Tugas Ikd 1
Tugas Ikd 1
DISUSUN OLEH :
NPM : 1726010075P
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
dan keselamatan kerja dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan
makalah mungkin ada sedikit hambatan. Namun berkat bantuan dukungan dari
pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Penulis juga
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca
makalah ini dan dapat mengetahui tentang psychological hazard pada kesehatan
dan keselamatan kerja. Makalah ini mungkin kurang sempurna, untuk itu kami
Bengkulu,17 Januari
2018
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN .
B. Rumusan Masalah........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ...............................................................................................17
B. Saran ..........................................................................................................17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan sebagai profesi dituntut untuk mengembangkan
keilmuannya sebagai wujud kepeduliannya dalam meningkatkan
kesejahteraan umat manusia baik dalam tingkatan preklinik maupun klinik.
Untuk dapat mengembangkan keilmuannya maka keperawatan dituntut untuk
peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya setiap
saat.
Keperawatan medikal bedah sebagai cabang ilmu keperawatan juga tidak
terlepas dari adanya berbagai perubahan tersebut, seperti teknologi alat
kesehatan, variasi jenis penyakit dan teknik intervensi keperawatan. Adanya
berbagai perubahan yang terjadi akan menimbulkan berbagai trend dan isu
yang menuntut peningkatan pelayanan asuhan keperawatan.
Hubungan antara perawat dengan pasien atau tim medis yang lain tidaklah
selalu bebas dari masalah. Perawat profesional harus menghadapi tanggung
jawab etik dan konflik yang mungkin meraka alami sebagai akibat dari
hubungan mereka dalam praktik profesional. Kemajuan dalam bidang
kedokteran, hak klien, perubahan sosial dan hukum telah berperan dalam
peningkatan perhatian terhadap etik. Standart perilaku perawat ditetapkan
dalam kode etik yang disusun oleh asosiasi keperawatan internasional,
nasional, dan negara bagian atau provinsi. Perawat harus mampu menerapkan
prinsip etik dalam pengambilan keputusan dan mencakup nilai dan keyakinan
dari klien, profesi, perawat, dan semua pihak yang terlibat. Perawat memiliki
tanggung jawab untuk melindungi hak klien dengan bertindak sebagai
advokat klien. Para perawat juga harus tahu berbagai konsep hukum yang
berkaitan dengan praktik keperawatan karena mereka mempunyai
akuntabilitas terhadap keputusan dan tindakan profesional yang mereka
lakukan (Ismaini, 2001)
4
Dalam berjalannya proses semua profesi termasuk profesi keperawatan
didalamnya tidak lepas dari suatu permasalahan yang membutuhkan berbagai
alternative jawaban yang belum tentu jawaban-jawaban tersebut bersifat
memuaskan semua pihak. Hal itulah yang sering dikatakan sebagai sebuah
dilema etik. Dalam dunia keperawatan sering kali dijumpai banyak adanya
kasus dilema etik sehingga seorang perawat harus benar-benar tahu tentang
etik dan dilema etik serta cara penyelesaian dilema etik supaya didapatkan
keputusan yang terbaik
B. Tujuan
1. Mengetahui legal etik dan isu etik keperawatan?
2. Mengetahui tujuan legal etik dan isu etik keperawatan?
3. Mengetahui cara melindungi Perawat Dari Liabilitas?
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Etik
6
politik, hukum, dan theology. Pada lingkup yang lebih sempit, bioetik
merupakan evaluasi etika pada moralitas treatment atau inovasi teknologi,
dan waktu pelaksanaan pengobatan pada manusia. Pada lingkup yang lebih
luas, bioetik mengevaluasi pada semua tindakan moral yang mungkin
membantu atau bahkan membahayakan kemampuan organisme terhadap
perasaan takut dan nyeri, yang meliputi semua tindakan yang berhubungan
dengan pengobatan dan biologi. Isu dalam bioetik antara lain : peningkatan
mutu genetik, etika lingkungan, pemberian pelayanan kesehatan.
2. Clinical ethics/Etik klinik
Etik klinik merupakan bagian dari bioetik yang lebih
memperhatikan pada masalah etik selama pemberian pelayanan pada klien.
Contoh clinical ethics : adanya persetujuan atau penolakan, dan bagaimana
seseorang sebaiknya merespon permintaan medis yang kurang bermanfaat
(sia-sia).
3. Nursing ethics/Etik Perawatan
Bagian dari bioetik, yang merupakan studi formal tentang isu etik
dan dikembangkan dalam tindakan keperawatan serta dianalisis untuk
mendapatkan keputusan etik. Etika keperawatan dapat diartikan sebagai
filsafat yang mengarahkan tanggung jawab moral yang mendasari
pelaksanaan praktek keperawatan. Inti falsafah keperawatan adalah hak
dan martabat manusia, sedangkan fokus etika keperawatan adalah sifat
manusia yang unik (k2-nurse, 2009)
A. Teori Etik
7
menekankan pada perbuatan yang menghasilkan manfaat, tentu bukan
sembarang manfaat tetapi manfaat yang banyak memberikan kebahagiaan
kepada banyak orang. Teori ini sebelum melakukan perbuatan harus sudah
memikirkan konsekuensinya terlebih dahulu.
2. Deontologi
Deontology berasal dari kata deon dari bahasa yunani yang artinya
kewajiban. Teori ini menekankan pada pelaksanaan kewajiban. Suatu
perbuatan akan baik jika didasari atas pelaksanaan kewajiban, jadi selama
melakukan kewajiban sudah melakukan kebaikan. Teori ini tidak terpatok
pada konsekuensi perbuatan dengan kata lain teori ini melaksanakan
terlebih dahulu tanpa memikirkan akibatnya. (Aprilins, 2010)
B. Prinsip-Prinsip Etik
1. Otonomi (Autonomy)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang
8
lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai
ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk
terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar
untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
4. Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap
klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.
Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk
memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan
mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan.
6. Menepati janji (Fidelity)
9
C. Definisi dan Kode Etik Keperawatan
D. Dilema Etik
10
Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan
dapat menimbulkan stress pada perawat karena dia tahu apa yang harus
dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema etik biasa
timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau lingkungan tidak lagi menjadi
kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil keputusan. Menurut
Thompson & Thompson (1981 ) dilema etik merupakan suatu masalah yang
sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif
yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Kerangka pemecahan
dilema etik banyak diutarakan oleh para ahli dan pada dasarnya menggunakan
kerangka proses keperawatan / Pemecahan masalah secara ilmiah, antara lain:
1. Model Pemecahan masalah ( Megan, 1989 )
11
tindakan tersebut
d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa
pengambil keputusan yang tepat
e. Mengidentifikasi kewajiban perawat
f. Membuat keputusan
3. Model Murphy dan Murphy
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan
b. Mengidentifikasi masalah etik
c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d. Mengidentifikasi peran perawat
e. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin
dilaksanakan
f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap
alternatif keputusan
g. Memberi keputusan
h. Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga sesuai
dengan falsafah umum untuk perawatan klien
i. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat
keputusan berikutnya.
4. Langkah-langkah menurut Purtilo dan Cassel ( 1981)
Purtilo dan cassel menyarankan 4 langkah dalam membuatkeputusan etik
a. Mengumpulkan data yang relevan
b. Mengidentifikasi dilema
c. Memutuskan apa yang harus dilakukan
d. Melengkapi tindakan
5. Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson ( 1981)
a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan,
keputusan yang diperlukan, komponen etis dan petunjuk
individual.
b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi
12
c. Mengidentifikasi Issue etik
d. Menentukan posisi moral pribadi dan professional
e. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang
terkait.
f. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada
13
ISU LEGAL DALAM PRAKTEK KEPERAWATAN
A. Pengertian Legal
Legal adalah sesuatu yang di anggap sah oleh hukum dan undang-undang
(Kamus Besar Bahasa Indonesia).
B. Dimensi Legal
Perawat harus tahu tentang hukum yang mengatur praktiknya untuk
memberikan kepastian bahwa keputusan & tindakan yang dilakukan sesuai
dengan prinsip-prinsip hukum:
1. Kontrak dalam Praktek
Kontrak mengandung arti ikatan persetujuan atau perjanjian resmi antara
2 atau lebih partai untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan.
2. Sebagai tenaga profesioanl yang mempunyai kemampuan memberi jasa
keperawatan, askep tidak akan terwujud tanpa adanya pertemuan & kerja
sama antara perawat, pihak yang mengerjakan perawat & pasien.
3. 2 jenis kontrak yang paling banyak dilakukan dalam keperawatan adalah
kontrak antara perawat & institusi yang memperkerjakan perawat &
kontrak antara perawat dengan klien.
4. UU yang mengatur hubungan kerja ini adl UU RI No 13 thn 2003.
5. Dalam konteks hukum kontrak sering disebut perikatan atau perjanjian.
Perikatan berarti mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain.
Hal yang mengikat tersebut dapat berupa perbuatan, peristiwa & keadaan
(Muhamad,1990).
Hukum perikatan diatur dalam Kitab UU perdata : pasal 1239 menyatakan
bahwa perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena uu; pasal1234
bhw perikatan ditujukan untuk memberi sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu.
Kewajibanan yang harus dipenuhi dalam perikatan tersebut:
1. Perikatan dapat dikatakan sah bila memenuhi syarat (Muhammad,1990) :
a. Ada persetujuan kehendak antara pihak2/ yg membuat perjanjian
14
(consensus)
b. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity).
c. Ada suatu hal tertentu dan ada suatu sebab yang halal.
2. Kontrak kerja antara perawat & institusi kerja meliputi:
a. Gaji,
b. Jam kerja,
c. Asuransi kesehatan.
d. Ijin cuti dll.
3. Kontrak kerja antara perawat klien dilakukan sebelum pemberian asuhan
keperawatan.
1. Malpraktik
Malpraktik mengacu pada tindakan kelalaian yang dilakukan oleh
seseorang yang terlibat dalam profesi atau pekerjaan yang sangat
membutuhkan keterampilan teknis profesional
Unsur bukti malpraktik keperawatan :
a. Tugas perawat terhadap klien untuk memberikan perawatan &
mengikuti standar yang dapat diterima.
b. Pelanggaran tugas yang dilakukan oleh perawat.
c. Cedera yang terjadi pada klien.
d. Hubungan kausal antara pelanggaran tugas & cedera yang
disebabkan oleh pelanggaran tersebut.
Menurut IOM 44.000s/d98.000 kematian terjadi karena kesalahan medis
setiap tahunnya(Kohn,2000). Berdasarkan laporan tersebut dibentuk
sistem pelaporan kesalahan medis yang dimandatkan, termasuk pusat
15
keamanan pasien nasional.
Sistem pelaporan & pasti keamanan bekerja sama untuk mengurangi
kesalahan sistem.
Kesalahan adalah kegagalan menyelesaikan tindakan terencana sesuai
dengan yang diharapkan atau penggunaan rencana yang salah untuk
mencapai suatu tujuan (Kohn,2000).
Perawat bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri, baik sebagai
praktisi independen atau pegawai dari suatu institusi kesehatan.
2. Dokumentasi
Menurut hukum, jika suatu tindakan tidak didokumentasikan,
berarti pihak yang bertanggung jawab tidak melakukan apa yang
seharusnya dilakukan.
Jika perawat tidak melaksanakan atau menyelesaikan suatu aktivitas
atau mendokumentasikan secara tidak benar dapat dituntut melakukan
kelalaian atau malpraktik. Dokumentasi keperawatan harus dapat
dipercaya secara legal.
Dokumentasi dapat dipercaya bila memenuhi hal-hal sebagai berikut
(Tappen, Weiss & Whitehead,2001) :
a. Dilakukan pada periode waktu yang sama
b. Akurat
c. Jujur
d. Tepat
Catatan medis klien adalah sebuah dokumentasi legal & dapat
diperlihatkan di pengadilan sebagai bukti.
3. Pendelegasian.
American Nurses Association Code for Nurses (1985) menyatakan
perawat melatih penilaian berbasis informasi & menggunakan
kompetensi & kualifikasi individu sebagai kriteria dalam mendapatkan
konsultasi, tanggung jawab & mendelegasikan aktivitas keperawatan
kepada orang lain.
16
Perawat bertanggung gugat terhadap perawatan yang diberikan
kepada klien meskipun perawatan tersebut telah didelegasikan ke
bawahannya.
Pendelegasian adalah pemindahan wewenang ke individu yang
kompeten untuk melaksanakan suatu tugas keperawatn tertentu dalam
situasi tertentu (NCSBN, 1990)
Untuk mendelegasikan tugas secara aman perawat harus
mendelegasikan dengan tepat & melakukan supervisi secara adekuat
(Barter & Furmidge, 1994).
Komponen jaringan pengambilan keputusan untuk pendelegasian
(NCSBN,1997) :
a. Tingkat keparahan klien
b. Tingkat kemampuan personel pembantu tak berlisensi
c. Tingkat kemampuan perawat yang berlisensi
d. Kemungkinan terjadi cedera
e. Berapa kali keterampilan tersebut dilakukan oleh UAP
f. Tingkat pengambilan keputsan yang dibutuhkan untuk aktivitas
tersebut
g. Kemampuan klien untuk perawatan diri
AACN (1990) merekomendasikan untuk mempertimbangkan 5 faktor
yang mempengaruhi pendelegasian :
a. Potensi terjadi bahaya
b. Kerumitan tugas
c. Pemecahan masalah dan inovasi yang diperlukan
d. Hasil akhir yang tidak dapat diperkirakan
e. Tingkat interaksi dengang klien yang dibutuhkan
4. Persetujuan Tindakan (Informed Consent)
Persetujuan tindakan adalah kesepakatan yang dibuat oleh klien
untuk menerima rangkaian terapi atau prosedur setelah informasi yang
lengkap, termasuk resiko terapi dan fakta yang berkaitan dengan terapi
tersebut telah diberikan oleh dokter.
17
Tanggung jawab perawat adalah menyaksikan pemberian persetujuan
tindakan, yang meliputi hal-hal :
a. Menyaksikan pertukaran antara klien dan dokter
b. Memastikan bahwa klien benar-benar paham
c. Menyaksikan klien menandatangani formulir persetujuan tindakan
d. Jika perawat hanya menyaksikan tanda tangan klien dan tidak
pertukaran informasi, perawat harus menulis “hanya menyaksikan
tanda tangan” pada formulir.
3 unsur utama persetujuan tindakan :
a. Persetujuan harus diberikan secara sukarela .
b. Persetujuan harus diberitahukan oleh individu yang memiliki
kapasitas dan kompetensi untuk memahami
c. Klien harus diberi cukup informasi agar dapat menjadi pengambil
keputusan utama
5. Insiden dan Manajemen Resiko
Laporan insiden adalah catatan institusi yang diwajibkan oleh
jCAHO yang berisi insiden atau kejadian tidak biasa
Laporan insiden ditulis dengan tujuan :
a. Memberikan data statistik tentang insiden
b. Membantu personel kesehatan mencegah insiden di masa datang.
Laporan insiden ditinjau oleh departemen manajemen resiko. Manajemen
resiko bertugas untuk mengidentifikasi resiko, mengendalikan kejadian,
mencegah dan mengendalikan liabilitas (Huber,2000)
6. Surat Wasiat
Surat Wasiat adalah deklarasi seseorang tentang bagaimana
properti orang tersebut dibagikan setelah kematiannya. Perawat dapat
diminta menjadi saksi pembuatan surat wasiat. Jika perawat menyaksikan
penandatanganan surat wasiat, perawat harus menulis catatan di catatan
klien bahwa surat wasiat telah dibuat dan persepsi perawat mengenai
kondisi fisik dan mental klien.
18
f. Perintah Tidak Meresusitasi (DNR)
Dokter dapat membuat perintah tidak meresusitasi pada klien yang
berada dalam tahap penyakit terminal atau mengharapkan kematian
ANA membuat rekomendasi mengenai program DNR sebagai
berikut:
1) Nilai dan pilihan klien yang kompeten harus selalu diberikan
prioritas tertinggi
2) Ketika klien tidak kompeten, surat pelimpahan kekuasaan atau
wakil pembuat keputusan yang bertindak atas nama klien harus
membuat keputusan tentang terapi perawatan kesehatan klien.
Keputusan DNR harus selalu menjadi subjek pembahasan yang
eksplisit antara klien, keluarga, setiap wakil pengambil keputusan
yang ditunjuk yang bertindak atas nama klien & tim perawatan
kesehatan klien. Perintah DNR harus secara jelas didokumentasikan.
Jika bertentangan dengan keyakinan personal perawat untuk
melakukan perintah DNR, perawat sebaiknya berkonsultasi dengan
manajer perawat untik perubahan penugasan.
b. Eutanasia
Eutanasia adalah tindakan tanpa rasa sakit yang menyebabkan
kematian seseorang yang menderita penyakit yang tidak dapat
disembuhkan .
Eutanasia disebut pembunuhan dengan belas kasih (mercy killing)
Eutanasia ditinjau secara hukum adl perbuatan yang salah.
c. Kematian dan Isu terkait
Isu legal di sekitar kematian mencakup pengeluaran sertifikat
kematian, pelabelan jenazah, otopsi, donasi organ dan pemeriksaan
penyebab kematian
Perawat memiliki tugas untuk menangani jenazah dengan penuh
martabat dan memberi label jenazah dengan tepat.
d. Tawar Menawar Kolektif
Tawar menawar kolektif adalah suatu proses pengambilan
19
keputusan formal antara perwakilan manajemen dan perwakilan
tenaga kerja untuk menegosiasikan gaji dan kondisi pekerjaan,
termasuk jam kerja, lingkungan kerja dan keuntungan tambahan dari
pekerjaan.
Pada tahun 1999 ANA mendirikan UAN sebagai serikat pekerja
untuk perawat terdaftar di Amerikat Serikat.
Tawar menawar kolektif lebih dari sekedar negosiasi gaji dan
jam kerja, tetapi ini adalah suatu proses kontinu yang dapat
menangani masalah pekerjaan dan hubungan dari hari ke hari dengan
cara demokrasi dan teratur.
Keluhan atau kesulitan sehari-hari ditangani melalui prosedur
keluhan, suatu rencana formal yang di buat dalam kontrak.
20
Pengertian etika biomedis juga masih perlu dipilah lagi dalam isu-isu
etika medis’tradisional’ yang sudah dikenal sejak ribuan tahun, dan lebih
banyak menyangkuthubungan individual dalam interaksi terapeutik
antara dokter dan pasien. Kemungkinan adanya masalah etika medis
demikianlah yang dalam pelayanan di rumah sakit sekarang cepat oleh
masyarakat (dan media masa) ditunding sebagai malpraktek.
2. Isu-isu Bioetika
21
demikian,identifikasi dan pemecahan masalah etika biomedis dalam arti
pertama tidak dibicarakan lebih lanjut pada presentasi ini. yang perlu
diketahui dan diikuti perkembangannya oleh pimpinan rumah sakit
adalah tentang ‘fatwa’ pusat-pusat kajian nasional dan
internasional,deklarasi badan-badan internasional seperti PBB, WHO,
Amnesty International, atau’fatwa’ Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional
(diIndonesia;AIPI) tentang isu-isu bioetika tertentu, agar rumah sakit
sebagai institusi tidak melanggar kaidah-kaidah yang sudah
dikonsesuskan oleh lembaga-lembaga nasional atau supranasional yang
terhormat itu. Dan jika terjadi masalah bioetika dirumah sakit yang
belum diketahui solusinya,pendapat lembaga-lembaga demikian tentu
dapat diminta.
22
(1977) yang dikutip Siegler dan Whitney (2000) bahwa tidak ada
definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleknya
kolaborasi dalam kontek perawatan kesehatan. Apapun bentuk dan
tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide
yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Efektifitas
hubungan kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik
setuju atau ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut.
Partnership kolaborasi merupakan usaha yang baik sebab mereka
menghasilkan outcome yang lebih baik bagi pasien dalam mecapai
upaya penyembuhan dan memperbaiki kualitas hidup.
23
sebab mereka menghasilkan outcome yang lebih baik bagi pasien dalam
mecapai upaya penyembuhan dan memperbaiki kualitas hidup.
24
Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi
pasien dalam pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan
suatu rencana menjadi efektif. Tercapainya tujuan kesehatan pasien
yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien sebagai pusat anggota
tim.
25
bertanggung jawab untuk membagi informasi penting mengenai
perawatan pasien dan issu yang relevan untuk membuat keputusan
klinis. Otonomi mencakup kemandirian anggota tim dalam batas
kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang
dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan
menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan
permasalahan.
26
e) Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,
f) Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan
memahami orang lain.
27
pertemuan berkala untuk membahas kasus-kasus tertentu sehingga
terjadi trasnfer pengetahuan diantara anggota tim.
28
yang efektif antara anggota tim kesehatan memfasilitasi terselenggaranya
pelayanan pasien yang berkualitas
5. Memecahkan struktur masalah yang sudah teridentifikasi kedalam
komponen-komponennya, menganalisis komponen-komponen itu
sehingga ditemukan akar masalah.Akar masalah adalah penyebab paling
dasar dari masalah etika yang terjadi. Ia dapat berupa kelemahan pada
manusia, kepemimpinan, manajemen, budaya organisasi, sarana, alat,
sistem, prosedur, atau faktor-faktor lain.
6. Melakukan analisis lebih dalam tentang akar masalah yang sudah
ditemukan (root cause analysis),untuk menetapkan arah pemecahannya.
7. Menetapkan beberapa alternatif untuk pemecahan akar masalah.
8. Memilih alternatif yang situasional terbaik untuk pemecahan masalah itu.
9. dan mengevaluasi penerapan upaya pemecahan yang sudah dilaksanakan.
10. Melakukan tindakan koreksi jika masalah etika belum terpecahkan atau
terulang lagi terjadi. Tindakan koreksi yang dapat menimbulkan masalah
etika baru adalah jika manusia sebagai penyebab akar masalah yang
berulang-ulang dikeluarkan dari rumah sakit.
29
KASUS
30
akibat kerugian dari perlakuan medis yang menyimpang menjadi unsur kejahatan.
Pada pasal 77 UU No. 29 Tahun 2004 dijelaskan bahwa perbuatan yang dilakukan
pada Pasal 73 merupakan tindak pidana. Secara terperinci yaitu:
”Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain
yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter
atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda
registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Tindak pidana tersebut adalah tindak pidana materiil yang dirumuskan
secara formil. Perbuatan yang dilarang adalah menggunakan gelar atau bentuk lain
dengan memberi petunjuk perumusannya dengan cara formil. Akan tetapi, dengan
dicantumkannya unsur akibat in casu “menimbulkan kesan” (seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter) menunjukkan tindak pidana materiil.
Tindak pidana ini dirumuskan dengan mencamtumkan unsur kesengajaan
(dengan sengaja). Itulah unsur kesalahan dalam bentuk kesengajaan. Berdasarkan
apa yang dikatakan Moeljatno dengan kata kunci Modderman ialah semua unsur-
unsur yang diletakkan sesudah kata sengaja dikuasai olehnya. Maksudnya adalah
semua unsur dalam rumusan tindak pidana yang diletakkan setelah kata sengaja,
unsur-unsur tersebut diliputi oleh unsur sengaja. Dengan sengaja (menghendaki
dan mengetahui) dalam tindak pidana Pasal 77 ini ditujukan pada (1) unsur
perbuatan menggunakan identitas gelar atau bentuk lain, 2) unsur menimbulkan
kesan seolah-olah yang bersangkutan dokter atau dokter gigi yang memiliki STR
dan SIP.
Dalam kasus, yang dilakukan oleh Misran, dapat dikategorikan bahwa
pebuatan Misran dapat menimbulkan kesan bahwa ia adalah seorang dokter
karena telah melakukan praktik pengobatan yang merupakan diluar
kewenangannya.
Pengobatan medis yang dilakukan oleh perawat khususnya di daerah
pedalaman dimana fasilitas kesehatan sangat minimal atau bahkan tidak ada
merupakan permasalaha yang sangat pelik. Penyelamatan terhadap nyawa
manusia adalah mutlak diberikan. Namun karena tidak ada tenaga medis di suatu
wilayah, maka perawat yang berada diwilayah tersebut memiliki beban moral
31
sebagai bentuk penyelamatan terhadap nyawa manusia. Namun, disisi lain hal ini
berlawanan dengan UU No. 29 tentang Praktik Kedokteran.
Kasus tersebut cukup menyita perhatian khususnya dikalangan perawat,
hingga muncullah peraturan menteri kesehatan No. 148 Tahun 2010 tentang Izin
dan Penyelenggaraan Praktik Perawat. Dalam Permenkes No. 148 Tahun 2010,
lebih diatur kewenangan perawat secara terperinci khususnya mengenai
kewenangan dalam melakukan pengobatan medis. Permenkes No. 148 Tahun
2010 merupakan peraturan perundangan yang diamanatkan oleh Undang-Undang
No. 29 Tahun 2004. Pada Pasal 73 ayat (3) disebutkan bahwa “Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku bagi tenaga
kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan”. Hal ini
berarti, Perrmenkes tersebut memiliki kedudukan hukum yang kuat karena
diamanatkan oleh Undang-Undang.
Setelah keluarnya Permenkes No. 148 Tahun 2010, maka tindakan perawat
diluar kewenangannya adalah legal (dengan syarat dan ketentuan pada Permenkes
No. 148 Tahun 2010). Hal ini dapat digunakan sebagai acuan, apabila ke
depannya, terjadi kasus-kasus perawat yang berkaitan dengan pengobatan medis
yang dilakukannya.
Praktik keperawatan dilaksanakan melalui kegiatan: 1) pelaksanaan asuhan
keperawatan, 2) pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan
pemberdayaan masyarakat, 3) pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer.
Asuhan keperawatan meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan. Implementasi keperawatan
meliputi penerapan perencanaan dan pelaksanaan tindakan keperawatan. Tindakan
keperawatan meliputi pelaksanaan prosedur keperawatan, observasi keperawatan,
pendididkan dan konseling kesehatan.
Pada Permenkes No. 148/2010 Pasal 2 disebutkan perawat dapat membuka
praktik mandiri. Lebih lanjut, perawat yang menjalankan praktik mandiri
berpendidikan minimal DIII Keperawatan.
Pada Pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa dalam keadaan darurat untuk
penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian,
32
perawat dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan. Pada pasal
tersebut lebih ditekankan bahwa ditempat kejadian tidak ada dokter, maka perawat
berhak melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangannya untuk
penyelamatan nyawa pasien dalam keadaan darurat.
Pada Pasal 10 ayat (2). Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa bagi perawat
yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter dalam rangka
melaksanakan tugas pemerintah, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan. Dengan dikeluarkannya Pasal 10 ayat (2) pada Permenkes No.
148/2010 dapat dijadikan landasan hukum bagi perawat yang melaksanakan
praktik mandiri untuk melakukan pengobatan medis di daerah tertentu selama
daerah tersebut belum memiliki dokter. Meskipun demikian pengobatan medis
yang dilakukan perawat harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku
yaitu harus mempertimbangkan kompetensi, tingkat kedaruratan, dan
kemungkinan untuk dirujuk.
Dalam Permenkes No. 148/2010, terdapat kejelasan wewenang perawat
dalam memberikan obat kepada pasien. Pada Pasal 8 ayat (7) disebutkan bahwa
perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan dapat memberikan obat bebas
dan/atau obat bebas terbatas (Triwibowo, 2010).
B. Kesimpulan
Perbuatan memberikan resep dan obat yang dilakukan oleh perawat
Misran adalah tindak malpraktik yang masuh dalam ranah hukum pidana karena
melawan UU No. 29 Tahun 2010 tentang Praktik Kedokteran. Namun, setelah
terbit Peraturan Menteri Kesehatan No. 148 Tahun 2010, apabila terjadi kasus
serupa maka perbuatan tersebut adalah legal sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
33
DAFTAR PUSTAKA
Aprilins. 2010. Teori Etika. Diakses 26 Desember 2011 pukul 21.00 WIB.
Diposkan 23 Februari 2010 pukul 10.02 PM.
Chazawi, A. 2007. Malpraktik Kedokteran: Tinjauan Norma dan Doktrin Hukum.
Malang: Bayumedia Publishing.
Guwandi, J. 2004. Hukum Medik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Hanafiah, J. Dan Amri, A. 2008. Etika Kedoteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta:
EGC.
Jayanti, K.,J. 2009. Penyelesaian Hukum dalam Malpraktik Kedokteran.
Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Mulyanasari, Fertin. 2014. Evaluasi Pelaksanaan Pendidikan Pasien Dan Keluarga
Pada Pelayanan Home care Berstandar Joint Commission International Di
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Yogyakarta : Universitas Gadjah
Mada. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor. HK.02.02
/MENKES / 148/I/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat.
Nasution, B.J. 2005. Hukum Kesehatan: Pertanggungjawaban Dokter. Jakarta:
Rineka Cipta.
Praptianingsing, S. 2007. Kedudukan Hukum Perawat dalam Upaya Pelayanan
Kesehatan di Rumah Sakit. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Triwibowo, C. 2010. Hukum Keperawatan: Panduan Hukum dan Etika bagi
Perawat. Yogyakarta: Pustaka Book Pulisher.
Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan.
Zang, S.M & Bailey, N.C. Alih Bahasa Komalasari, R. (2004). Manual Perawatan
di rumah (Home care Manual) Edisi Terjemahan Cetakan I. Jakarta: EGC
Carol T,Carol L, Priscilla LM. 1997. Fundamental Of Nursing Care, Third
Edition, by Lippicot Philadelpia, New York.
Geoffry hunt. 1994. Ethical issues in nursing. New york: press (padstow) Ltd.
34
Ismaini, N. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta : Widya Medika
k_2 nurse. 2009. Etika Keperawatan. Unpad Webblog
Kozier B., Erb G., Berman A., & Snyder S.J. 2004. Fundamentals of Nursing
Concepts, Process and Practice 7th Ed., New Jersey: Pearson Education Line
Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional.
Jakarta : EGC
PPNI. 2000. Kode Etik Keperawatan Indonesia. Keputusan Munas VI.
Rubenfeld, M. Gaie. K. Scheffer, B. 2006. Berpikir Kritis dalam Keperawatan.
Edisi 2. Jakarta : EG
Suhaemi,M. 2002. Etika Keperawatan aplikasi pada praktek. Jakarta : EGC
35