Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keanekaragaman flora (biodiversity) berarti keanekaragaman senyawa kimia


(chemodiversity) yang kemungkinan terkandung di dalamnya baik yang berupa
metabolisme primer (metabolit primer) seperti protein, karbohidrat, dan lemak yang
digunakan oleh tumbuhan itu sendiri untuk pertumbuhannya ataupun senyawa kimia dari
hasil metabolisme sekunder (metabolit sekunder) seperti terpenoid, steroid, kumarin,
flavonoid, dan alkaloid. Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang
umumnya mempunyai kemampuan bioaktivitas dan berfungsi sebagai pelindung
tumbuhan dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya.
Hal ini memacu dilakukannya penelitian dan penelusuran senyawa kimia terutama
metabolit sekunder yang terkandung dalam tumbuh-tumbuhan. Seiring dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti teknik pemisahan, metode analisis, dan uji
farmakologi. Senyawa hasil isolasi atau senyawa semi sintetik yang diperoleh dari
tumbuhan sebagai obat atau bahan baku obat.
Metabolisme sekunder juga disebut metabolisme khusus adalah istilah untuk jalur
dan molekul kecil produk dari metabolisme yang tidak mutlak diperlukan untuk
kelangsungan hidup organisme. Senyawa kimia sebagai hasil metabolit sekunder telah
banyak digunakan untuk zat warna, racun, aroma makanan, obat-obatan dan sebagainya.
Serta banyak jenis tumbuhan yang digunakan sebagai obat-obatan, dikenal sebagai obat
tradisional sehingga perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan tumbuh-tumbuhan
berkhasiat dan mengetahui senyawa kimia yang bermanfaat sebagai obat.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan senyawa alkaloid dan apa fungsinya?
b. Bagaimana proses sintesis alkaloid?
c. Tanaman apa saja yang mengandung senyawa alkaloid?

1
1.3 Tujuan
a. Mengatahui pengertian dari senyawa alkaloid beserta fungsinya.
b. Menetahui bagaimana proses sintesis alkaloid pada tumbuhan.
c. Mengetahui tanaman-tanaman yang mengandung senyawa alkaloid.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Alkaloid


Senyawa kimia terutama senyawa organik hasil metabolisme dapat dibagi dua yaitu
yang pertama senyawa hasil metabolisme primer, contohnya karbohidrat, protein, lemak,
asam nukleat, dan enzim. Senyawa kedua adalah senyawa hasil metabolisme sekunder,
contohnya terpenoid, steroid, alkaloid dan flavonoid.
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di
alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam
berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar alkaloid terdapat pada tumbuhan
dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan pteridofita mengandung alkaloid dengan
kadar yang sedikit. Pengertian lain Alkaloid adalah senyawa organik yang terdapat di
alam bersifat basa atau alkali dan sifat basa ini disebabkan karena adanya atom N
(Nitrogen) dalam molekul senyawa tersebut dalam struktur lingkar heterosiklik atau
aromatis, dan dalam dosis kecil dapat memberikan efek farmakologis pada manusia dan
hewan. Sebagai contoh, morfina sebagai pereda rasa sakit, reserfina sebagai obat
penenang, atrofina berfungsi sebagai antispamodia, kokain sebagai anestetik lokal, dan
strisina sebagai stimulan syaraf (Ikan, 1969). Selain itu ada beberapa pengecualian, dimana
termasuk golongan alkaloid tapi atom N (Nitrogen)nya terdapat di dalam rantai lurus atau
alifatis.
Meyer’s Conversation Lexicons tahun 1896 dinyatakan bahwa alkaloid terjadi
secara karakteristik di dalam tumbuh- tumbuhan, dan sering dibedakan berdasarkan
kereaktifan fisiologi yang khas. Senyawa ini terdiri atas karbon, hidrogen, dan nitrogen,
sebagian besar diantaranya mengandung oksigen. Sesuai dengan namanya yang mirip
dengan alkali (bersifat basa) dikarenakan adanya sepasang elektron bebas yang dimiliki
oleh nitrogen sehingga dapat mendonorkan sepasang elektronnya. Kesulitan
mendefinisikan alkaloid sudah berjalan bertahun-tahun.
Definisi tunggal untuk alkaloid belum juga ditentukan. Trier menyatakan bahwa
sebagai hasil kemajuan ilmu pengetahuan, istilah yang beragam senyawa alkaloid akhirnya
harus ditinggalkan (Hesse, 1981).Garam alkaloid dan alkaloid bebas biasanya berupa
senyawa padat, berbentuk kristal tidak berwarna (berberina dan serpentina berwarna
kuning). Alkaloid sering kali optik aktif, dan biasanya hanya satu dari isomer optik yang
dijumpai di alam, meskipun dalam beberapa kasus dikenal campuran rasemat, dan pada

3
kasus lain satu tumbuhan mengandung satu isomer sementara tumbuhan lain mengandung
enantiomernya (Padmawinata, 1995). Ada juga alkaloid yang berbentuk cair, seperti
konina, nikotina, dan higrina.

2.2 Prinsip Dasar Pembentukan Alkaloid


Asam amino merupakan senyawa organik yang sangat penting, senyawa ini terdiri
dari amino (NH2) dan karboksil (COOH). Ada 20 jenis asam amino esensial yang
merupakan standar atau yang dikenal sebagai alfa asam amino alanin, arginin, asparagin,
asam aspartat, sistein, asam glutamat , glutamin, glisin, histidine, isoleusin, leusin, lysin,
metionin, fenilalanine, prolin, serine, treonine, triptopan, tirosine, and valin(4). Dari 20
jenis asam amino yang disebutkan diatas, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil
asam amino yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan
tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan
alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi
mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer dan sekunder, dan suatu senyawa
enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan
metilasi. Jalur poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid.
Kemudian reaksi yang mendasari pembentukan alkaloid membentuk basa. Basa kemudian
bereaksi dengan karbanion dalam kondensasi hingga terbentuklah alkaloid.
Disamping reaksi-reaksi dasar ini, biosintesa alkaloida melibatkan reaksi-reaksi
sekunder yang menyebabkab terbentuknya berbagai jenis struktur alkaloida. Salah satu
dari reaksi sekunder ini yang terpenting adalah reaksi rangkap oksidatif fenol pada posisi
orto atau para dari gugus fenol. Reaksi ini berlangsung dengan mekanisme radikal bebas.
Reaksi-reaksi sekunder lain seperti metilasi dari atom oksigen menghasilkan
gugus metoksil dan metilasi nitrogen menghasilkan gugus N-metil ataupun oksidasi dari
gugus amina. Keragaman struktur alkaloid disebabkan oleh keterlibatan fragmen-fragmen
kecil yang berasal dari jalur mevalonat, fenilpropanoid dan poliasetat.
Dalam biosintesa higrin, pertama terjadi oksidasi pada gugus amina yang diikuti oleh
reaksi Mannich yang menghasilkan tropinon, selanjutnya terjadi reaksi reduksi dan
esterifikasi menghasilkan hiosiamin.

2.3 Fungsi Alkaloid


Alkaloid telah dikenal selama bertahun-tahun dan telah menarik perhatian terutama
karena pengaruh fisiologinya terhadap mamalia dan pemakaiannya di bidang farmasi,

4
tetapi fungsinya dalam tumbuhan hampir sama sekali kabur. Beberapa pendapat mengenai
kemungkinan perannya dalam tumbuhan sebagai berikut (Padmawinata, 1995):
a. Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam urat dalam
hewan (salah satu pendapat yang dikemukan pertama kali, sekarang tidak dianut
lagi). Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tandon penyimpanan nitrogen
meskipun banyak alkaloid ditimbun dan tidak mengalami metabolisme lebih lanjut
meskipun sangat kekurangan nitrogen.
b. Pada beberapa kasus, alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan parasit atau
pemangsa tumbuhan. Meskipun dalam beberapa peristiwa bukti yang mendukung
fungsi ini tidak dikemukakan, mungkin merupakan konsep yang direka-reka dan
bersifat ‘manusia sentris’.
c. Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh, karena dari segi struktur, beberapa
alkaloid menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa alkaloid merangasang
perkecambahan yang lainnya menghambat.
d. Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian besar bersifat basa,
dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan kesetimbangan ion dalam
tumbuhan.
Salah satu contoh alkaloid yang pertama sekali bermanfaat dalam bidang medis
adalah morfin yang diisolasi tahun 1805. Alkaloid diterpenoid yang diisolasi dari
tanaman memiliki sifat antimikroba. Solamargine, suatu glikoalkoid dari tanaman berri
solanum khasianum mungkin bermanfaat terhadap infeksi HIV dan infeksi intestinal
yang berhubungan dengan AIDS.
Ketika alkaloid ditemukan memiliki efek antimikroba temasuk terhadap Giarde
dan Entamoeba, efek anti diare utama mereka kemungkinan disebabkan oleh efek mereka
pada usus kecil. Berberin merupakan satu contoh penting alkaloid yang potensial efektif
terhadap typanosoma dan plasmodia. Mekanisme kerja dari alkaloid kuartener planar
aromatik seperti berberin dan harman dihubungkan dengan kemampuan mereka untuk
berinterkalasi dengan DNA.

5
Berikut adalah beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal
dalam bidang farmakologi :

Senyawa Alkaloid
Aktivitas Biologi
(Nama Trivial)

Nikotin Stimulan pada syaraf otonom

Morfin Analgesik

Kodein Analgesik, obat batuk

Atropin Obat tetes mata

Skopolamin Sedatif menjelang operasi

Kokain Analgesik

Piperin Antifeedant (bioinsektisida)

Quinin Obat malaria

Vinkristin Obat kanker

Ergotamin Analgesik pada migraine

Reserpin Pengobatan simptomatis disfungsi ereksi

Mitraginin Analgesik dan antitusif

Vinblastin Anti neoplastik, obat kanker

Saponin Antibakteri

2.4 Tanaman Penghasil Alkaloid

Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di alam.


Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis
tumbuhan. Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa sepat dan pahit, biasanya
teridentifikasi mengandung alkaloid. Selain daun-daunan, senyawa alkaloid dapat
ditemukan pada akar, biji, ranting, dan kulit kayu.
Alkaloid dihasilkan oleh banyak organisme, mulai dari bakteria, fungi (jamur),
tumbuhan, dan hewan. Ekstraksi secara kasar biasanya dengan mudah dapat dilakukan
melalui teknik ekstraksi asam-basa. Rasa pahit atau getir yang dirasakan lidah dapat
disebabkan oleh alkaloid. Istilah "alkaloid" (berarti "mirip alkali", karena dianggap

6
bersifat basa) pertama kali dipakai oleh Carl Friedrich Wilhelm Meissner (1819), seorang
apoteker dari Halle (Jerman) untuk menyebut berbagai senyawa yang diperoleh dari
ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa (pada waktu itu sudah dikenal, misalnya, morfina,
striknina, serta solanina). Hingga sekarang dikenal sekitar 10.000 senyawa yang tergolong
alkaloid dengan struktur sangat beragam, sehingga hingga sekarang tidak ada batasan yang
jelas untuknya.
Cokelat adalah makanan yang diolah dari biji kakao. Cokelat mengandung
alkaloid-alkaloid seperti teobromin, fenetilamina, dan anandamida yang memiliki efek
fisiologis untuk tubuh. Kandungan-kandungan ini banyak dihubungkan dengan tingkat
serotonin dalam otak. Menurut ilmuwan, cokelat jika dimakan dalam jumlah normal secara
teratur dapat menurunkan tekanan darah.
Tembakau mengandung senyawa alkaloid, diantaranya adalah nikotin. Nikotin
termasuk dalam golongan alkaloiod yang terdapat dalam famili Solanaceae. Nikotin dalam
jumlah banyak terdapat dalam tanaman tembakau, sedang dalam jumlah kecil terdapat
pada tomat, kentang dan terung. Nikotin dan kokain dapat pula ditemukan pada daun
tanaman kota. Kadar nikotin berkisar antara 0,6-3,0 % dari berat kering tembakau, dimana
proses biosintesisnya terjadi di akar dan terakumulasi pada daun tembakau. Nikotin terjadi
dari biosintesis unsur N pada akar dan terakumulasi pada daun. Fungsi nikotin adalah
sebagai bahan kimia antiherbivora dan adanya kandungan neurotoxin yang sangat sensitif
bagi serangga, sehingga nikotin digunakan sebagai insektisida pada masa lalu.
Kecubung adalah tumbuhan penghasil bahan obat-obatan yang telah dikenal
sejak ribuan tahun,di antaranya Datura Stramonium, Datura tatura, dan Brugmansia
suaviolens, namun daya khasiat masing-masing jenis kecubung, berbeda-beda.
Penyalahgunaan kecubung memang sering terjadi, sehingga bukan obat yang didapat
malah racun (menyebabkan pusing) yang sangat berbahaya. Hampir seluruh bagian
tanaman kecubung dapat dimanfaatkan sebagai obat. Hal ini disebabkan seluruh bagiannya
mengandung alkaoida atau disebut hiosamin (atropin) dan scopolamin, seperti pada
tanaman Atropa belladona.Alkahoid ini bersifat racun sehingga pemakaiannya terbatas
pada bagian luar. Biji kecubung mengandung hiosin dan lemak, sedangkan daunnya
mengandung kalsium oksalat. Berkhasiat mengobati rematik, sembelit, asma, sakit
pinggang, bengkak, encok, eksim, dan radang anak telinga.
Kopi juga termasuk ke dalam tanaman yang mengandung senyawa alkaloid.
Kopi terkenal akan kandungan kafeinnya yang tinggi. Kafein kopi merupakan senyawa

7
hasil metabolisme sekunder golongan alkaloid dari tanaman kopi dan memilik rasa yang
pahit.
Buah pare dalam bahasa latin disebut Momordica charantia L berasal dari
kawasan Asia Tropis. Buahnya mengandung albiminoid, karbohidrat, dan zat warna,
daunnya mengandung momordisina, momordina, karantina, resin, dan minyak lemak.
Bijinya mengandung saponin, alkaloid, triterprenoid, dan asam momordial. Manfaat buah
ini dapat merangsang nafsu makan, menyembuhkan batuk, memperlancar pencernaan,
membersihkan darah bagi wanita yang baru melahirkan, dapat menyembuhkan penyakit
kuning, juga cocok untuk menyembuhkan mencret pada bayi.

8
BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini baik bahan dari tanaman
maupun bahan untuk menunjang penelitian adalah sebagai berikut :
3.1.1 Pengumpulan dan identifikasi tanaman
Kulit batang Mahonia manipurensis dan specimen herbarium terkumpul
di kaki bukit Gn. Tenipu, distrik Senapati Manipur pada bulan April 2009,
diidentifikasi dari flora india, 1993; Flora dari Manipur, 2000 dan selanjutnya di
verifikasi dari Kew Herbarium, Edinburg. Spesimen voucher (Coll. No. 188-M)
disiapkan dari tanaman yang dikumpulkan dan disimpan di herbarium Departemen
Kehutanan, NEHU, Shillong.
3.1.2 Bahan dan reagen
3.1.2.1 Ekstraksi alkaloid
Larutan yang digunakan untuk mengekstraksi adalah methanol 80%.
3.1.2.2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Eluent yang digunakan pada KLT ini adalah campuran heksana, etil asetat,
dan methanol (56:20:5) dan kloroform, etil asetat, dietilamin, methanol dan
NH4OH 20%. Reagen Dragendroff untuk tes positif alkaloid.
3.1.2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Untuk KCKT grade digunakan methanol dan air. Kemudian digunakan
standar berberin klorida dan palmatin klorhidrat. Serta larutan penyangga
asam format sebagai fase gerak.
3.1.2.4 Spektroskopi UV-VIS dan ESI-MS
Lempeng yang digunakan adalah Silica gel G F 254. Dan digunakan
berberin klorida dan palmatin klorhidrat sebagai standar.

3.2 Metode
3.2.1 Ekstraksi alkaloid
Kulit batang tanaman dipindahkan, dikeringkan dalam oven dan
ditumbuk menjadi bubuk halus menggunakan penggiling. Sekitar 100 g sampel
serbuk halus diekstraksi dengan 1000 ml methanol 80% dalam beaker gelas 2,5 liter
dengan pengadukan pada interval di suhu kamar. Ekstrak disaring kemudian

9
dipekatkan satu per lima dari volume asli ke dalam Buchi rota vapor dibawah
pengurangan tekanan. Ekstrak pekat kemudian digunakan untuk ekstraksi alkaloid
mengikuti metode Harborne.
3.2.2 Kromatografi lapis tipis (KLT)
Adanya alkaloid di dalam ekstrak mentah mulanya dianalisa dengan
KLT menggunakan heksana, etil asetat dan methanol (56:20:5) sebagai fase gerak.
Fraksi murni menunjukkan tes reagen positif (tes Dragendroff) yang dikumpulkan
dan dikenai untuk analisa lebih lanjut menggunakan kloroform, etil asetat,
dietilamin, methanol dan NH4OH 20% sebagai fase gerak. Setelah lempeng
dikembangkan, dikeringkan pada suhu kamar dan disemprot dengan reagen
Dragendroff untuk mendeteksi dan memvisualisasikan fraksi yang aktif dengan
reagen.
3.2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
KCKT dilakukan di suhu kamar pada kolom fase terbalik WATER
SYMMETRY C18 (5 µm, 250 mm x 4.6 mm ID). Fase gerak untuk alkaloid dari
fraksi yang berbeda adalah methanol dan larutan penyangga asam format (0,1%
v/v). Tingkat alirnya dipertahankan pada 1 ml/menit dan gradient fase gerak untuk
kolom 20-40% methanol untuk 35 menit.
3.2.4 Spektroskopi UV-VIS
Masing-masing fraksi II dan III dihapus dari lempeng silika gel dan
dikumpulkan dalam tabung eppendorf 2,5 ml. campuran di larutkan dalam 1,5 ml
air KCKT grade dan dikocok kuat selama 1 menit. Kemudian di sentrifugasi pada
kecepatan 600 rpm selama 5 menit menggunakan sentrifugator mini SPINWIN
(TARSON). Proses ini diulang 3 kali dan substrat senyawa tersebut akan dilarutkan
dengan memipet pada tabung eppendorf 2,5 ml lainnya. Selanjutnya, substrat
disaring dengan menggunakan filter membran nylon-66 ukuran pori 0,22 µm
(AXIVA). Sekitar 1,2 ml substrat dipindahkan ke dalam kuvet kuarsa berkapasitas
1,4 ml dan absorbansi dipindai dari gelombang 250 nm sampai 500 nm
menggunakan spektorfotometerr Perken Elmer UV-VIS lambda-25 (figr. 2b &3b)
dan juga dibandingkan dengan spektro UV dengan standar berberin klorida dan
palmatin klorhidrat (figs. 2a & 3a).
3.2.5 Spektroskopi ESI-MS
Masing-masing fraksi II dan III dihapus dari lapisan lempeng silika gel
G F254 dengan lapisan belakang alumunium dengan ukuran 10 cm x 5 cm x 0.2

10
mm dan dikumpulkan dalam tabung eppendorf 1.5 ml. campuran dilarutkan dalam
0,5 ml methanol KCKT grade dan dikocok kuat selama 1 menit. Kemudian di
sentrifugasi pada kecepatan 6000 rpm selama 5 menit menggunakan sentrifugator
mini SPINWIN (TARSON). Substrat di kumpulkan dan disaring menggunakan
filter membran nylon-66 ukuran pori 0,22 µm (AXIVA) dan hal yang sama juga
untuk spectro massa menggunakan LC-MS spektrometer air model ZQ-4000.
Sehingga dihasilkan spectrum massa.

11
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Nilai Rf dari fraksi alkaloid yang berbeda terpisah dari ekstrak menggunakan TLC
(table 1) pada penelitian ini dibandingkan dengan standar (gambar 2a, b -3a, b) dan
diobservasi bahwa nilai dari kedua fraksi (fraksi II dan III) cocok dengan kedua standar.
Perbandingan dari spectrum UV (gambar 2a,b – 3a, b) dari kedua fraksi Fr-II λmax-342.86
dan Fr-III, λmax-342.36 nm dengan standar Berberine klorida, λmax-341.06 dan
Palmatine chloride hydrate, λmax-42.24 menunjukkan bahwa nilainya sebanding dengan
kedua standar. Selanjutnya, waktu retensi kromatogram HPLC dari kedua fraksi (Fr-II dan
Fr-III) menunjukkan bahwa nilainya sebanding dengan standar (gambar 5a&b-6a&b).
sebagai tambahan, spectra ESI-MS dari kedua fraksi juga terlihat di gambar 7a, b dengan
bobot molekul base peak (puncak) 336.19 dan 352.12 sesuai dengan masing-masing bobot
molekul standar dari alkaloid berberine dan palmitat. Perbedaan langkah dari eksteaksi
alkaloid hingga pemisahan dan isolasi dari komponen di tunjukkan secara skematis pada
diagram (grafik)

12
Tabel 1: Nilai rf dari fraksi alkaloid yang berbeda

Jarak pecahan
Jarak Pelarut
Jarak tempuh alkaloid yang berbeda
Depan
standar (dalam cm) Nilai Rf
(dalam cm)
Titik
Bagian
Tanaman No

Berberine Palmatine

chloride chloride hydrate

1
0.55 0.065

Kulit Batang 2
1.45 0.171

3 1.85
1.85 0.218

8.5
4 2.45 2.45 0.289

5 6.4 0.752

13
Gambar 1: TLC sidik jari ekstrak alkaloid (a) sebelum penyemprotan pereaksi (b) setelah
penyemprotan pereaksi

Gambar 2a: Spektrum UV dari Berberine chloride.

Gambar 2b: Spektrum UV fraksi-II.

14
Gambar 3a: Spektrum UV dari Palmatine chloride hydrate.

Gambar 3b: Spektrum UV fraksi-III.

Gambar 4: Kromatogram HPLC fraksi alkaloid murni.

15
Gambar 5a: Kromatogram HPLC Berberine chloride.

Gambar 5b: Kromatografi HPLC FR-II dari M. manipurensis.

Gambar 6a: Kromatogram HPLC dari Palmatine chloride hydrate.

16
Gambar 6b: Kromatografi HPLC FR-III dari M. manipurensis.

(a)

17
(b)

Gambar 7: Spektrum ESI-MS dari (a) FR -II dan (b) FR-III alkaloid protoberberin.

18
Gambar 8: Diagram alir skematis untuk isolasi alkaloid protoberberin dari kulit batang M.
manipurensis

4.2 Pembahasan

Saat ini, sejumlah alat analisis (kromatografi dan spektroskopi) telah digunakan untuk
menganalisis alkaloid dalam sampel tanaman atau obat kompleks. Kromatografi Lapisan Tipis
(KLT) adalah salah satu teknik pemisahan yang paling populer dan banyak digunakan karena
kemudahan penggunaan, efektivitas biaya, kepekaan tinggi, kecepatan pemisahan serta
kemampuannya untuk menganalisis beberapa sampel secara bersamaan. Teknik ini dapat
digunakan untuk pemisahan, isolasi, identifikasi dan kuantifikasi komponen dalam campuran.
Ini juga dapat digunakan pada skala preparatif untuk mengisolasi komponen tertentu. Namun,
teknik ini tidak memiliki presisi kuantitatif, resolusi lengkap dan kekuatan pemisahan. Karena
itu saat ini, fase reversible HPLC adalah teknik kromatografi yang paling umum digunakan
untuk analisis kualitatif dan kuantitatif dari alkiloid protoberberin dan lainnya. Beberapa HPLC

19
atau HPLC ditambah dengan metode Spektroskopi Massa atau dioda array detector (DAD)
telah dilaporkan untuk penentuan alkaloid protoberberin.

BAB V

KESIMPULAN

20
Dalam penelitian ini, analisis fitokimia alkaloid protoberberin dari ekstrak kulit batang
Mahonia manipurensis Takeda menghasilkan pemisahan dan isolasi dua senyawa yang ditandai
sebagai FR-II dan FR-III. Perbandingan kedua sidik kromatografi TLC dan HPLC serta dengan
data spektroskopi spektrum UV dan MS dari dua fraksi dengan standar Berberine chloride dan
Palmatine chloride hydrate dan juga dengan data literatur menunjukkan bahwa nilai dari kedua
fraksi ini sebanding, dengan dua standar yang menunjukkan bahwa dua fraksi yang diisolasi
dalam penelitian ini diidentifikasi sebagai senyawa ini.

21

Anda mungkin juga menyukai