I Gede Sumantra
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan Kalimantan Utara
Email : gede.sumantra77@yahoo.com
Abstrak
Gagal jantung akut (AHF) adalah masalah medis yang umum dan berkembang dengan
morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Tingginya prevalensi AHF terkait dengan morbiditas
dan kematian, diagnosis masih sukar dilakukan dan pengobatan optimal masih buruk.
Identifikasi trigger akut untuk dekompensasi karakteristik peningkatan tekanan pengisian
jantung (cardiac filling pressures) dan outputnya adalah penting untuk manajemen. Evaluasi
pasien dengan gagal jantung (heart failure) adalah penting. Evalusi tersebut betujuan sebagai
seleksi dan pengamatan/ monitor yang tepat untuk terapi juga mencegah dirawat kembali di
rumah sakit. Diagnostik dan manajemen AHF merupakan tantangan heterogenitas dari
populasi pasien, adanya pemahaman definisi universal, ketidak pahaman patofisiologi, dan
kurangnya pedoman dasar berbasis Evidence-based medicine.
Abstract
Acute heart failure (AHF) is a common and growing medical problem associated with major
morbidity and mortality. Despite the high prevalence of this condition and its associated
major morbidity and mortality, diagnosis can be difficult, and optimal treatment remains
poorly defined. Identification of the acute triggers for the decompensation as well as
characterization of cardiac filling pressures and output is central to management. Evaluation
of patients with Heart Failure (HF) is critical for the appropriate selection and monitoring of
therapy as well as for the prevention of recurrent hospitalizations.Diagnostic and
management AHF is a challenge because of the heterogeneity of the patient population, the
existence of a universal definition of understanding, not understanding the pathophysiology,
and the lack of bases guideline Evidence-based medicine
Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 3 Nomer 2 Edisi Oktober 2014, hal. 14-25 14
PENDAHULUAN
Acute Heart Failure (AHF) atau gagal jantung di Negara Barat yaitu sekitar
gagal jantung akut merupakan tahap akhir 60-75% kasus. Sebesar 75% Hipertensi
dari seluruh penyakit jantung dan berkontribusi menyebabkan gagal jantung
merupakan penyebab peningkatan termasuk penyakit jantung koroner. Gagal
morbiditas dan mortalitas pasien jantung 1. jantung dengan sebab yang tidak diketahui
Gagal jantung menjadi masalah kesehatan sebanyak 20 – 30% kasus 5.
masyarakat yang utama pada beberapa Penilaian klinis sangat penting
negara industri maju dan negara untuk menegakkan profil awal dan risiko
2
berkembang seperti Indonesia . Data pasien. Penilaian klinis penting untuk
epidemiologi untuk gagal jantung di memantau efikasi terapi selama perawatan
Indonesia belum ada, tetapi menurut di rumah sakit dan periode awal setelah
Survei Kesehatan Nasional 2003 pasien keluar dari rumah sakit.
melaporkan bahwa penyakit sistem Pemeriksaan fisik dapat menggambarkan
sirkulasi merupakan penyebab kematian karakteristik yang spesifik mengenai profil
utama di Indonesia (26,4%). Profil hemodinamik pasien, bahkan setelah
Kesehatan Indonesia 2003 juga gejala klinis hilang, tanda-tanda fisik
menyebutkan bahwa penyakit jantung adanya peningkatan tekanan pengisian
berada di urutan ke-delapan (2,8%) pada (filling pressure) masih tetap ada dan
10 penyakit penyebab kematian terbanyak harus menjadi pedoman untuk terapi
di rumah sakit di Indonesia 3. selanjutnya. Monitoring secara invasive
Biaya perawatan akibat AHF harus dipertimbangkan pada keadaan
semakin meningkat dari waktu ke waktu, dimana profil klinis pasien meragukan,
mencapai kurang lebih 75% dari total terapi awal tidak memberi hasil sesuai
biaya perawatan gagal jantung. Walaupun yang diharapkan, gejala klinis yang berat
terapi gagal jantung yang diberikan telah tetap ada, atau dipertimbangkan pemberian
lanjut, namun prognosis pasien dengan terapi tahap lanjut seperti transplantasi
AHF tetap buruk, rerata mortalitas di jantung 6.
rumah sakit mencapai 4%, rerata AHF merupakan kondisi yang
rehospitalisasi dalam 30 hari sebesar 23%, kompleks dengan morbiditas dan
dan rerata mortalitas dalam 6 bulan mortalitas dan pemanfaatan sumber daya
4
mencapai 20% . kesehatan dan biaya yang cukup besar.
Penyakit jantung koroner Ada banyak tantangan dalam merawat
merupakan penyebab tersering terjadinya populasi ini. Klasifikasi AHF yang
Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 3 Nomer 2 Edisi Oktober 2014, hal. 14-25 15
seragam saat ini kurang, dan strategi dan afterload. Hal ini sering mendapatkan
manajemen sangat bervariasi. Pengelolaan terapi seumur hidup dan membutuhkan
AHF merupakan sebuah tantangan karena perawatan segera. AHF dapat hadir sendiri
heterogenitas dari populasi pasien, adanya sebagai akut de novo (onset baru gagal
pemahaman definisi universal, jantung akut pada pasien tanpa disfungsi
ketidakpahaman patofisiologi, dan jantung sebelumnya) atau dekompensasi
kurangnya pedoman dasar berbasis akut gagal jantung kronis 9.
evidence bases medicine 7. Pasien dengan gagal jantung akut
dapat muncul diikuti satu dari beberapa
Definisi dan Klasifikasi AHF
kondisi klinis yang berbeda 9.
AHF didefinisikan sebagai
1. Acute Decompesated Heart Failure (de
perubahan bertahap atau cepat pada tanda
novo atau sebagai dekompensasi gagal
dan gejala gagal jantung (HF) yang
jantung kronis) dengan tanda dan gejala
membutuhkan terapi secara cepat. Gejala-
gagal jantung akut, yang ringan dan
gejala ini terutama merupakan hasil dari
tidak memenuhi kriteria untuk syok
kongesti paru yang berat karena pengisian
kardiogenik, edema paru atau krisis
ventrikel kiri yang meningkat (dengan atau
hipertensi.
tanpa cardiac output yang rendah). AHF
2. Hipertensi AHF: Tanda dan gejala
dapat terjadi pada pasien dengan
gagal jantung yang disertai dengan
penurunan ejection fraction (EF). Penyakit
tekanan darah tinggi dan yang disertai
kardiovascular seperti penyakit jantung
dengan penurunan fungsi ventrikel kiri
koroner (PJK), hipertensi, penyakit katup
dengan rontgen dada edema paru akut.
jantung, aritmia atrium dan atau kondisi
3. Edema paru diverifikasi oleh dada x-ray
non cardiac (termasuk disfungsi ginjal,
disertai dengan gangguan pernapasan
diabetes, anemia) sering menjadi penyebab
berat, dengan crackles paru-paru atas
dan dapat memicu atau memberikan
dan ortopneu, dengan saturasi O2
kontribusi pada patofisiologi sindrom ini 7.
biasanya <90%
Kebanyakan pasien dengan HF memiliki
4. Syok kardiogenik: syok kardiogenik
gejala akibat gangguan fungsi ventrikel
didefinisikan sebagai bukti hipoperfusi
kiri (LV) 8.
jaringan yang disebabkan oleh gagal
Disfungsi jantung dapat
jantung setelah koreksi preload. Syok
berhubungan dengan disfungsi sistolik
kardiogenik biasanya ditandai dengan
atau diastolik, kelainan pada irama
tekanan darah berkurang (tekanan darah
jantung, atau ketidak seimbangan preload
sistolik <90 mmHg atau penurunan
Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 3 Nomer 2 Edisi Oktober 2014, hal. 14-25 16
tekanan arteri rata-rata >30 mmHg) dan Diagnosis Klinis
atau urin output rendah (<0,5 ml / kg / Acute heart failure (AHF)
jam), diikuti denyut nadi >60 bpm didefinisikan sebagai gejala dan tanda-
dengan atau tanpa bukti organ kongesti. tanda gagal jantung dengan onset tiba-tiba,
5. High Output Failure yang ditandai sehingga menyebabkan pasien harus
dengan curah jantung yang tinggi, datang ke unit gawat darurat atau masuk
biasanya dengan detak jantung yang rumah sakit yang tidak direncanakan
tinggi (yang disebabkan oleh aritmia, sebelumnya. Kongesti pulmonal dan
tirotoksikosis, anemia, penyakit Paget, sistemik akibat peningkatan tekanan
latrogenik atau dengan mekanisme pengisian jantung kanan dan kiri
lain), dengan perifer yang hangat merupakan temuan yang umum pada
kongesti paru, dan kadang-kadang pasien-pasien ADHF 10.
dengan BP rendah seperti pada syok Gejala kongesti yang terdapat pada
septik . pasien ADHF berhubungan dengan
6. Gagal Jantung Kanan ditandai dengan peningkatan tekanan pengisian ventrikel
sindrom output yang rendah dengan kiri atau kanan. Dyspnea akibat kerja fisik
peningkatan tekanan vena jugularis, ringan, orthopnea dan paroxysmal
peningkatan ukuran hati dan hipotensi . nocturnal dyspnea (PND) merupakan
indikasi peningkatan tekanan pengisian
Klasifikasi Forrester AHF juga
jantung kiri. Keluhan rasa tidak nyaman di
dikembangkan pada pasien AMI, dan
perut, mual dan muntah dapat disebabkan
menjelaskan empat kelompok menurut
oleh kelebihan cairan pada jantung kanan.
status klinis dan hemodinamik. Pasien
Dari keseluruhan gejala, orthopnea
yang diklasifikasikan secara klinis
memiliki korelasi yang paling kuat dengan
berdasarkan hipoperfusi perifer (pulsa
tekanan kapiler paru (pulmonary capillary
filliform, kulit teraba dingin, sianosis
wedge pressure - PCWP), dan
perifer, hipotensi, takikardia, bingung, 4
sensitivitasnya mencapai 91% .
oliguria) dan kongesti pulmonal (rales,
Meskipun terjadi kongesti paru,
dada yang tidak normal X-ray), dan
namun kadang ronki tidak didapatkan pada
hemodinamik berdasarkan penurunan
< 80% kasus pasien dengan gagal jantung
cardiac index (2,2 L/min/m2) dan tekanan
sistolik, karena peningkatan drainase
kapiler paru meningkat (>18 mmHg ) 9.
limfatik dan kompensasi vaskular kronis.
Apabila didapatkan ronki pada daerah paru
yang cukup luas, biasanya merupakan
Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 3 Nomer 2 Edisi Oktober 2014, hal. 14-25 17
tanda adanya gagal jantung akut, atau Profil Hemodinamik Pasien ADHF
peningkatan tekanan pengisian yang Sebelum muncul gejala gagal
4
sangat cepat . jantung, progresi dari penyakit ini sudah
Peningkatan intensitas komponen berlangsung akibat peningkatan ukuran
pulmonal dari suara jantung kedua (P2) dinding ventrikel dan tekanan pengisian
menunjukkan peningkatan PCWP (atau ventrikel 11.
terjadinya hipertensi pulmonal), yang Gejala klinis utama yang muncul
biasanya disebabkan oleh karena adalah gejala kongesti yang diakibatkan
peningkatan tekanan pengisian jantung volume sirkulasi yang berlebihan. Kunci
kiri, dimana terdapat hubungan yang erat utama dari evaluasi awal gagal jantung
antara tekanan arteri pulmonal dengan akut adalah penilaian yang cermat dan
4
PCWP . manajemen status volume pasien 11.
Tekanan jantung kiri berhubungan Forrester et al. menggambarkan 4
dengan tekanan jantung kanan secara nyata profil hemodinamik pasien yang
pada > 80% pasien (tekanan atrium kanan mengalami infark miokard akut, yang
> 10 mmHg dengan PCWP > 22 mmHg; didefinisikan berdasarkan pemeriksaan
atau tekanan atrium kanan < 10 mmHg kateter Swan-Ganz. Keempat profil ini
dengan PCWP < 22 kmmHg). Perubahan berdasarkan ada/tidaknya kongesti
tekanan atrium kanan biasanya paralel (tekanan kapiler pulmonal - PCWP > atau
dengan perubahan PCWP. Tekanan vena < 18 mmHg) adekuasi perfusi ke jaringan
sentral/ jugularis (Central/Jugular Venous (Cardiac Index-CI > 2,2 L/menit/m2) 12.
Pressure - CVP) merupakan uji yang Berdasarkan gambaran hemodinamik
paling reliabel dan paling sering digunakan di atas, Stevenson et al. mengembangkan
untuk mengevaluasi peningkatan tekanan klasifikasi ADHF sangat relevan secara
pengisian jantung kiri (sensitivitas 70% klinis dan banyak diaplikasikan saat ini.
dan spesifisitas 79%). Tanda Rondot, atau Sistem ini lebih berfokus pada beratnya
adanya refluks abdominojugular, dapat penyakit saat pasien pertama kali datang
digunakan untuk meningkatkan sensitivitas dibandingkan dengan penyebab gagal
maupun spesifisitas adanya distensi vena jantungnya itu sendiri 13.
jugularis menjadi > 80%. Penurunan Stevensen membuat klasifikasi
proporsi tekanan nadi (tekanan nadi / pasien berdasarkan ada/ tidaknya kongesti
tekanan darah sistolik) lebih dari < 55% pada saat istirahat (basah vs kering) dan
merupakan refleksi cardiac indezx < 2,2 adekuasi perfusi secara klinis (hangat vs
4
menit/liter . dingin) (Gambar 1) 11.
Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 3 Nomer 2 Edisi Oktober 2014, hal. 14-25 18
No
Warm & Dry Yes
PCWP normal Warm & Yet
No PCWP siswated
CI normal
(compensated) CI normal
Low
Perfusion
At Rest Cold & Drink Cold & Wet
PCWP PCWP elevaed
Yes
law/normal CI decreased
CI deorsased
Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 3 Nomer 2 Edisi Oktober 2014, hal. 14-25 19
kiri (left ventricular ejection fraction - Terapi AHF Berdasarkan Profil
LVEF) merupakan prediktor prognosis Hemodinamik Pasien
buruk. Parameter echocardiography lain Tujuan utama terapi ADHF
juga dapat digunakan untuk mengestimasi adalah untuk mencapai status volume yang
14
beratnya kongesti . optimal, cara mengurangi atau
Tekanan atrium kanan dan kiri meminimalisir gejala dan tanda kongesti.
dapat dinilai menggunakan alat echo. Pada pasien dengan profil B ("basah dan
Estimasi tekanan atrium kanan dapat hangat"), hal tersebut dapat dicapai dengan
dilakukan dengan menggunakan pemberian diuretik intravena dosis tinggi
echocardiography 2 dimensi (2D), dengan dua atau tiga kali sehari, atau yang lebih
cara mengukur diameter vena kava efektif dengan snails kontinyu.
inferior. Tekanan atrium kanan yang tinggi Penambahan thiazide atau metolazone
akan menyebabkan dilatasi vena kava akan meningkatkan efek diuresis dengan
inferior dan menghilangkan kolaps vena cara mengurangi reabsorbsi di tubulus
kava inferior saat inspirasi 7. distalis 11.
Tekanan atrium kiri dapat dinilai Pasien dengan profil C (basah dan
dengan mengukur fungsi diastolik dingin), konsep terapinya adalah mereka
ventrikel kiri menggunakan tehnik "dihangatkan" sebelum dikeringkan"
Doppler dan Tissue Doppler Imanging (Gambar 2). Identifikasi subset klinis ini
(TDI). Penurunan myocardial velocity lebih problematik. Penambahan obat
pada awal diastolik dengan cara mengukur vasodilator intravena seperti nitroprusside,
gelombang E' pada TDI merupakan tanda nitroglycerin, atau yang lebih baru yaitu
awal adanya disfungsi sistolik dan neseritide mungkin bisa berguna. Obat
diastolik ventrikel kiri. Dengan dengan efek inotropik intravena dosis
peningkatan tekanan pengisian, maka rendah seperti dobutamine 1-3 mcg/kgBB
gelombang E (early mitral inflow velocity) mungkin dapat membantu diuresis, namun
juga akan meningkat. Rasio E/E' hati-hati dengan risiko aritmia dan iskemia
berhubungan dengan PCWP, dan dibandingkan dengan vasodilator lainnya
11
peningkatan rasio E/E' merupakan .
prediktor buruk pada gagal jantung 7.
Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 3 Nomer 2 Edisi Oktober 2014, hal. 14-25 20
Dry Wet
Warm A B
Vosodilator
L C Natriuretic
peptides
Cold
Dobutamine Nitroprusside
Inotropic Drugs
Milrinone
Enoximone
Gambar 2. Konsep terapi inisial pasien gagal jantung akut berdasarkan profil hemodinamik
Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 3 Nomer 2 Edisi Oktober 2014, hal. 14-25 21
Tabel 1. Vasodilator intravena yang digunakan untuk terapi gagal jantung akut
Tabel 2. Obat Inotropik dan Vasopresor yang Digunakan dalam Terapi Gagal Jantung
Akut
Bolus Infusion rate
Dobutamine No 2-20 g/kg/min ( +)
Dopamine No <3 g/kg/min; renal effect ( +)
3-5 g/kg/min; inotropic ( +)
>5 g/kg/min; ( +), vasopressor
( +)
Milrinone 25-75 g/kg over 10-20 0.375-0.75 g/kg/min
min
Enoximone 0.5-1.0 mg/kg over 5-10 5-20 g/kg/min
min
Levosimedana 12 g/kg over 10 min 0.1 g/kg/min, which can be
(optional) a decreased to 0.05 or increased to 0.2
g/kg/min
Norepinephrine No 0.2-1.0 g/kg/min
Epinephrine Bolus: 1 mg can be given 0.05-0.5 g/kg/min
I.v. during resuscitation,
repeated every 3-5 min
Rekomendasi European Society of Cardiology dalam ESC Guidelanes for Diagnosis and
Treatment Acute and Chronic Heart Failure 2012 disajikan dalam Tabel 3 dan 4 15.
Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 3 Nomer 2 Edisi Oktober 2014, hal. 14-25 22
Tabel 3. Rekomendasi Pasien dengan Kongesti/Oedema Paru tanpa Syok
Recommendation Classa Levelb
Patient with pulmonary congestion/oedema without shock
An I.v loop diuretic is recommended to omprove breathlessness and relleve I B
congestion. Symptoms, urine output, renal function, and electrolytes should
be monitored regularly during use of I.v. diuretic.
High-flow oxygen is recommended in pattents with a capillary oxygen I C
saturation <90% or P2O2<60 mmHg (8.0 kPa) to correct hypoxaemia
Thrombo-embolism prophylaxis (e.g with LMWH) is recommended in I A
pattents not already anticoagulated and with no contralindication to
anticoagulation, to reduce the risk of deep venous thrombosis and
pulmonary embolism.
Non-Invasive ventllation (e.g. CPAP) should be considered in dyspnoeic IIa B
patients with pulmonary oedema and a respiratory rata >20 breaths/min to
improve breathlessness and reduce hypercapnia and acidosis. Non-invasive
ventilation can reduce blood pressure and should not generally be used in
pationts with a sytolle blood pressure <85 mmHg (and blood pressure
should be monitored regularly when this treatments is used)
An I.v. oplate (along with an antiemetic) should be considered in IIa C
particularly anxious, restiess, or distressed patients to relieve these
symptoms and improve breathlessness. Alergtness and wenttlatory affort
should be monitored frequently after administration because oplates can
depress respiration.
An I.v. Infusion of a nitrate should be considered in patlents with pulmonary IIa B
congestion/oedema and a sytolk blood pressure >110 mmHg who do not
have severe mitral or aortic stenosis, to reduce pulmonary capillary wedge
pressure and systemic vasculer resistance. Nitrates may also relieve
dyspnoea and congestion. Symptoms and blood pressure should be
monitored frequently during administration of I.v. nitrates.
An I.v. Infusion of sodium nitroprusside may be considered in patients with IIb B
pulmonary congestion/oedema and a systolk blood pressure >110 mmHg.
Who do not have severe mitral or aortic stenosis, to reduce pulmonary
capillary wedge pressure and systemic vascular resistance. Caurion is
recommended in patients with acuta myocardial infarction. Nitroprusside
may also relieve dyspnoea and congestion. Symptoms and blood pressure
should be monitored frequentl during administration of I.v. nitroprusside.
Inotropic agents are NOT recommended unless the patients is hypotenslve III C
(systolic blood pressure <85 mmHg). Hypoperfused, or shocked because of
safety concerns (atrial and ventricular antythmias, myocardial ischaemia,
and death).
Sumber : ESC Guidelines 2012
Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 3 Nomer 2 Edisi Oktober 2014, hal. 14-25 23
An I.v. infusion of levosimendan (or a phosphodiesterase inhibtor) may be IIb C
considered to reverse the effect of beta-blookade if beta-blookade is thought
to be contributing to hypoperfusion. The ECG should be monitored
continuously because inotropic agents can cause anfythmias and myocardial
ischaemia, and, as these agents are also vasodillators, blood pressure
should be monitored carefuly.
A vasopressor (e.g. dopamine or norepinephrine) may be considered in IIb C
patients who have cardiogenic shock, despita treatment with an inotropa, to
increase blood pressure and vital organ perfusion. The ECG should be
monitored as these agents can cause anhythmias andlor myocardial
ischaemia. Intra-arcertal blood pressure measurrement should be
considered.
Short-term mechanical circulatory support may be considered (as a bridge IIb C
to decision) in patients detertorating rapidly before a full diagnostic and
clinical erahration can be made.
Sumber : ESC Guidelines 2012
DAFTAR PUSTAKA
2. Hess, O.M and Carrol J.D. Clinical 4. Felker, G.M. and Mentz R.J.
Assessment of Heart Failure. In: Diuretics and Ultrafiltration in
Libby P., Bonow R.O., Mann D.L., Acute Decompensated Heart
Zipes D.P., editor. Braunwald’s Failure. JAm Coll Cardiol. 2012.
HeartDisease. Philadelphia. 59 : 2145-2153.
Saunders. 2007. p. 561-80.
Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 3 Nomer 2 Edisi Oktober 2014, hal. 14-25 24
5. Hardiman, A. Departemen 11. Stevenson, L.W. Design of therapy
Kesehatan Republik Indonesia. for Advanced Heart Failure. The
Pedoman Pengendalian Penyakit European Journal of Heart Failure.
Jantung dan Pembuluh Darah. 2005. 7 : 323-331.
Jakart a: Departemen Kesehatan
RI. 2007. Halaman : 2-9. 12. Forrester, J.S, Diamond G.,
Chatterjee K., and Swan H.J.
6. Nohria, A, Meilniczuk L.M., and Medical Therapy of Acute
Stevenson L.W. Evaluation and Myocardial Infarction by
Monitoring of Patients with Acute Application of Hemodyanamic
Heart Failure Syndromes. Am J subsets (second of two parts). N
Cardiol. 2005. 96, suppl : 32G- Engl J Med. 1976. 295 : 1404-
40G. 1413.
Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 3 Nomer 2 Edisi Oktober 2014, hal. 14-25 25