Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

HISCHSPRUNG DISEASE

I. KONSEP DASAR TEORI


A. Pengertian
Hirschprung atau Megakolon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya
evakuasi usus spontan( Betz,Cecily& amp; Sowden : 2010 ).
Penyakit hirschsprung merupakan suatu anomali kongenital dengan
karakteristik tidak adanya saraf-saraf pada suatu bagian intestinal. Hal ini
menyebabkan adanya obstruksi intestin mekanis akibat dari motilitas yang tidak
adekuat. (Marry. E. Muscari, 2005).
Hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi
mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus (Donna L. Wong,
2003).
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya
evakuasi usus spontan (Cecily Betz & Sowden : 2002).
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab
gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi
aterm dengan berat lahir ≤ 3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan.
(Arief Mansjoeer : 2000 ).

B. Anatomi dan Fisiologi


Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5
kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani, diameter
usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci
(sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil. Usus besar
dibagi menjadi sekum, kolon dan rectum. Pada sekum terdapat katup ileosekal
dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menepati sekitar dua atau
tiga inci pertama dari usus besar. Katup ilosekal mengontrol aliran kimus dari
ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum,
desendens, dan sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk kelokan tajam yaitu
pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatica dan
fleksura lienalis

Gambar 2. Letak anatomis usus besar di rongga abdomen

Kolon sigmoid mulai setinggi Krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan
berbentuk-S. lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid
bersatu membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rectum,
yang menjelaskan alasan anatomis meletakkan penderita pada sisi kiri bila
diberi enema. Pada posisi ini, gaya berat membantu mengalirkan air dari rectum
ke fleksura sigmoid. Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rectum
dan terbentang dari kolon sigmoid sampai anus (muara ke bagian luar tubuh).
Satu inci terakhir dari rectum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfinter
ani eksternus dan internus. Panjang rectum dan kanalis ani sekitar (5,9 inci (15
cm).
Usus besar memiliki empat lapis morfologik seperti juga bagian usus
lainnya. Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar
saja. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam
tiga pita yang dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal,
dengan demikian rectum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap.
Panjang tenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan
terkerut membenutuk kantong-kantong kecil yang dinamakan haustra. Pendises
eipploika adalah kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan
melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal
daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung vili atau rugae.
Kriptus Lieberkuhn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai
lebih banyak sel goblet daripada usus halus.

Gambar . (a) Struktur makroskopis usus besar (b) perdarahan usus besar

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belah kiri dan kanan sejalan
dengan suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior memperdarahi
belahan bagian kanan (sekum, kolon asendens dan dupertiga proksimal kolon
transversum), dan arteria mesenterika inferior memperdarahi belahan kiri
(sepertiga distal kolon transversum, kolon transversum, kolon desendens dan
sigmoid, dan bagian proksimal rectum). Suplai darah tambahan untuk rectum
adalah melalui arteri sakralis media dan artera hemoroidalis inferior dan media
yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.
Aliran balik vena dari kolon dan rectum superior melalui vena mesenterika
superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari system
portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior
mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik.
Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media dan inferior,
sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam
vena-vena ini dan mengakibatkan hemoroid .
Persarafan usus besar dilakukan oleh system saraf otonom
dengan perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah control voluntar.
Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon
transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sacral mensuplai
bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medulla spinalis melalui saraf
splangnikus untuk mencapai kolon. Perangsangan simpatis menyebabkan
penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rectum,
sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan.
Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus : (1) Pleksus
Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal, (2) Pleksus
Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler, (3) Pleksus Meissner :
terletak di sub-mukosa. Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai
ganglion pada ke-3 pleksus tersebut.

Gambar . Persarafan system pencernaan

Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan


inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksasi,
sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile.
Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior
lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah
bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus
yang lebih proximal; dikelilingi oleh sphincter ani (eksternal dan internal) serta
otot-otot yang mengatur pasase isi rektum ke dunia luar. Sphincter ani eksterna
terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.
Gambar. Strutur Anatomis Rektum
Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut saraf
simpatis (N. hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut saraf
parasimpatis (N. splanknicus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis
serabut saraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani
dipersarafi oleh N. sakralis III dan IV. Nervus pudendalis mempersarafi sphincter
ani eksterna dan m.puborektalis. Saraf simpatis tidak mempengaruhi otot
rectum.
Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh N. N. splanknikus (parasimpatis).
Akibatnya kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh N. pudendalis dan N.
splanknikus pelvik (saraf parasimpatis).

C. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit Hirschsprumg adalah sebagai berikut:
1. Hirschsprung segmen pendek
Pada morbus hirschsprung segmen pendek daerah aganglionik
meliputi rektum sampai sigmoid, ini disebut penyakit hirschsprung klasik.
Penyakit ini terbanyak (80%) ditemukan pada anak laki-laki, yaitu lima kali
lebih banyak daripada perempuan.
2. Hirschsprung segmen panjang
Pada hirschsprung segmen panjang ini daerah aganglionik meluas
lebih tinggi dari sigmoid.
3. Hirschsprung kolon aganglionik total
Dikatakan Hirschsprung kolon aganglionik total bila daerah
aganglionik mengenai seluruh kolon.
4. Hirschsprung kolon aganglionik universal
Dikatakan Hirschsprung aganglionosis universal bila daerah
aganglionik meliputi seluruhkolon dan hampir seluruh usus halus.

D. Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan
dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di
daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat
mengenai seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik
sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa
embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan
sub mukosa dinding plexus (Budi, 2010).

E. Manifestasi Klinis
1. Bayi yang baru lahir
a. Dalam rentang waktu 24-48 jam, bayi tidak mengeluarkan Meconium
(kotoran pertama bayi yang berbentuk seperti pasir berwarna hijau
kehitaman)
b. Malas makan
c. Muntah yang berwarna hijau
d. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
2. Pada masa pertumbuhan (usia 1-3 tahun):
a. Tidak dapat meningkatkan berat badan
b. Konstipasi (sembelit)
c. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
d. Diare cair yang keluar seperti disemprot
e. Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan
dianggap sebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.

3. Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :


a. Konstipasi (sembelit)
b. Kotoran berbentuk pita
c. Berbau busuk
d. Pembesaran perut
e. Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
f. Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia

Membedakan tanda- tanda penyakit Hirschsprung dan konstipasi fungsional:

Variabel Fungsional(didapat) Penyakit Hirschsprung


 Riwayat
Mulai konstipasi Setelah umur 2 tahun Saat lahir
Enkopresis Lazim Sangat jarang
Gagal tumbuh Tidak lazim Mungkin
Enterokolitis Tidak Mungkin
Nyeri perut Lazim Lazim
 Pemeriksaan
Perut kembung Jarang Lazim
Penambahan BB jelek Jarang Lazim
Tonus anus Normal Normal
Pemeriksaan rektum Tinja di ampula Ampula kosong
 Laboratorium
Manometri anorektal Rektum mengembang Tidak ada sfingter atau
karena relaksasi sfingter relaksasi paradoks atau
interna tekanan naik
Biopsi rektum Normal Tak ada sel ganglion
Pewarnaan
asetilkolinesterase
meningkat
Enema barium Jumlah tinja banyak, tidak Daerah peralihan,
ada daerah peralihan pengeluaran tertunda
(lebih dari 24 jam)

F. Patofisiologi {pathway terlampir}

Aganglionis kongenital pada usus bagian distal merupakan pengertian


penyakit Hirschsprung. Aganglionosis bermula pada anus, yang selalu terkena,
dan berlanjut ke arah proximal dengan jarak yang beragam. Pleksus myenterik
(Auerbach) dan pleksus submukosal (Meissner) tidak ditemukan, menyebabkan
berkurangnya peristaltik usus dan fungsi lainnya. Mekanisme akurat mengenai
perkembangan penyakit ini tidak diketahui.
Sel ganglion enterik berasal dari differensiasi sel neuroblast. Selama
perkembangan normal, neuroblast dapat ditemukan di usus halus pada minggu ke
7 usia gestasi dan akan sampai ke kolon pada minggu ke 12 usia gestasi.
Kemungkinan salah satu etiology Hirschsprung adalah adanya defek pada migrasi
sel neuroblast ini dalam jalurnya menuju usus bagian distal. Migrasi neuorblast
yang normal dapat terjadi dengan adanya kegagalan neuroblas dalam bertahan,
berpoliferase, atau berdifferensiasi pada segmen aganglionik distal. Distribusi
komponen yang tidak proporsional untuk pertumbuhan dan perkembangan
neuronal telah terjadi pada usus yang aganglionik, komponen tersebut adalah
fibronektin, laminin, neural cell adhesion molecule, dan faktor neurotrophic.
Sebagai tambahan, pengamatan sel otot polos pada kolon aganglionik
menunjukkan bahwa bagian tersebut tidak aktif ketika menjalani pemeriksaan
elektrofisiologi, hal ini menunjukkan adanya kelainan myogenik pada
perkembangan penyakit Hirschspurng. Kelainan pada sel Cajal, sel pacemaker
yang menghubungkan antara saraf enterik dan otot polos usus, juga telah
dipostulat menjadi faktor penting yang berkontribusi.
Terdapat tiga pleksus neuronal yang menginnervasi usus, pleksus
submukosal (Meissner), Intermuskuler (Auerbach), dan pleksus mukosal. Ketiga
pleksus ini terintegrasi dan berperan dalam seluruh aspek fungsi usus, termasuk
absorbsi, sekresi, motilitas, dan aliran darah.
Motilitas yang normal utamanya dikendalikan oleh neuron intrinsik.
Ganglia ini mengendalikan kontraksi dan relaksasi otot polos, dimana relaksasi
mendominasi. Fungsi usus telah adekuat tanpa innervasi ekstrinsik. Kendali
ekstrinsik utamanya melalui serat kolinergik dan adrenergik. Serat kolinergik ini
menyebabkan kontraksi, dan serat adrenergik menyebabkan inhibisi.
Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, sel ganglion tidak ditemukan
sehingga kontrol intrinsik menurun, menyebabkan peningkatan kontrol persarafan
ekstrinsik. Innervasi dari sistem kolinergik dan adrenergik meningkat 2-3 kali
dibandingkan innervasi normal. Sistem adrenergik diduga mendominasi sistem
kolinergik, mengakibatkan peningkatan tonus otot polos usus. Dengan hilangnya
kendali saraf intrinsik, peningkatan tonus tidak diimbangi dan mengakibatkan
ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltik yang tidak terkoordinasi,
dan pada akhirnya, obstruksi fugsional. Penyakit Hirschsprung adalah akibat
tidak adanya sel ganglion pada dinding usus, meluas ke proksimal dan berlanjut
mulai dari anus sampai panjang yang bervariasi. Tidak adanya inervasi saraf
adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke
distal. Segman yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75% penderita;
pada 10%, seluruh kolon tanpa sel-sel ganglion. Bertambah banyaknya ujung-
ujung saraf pada usus yang aganglionik menyebabkan kadar asetilkolinesterase
tinggi. Secara histologi, tidak didapatkan pleksus Meissner dan Auerbach dan
ditemukan berkas-berkas saraf yang hipertrofi dengan konsentrasi
asetilkolinesterase yang tinggi diantara lapisan-lapisan ototdan pada submukosa.
Gangguan ini dapat direproduksi pada binatang percobaan dengan merusak
reseptor endothelin B.

G. Komplikasi
1. Enterokolitis
Merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat berakibat
kematian. Mekanisme timbulnya enterokolitis karena adanya obstruksi parsial.
Obstruksi usus pasca bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter ani
dan kolon aganglionik yang tersisa masih spastic. Manifestasi klinik dari
enterokolitis berupa distensi abdomen diikuti tanda obstruksi seperti; muntah
hijau, feses keluar secara eksplosif cair dan berbau busuk. Enterokolitis
nekrotikan merupakan komplikasi parah yang dapat menyebabkan nekrosis
dan perforasi.
2. Kebocoran Anastomose
Kebocoran dapat disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan pada garis
anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung
usus, infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau
businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati. Terjadi
peningkatan suhu tubuh terdapat infiltrat atau abses rongga pelvis.
3. Stenosis
Stenosis dapat disebabkan oleh gangguan penyembuhan luka di daerah
anastomse, infeksi yang menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis, serta
prosedur bedah yang dipergunakan. Manifestasi yang terjadi dapat berupa
gangguan defekasi, distensi abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal.
4. Obstruksi usus
Adalah suatu penyakit Obstruksi usus sendiri dapat diartikan sebagai
adanya sumbatan mekanik yang terjadi di usus, baik yang sifatnya parsial
maupun total.
5. Kontipasi
Adalah suatu keadaan yang ditandai dengan susahnya keluar feses
6. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Ketidak seimbangan cairan disini diakibatkan karena tubuh tidak dapat
mengeluarkan zat sisa dengan baik sehingga dapat mengakibatkan fungsi
keseimbangan cairan dalam tubuh.
7. Pneumatosis usus
8. Abses perikolon
9. Perforasi
10. Septikemia

H. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di
usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas
usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal. Ada dua
tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu:
a. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik
untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan
terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b. Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat
berat anak mencapai sekitar 9 Kg (20 pounds) atau sekitar 3 bulan
setelah operasi pertama.

Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson,


Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang
paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal
bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah.
a. Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi
konservatif melalui pemasangan sonde lambung serta pipa rektal
untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
b. Tindakan bedah sementara
 Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan
dewasa yang terlambat didiagnosis dan pasien dengan
enterokolitis berat dan keadaan umum memburuk.
 Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling
distal.
c. Terapi farmakologi
 Penggunaan laksatif sebagian besar dan juga modifikasi
diet dan wujud feses adalah efektif
 Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam
megakolon toksik. Tidak memadatkan dan tidak menekan feses
menggunakan tuba
d. Tindakan Bedah Definitif
1) Prosedur Swenson
Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula
memperkenalkan operasi tarik terobos (pull-through) sebagai
tindakan bedah definitif pada penyakit Hirschsprung. Pada
dasarnya, operasi yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi
dengan preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-3 cm
rektum distal dari linea dentata, sebenarnya adalah
meninggalkan daerah aganglionik, sehingga dalam pengamatan
pasca operasi masih sering dijumpai spasme rektum yang
ditinggalkan. Oleh sebab itu Swenson memperbaiki metode
operasinya (tahun 1964) dengan melakukan spinkterektomi
posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm rektum bagian
anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior. Prosedur Swenson
dimulai dengan approach ke intra abdomen, melakukan biopsi
eksisi otot rektum, diseksi rektum ke bawah hingga dasar pelvik
dengan cara diseksi serapat mungkin ke dinding rektum,
kemudian bagian distal rektum diprolapskan melewati saluran
anal ke dunia luar sehingga saluran anal menjadi terbalik,
selanjutnya menarik terobos bagian kolon proksimal (yang
tentunya telah direseksi bagian kolon yang aganglionik) keluar
melalui saluran anal. Dilakukan pemotongan rektum distal pada
2 cm dari anal verge untuk bagian anterior dan 0,5-1 cm pada
bagian posterior, selanjunya dilakukan anastomose end to end
dengan kolon proksimal yang telah ditarik terobos tadi.
Anastomose dilakukan dengan 2 lapis jahitan, mukosa dan sero-
muskuler. Setelah anastomose selesai, usus dikembalikan ke
kavum pelvik/ abdomen. Selanjutnya dilakukan
reperitonealisasi, dan kavum abdomen ditutup.
2) Prosedur Duhamel
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk

mengatasi kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson.

Prinsip dasar prosedur ini adalah menarik kolon proksimal yang

ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior rektum yang

aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum yang

aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang

ganglionik sehingga membentuk rongga baru dengan

anastomose end to side. Prosedur Duhamel asli memiliki

beberapa kelemahan, diantaranya sering terjadi stenosis,

inkontinensia dan pembentukan fekaloma di dalam puntung

rektum yang ditinggalkan apabila terlalu panjang. Oleh sebab

itu dilakukan beberapa modifikasi prosedur Duhamel,

diantaranya:
 Modifikasi Grob: Anastomose dengan pemasangan 2 buah

klem melalui sayatan endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk

mencegah inkontinensia.
 Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa

pemakaian stapler untuk melakukan anastomose side to

side yang panjang.


 Modifikasi Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk

melakukan anastomose, yang terjadi setelah 6-8 hari

kemudian.
 Modifikasi Adang: Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik

transanal dibiarkan prolaps sementara. Anastomose

dikerjakan secara tidak langsung, yakni pada hari ke-7-14

pasca bedah dengan memotong kolon yang prolaps dan

pemasangan 2 buah klem; kedua klem dilepas 5 hari

berikutnya. Pemasangan klem disini lebih dititik beratkan

pada fungsi hemostasis.

3) Prosedur Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan

Rehbein tahun 1959 untuk tindakan bedah pada malformasi

anorektal letak tinggi. Namun oleh Soave tahun 1966

diperkenalkan untuk tindakan bedah definitif Hirschsprung.


Tujuan utama dari prosedur Soave ini adalah membuang

mukosa rektum yang aganglionik, kemudian menarik terobos


kolon proksimal yang ganglionik masuk kedalam lumen rektum

yang telah dikupas tersebut.


4) Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection,

dimana dilakukan anastomose end to end antara usus

aganglionik dengan rektum pada level otot levator ani (2-3 cm

diatas anal verge), menggunakan jahitan 1 lapis yang dikerjakan

intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi, sangat penting

melakukan businasi secara rutin guna mencegah stenosis.


2. Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan pada penyakit

hirschprung diantaranya :
a. Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe

pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode

neonatal, perhatikan utama antara lain Membantu orang tua untuk

mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini.


b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis

(pembedahan).
d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana

pulang.

Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis

anak-anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan

sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan

pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah

serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi

parenteral total.

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto abdomen
Pada bayi muda yang mengalami obstruksi, radiografi abdomen

anteroposterior pada posisi berdiri menunjukkan lengkung usus. Radiografi

abdomen lateral pada posisi berdiri tidak memperlihatkan adanya udara

rectum, yang secara normal terlihat di daerah presakral. Pemeriksaan yang

merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah

barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:


a. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang

panjangnya bervariasi.
b. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke

arah daerah dilatasi.


c. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.
2. Studi Kontras Barium
Pada kasus yang diduga penyakit hirschprung, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan barium enema tanpa persiapan. Temuan diagnostic yang
meliputi adanya perubahan tajam pada ukuran diameter potongan usus
ganglionik dan aganglionik, kontraksi ‘gigi gergaji (sawtooth)’ yang
irregular pada segmen aganglionik, lipatan transversa paralel pada kolon
proksimal yang mengalami dilatasi, dan kegagalan mengevakuasi barium.
Diameter rectum lebih sempit daripada diameter kolon sigmoid.
Pemeriksaan dengan barium enema, akan bisa ditemukan :
a. Daerah transisi
b. Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang
menyempit
c. Entrokolitis pada segmen yang melebar
d. Terdapat retensi barium setelah 24-48 jam
e. Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas
penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi
barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur
dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang
membaur dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada
penderita yang bukan HirschsprunG namun disertai dengan obstipasi
kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan
sigmoid.
3. Manometri Anorektal
Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif
mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan
spinkter anorektal. Dalam prakteknya, manometri anorektal dilaksanakan
apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis dan histologis meragukan. Pada
dasarnya, alat ini memiliki 2 komponen dasar: transduser yang sensitif
terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sisitem
pencatat seperti poligraph atau komputer. Beberapa hasil manometri
anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah:
a. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi
b. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen
usus aganglionik
c. Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter
interna setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai
relaksasi spontan.
4. Biopsi Rektal
Pemeriksaan ini memberikan diagnosa definitif dan digunakan untuk

mendeteksi ketiadaan ganglion. Biopsy rektal ini tidak adanya sel ganglion

di dalam pleksus submukosa dan pleksus mienterikus serta peningkatan

aktivitas asetilkolinesterase pada serabut saraf dinding usus.

5. Pemeriksaan colok anus


Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu

tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahui bau dari tinja,

kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan

akan terjadi pembusukan.

II. KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Identitas
a. Klien
Berisi nama lengkap klien, umur, agama, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, alamat, no register RS, dan tanggal masuk
rumah sakit.
b. Penanggung jawab
Berisi nama penanggung jawab, umur, alamat, dan hubungan
dengan klien
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir.
Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar
(lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna
hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
b. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional.
Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan
ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi,
muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama
beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare,
distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.

c. Riwayat penyakit dahulu


Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya
penyakit Hirschsprung.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti klien
3. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama
denyut nadi apikal, frekuensi denyut nadi / apikal
b. Sistem pernapasan
Sesak napas, distres pernapasan, dan kaji frekuensi pernapasan
c. Sistem pencernaan
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah
berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik.
Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik
akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang
menyemprot.
d. Sistem genitourinarius
Tidak ada kelainan
e. Sistem saraf
Tidak ada kelainan.
f. Sistem musculoskeletal
Kaku (ada gangguan rasa nyaman)
g. Sistem endokrin
Tidak ada kelainan
h. Sistem integument
Akral hangat
i. Sistem presepsi sensori
Tidak ada kelainan.
4. Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan ronksen dengan foto polos abdomen tegak akan terlihat
usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
b. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi,
gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit,
enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi barium
setelah 24-48 jam.
c. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
d. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
e. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat
peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.

B. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1. Perubahan pola eliminasi fekal : obstipasi berhubungan dengan spastis usus
dan tidak adanya daya dorong.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang inadekuat.
3. Defisit volume cairan berhubungan output berlebih akibat muntah dan
diare.
4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
5. Ansietas berhubungan dengan keadaan status kesehatan anak, dan persiapan
pembedahan pada anak
Post operasi

1. Kerusakan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan


2. Nyeri akut b/d insisi pembedahan
3. Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya paparan informasi seputar kebutuhan
irigasi, pembedahan dan perawatan kolostomi di rumah

C. Intervensi Keperawatan

Perencanaan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Aktivitas berdasarkan
Intervensi (NIC)
Keperawatan Hasil (NOC) NIC
Perubahan pola 1. Bowel 1. Perkirakan
eliminasi fekal b/d Jangka Panjang : Elimination penyebab fisik dan
2. Bowel Training
spastis usus dan tidak Eliminasi fekal kembali psikologi dari
3. Bowel
adanya daya dorong normal perubahan
Continence
ditandai dengan : 4. Constipation eliminasi fekal
DO : 2. Jelaskan penyebab
Jangka Pendek: Management
- Perubahan
masalah dan
Sete;ah dilakukan asuhan
kebiasaan defekasi
rasional dari
- Asupan cairan tidak keperawatan 2x24 jam,
tindakan
adekuat perubahan pola eliminasi
3. Jelaskan tujuan dari
- Aktivitas tidak
fekal dapat teratasi
managemen bowel
adekuat
dengan kriteria hasil :
- Proses penyakit pada
- Malnutrisi
pasien/keluarga
- Asupan diet tinggi
1. BAB teratur, mulai 4. Diskusikan
serat tidak adekuat
dari setiap hari prosedur dan
- Kebiasaan makan
sampai 3-5 hari criteria hasil yang
yang buruk
2. Defekasi lunak,
- Penurunan motilitas diharapkan
feses berbentuk, dan
usus bersama pasien
- Dehidrasi tidak ada tanda – 5. Instruksikan
- Latihan defekasi
tidak adekuat tanda kosntipasi pasien/keluarga
3. Penurunan insiden
untuk mencatat
inkontinensia usus
keluaran feses
6. Cuci area perianal
dengansabun dan
air lalukeringkan
7. Jaga kebersihan
baju dan tempat
tidur
8. Lakukan program
latihan BAB
9. Monitor efek
samping
pengobatan.
10. Rencanakan
program BAB
dengan pasien dan
pasien yang lain
11. Konsul ke dokter
jika pasien
memerlukan
suppositoria
12. Ajarkan ke
pasien/keluarga
tentang prinsip
latihan BAB
13. Anjurkan pasien
untuk cukup
minum
14. Anjurkan pasien
diet tinggi serat
15. Dorong pasien
untuk cukup latihan
16. Jaga privasi klien
17. Kolaborasi
pemberian
suppositoria jika
memungkinkan
18. Evaluasi status
BAB secara rutin
19. Modifikasi
program BAB jika
diperlukan.
Ketidakseimbangan Jangka Panjang: 1. Nutritional 1. Kaji adanya alergi
nutrisi kurang dari Gangguan pola nutrisi Status : food makanan
2. Kolaborasi dengan ahli
kebutuhan tubuh b/d teratasi and Fluid
gizi untuk menentukan
ketidakmampuan Jangka Pendek : Intake
2. Nutrition jumlah kalori dan
mencerna makanan Setelah dilakukan
Management nutrisi yang dibutuhkan
tindakan keperawatan
pasien.
Definisi : Intake nutrisi 3x24 jam pola nutrisi
3. Anjurkan pasien untuk
tidak cukup untuk kembali normal dengan
meningkatkan intake Fe
keperluan metabolisme kriteria hasil : 4. Anjurkan pasien untuk
tubuh. 1. Adanya peningkatan meningkatkan protein
Batasan karakteristik : berat badan sesuai dan vitamin C
5. Berikan substansi gula
- Berat badan 20 % atau dengan tujuan
6. Yakinkan diet yang
2. Berat badan ideal
lebih di bawah ideal
dimakan mengandung
sesuai dengan tinggi
- Dilaporkan adanya
tinggi serat untuk
badan
intake makanan yang
3. Mampu mencegah konstipasi
kurang dari RDA 7. Berikan makanan yang
mengidentifikasi
(Recomended Daily terpilih ( sudah
kebutuhan nutrisi
Allowance) 4. Tidak ada tanda tanda dikonsultasikan dengan
- Membran mukosa dan malnutrisi ahli gizi)
5. Tidak terjadi 8. Ajarkan pasien
konjungtiva pucat
penurunan berat bagaimana membuat
- Kelemahan otot yang
badan yang berarti catatan makanan
digunakan untuk
harian.
menelan/mengunyah
9. Monitor jumlah nutrisi
- Luka, inflamasi pada
dan kandungan kalori
rongga mulut 10. Berikan informasi
- Mudah merasa tentang kebutuhan
kenyang, sesaat setelah nutrisi
11. Kaji kemampuan
mengunyah makanan
pasien untuk
- Dilaporkan atau fakta
adanya kekurangan mendapatkan nutrisi
makanan yang dibutuhkan
- Dilaporkan adanya
perubahan sensasi rasa
- Perasaan Nutrition Monitoring
ketidakmampuan untuk 1. BB pasien dalam batas
mengunyah makanan normal
2. Monitor adanya
- Miskonsepsi
penurunan berat badan
- Kehilangan BB dengan
3. Monitor tipe dan
makanan cukup
jumlah aktivitas yang
- Keengganan untuk
biasa dilakukan
makan 4. Monitor interaksi anak
- Kram pada abdomen atau orangtua selama
- Tonus otot jelek makan
5. Monitor lingkungan
- Nyeri abdominal
selama makan
dengan atau tanpa
6. Jadwalkan pengobatan
patologi
dan tindakan tidak
- Kurang berminat
selama jam makan
terhadap makanan 7. Monitor kulit kering
- Pembuluh darah kapiler dan perubahan
mulai rapuh pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
- Diare dan atau
9. Monitor kekeringan,
steatorrhea
rambut kusam, dan
- Kehilangan rambut
mudah patah
yang cukup banyak 10. Monitor mual dan
(rontok) muntah
11. Monitor kadar
- Suara usus hiperaktif
albumin, total protein,
- Kurangnya informasi,
Hb, dan kadar Ht
misinformasi
12. Monitor makanan
kesukaan
Faktor-faktor yang 13. Monitor pertumbuhan
berhubungan : dan perkembangan
14. Monitor pucat,
kemerahan, dan
Ketidakmampuan
pemasukan atau kekeringan jaringan
mencerna makanan atau konjungtiva
15. Monitor kalori dan
mengabsorpsi zat-zat
intake nuntrisi
gizi berhubungan
16. Catat adanya edema,
dengan faktor biologis,
hiperemik, hipertonik
psikologis atau
papila lidah dan cavitas
ekonomi.
oral.
17. Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet

Defisit volume cairan Jangka Panjang : 1. Fuid balance 1. Timbang


2. Hydration
b/d output berlebih popok/pembalut jika
3. Nutritional
akibat mual muntah Defisit volume cairan diperlukan
Status : Food
2. Pertahankan catatan
dapat teratasi
and Fluid Intake
intake dan output yang
Definisi : Penurunan
akurat
cairan intravaskuler, Jangka Pendek :
3. Monitor status hidrasi
interstisial, dan/atau
( kelembaban
intrasellular. Ini Setelah dilakukan
membran mukosa,
mengarah ke dehidrasi, tindakan keperawatan 3 x
nadi adekuat, tekanan
kehilangan cairan 24 jam, volume cairan
darah ortostatik ), jika
dengan pengeluaran kembali normal dengan
diperlukan
sodium kriteria hasil : 4. Monitor vital sign
5. Monitor masukan
v
makanan / cairan dan
Batasan Karakteristik : 1. Mempertahankan
hitung intake kalori
- urine output sesuai
harian
Kelemahan dengan usia dan BB,
6. Kolaborasi pemberian
- Haus BJ urine normal, HT
cairan IV
- Penurunan turgor normal 7. Monitor status nutrisi
2. Tekanan darah, nadi, 8. Kolaborasikan
kulit/lidah
suhu tubuh dalam pemberian cairan
- Membran mukosa/kulit
9. Berikan cairan IV
batas normal
kering
3. Tidak ada tanda tanda pada suhu ruangan
- Peningkatan denyut 10. Dorong masukan
dehidrasi, Elastisitas
nadi, penurunan oral
turgor kulit baik,
tekanan darah, membran mukosa 11. Berikan
penurunan lembab, tidak ada penggantian
volume/tekanan nadi rasa haus yang nesogatrik sesuai
- Pengisian venamenurun berlebihan output
12. Dorong keluarga
- Perubahan status mental
untuk membantu
- Konsentrasi urine
pasien makan
meningkat
13. Tawarkan snack
- Temperatur tubuh
( jus buah, buah
meningkat
segar )
- Hematokrit meninggi 14. Kolaborasi dokter
- Kehilangan berat badan jika tanda cairan
seketika (kecuali pada berlebih muncul
third spacing) meburuk
15. Atur kemungkinan
tranfusi
Faktor-faktor yang
16. Persiapan untuk
berhubungan:
tranfusi
-
Kehilangan volume
cairan secara aktif
- Kegagalan mekanisme
pengaturan

Ansietas b/d kondisi Jangka Panjang 1. Anxiety control 1. Gunakan pendekatan


2. Anxiety
status kesehatan anak Ansietas dapat teratasi yang menenangkan
Reduction 2. Nyatakan dengan jelas
dan persiapan
3. Coping
harapan terhadap
pembedahan pada anak Jangka Pendek : 4. Impulse control
pelaku pasien
Setelah dilakukan asuhan
3. Jelaskan semua
Definisi : keperawatan selama
prosedur dan apa yang
Perasaan gelisah yang 1x24 jam, ansietas dapat
dirasakan selama
tak jelas dari diatasi dengan kriteria
prosedur
ketidaknyamanan atau hasil : 4. Pahami prespektif
ketakutan yang disertai 1. Klien mampu pasien terhadap
respon autonom mengidentifikasi dan situasi stres
(sumner tidak spesifik mengungkapkan 5. Temani pasien untuk
atau tidak diketahui gejala cemas memberikan
2. Mengidentifikasi,
oleh individu); perasaan keamanan dan
mengungkapkan dan
keprihatinan mengurangi takut
menunjukkan tehnik 6. Berikan informasi
disebabkan dari
untuk mengontol faktual mengenai
antisipasi terhadap
cemas diagnosis, tindakan
bahaya. Sinyal ini
3. Vital sign dalam batas
prognosis
merupakan peringatan
normal 7. Dorong keluarga untuk
adanya ancaman yang 4. Postur tubuh, ekspresi
menemani anak
akan datang dan wajah, bahasa tubuh 8. Lakukan back / neck
memungkinkan dan tingkat aktivitas rub
9. Dengarkan dengan
individu untuk menunjukkan
penuh perhatian
mengambil langkah berkurangnya
10. Identifikasi tingkat
untuk menyetujui kecemasan
kecemasan
terhadap tindakan 11. Bantu pasien mengenal
Ditandai dengan : situasi yang
Gelisah menimbulkan
Insomnia kecemasan
12. Dorong pasien untuk
Resah
mengungkapkan
Ketakutan
perasaan, ketakutan,
Sedih
persepsi
Fokus pada diri
13. Instruksikan pasien
Kekhawatiran
menggunakan teknik
Cemas
relaksasi
14. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi
kecemasan.
Kerusakan integritas Tujuan Jangka Panjang
1. Tissue 1. Kaji insisi pembedahan,
kulit b/d kolostomi dan :
Integrity : Skin bengkak dan drainage.
perbaikan pembedahan Kerusakan integritas
2. Berikan perawatan kulit
and Mucous
Definisi : Perubahan kulit tidak terjadi
untuk mencegah
Membrane
pada epidermis dan
2. Pressure kerusakan kulit.
dermis Jangka Pendek: 3. Oleskan krim jika perlu.
Batasan karakteristik : Setelah dilakukan asuhan Management 4. Anjurkan pasien untuk
Gangguan pada bagian keperawatan 3x 24 jam menggunakan pakaian
tubuh kerusakan integritas kulit yang longgar
5. Hindari kerutan padaa
Kerusakan lapisa kulit dapat diatasi dengan
tempat tidur
(dermis) kriteria hasil :
6. Jaga kebersihan kulit
Gangguan permukaan 1. Integritas kulit yang
agar tetap bersih dan
kulit (epidermis) baik bisa
kering
dipertahankan 7. Mobilisasi pasien (ubah
Faktor yang (sensasi, elastisitas, posisi pasien) setiap
berhubungan : temperatur, hidrasi, dua jam sekali
8. Monitor kulit akan
pigmentasi)
2. Tidak ada luka/lesi adanya kemerahan
Eksternal :
9. Oleskan lotion atau
pada kulit
Hipertermia atau
3. Perfusi jaringan baik. minyak/baby oil pada
hipotermia 4. Menunjukkan
derah yang tertekan
Substansi kimia pemahaman dalam 10. Monitor aktivitas dan
Kelembaban udara proses perbaikan mobilisasi pasien
11. Monitor status nutrisi
Faktor kulit dan mencegah
pasien
mekanik(misalnya : alat terjadinya sedera
yang dapat berulang.
5. Mampu melindungi
menimbulkan luka,
kulit dan
tekanan, restraint)
mempertahankan
Immobilitas fisik
kelembaban kulit dan
Radiasi
perawatan alami
Usia yang ekstrim
Kelembaban kulit
Obat-obatanInternal :
Perubahan status
metabolik
Tulang menonjol
Defisit imunologi
Faktor yang berhubungan
denganperkembangan
Perubahan sensasi
Perubahan status nutrisi
(obesitas, kekurusan)
Perubahan status cairan
Perubahan pigmentasi
Perubahan sirkulasi
Perubahan turgor 1. Lakukan
(elastisitas kulit) pengkajian nyeri
Setelah dilakukan secara
Nyeri akut b.d insisi
tindakan keperawatan 1. Pain Level komprehensif
pembedahan 2. Pain control
2x24 jam, nyeri dapat termasuk lokasi,
3. Comfort level
teratasi dengan kriteria karakteristik,
Definisi :
hasil : durasi, frekuensi,
Sensori yang tidak
1. Mampu mengontrol kualitas dan faktor
menyenangkan dan
nyeri (tahu penyebab presipitasi
pengalaman emosional
2. Observasi reaksi
nyeri, mampu
yang muncul secara
nonverbal dari
menggunakan tehnik
aktual atau potensial
ketidaknyamanan
nonfarmakologi
kerusakan jaringan atau 3. Gunakan teknik
untuk mengurangi
menggambarkan komunikasi
nyeri, mencari
adanya kerusakan terapeutik untuk
bantuan)
(Asosiasi Studi Nyeri mengetahui
2. Melaporkan bahwa
Internasional): serangan pengalaman nyeri
nyeri berkurang
mendadak atau pelan pasien
dengan menggunakan
4. Kaji kultur yang
intensitasnya dari
manajemen nyeri
mempengaruhi
ringan sampai berat 3. Mampu mengenali
respon nyeri
yang dapat diantisipasi nyeri (skala,
5. Evaluasi
dengan akhir yang intensitas, frekuensi
pengalaman nyeri
dapat diprediksi dan dan tanda nyeri)
masa lampau
4. Menyatakan rasa
dengan durasi kurang 6. Evaluasi bersama
nyaman setelah nyeri
dari 6 bulan. pasien dan tim
berkurang
kesehatan lain
5. Tanda vital dalam
Batasan karakteristik : tentang
rentang normal
Laporan secara verbal ketidakefektifan
atau non verbal kontrol nyeri masa
Fakta dari observasi lampau
7. Bantu pasien dan
Gerakan melindungi keluarga untuk
Tingkah laku berhati- mencari dan
hati menemukan
Muka topeng dukungan
8. Kontrol lingkungan
Gangguan tidur (mata
yang dapat
sayu, tampak capek,
mempengaruhi
sulit atau gerakan
nyeri seperti suhu
kacau, menyeringai)
ruangan,
Terfokus pada diri
pencahayaan dan
sendiri
kebisingan
Fokus menyempit
9. Kurangi faktor
(penurunan persepsi
presipitasi nyeri
waktu, kerusakan 10. Pilih dan lakukan
proses berpikir, penanganan nyeri
penurunan interaksi (farmakologi, non
dengan orang dan farmakologi dan
lingkungan) inter personal)
11. Kaji tipe dan
Tingkah laku distraksi,
sumber nyeri untuk
contoh : jalan-jalan,
menentukan
menemui orang lain
intervensi
dan/atau aktivitas,
12. Ajarkan tentang
aktivitas berulang-
teknik non
ulang)
farmakologi
Respon autonom 13. Berikan analgetik
(seperti diaphoresis, untuk mengurangi
perubahan tekanan nyeri
14. Evaluasi
darah, perubahan nafas,
keefektifan kontrol
nadi dan dilatasi pupil)
nyeri
Perubahan autonomic
15. Tingkatkan
dalam tonus otot
istirahat
(mungkin dalam 16. Kolaborasikan
rentang dari lemah ke dengan dokter jika
kaku) ada keluhan dan
Tingkah laku ekspresif tindakan nyeri
(contoh : gelisah, tidak berhasil
17. Monitor
merintih, menangis,
penerimaan pasien
waspada, iritabel, nafas
tentang manajemen
panjang/berkeluh
nyeri
kesah)
Perubahan dalam nafsu Analgesic
makan dan minum Administration
18. Tentukan lokasi,
Faktor yang
karakteristik,
berhubungan :
kualitas, dan
Agen injuri (biologi,
derajat nyeri
kimia, fisik, psikologis)
sebelum pemberian
obat
19. Cek instruksi
dokter tentang jenis
obat, dosis, dan
frekuensi
20. Cek riwayat alergi
21. Pilih analgesik
yang diperlukan
atau kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih
dari satu
22. Tentukan pilihan
analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
23. Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan
dosis optimal
24. Pilih rute
pemberian secara
IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
25. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali
26. Berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat
27. Evaluasi
efektivitas
analgesik, tanda
dan gejala (efek
samping)

Kurang pengetahuan Jangka Panjang : 1. Knowledge : 1. Berikan penilaian


b/d perawatan di rumah disease process tentang tingkat
2. Knowledge :
dan pembedahan. Pengetahuan klien dan pengetahuan pasien
health Behavior
bertambah tentang proses
3. Teaching :
Definisi : penyakit yang spesifik
disease Process
2. Jelaskan patofisiologi
Tidak adanya atau Jangka Pendek :
dari penyakit dan
kurangnya informasi
bagaimana hal ini
kognitif sehubungan Setelah dilakukan asuhan
berhubungan dengan
dengan topic spesifik. keperawatan 1 x 24 jam
anatomi dan fisiologi,
pengetahuan klien dan
dengan cara yang
Batasan karakteristik : keluarga bertambah
tepat.
memverbalisasikan dengan kriteria hasil :
3. Gambarkan tanda dan
adanya masalah,
gejala yang biasa
ketidakakuratan 1. Pasien dan keluarga
muncul pada penyakit,
mengikuti instruksi, menyatakan
dengan cara yang tepat
perilaku tidak sesuai. pemahaman tentang 4. Gambarkan proses
penyakit, kondisi, penyakit, dengan cara
Faktor yang prognosis dan yang tepat
5. identifikasi
berhubungan : program pengobatan
keterbatasan kognitif, 2. Pasien dan keluarga kemungkinan
interpretasi terhadap mampu penyebab, dengna cara
informasi yang salah, melaksanakan yang tepat
6. Sediakan informasi
kurangnya keinginan prosedur yang
pada pasien tentang
untuk mencari dijelaskan secara
kondisi, dengan cara
informasi, tidak benar
3. Pasien dan keluarga yang tepat.
mengetahui sumber-
7. Hindari jaminan yang
mampu menjelaskan
sumber informasi
kosong.
kembali apa yang
8. Sediakan bagi keluarga
dijelaskan
atau SO informasi
perawat/tim
tentang kemajuan
kesehatan lainnya
pasien dengan cara
yang tepat.
9. Diskusikan perubahan
gaya hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi di masa
yang akan datang dan
atau proses
pengontrolan penyakit.
10. Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan.
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan.
12. Eksplorasi
kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan
cara yang tepat.
13. Rujuk pasien pada
grup atau agensi di
komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk
melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan dirumah
dengan cara yang
tepat.
15. Ajarkan pada orang
tua untuk
mengekspresikan
perasaan, kecemasan
dan perhatian tentang
irigasi rectal dan
perawatan kolostomi.
16. Jelaskan perbaikan
pembedahan dan
proses kesembuhan.
17. Ajarkan pada anak
dengan membuat
gambar-gambar
sebagai ilustrasi
misalnya bagaimana
dilakukan irigasi dan
kolostomi.
18. Ajarkan perawatan
kolostomi segera
setelah pembedahan
dan lakukan supervisi
saat orang tua
melakukan perawatan
kolostomi.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechet, Gloria et. Al. 2004. Nursing Interventions Clasification (NIC) Fouth Edition.
Mosby, Inc

Johnseon, Marion et al. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) second edition. Mosby,
Inc

Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI :Jakarta

Nanda. 2005. Nursing Diagnosis : Definition dan Classification. Alih Bahasa Ani Haryani.
Bandung

Rizki. 2003. Mengenal Penyakit Hirschsprung (Aganglionic Megacolon).

Yuda. 2010. Penyakit Megacolon.

Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik , Edisi 3. Jakarta EGC.

Hidayat, Alimul Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak , buku 2. Jakarta : Salemba
Medika

Marry. E. Muscari, 2005, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik . Jakarta : EGC

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik , Edisi 4. Jakarta : EGC

Pathway

Tidak adanya sel ganglion

Tidak adanya peristaltik usus secara spontan

Gangguan nutrisi Gangguan


Gangguan
Resiko infeksi
integritas kurang dari keseimbangan
Colostomy
Megacolon kulit
Makanan
Colon Nyeri
Pembedahan
dilatasi
menumpuk di colonDistensi
Menekan
Mual, kebutuhan
abdomen
muntah
lambung
Anoreksia
Mekonium terlambat
Gangguan
Nyeri

/ tidak
Konstipasi
Jumlah
ada
eliminasi
cairancairan alvi
mekonium

Anda mungkin juga menyukai