Dan Persekongkolan
Mengelabui Publik
Oleh: Fachrurrazi “Rajidt” Ch. Malley
H
anya dalam tempo kurang Sebagian di antaranya sudah
dari setengah jam pada kekeringan air mata meratapi pihak-pihak yang semestinya.
Minggu malam 2 Nopember malapetaka ini dan berganti dengan Realitas pertama adalah yang
2003, hampir 300 nyawa manusia gerutuan panjang atas nasib buruk berkaitan dengan akibat dari
lenyap sia-sia. Lebih 400-an yang tak kunjung usai menimpa malapetaka banjir, yakni kondisi
bangunan hancur lebur tak berguna mereka. Bantuan yang melimpah dari memprihatinkan dari mereka yang
disapu gulungan air lumpur pekat berbagai pihak yang disalurkan ditinggal mati sanak keluarga,
dan hantaman batang-batang pohon. melalui pemerintah daerah setempat kehilangan rumah dan mata
dan lsm yang mengaku peduli serta pencaharian, serta areal pertanian yang
Tak butuh waktu lama memang
melalui saluran-saluran lainnya, rusak parah tak bisa ditanami yang tak
gemuruh banjir mereda, namun sisa-
ternyata tidak membantu memungkinkan panen.
sisa isak tangis orang-orang yang
menanggulangi penderitaan mereka di
kehilangan anggota keluarga dan Meski telah secara berulang-ulang
lokasi wisata yang porak poranda.
harta benda senantiasa terdengar masyarakat korban malapetaka banjir
hingga hari ini. Dengan menumpang 6 buah bus, Bahorok berdemonstrasi mendatangi
pada medio Juni 2004 ini para korban pihak-pihak yang semestinya
Tujuh bulan lebih telah berlalu, malapetaka banjir Bahorok ini bertanggung-jawab atas penderitaan
namun saat ini sekitar 700 kepala kembali mendatangi kantor Gubernur berkepanjangan yang mereka alami,
keluarga korban tragedi banjir Bukit Sumatera Utara untuk menanyakan namun sejauh ini yang ada hanya
Lawang Bahorok di pinggir Taman kepastian nasib mereka. Salah satu tawaran konsep-konsep pengelolaan
Nasional Gunung Leuser ternyata spanduk yang ditulis acak-acakan kawasan pasca banjir yang disusun
masih mendiami barak-barak berbunyi: “Bukit Lawang jadi bubur. tanpa menyertakan para korban serta
penampungan di lods pasar desa Kami kehilangan dapur. Bapak-bapak janji-janji yang entah kapan dipenuhi.
Gotong-royong Kabupaten Langkat. jangan tidur mendengkur!”