I. PENDAHULUAN
2.2. Biopestisida
Biopestisida adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari bahan hidup. Baik
berasal dari tanaman, atau mikroorganisme. Pestisida biologi yang saat ini banyak
dipakai adalah jenis insektisida biologi (mikroorganisme pengendali serangga) dan
jenis fungisida biologi (mikroorganisme pengendali jamur). Jenis-jenis lain seperti
3
bakterisida, nematisida dan herbisida biologi telah banyak diteliti, tetapi belum
banyak dipakai. Keuntungan biopestisida adalah a) Menjaga kesehatan tanah dan
mempertahankan hidupnya dengan meningkatkan bahan organik tanah; b) Spesies
tertentu yang digunakan aman baik sebagai musuh alami dan organisme non target; c)
Biopestisida tidak terlalu beracun seperti pestisida kimia sehingga aman untuk
lingkungan; d) Pestisida mikroba mengandalkan senyawa biokimia potensial yang
disintesis oleh mikroba, hanya dibutuhkan dalam jumlah terbatas; e) Mudah
membusuk sehingga dapat mengurangi pencemaran (Direktorat Perlindungan
Tanaman. 2000).
Bakteri diperoleh dari perakaran bambu, rumput gajah, atau akar tanaman
kacang-kacangan kurang lebih 100 gr.
Membersihkan tanah di area perakaran, tetapi tidak terlalu bersih.
Memoton akar, kemudian rendam di air bersih (ulang) 1-2 liter selama 2-4
hari.
Menyaring hasil rendaman yang dapat digunakan sebagai biang bakteri yang
ditandai dengan airnyamenjadi keruh dan berbau masam atau busuk.
b. PGPR
Mencampurkan 400 gr gula, 200 gr trasi, 1 kg dedak halus, 10 liter air, dan
penyedap rasa secukupnya. Kemudian merebusnya sampai mendidih selama
20 menit dihitung mulai dari saat mendidih.
Setelah dingin masukan semua bahan kedalam jerigen dan mencampurkan 1
L biang PGPR kemudian menutup rapat.
Buka dan kocok-kocok sehari sekali.
Setelah 15 hari PGPR siap digunakan (ditandai dengan jerigen tidak
kembung lagi).
7
IV. PEMBAHASAN
4.2.2. Parasitoid
Parasitoid adalah serangga yang memarasit serangga lain, khususnya serangga
hama. Secara umum dikatakan sebagai serangga yang hidup didalam tubuh hama dan
menghisap cairan tubuh hama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Parasitoid
bersifat parasitik pada fase pendewasanya sedangkan pada fase dewasa mereka hidup
bebas tidak terikat pada inang. Fase inang yang diserang parasitoid pada umumnya
adalah telur, larva, dan beberapa parasitoid menyerang pupa dan sangat jarang
menyerang imago. Ada beberapa ordo serangga yang anggotanya merupakan
parasitoid yaitu: ordo coleoptera, ordo neuroptera, ordo lepidoptera, ordo diptera,
ordo strepsiptera, dan ordo hymenoptera (Nurindah. 2012).
4.2.3. Patogen Hama
Patogen serangga adalah salah satu faktor hayati yang turut serta dalam
mempengaruhi dan menekan perkembangan serangga hama. Karena mikroorganisme
ini dapat menyerang dan menyebabkan kematian serangga hama, maka patogen
disebut sebagai salah satu musuh alami serangga hama selain predator dan parasitoid
dan juga dimanfaatkan dalam kegiatan pengendalian. Beberapa patogen dalam
kondisi lingkungan tertentu dapat menjadi faktor mortalitas utama bagi populasi
serangga tetapi ada banyak patogen pengaruhnya kecil terhadap gejolak populasi
serangga. Patogen masuk ke dalam tubuh serangga melalui dua jalan: 1) ketika inang
menelan patogen selama proses makan, dan 2) ketika patogen masuk melalui
penetrasi langsung ke kutikula serangga. Perpindahan patogen serangga dapat terjadi
dari serangga yang sakit ke serangga yang sehat (Sunarno. 2008).
a. Bakteri
Bakteri yang biasa digunakan adalah bakteri yang menghasilkan spora. Bakteri
yang menyerang serangga dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu bakteri yang
tidak membentuk spora dan bakteri yang membentuk spora. Bakteri penghasil spora
merupakan bakteri yang sangat penting yang saat ini banyak digunakan sebagai
insektisida mikrobia. Contoh bakteri yang biasa digunakan adalah Bacillus popiliae
sebagai patogen dari kumbang jepang Popilie japonika dan kumbang skarabia lainya
9
d. Nenatoda
Disamping, virus, jamur dan bakteri juga ada banyak spesies nematoda yang
bersifat parasitik terhadap serangga hama, baik yang bersifat parasit obligat maupun
fakultatif. Dari 19 famili yang menyerang serangga Famili Mermithidae merupakan
famili yang paling banyak atau terpenting terdiri atas 50 genera dan 200 spesies.
Nematoda muda meninggalkan telur dan masuk kedalam tubuh serangga melalui
kutikula dan masuk kedalam homocoel, setelah berganti kulit beberapa kali maka
nematoda dewasa keluar dari tubuh serangga, dan serangga mati sebelum atau
sesudan nematoda keluar. Keuntungan menggunakan nematoda entomopagen adalah
kemampuan mematikan inang sangat cepat, karena serangan nematoda akan
mengalami kematian dalam waktu 24-48 jam setelah aplikasi. Tubuh serangga akan
lemas terjadi penurunan aktivitas dan terjadi perubahan warna tubuh menjadi merah
kecoklatan jika terserang Steinernema spp dan hitam jika terserang Heterorhabditis
spp. Contohnya adalah nenatoda Steinernema spp dapat mengendalikan hama dari
Ordo Lepidoptera dan Coleoptera (Sunarno. 2008).
4.2.4. Patogen Antagonis
Pengaplikasian Trichoderma dan Aspergilus masing-masing 10 gr dengan
kombinasi jarak tanam 20 x 25, 25 x 25, dan 30 x 25 cm. Perlakuan terbaik untuk
menekan penyakit busuk Sclerotium adalah dengan kombinasi trichoderma dan
aspergillus dengan jarak tanam 30 x 25 cm. Hal ini disebabkan kerena selain fungsi
trichoderma dan aspergillus yang dapat menekan perkembangan penyakit juga di
pengaruhi oleh jarak tanam yang digunakan. Semakin jauh jarak tanam yang
digunakan maka semakin sedikit jumlah populasi tanaman pada suatu bedengan
sehingga mengurangi kelembapan. Dengan berkurangnya kelembapan akan
menghambat pertumbuhan penyakit sclerotium dan pemberian trichoderma dan
aspergilus yang berfungsi menekan penyakit sclerotium sehingga kombinasi
keduanya menjadi lebih efektif. Sedangkankan pada perlakuan lain tidak efektif
dalam menekan perkembangan penyakit hal ini disebabkan kerena penaruh populasi
tanaman. Semakin banyak populasi tanaman pada suatu bedengan maka jumlah
11
serangan penyakit Sclerotium akan semakin tingi yang dipengaruhi oleh kelembapan
lingkungan tanaman yang mendukung perkembangan penyakit. Sedangkan pada
perlakuan kontrol kapasitas serang penyakit lebih tinggi, hal ini disebabkan kerena
tidak adanya bantuan dari agen antagonis untuk menekan pertumbuhan penyakit
sehingga hanya tergantung pada perlakuan jarak untuk mengurani perkembangan
penyakit.
12
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Pemberian Trichoderma dan Aspergillus dengan kombinasi jarak tanam 30 x 25
cm lebih efektif dalam menekan perkembanga penyakit Sclerotium dari pada
perlakuan dengan jarak tanam yang lain.
Cara membuat agen hayati adalah dengan megunakan alat-alat yaitu kotak
ukuran 1 m X 1 m X 1 m, cangkul, terpal, plastik, sekop, jiregen, kompor, panci dan
ember. Sedangkan bahan yang digunakan adalah 200 kg jerami atau rumput-runputan
atu serbuk gergaji, 50 kg pupuk kandang, 400 gr gula pasir, 200 gr trasi, 300 gr kapur
pertanian, 300 gr Trichoderma padat atau 0,5 L Trichoderma cair, 500 gr Gliocladium
sp, 1 L biang PGPR, dedak, penyedap rasa dan air secukupnya. Selanjutnya perlakuan
dan pencampuran bahan seperti pada cara kerja. Aplikasi Trichokompos akan lebih
efektif bila dilakukan sejak persemaian pada pagi atau sore hari. Dosis 2 sendok
makan diberikan pada lobang tanam tanaman tomat, cabe, mentimun, terung, dan
tanaman sayuran lainnya. Dosis 0,5 kg/lobang tanam pada pisang dan tanaman buah
lainnya. Aplikasi trichokompos dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada saat pratanam, 2
minggu setelah tanam, dan 4 minggu setelah tanam. Aplikasi pada tanaman berumur
2 minggu dan 4 minggu setelah tanam dapat langsung ditabur disekitar tanaman.
Gliokompos memiliki fungsi ganda yaitu sebagai pupuk dan pengendali penyakit
tanaman, khususnya penyakit tular tanah. Beberapa penyakit yang dapat ditekan
dengan gliokompos adalah penyakit layu fusarium pada pisang, dan penyakit akar
gada pada kubis. Untuk tanaman pisang pengaplikasian Gliokompos diberikan
dengan dosis 5 kg/lubang tanam, sedangkan untuk tanaman sayuran seperti cabai,
tomat, kubis, kentang, dan lain-lain diberikan dengan dosis 25 gr/lubang tanam.
Beberapa ordo serangga yang anggotanya merupakan parasitoid yaitu: ordo
coleoptera, ordo neuroptera, ordo lepidoptera, ordo diptera, ordo strepsiptera, dan
ordo hymenoptera. Sedangkan ordo serangga yang anggotanya merupakan predator
yaitu: ordo coleoptera, ordo neuroptera, ordo hemiptera, ordo diptera, dan ordo
13
5.2. Saran
Pada saat praktikum lapangan hendaknya lebih spesifik mengenai cara
pembuatan agen hayati sehingga tidak hanya sekedar materi sehingga dapat
mengetahui dengan jelas bagai mana cara pembuatan dan aplikasi yang benar.
14
DAFTAR PUSTAKA
Machmud, M., Jumanto, I. Manzila, M.A. Suhendar, dan M. Sudjadi. 2002. Koleksi
dan karakterisasi mikroba antagonis. Laporan Kegiatan Penelitian Tahun 2002,
Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. 13
hlm.
Nurindah. 2012. Peranan Parasitoid dan Predator dalam Pengendalian Wereng Kapas
Amrasca Biguttula (Ishida) (Heteroptera : Ciccadellidae). J. Perspektif. Volume
11 No. 1. Hal 23-32.
Simanjuntak. H. 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. Proyek
Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat Direktorat Perlindungan
Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan Departemen
Pertanian. Jakarta.
Sunarno. 2008. Pengendalian hayati ( biologi control ) sebagai salah satu komponen
pengendalian hama terpadu (PHT). Dapat diakses pada
(https://journal.uniera.id/pdf_repository/juniera31). Diakses pada 04 Desember
2017.