Anda di halaman 1dari 11

KORESPONDENSI Basman Tompo tompobasman@gmail.

com
© 2016 Tompo et al. Buka Akses persyaratan Creative Commons Attribution 4.0 License Internasional
(http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/) berlaku. Lisensi memungkinkan penggunaan tak terbatas, distribusi, dan reproduksi
dalam media apapun, dengan syarat bahwa pengguna memberikan kredit yang tepat untuk penulis asli (s) dan sumber,
menyediakan link ke lisensi Creative Commons, dan menunjukkan jika mereka membuat perubahan.
JURNAL INTERNASIONAL LINGKUNGAN & ILMU PENDIDIKAN 2016, VOL. 11, NO. 12, 5676-5686

Pengembangan Penemuan-Kirim Model Pembelajaran untuk Mengurangi


Kesalahpahaman Sains Siswa SMP
Basman Tompoa, Arifin Ahmada, dan Muris Murisa
aUniversitas Negeri Makassar, Makassar, INDONESIA
ABSTRAK Tujuan utama dari penelitian ini adalah
untuk mengembangkan penemuan Permintaan (DI) model pembelajaran untuk mengurangi kesalahpahaman dari tingkat
mahasiswa Ilmu sekolah menengah yang berlaku, praktis, dan efektif. Penelitian ini merupakan R & D (penelitian dan
pengembangan). Uji coba penemuan inquiry (DI) model pembelajaran dilakukan dalam dua kelas yang berbeda di SMPN 2
Maros, Sulawesi Selatan. Hasil penelitian setelah dua uji coba menunjukkan bahwa penemuan penyelidikan (DI) model
pembelajaran telah valid, praktis, dan efektif. Model pembelajaran penemuan inquiry (DI) dinyatakan sah karena penilaian dari
semua komponen pembelajaran yang dilakukan oleh validator memenuhi unsur validitas. Hal ini dinyatakan menjadi praktis
karena penemuan inquiry (DI) komponen pembelajaran sepenuhnya dilaksanakan, dan kemampuan guru untuk mengelola
pembelajaran adalah pada kategori tinggi. Hal ini dinyatakan efektif karena kesalahpahaman siswa Ilmu adalah dalam kategori
sedang. Kegiatan siswa dalam belajar terpenuhi pencapaian waktu yang ideal, dan hasil kuesioner siswa memberikan respon
positif terhadap penemuan inquiry (DI) belajar. Hal ini menyimpulkan bahwa model pembelajaran penemuan inquiry (DI) untuk
mengurangi kesalahpahaman siswa Ilmu memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif.
KATA KUNCI PASAL SEJARAH Penemuan penyelidikan, kesalahpahaman ilmu pengetahuan, model yangbelajar
Diterima 13 April 2016Revisi 14 Juni 2016 Diterima 19 Juni 2016

Pendahuluan
Setiap bangsa di dunia mengakui bahwa pendidikan adalah hak semua anak-anak. Pendidikan telah dianggap
sebagai hak asasi manusia yang harus dimiliki dan dinikmati secara bebas oleh semua anak-anak. Seperti yang
tercantum dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 Pasal 26 (1) menyatakan bahwa:

AKSES OPEN
“Setiap orang berhak atas pendidikan. Pendidikan harus gratis, setidaknya pada tahap dasar dan fundamental.
pendidikan dasar harus diwajibkan. Pendidikan teknis dan profesional harus dibuat tersedia secara umum dan
pendidikan tinggi harus sama-sama diakses oleh semua atas dasar merit”Berbagai isu-isu tentang masa depan
pendidikan masih terus menuai perdebatan yang tidak pernah berakhir. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, termasuk alokasi dana pendidikan 20% dari APBN, sertifikasi
penyisihan pendidik, penegakan otonomi pendidikan, sampai mengubah kurikulum. Upaya ini diharapkan dapat
memberikan jaminan tujuan pendidikan holistik. Pendidikan sangat berperan dalam memaksimalkan potensi
manusia. Ki Hajar Dewantara sebagai pemimpin pendidikan di Indonesia berjuang untuk memajukan bangsa
terlepas Ras, Budaya dan Bangsa. Melalui Sekolah Taman Siswa, yang didirikannya, ia berjuang untuk membangun
anak didik manusia Indonesia menjadi bebas lahir dan batin, mulia kecerdasan, dan fisik yang sehat untuk menjadi
anggota dari masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab untuk keharmonisan bangsa, tanah air , serta orang-
orang pada umumnya (Sukardjo 2012: 99). Pendidikan memegang peran yang sangat besar terhadap martabat
manusia, memaksimalkan potensi manusia sehingga mereka memiliki martabat dan moral yang baik (M Yamin,
2013: 2).
Para peneliti menemukan bahwa salah satu dari rendahnya kemampuan siswa di bidang ilmu adalah karena
terjadinya kesalahan atau kesalahpahaman konsep ilmu di kalangan mahasiswa. Masalah kesalahpahaman Sains
telah menjadi masalah umum dan terjadi pada siswa di semua tingkat pendidikan. Menurut Kadim Masykur di
Simarmata (2008), konsep kesalahan dalam bidang Ilmu telah terjadi di mana-mana dan terjadi pada tingkat
pendidikan yang rendah untuk pendidikan tinggi. Dalam hal ini, berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh
peneliti untuk siswa SMP Negeri 2 Maros, Sulawesi Selatan telah mengidentifikasi kesalahpahaman of Science
kepada siswa, yang berdampak pada rendahnya penguasaan konsep yang dimiliki oleh siswa. Dalam hal alat belajar
yang digunakan di sekolah-sekolah, para peneliti mengamati bahwa perangkat pembelajaran sains yang digunakan
kedua buku peserta didik dan Lembar Kerja Siswa masih umum dan tidak secara khusus dirancang untuk
mengurangi terjadinya kesalahpahaman Science. Dikhawatirkan jika ini terus berlanjut dari waktu ke waktu tanpa
ada upaya untuk mengatasinya, maka siswa yang memiliki kesalahpahaman terutama yang masih duduk di SMP,
akan sulit dan gagal dalam menguasai konsep-konsep kemajuan ilmu pengetahuan. Penguasaan konsep-konsep dasar
yang rendah dalam memahami materi Ilmu akan memungkinkan pemahaman yang keliru tentang konsep dan efek
selanjutnya pada hasil belajar siswa. Hal ini terbukti dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa salah satu
penyebab rendahnya hasil Fisika adalah kesalahpahaman siswa (Tayubi 2005, Adnyani et al, 2013; Iriyanti.NP et al,
2012). Siswa sering menafsirkan konsep yang dianggap sulit sesuai dengan pra-konsepsi bahwa ia sudah memiliki.
Kadang-kadang, penafsiran siswa tidak sesuai dengan konsep yang disepakati oleh para ahli. Sebuah konsep yang
berbeda disebut sebagai kesalahpahaman atau konsep palsu (Suparno, 2005). Nama lain dari kesalahpahaman istilah
intuisi, konsep alternatif, kerangka alternatif dan teori naif (Taufik, 2012, Yunitasari.W. Et al. 2013).
Para peneliti melihat bahwa salah satu penyebab dari kesalahpahaman Ilmu kalangan siswa SMP adalah model
pembelajaran yang digunakan oleh guru IPA masih menggunakan paradigma lama. Para peneliti menilai bahwa guru
Ilmu paling,
JURNAL INTERNASIONAL LINGKUNGAN & ILMU PENDIDIKAN 5677
5678 B. Tompo ET AL.

terutama Fisika masih mengajar Ilmu berdasarkan buku pelajaran, dengan penekanan pada kuliah dan pertanyaan
sesekali bertanya. Siswa harus mengikuti cara belajar yang dipilih oleh guru dan patuh mempelajari urutan yang
ditugaskan oleh guru. Siswa kurang untuk mendapatkan kesempatan untuk terlibat secara aktif. Pembelajaran
umumnya ujian berorientasi begitu, hasil belajar terjadi hanya transfer informasi dari guru kepada siswa. Belajar
yang hanya menghafal konsep, teori atau formula, sehingga tidak memberikan pemahaman yang mendalam tentang
konsep-konsep yang dipelajari. Hal ini relevan dengan Taufik.M (2013: 43) yang mengatakan bahwa pembelajaran
konvensional diduga kuat sebagai penghalang untuk mencapai remediasi kesalahpahaman dan pemahaman yang
memadai tentang konsep. Temuan dari isu-isu tersebut didukung oleh Ilahi (2012) mengatakan bahwa pembelajaran
Sains tidak memberikan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri.
Oleh karena itu, guru perlu menerapkan model of Science belajar untuk mengubah paradigma lama dan
mengatasi kelemahan ini dalam rangka mewujudkan tujuan pembelajaran Sains yang diharapkan. Model
pembelajaran yang cocok untuk memungkinkan siswa dan diharapkan untuk mengurangi kesalahpahaman Ilmu
adalah model pembelajaran penemuan-penyelidikan. Dengan model pembelajaran penemuan-penyelidikan, siswa
terlibat secara aktif dalam memperoleh konsep dan prinsip-prinsip dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan
pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka untuk menemukan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri (Slavin, 1994). Ketika siswa menemukan konsep yang bertentangan dengan
konsep awal, akan ada konflik kognitif pada struktur kognitif anak-anak. Stimulasi konflik kognitif dalam
pembelajaran Ilmu akan sangat membantu dalam proses asimilasi untuk menjadi lebih efektif dan bermakna.
Penggunaan model pembelajaran inquiry-discovery tidak hanya relevan dengan langkah-langkah metode ilmiah,
tetapi juga relevan dengan teori-teori belajar seperti teori Piaget kognitif, pengkondisian, dan konstruktif (Nirvana,
2013).
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan (discovery) memungkinkan pengetahuan yang bertahan
lama atau lebih mudah diingat. Beberapa studi menunjukkan bahwa model pembelajaran penemuan-Permintaan
sangat unggul dan efektif untuk digunakan dalam pembelajaran, terutama untuk belajar Ilmu. Penelitian yang
dilakukan oleh Abdisa (2012) tentang pengaruh dipandu pembelajaran penemuan dalam Fisika mengajar
menyimpulkan bahwa ada perbedaan antara dipandu belajar penemuan, demonstrasi, dan ekspositoris dalam gerak
rotasi materi dalam perkuliahan. Atas dasar pentingnya diperoleh dari tiga, tingkat prestasi tinggi, sedang dan
rendah. Hal ini dikonfirmasi oleh beberapa penelitian menunjukkan bahwa model penemuan-penyelidikan terbukti
secara efektif digunakan dalam pembelajaran. (Yusnita.R et al, 2014, Istikomah et al, 2013, Wenning.CL, et al.,
2011) Penelitian yang dilakukan oleh Fajar.DM. (2013) menemukan bahwa model pembelajaran inquiry mampu
secara signifikan menurunkan kesalahpahaman bahan listrik dinamis. Jadi, diasumsikan bahwa belajar menggunakan
model pembelajaran penemuan-penyelidikan, tidak hanya membimbing siswa untuk secara mendalam menyelidiki
tentang konsep (inquiry) tetapi juga membiasakan siswa dalam memecahkan masalah. Konsep penemuan
(discovery) diharapkan dapat mengurangi terjadinya kesalahpahaman Ilmu di kalangan mahasiswa. Masalah
Penelitian
Pernyataan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana merancang sebuah model pembelajaran inquiry
penemuan untuk mengurangi kesalahpahaman dari tingkat mahasiswa Ilmu sekolah menengah yang valid, praktis
dan efektif.
Tujuan dari Studi
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat desain model pembelajaran penemuan penyelidikan untuk
mengurangi kesalahpahaman dari tingkat mahasiswa Ilmu sekolah menengah yang valid, praktis dan efektif.
Signifikansi Studi
The signifikansi dari penelitian ini adalah: i. Menghasilkan model pembelajaran penemuan-penyelidikan yang
diharapkan dapat mengurangi
kesalahpahamanSains untuk siswa SMP. ii. Memberikan kontribusi kepada guru-guru di guru umum dan ilmu
SMPkhususnya tentang model pembelajaran penemuan-penyelidikan. Metode
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan. Untuk memulai pengembangan penelitian ini, dilakukan
penelitian awal untuk mengungkap konsep Ilmu yang rentan terhadap kesalahpahaman di kalangan siswa. Hasil
penelitian pendahuluan digunakan sebagai bahan pendukung dalam pengembangan model pembelajaran. Subyek
penelitian
Penelitian dilakukan di delapan siswa kelas SMP Negeri 2 Maros Akademik Tahun 2015-2016. Karakteristik
dari delapan kelas SMP Negeri 2 Maros Akademik Tahun 2015-2016 relatif sama, karena proses pembentukan kelas
secara acak lakukan dan bukan oleh tingkat kemampuan. Subyek penelitian dipilih 2 kelas dari 10 kelas yakni, VIII-
A dan VIII-C. Variabel penelitian
Variabel utama dalam penelitian ini adalah model pembelajaran penemuan penyelidikan. Sedangkan variabel
lain untuk mempertimbangkan atau terlibat dalam pengembangan model pembelajaran penemuan inquiry adalah (1)
kesalahpahaman siswa Science, (2) efektivitas model normatif, yaitu kesesuaian antara model pembelajaran secara
teoritis dengan implementasi di kelas, dan (3) efektivitas model korelatif yang dapat diamati dari aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran. Pendahuluan Penelitian
Penelitian awal yang dilakukan untuk mengungkap gambaran umum pelaksanaan pembelajaran Sains di
tingkat SMP dan kesalahpahaman Ilmu yang terjadi pada siswa. Penelitian Pengembangan
Model pembelajaran yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah penemuan model pembelajaran
inquiry untuk mengurangi kesalahpahaman siswa Science. Tahapan model pembelajaran pengembangan disebut
tahap model pembangunan yang diusulkan oleh S.Thiagarajan, Semmel dan Semmel (model empat-D). Sedangkan
komponen yang termasuk dalam model disebut belajar komponen model yang diajukan oleh Joice, Weil, dan
Shower (1992), yaitu: (a) sintaks, (b)
JURNAL INTERNASIONAL LINGKUNGAN & ILMU PENDIDIKAN 5679
5680 B. Tompo ET AL .
sistem sosial, (c) prinsip reaksi, (d) sistem pendukung, dan (e) dampak instruksional dan pendamping.
Tahapan pengembangan penemuan model pembelajaran inquiry untuk mengurangi kesalahpahaman siswa Ilmu
adalah sebagai berikut:
a. Mendefinisikan Tahap Tahap ini adalah untuk mengidentifikasi dan mempelajari tentang: (1) model pembelajaran
sebagai perbandingan berorientasi pada beberapa elemen, antara lain: sintaks, teori yang mendasarinya, dan hasil
penelitian dari model (khususnya, mempelajari pembelajaran penemuan inquiry Model dalam mengurangi
kesalahpahaman Sains), (2) teori-teori belajar yang berkaitan dengan pembelajaran penemuan penyelidikan dan
kesalahpahaman Science, (3) kurikulum Sains di tingkat SMP, kondisi siswa dan lingkungan sebagai sistem
pendukung, dan sebagainya.
b. Merancang Tahap Kegiatan utama dalam tahap ini adalah untuk merancang penemuan model pembelajaran
inquiry untuk mengurangi kesalahpahaman siswa Science. Rincian kegiatan utama pada tahap ini meliputi: (1)
merancang kegiatan belajar sintaks atau penemuan penyelidikan belajar untuk mengurangi kesalahpahaman siswa
Science, (2) merancang sistem sosial, yaitu peran pendidik dan siswa dalam penemuan inquiry learning kegiatan
bersama dengan aturan dan tanda-tanda yang harus diikuti bersama dalam proses Sains belajar, (3) merancang
prinsip-prinsip reaksi yaitu, deskripsi dari apa yang guru diperlukan dalam menanggapi setiap tindakan dan perilaku
siswa, terutama pertanyaan mereka, ( 4) merancang sistem pendukung atau kondisi yang diperlukan oleh model.
Kondisi ini termasuk: kondisi siswa, suasana belajar, fasilitas pembelajaran, media pembelajaran dan perangkat
pembelajaran.
c. Tahap pengembangan Tahap ini meliputi: (1) meminta pendapat para ahli, (2) melakukan pelaksanaan prototipe
saya uji coba yang dilakukan di delapan kelas SMP Negeri 2 Maros Tahun Akademik 2015/2016, (3) melakukan
revisi prototipe I berdasarkan hasil pengujian dan pertimbangan oleh para peneliti, pakar, dan guru. Kegiatan revisi
dilakukan terhadap hal-hal yang dianggap perlu untuk setiap komponen model. Dari hasil penelitian, ia dirancang
prototipe II yang akan diuji. Selain itu direvisi lagi pada komponen yang dianggap perlu, kemudian diuji lagi (trial
II). Materi pembelajaran untuk prototipe II adalah konsep Getaran dan Optik. Dalam sidang kedua ini, digunakan
model pembelajaran penemuan Permintaan akhir prototipe pada VIII-A kelas SMP Negeri 2 Maros. Materi
pembelajaran dalam prototipe akhir masih sama, yaitu konsep Getaran dan Optik. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan mengacu pada masalah penelitian. Berdasarkan masalah penelitian, analisis
data dilakukan dengan dua cara, kuantitatif dan kualitatif. Untuk menjawab hasil tes kesalahpahaman Sains, itu
digunakan analisis statistik deskriptif dengan uji normalisasi N-gain. Selain itu, untuk memperjelas interpretasi hasil
analisis, akuisisi data juga dijelaskan dalam bentuk diagram.
Untuk penelitian pengembangan, aktivitas analisis dominan adalah kualitatif dan telah tersirat dalam seluruh
rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam setiap
tahappengembangan model pembelajaran. Analisis ini dilakukan pada semua komponen dari model yang dilakukan
oleh Joice, Weil, dan Showers (sintaks, sistem sosial, prinsip-prinsip reaksi, sistem pendukung, dan dampak
pengiring pembelajaran dan) antara lain memperhatikan (1 ) perangkat pembelajaran, (2) kegiatan belajar-mengajar,
dan (3) efektivitas pembelajaran. Hasil dan Pembahasan
Hasil yang diperoleh pada setiap tahap pengembangan berkenaan dengan proses pengembangan model
penyelidikan penemuan dapat digambarkan sebagai berikut: Tahap 1: Mendefinisikan
Sebelum melakukan penelitian, para peneliti mengidentifikasi model pembelajaran dan kesalahpahaman Sains
dengan menyediakan lembar observasi untuk guru IPA di SMP Negeri 2 Maros. Berdasarkan hasil studi awal yang
telah dilakukan, terungkap bahwa siswa di sekolah umumnya memiliki kesalahpahaman Science pada beberapa
konsep Ilmu tertentu dan itu membutuhkan model pembelajaran Sains khusus untuk mengurangi kesalahpahaman
Science. Model ini diharapkan memiliki kriteria valid, praktis dan efektif. Tahap 2: Merancang
Hasil desain model pembelajaran penemuan penyelidikan adalah untuk membangun format model buku, yaitu
(1) Rasional, (2) Teori Support, Model (3) belajar Penemuan Kirim, dan (4) Arah Model Pelaksanaan.
Perkembangan rasional model pembelajaran penemuan penyelidikan termasuk hal yang menjadi pertimbangan
utama atau dasar penting dari model penyelidikan penemuan untuk mengurangi kesalahpahaman Science. Ini juga
termasuk hasil penelitian yang mendukung pembangunan. Pada bagian tentang teori-teori yang mendukung, itu
menyatakan beberapa teori terkait, yaitu (1) dasar filosofis model penyelidikan penemuan, (2) dasar psikologis
model penemuan penyelidikan, dan (3) dasar teori belajar. Pada bagian penemuan model pembelajaran inkuiri, itu
dibahas tentang konsep dasar penemuan penyelidikan model pembelajaran, karakteristik penemuan model
pembelajaran inkuiri, komponen penyelidikan penemuan model pembelajaran, dan evaluasi diterapkan dalam
pembelajaran.
Pada bagian dari arah implementasi model, dibahas dua bagian utama, yaitu perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran. Pada bagian perencanaan, membahas tentang hal-hal yang perlu dipersiapkan sehingga, penemuan
model pembelajaran inquiry dapat terjadi dalam yaitu (1) Rencana Pelajaran praktis dan efektif,, (2) Siswa Text
Book, (3) Lembar Kerja Siswa , (4) Task Sheet, (5) Media Pembelajaran, dan (6) Ilmu Kesalahpahaman Test. Pada
bagian dari pembelajaran pelaksanaan, itu dibahas pelaksanaan sintaks model pembelajaran penemuan penyelidikan
yang terdiri dari tujuh tahapan, yaitu: Tahap 1: menjelaskan tujuan pembelajaran, tahap 2: orientasi siswa di masalah
(pernyataan masalah), Tahap 3: memberikan stimulasi, fase-4: merumuskan hipotesis, fase-5: melakukan
penyelidikan dan penemuan (percobaan), fase-6: menyajikan hasil penyelidikan dan penemuan (verifikasi), dan
fase-7: menyusun kesimpulan (generalisasi) . Hasil Pembelajaran Alat Merancang
Pada tahap desain, instrumen pembelajaran yang dirancang telah menetapkan format dan pemilihan unsur-
unsur terkait seperti: (1) Rencana Pelajaran, (2) Mahasiswa Text Book, (3) Lembar Kerja Siswa, dan (4) uji Ilmu
kesalahpahaman.
JURNAL INTERNASIONAL LINGKUNGAN & ILMU PENDIDIKAN 5681
5682 B. Tompo ET AL.

Pada fase ini, Rencana Pelajaran yang berhasil dirancang berdasarkan sintaks penemuan model pembelajaran
inquiry dengan mengambil pertimbangan terkait dengan komponen lain seperti prinsip reaksi, sistem sosial, dan
dampak dampak instruksional dan pengiring. Draft hasil buku teks siswa disebut subjek getaran dan cahaya. Buku
teks siswa dirancang disebut kompetensi dasar, tujuan dan pedoman pelaksanaan pembelajaran.
Dalam desain awal, tes Sains kesalahpahaman telah berhasil dirancang 30 item tes tipe benar salah (TF).
Instrumen ini adalah soal tes of Science kesalahpahaman yang dirancang untuk mengukur keberhasilan berkurang
kesalahpahaman Ilmu nya. Desain tes didasarkan pada studi dan hasil observasi awal tentang materi Ilmu yang
rentan untuk memiliki kesalahpahaman di SMP Negeri 2 Maros. Hasil dari Merancang Penelitian Instrumen
Instrumen validitas yang diproduksi dalam tahap desain adalah untuk menentukan aspek penilaian dan
indikator dalam setiap aspek yang berkaitan dengan (1) validasi analisis kebutuhan lembar model pembangunan (2)
lembar validasi penyelidikan penemuan (dI) model pembelajaran, (3) lembar validasi penerapan model
pembelajaran, (4) lembar validasi kemampuan mengelola Model (5) lembar validasi aktivitas siswa (6) lembar
validasi tanggapan siswa kuesioner lembar, dan (7) format validasi belajar perangkat (Lesson Plan, Mahasiswa Buku
Teks, dan lembar tes kesalahpahaman Ilmuyaitu:.
instrumen kepraktisan yang berhasil dirancang menutupi lembar observasi, (1) lembar observasi dari .
penerapan model pembelajaran dan (2) lembar observasi kemampuan guru untuk mengelola pembelajaran
Sedangkan instrumen efektivitas yang dirancang meliputi: (1) T ia lembar evaluasi uji kesalahpahaman Science, (2)
lembar observasi aktivitas siswa, dan (3) respon siswa angket lembar. Tahap -3: Pembangunan
a. Hasil uji Validitas Hasil validasi penemuan inquiry model pembelajaran (DI) menunjukkan bahwa nilai rata-rata
total validitas penemuan inquiry model pembelajaran (DI) adalah Y = 3.40. Jika nilai ini telah dikonfirmasi pada
kriteria validitas model pembelajaran penemuan inquiry (DI), maka dikategorikan sebagai valid (2,5 ≤ M ≤ 3,5).
Jadi, dalam hal semua aspek dari model pembelajaran penemuan inquiry (DI), telah memenuhi kriteria validitas.
Hasil validasi perangkat pembelajaran selama 3 Rencana (tiga) Pelajaran yang dikembangkan memiliki nilai
yang sama yang Y = 3,79 (sangat valid). Ada delapan (8) Siswa Lembar Kerja yang berkembang dan mereka semua
memiliki nilai validasi yang sama yang Y = 3,71 (sangat valid). Buku teks siswa yang terdiri hanya satu memiliki
nilai validasi X = 3,61 (sangat valid) dan untuk kesalahpahaman Ilmu yang dikembangkan memiliki nilai rata-rata Y
= 3,42 (valid). Jadi, dalam hal semua aspek alat belajar seperti rencana pelajaran, lembar kerja siswa, buku teks
siswa dan tes kesalahpahaman Ilmu maka itu menyatakan bahwa mereka telah memenuhi kriteria validitas.
Secara singkat, hasil analisis instrumen validitas menunjukkan bahwa: (1) Hasil penilaian terhadap analisis
kebutuhan lembar pengembangan
penemuan inquiry (DI) Model oleh validator mendapat rata-rata mencetak Y = 3,55 (sangat valid) dengan koefisien
reliabilitas R = 0,943, (2) hasil penilaian dari penemuan inquiry (dI) Model oleh validator mendapat nilai rata-rata
total X = 3,38 (valid) dengan koefisien reliabilitas R = 0,863, (3) hasil penilaian lembar observasi kemampuan guru
untuk mengelola pembelajaran dengan validator untuk semua aspek mendapat rata-rata mencetak X = 3, 42 (valid)
dengan koefisien reliabilitas R = 0,857, (4) hasil penilaian lembar observasi pelaksanaan model pembelajaran
dengan validator untuk semua aspek mendapat rata-rata mencetak = 3,39 (valid) dengan koefisien reliabilitas R =
0,857, (5) penilaian lembar evaluasi uji kesalahpahaman Ilmu diperoleh nilai validasi rata dengan total = 3,42
(valid), (6) averag The e nilai total validitas aktivitas lembar observasi siswa untuk semua aspek adalah = 3,81 dan
(7) Nilai rata-rata (sangat valid) dari jumlah validitas dari tanggapan siswa kuesioner lembar untuk semua aspek
adalah = 3,81 (sangat valid). Jadi, jika ditinjau dari semua aspek, maka semua lembar instrumen telah memenuhi
kriteria validitas.
b. Hasil uji Kepraktisan Model Berdasarkan analisis hasil pelaksanaan komponen sintaks selama sidang saya, itu
memperoleh skor rata-rata pelaksanaan komponen sintaks M = 1.70, interaksi sosial komponen M = 1.65, prinsip
reaksi komponen M = 1,72, komponen instruksional dan dampak pengiring M = 1.79, yang mendukung komponen
perangkat pembelajaran (sistem pendukung) M = 1,89. Dapat disimpulkan bahwa rata-rata, semua komponen
pelaksanaan penemuan inquiry (DI) belajar sepenuhnya dilaksanakan (1,5 ≤ M ≤ 2.0). Sedangkan pada percobaan II,
diperoleh skor rata-rata pelaksanaan komponen sintaks M = 1.80, interaksi sosial komponen M = 1,83, prinsip
komponen reaksi M = 1.87, komponen instruksional dan dampak pengiring M = 1,88, perangkat belajar yang
mendukung komponen (sistem pendukung) M = 1,97. Dapat disimpulkan bahwa rata-rata, semua komponen
pelaksanaan penemuan inquiry (DI) pembelajaran dalam persidangan II sepenuhnya dilaksanakan (1,5 ≤ M ≤ 2.0).
Hasil analisis kemampuan guru untuk mengelola penemuan inquiry (DI) belajar di sidang saya adalah nilai
rata-rata kemampuan guru untuk mengelola pembelajaran dalam kegiatan pendahuluan telah nilai 3,46 (tinggi),
kegiatan inti adalah 3,42 (tinggi) , aktivitas penutupan adalah 3,46 (tinggi), kemampuan untuk mengelola adalah
3,50 (sangat tinggi), aspek suasana kelas adalah 3,50 (sangat tinggi). Sementara di persidangan II, nilai rata-rata
kemampuan guru untuk mengelola pembelajaran dalam kegiatan pengantar memiliki nilai 3,54 (tinggi), kegiatan inti
adalah 3,50 (tinggi), aktivitas penutupan adalah 3,42 (tinggi), kemampuan untuk mengelola waktu itu 3,42 (sangat
tinggi), aspek suasana kelas yang 3,67 (sangat tinggi). Jadi, dalam hal semua aspek manajemen pembelajaran, model
pembelajaran maka penemuan inquiry (DI) dalam persidangan I dan II menyatakan telah memenuhi kriteria
kepraktisan.
c. Hasil Uji Model Efektivitas Hasil model pembelajaran efektivitas penemuan inquiry (DI) pada setiap percobaan
dianalisis dengan mengamati aktivitas siswa, respon kuesioner siswa dan tes hasil Ilmu kesalahpahaman. Pada
sidang I dan II, hasil observasi siswa menunjukkan bahwa 9 dari 10 kategori aktivitas siswa bertemu dengan PWI
Toleransi Interval (%) yang ditentukan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam hal aspek kegiatan siswa, penyelidikan
penemuan (DI) uji coba model pembelajaran I dan II telah memenuhi kriteria efektivitas.
JURNAL INTERNASIONAL LINGKUNGAN & ILMU PENDIDIKAN 5683
5684 B. Tompo ET AL.

Berdasarkan data dari respon siswa, yang diperoleh bahwa 26 siswa dari percobaan I dan 24 siswa diadili II,
umumnya menanggapi positif terhadap model pembelajaran, alat-alat belajar, suasana belajar di kelas, cara guru
mengajar, dan bahasa digunakan dalam perangkat pembelajaran. Para siswa merasa senang dalam melakukan
percobaan / pengamatan selama pelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa dalam hal aspek respon siswa, model
pembelajaran penyelidikan penemuan (DI) dalam uji I dan II telah memenuhi kriteria efektivitas.
Berdasarkan uji hasil kesalahpahaman Ilmu yang telah dicapai dalam pretest dan posttest diadili aku mencapai
penguasaan pembelajaran klasik. Perhitungan analisis gain yang dinormalisasi (uji N-Gain) menemukan bahwa nilai
rata-rata N-Gain secara keseluruhan 0,32 atau dalam kategori sedang. Namun, jumlah siswa yang telah
meningkatkan skor tidak memenuhi persyaratan (kurang dari 70%). Hal ini menunjukkan bahwa penemuan
penyelidikan (DI) model pembelajaran diadili Saya menyatakan belum efektif untuk mengurangi kesalahpahaman
Science, sehingga perlu tercermin dan membuat revisi.
Berdasarkan uji hasil kesalahpahaman Ilmu yang telah dicapai dalam pretest dan posttest diadili II mencapai
penguasaan pembelajaran klasik 86%. Berdasarkan perhitungan analisis gain yang dinormalisasi (uji N-Gain)
menemukan bahwa nilai rata-rata N-Gain keseluruhan 0,48 atau kategori menengah. Dalam hal ini, jumlah siswa
yang telah meningkatkan skor sudah memenuhi persyaratan (lebih dari 70%). Hal ini menunjukkan bahwa
penemuan inquiry (DI) model pembelajaran pada sidang II dinyatakan efektif untuk mengurangi kesalahpahaman
Science.
Oleh karena itu, dalam hal validitas indikator keseluruhan, kepraktisan dan efektivitas model, dapat
disimpulkan bahwa model penemuan inquiry (DI) belajar setelah melalui tahap I dan uji coba II dianggap telah
memenuhi kriteria validitas, kepraktisan dan efektivitas. Tahap -4: Penyebaran
Penyebaran adalah sosialisasi hasil penelitian pengembangan model pembelajaran penemuan inquiry (DI) yang
telah dilakukan secara terbatas pada pertemuan guru sains di SMPN 2 Maros. Diseminasi adalah hasil paparan dari
penelitian pengembangan diadakan di forum guru di SMK Pratidina Makassar. Penyebaran penemuan inquiry model
pembelajaran (DI) juga dilakukan melalui jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh situs web. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, para peneliti menyajikan beberapa kesimpulan. Pertama, pembelajaran sains di
tingkat SMP, khususnya di SMP Negeri 2 Maros belum sepenuhnya fokus pada pendekatan pembelajaran ilmiah
berpusat pada siswa dan mahasiswa masih memiliki kesalahpahaman Ilmu pada konsep getaran dan optik. Kedua,
model pembelajaran penemuan inquiry (DI) untuk mengurangi kesalahpahaman siswa Ilmu memenuhi kriteria
validitas berdasarkan hasil validasi ahli dan praktisi terhadap komponen model dan alat pembelajaran yang
dikembangkan. Ketiga, penemuan inquiry (DI) model pembelajaran untuk mengurangi kesalahpahaman siswa Ilmu
memenuhi kriteria kepraktisan karena pelaksanaan penemuan inquiry (DI) pembelajaran telah dicapai seluruhnya
dan kemampuan guru untuk mengelola pembelajaran penemuan penyelidikan adalah pada tinggi kategori. Keempat,
model pembelajaran penemuan inquiry (DI) untuk mengurangi kesalahpahaman siswa Ilmu memenuhi kriteria
efektivitas karena aktivitas siswa telah dicapai berdasarkan kriteria pencapaian waktu yang ideal. Umumnya, siswa
menanggapi positif penemuan penyelidikan model pembelajaran (DI). Kesalahpahaman Sains telah dikurangi untuk
siswa secara signifikan. Pernyataan pengungkapan
Tidak ada potensi konflik kepentingan dilaporkan oleh penulis.

Catatan tentang kontributor


Basman Tompo memegang PhD dalam ilmu pendidikan dan sekarang seorang peneliti post-doc di Universitas Negeri
Makassar, Makassar, Indonesia.
Arifin Ahmad memegang PhD dalam ilmu pendidikan dan sekarang adalah profesor di Universitas Negeri Makassar,
Makassar, Indonesia.
Muris Muris memegang PhD dalam ilmu pendidikan dan sekarang adalah profesor di Universitas Negeri Makassar,
Makassar, Indonesia. Referensi
Abdisa, G. (2012). Pengaruh penemuan terbimbing terhadap prestasi fisika siswa. JurnalFisika,
Pendidikan (Online), 6 (4), 193-199 Adnyani, NW, dkk. (2013). Pengaruh Pengembangan strategi Pembelajaran Konflik
kognitif Terhadap Penurunan miskonsepsi fisika ditinjau Dari gaya kognitif Siswa Kelas x di SMA Negeri 1 Bebandem. Jurnal
Universitas Pendidikan Ganesha Fajar.DM dkk. (2013). Pengaruh PENGGUNAAN Model Pembelajaran inkuiri (inquiry
learning) Terhadap Penurunan miskonsepsi PADA materi Listrik Dinamis Kelas X SMAN 2 Jombang. Laporan Penelitian Ilahi,
T M. (2012). Belajar dari strategi penemuan & keterampilan kejuruan mental. Jogjakarta: DIVA Tekan Iriyanti.NP et al (2012)..
Identifikasi miskonsepsi pada materi pokok wujud zat siswa kelas VII SMP Negeri 1 Bawang tahun ajaran 2009/2010. Laporan
Penelitian. FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Joyce.B, Weil.M, Calhoun.E. (2009). Models of teaching. Terjemahan.
Edisi Kedelapan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Istikomah dkk. (2013). Pengembangan perangkat pembelajaran metode discovery learning untuk
pemahaman sains pada anak TK B. Laporan Penelitian. Prodi Pendidikan Dasar Program Pasa Sarjana. Universitas Negeri
Semarang Nirwana. (2013). Penggunaan model inquiry berbasis ICT untuk meningkatkan hasil belajar pada mata kuliah sejarah
fisika mahasiswa Prodi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan MIPA. FKIP: Universitas Bengkulu. Prosiding Seminar
Simarmata,U. (2008). Penerapan model konstruktivis dalam pembelajaran fisika di SMU dalam
upaya menanggulangi miskonsepsi siswa. Jurnal Universitas Negeri Medan, ISSN:1907-7157 Sukardjo,M. dkk. (2012).
Landasan pendidikan konsep dan aplikasinya. Depok: PT Rajagrafindo
Persada Suparno, P. (2005). Miskonsepsi & perubahan konsep pendidikan Fisika. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia Taufik.M. (2012). Remediasi miskonsepsi mahasiswa calon guru fisika pada konsep Gaya melalui
penerapan model siklus belajar (learning cycle ) 5E. Jurnal UNS Semarang Tayubi,YR, (2005). Identifikasi miskonsepsi
pada konsep-konsep fisika menggunakan Certainty of
Response Index (CRI). Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia. 3/XXIV/2005 Wenning.CL, et al. (2011). Scientific Inquiry in
Introductory Physics Courses. Journal Of Physics
Teacher Education. 6(2). Yamin. (2013). M. Paradigma baru pembelajaran. Jakarta: Ciputat Mega Mall Anggota IKAPI
Yunitasari.W. et al. (2013). Pembelajaran direct instruction disertai hierarki konsep untuk mereduksi miskonsepsi siswa pada
materi larutan penyangga Kelas XI IPA Semester Genap SMA Negeri 2 Sragen. Jurnal FKIP UNS Surakarta
INTERNATIONAL JOURNAL OF ENVIRONMENTAL & SCIENCE EDUCATION 5685
5686 B. TOMPO ET AL.
Yusnita.R et al. (2014). Pengembangan perangkat pembelajaran berbasis penemuan terbimbing (guided discovery) dengan
pendekatan somatic, auditory, visual, intellectual (SAVI) pada materi pokok peluang Kelas IX SMP Tahun Pelajaran 2013/2014.
Jurnal PPs Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai