantung
yang cepat, kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah
Penggunaan obat antipsikiatri apa saja, baik itu antidepresan, obat tidur,
antipsikotik, maupun obat ADHD bukanlah suatu hal yang permanen. Dokter sering kali
hanya meresepkan obat-obatan tersebut dalam jangka waktu tertentu untuk mengatasi
masalah konsentrasi, gangguan tidur, dan gangguan dalam kualitas hidup lain yang
dialami oleh pasien. Namun dalam beberapa kasus, pasien pengguna obat psikiatri
mengalami efek samping yang mengakibatkan masalah dan gangguan kualitas hidup
yang lebih berat dibandingkan penyakit itu sendiri. Obat-obatan seperti ini sering kali
menyebabkan "gejala diskontinuasi" yang dapat dihindari atau diringankan dengan
proses penyapihan secara bertahap, bukan secara mendadak. Artikel ini akan
menunjukkan cara menghentikan penggunaan obat psikiatri dengan aman. Perlu
diperhatikan bahwa sebelum menghentikan obat psikiatri, Anda harus berkonsultasi
terlebih dahulu dengan dokter.
Tips
Proses pemulihan dan putus obat sangat ditentukan oleh komposisi tubuh masing-
masing orang. Jadi, jangan beranggapan bahwa proses putus obat Anda akan sama
persis dengan sumber yang Anda baca. Sebagian pasien hanya membutuhkan waktu
singkat dan tidak banyak merasakan gejala. Sementara itu, pasien lainnya mungkin
harus menjalani proses yang lebih berat.
DAFTAR PUSTAKA
Stuart & Sudden .1988. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Towsend, Mary C .1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri. Jakarta:
EGC.
Yosep, Iyus. 2009. Keperwatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama.
Stuart, G.W., dan Laraia, 2003. Principles and practice of psychiatric Nursing.St. Louis:
Mosby year book
Keliat budi, ana. Peran serta keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa. EGC. 1995