Anda di halaman 1dari 1

Reasons

First, our style doesn’t match. Yes opposite attracts tapi gak semua opposite attract, gak se simple
dua muatan positif dan negatif. Puzzle kalo sama persis ya gaakan nyambung ngebikin suatu gambar
yang lebih besar, tapi berbeda nya juga harus yang cocok. Dan aku gak ngerasa kita secocok itu.
Terlalu banyak perbedaan antara kita, dan yang paling besar adalah dating style. You are the clingy
type and i’m the casual type yang ketika disatuin won’t work as well. He needs to be together all the
time, mau diperhatiin, romantis. Sementara aku? Aku maunya yang kasual yang literally gaada
bedanya sama best friend yang emang udah temenan dari lahir. Not romantic all the time. Risih.
Perbedaan kita yang lain juga terdapat dari interest kita. Ya me and you are studying geology, ya kita
dance. Tapi selain itu? Aku gabisa cerita panjang lebar karena gaakan nyambung. You can tell stories
karena omongannya fleksibel. I certainly can’t so I can’t talk to you about most stuff. Like the stuff i
found on youtube yang kita Cuma ngomongin judul dan channel nya but never the contex. I can’t
appreciate photography. Even our interests in geology and dance are different.

Second, this relationship is kinda forced. Aku awalnya gamau pacaran tapi waktu nembak itu, you
didn’t gave me any options to wait for it padahal kan tau sendiri bahwa itu cepet banget.
Jawabannya harus iya atau nggak. Aku gamau bilang nggak karena abis itu akan awkward padahal i
like the current relationship jadi aku terpaksa bilang iya dengan harapan aku yang kura-kura dalam
hal hal seperti ini bisa berubah. Ternyata nggak. Semua terasa dipaksakan dan semua terasa cepet
banget. Aku berasa kayak lagi latfis larinya udah bener bener gakuat, larinya lambat terus ditarik
supaya bisa secepet yang narik padahal kapasitasku bukan segitu. Aku ngerasa keseret. Terlalu
terburu-buru dan dipaksakan.

Third, I can’t accept all of his negatives even if I want to. Keras kepala. Emang waktu itu bilangnya
udah ga keras kepala banget tapi masih keliatan. Keliatan banget saat maksa aku untuk nerima.
Terus orangnya terlalu showy, menyombongkan sifat diri. I want to discver those myself, tapi kalo
terus dikasih tau, iya aku orangnya lincah, iya aku begini, aku begitu. Aku ngerasa kayak apasih gitu.
Terus juga tibatiba tutting di jalan? Beat box di jalan? Mungkin akunya aja yang jahat tapi naon sih?
Terus tibatiba nyanyi dijalan? What? I wanted to understand, I really do, but what? Aku udah
ngerasa kalo aku put effort to accepting that mungkin aku bisa nerima. Tapi capek juga kalo aku
terus mengusahakan tapi malah makin risih kan.

Fourth, aku gabisa menjadi cewek yang diidealkan. You say that you accept me for who I am tapi aku
tau you want to be attended to. Mau diperhatiin. Mau romantisme nya dibales. Mau yang bisa
ngobrol. And i cant be those. I believe there is someone who can fit into those criterias and maybe
along with some of my traits that you like too (cliche i know).

Fifth, turns out, I’m not mature enough for a relationship. I’m too childish for a commitment. Terlalu
bebas untuk terikat. Terlalu keras kepala untuk mengalah. Dan emang dari awal gamau pacaran.
Teori ini terbukti dari dua pengalaman. Dimas and you. Awalnya aku juga suka sama dimas, we have
a lot in common, kita udah kayak best friend, omongan kita nyambung, udah bebas sama dia. Tapi
lama kelamaan aku risih sama dia. Bosen? Jahat tapi emang gitu. Dan itu makin terasah saat dia
makin mendekat disaat aku butuh dijauhin. Aku jadi sebel dan ingin membenci kan. Jadi aku dorong
dia jauh-jauh walaupun aku udah nyaman, udah mendekati cowok ideal. Dan hal itu ternyata terjadi
lagi. You both have something in common. You suffocate me. I need to breath. Dan itu membuatku
jadi menarik kesimpulan bahwa aku gasiap untuk semua ini.

Anda mungkin juga menyukai