Anda di halaman 1dari 3

Jagalah kelestarian alam sekitarmu dan alam akan menjaga kelestarianmu.

Demikianlah, dengan
saling membantu, kau akan memperoleh kebahagiaan yang tak terhingga. Tidak cukup melayani
Tuhan yang abstrak di tempat-tempat ibadah kita. Lihatlah Tuhan di sekitar Anda. Layanilah
Dia, di mana pun Anda menyadari kehadiranNya. Apabila kau menjaga kelestarian alam sebagai
persembahan, kekuatan-kekuatan alam ini pun akan memberimu, apa yang kau inginkan.
Sebenarnya, ia yang menikmati pemberian alam, tanpa mengembalikan sesutu, ibarat seorang
maling. Ia yang berkarya dengan semangat persembanhan dan menikmati hasilnya, ia yang
memperoleh rejeki dengan cara demikian, terbebaskan dari segala macam dosa. Tapi mereka
yang memperoleh rejeki dengan cara hanya mementingkan diri sendiri, sebenarnya menikmati
dosa-dosa mereka sendiri………. Demikian pandangan Anand Krishna dalam buku “Bhagavad
Gita Bagi Orang Modern, Menyelami Misteri Kehidupan”, Anand Krishna, Gramedia Pustaka
Utama 2002.

Menghormati Alam Semesta

Lima puluh tahunan yang lalu di dusun-dusun sekitar Solo, masih sering dijumpai sesajen berupa
kembang setaman yang diletakkan di bawah pohon tua besar yang tumbuh dekat sendang atau
mata air. Dipandang sebagian orang sebagai perbuatan syirik, maka kebiasaan menghormati
pohon tua tersebut sekarang sudah jarang dilakukan. Seiring dengan berkurangnya pohon-pohon
di sekitar sendang (mata air) dan volume air di sendang pun mulai menyusut. Dibalik sesajen
tersebut tersembunyi suatu kearifan lokal yang mungkin kurang dipahami bahkan oleh si
pembuat sesajen sendiri. Dengan pohon besar yang tidak di tebang, maka suasana terasa sejuk
dan mata air juga terjaga kelestariannya.

Makanan kita, nafas kita, rumah kita, pakaian kita dan segala perlengkapan kita selalu didukung
oleh alam. Misalkan rumah kita, pasir, batu, semen, air berasal dari alam. Demikian pula dalam
setiap makanan bila kita telusuri sumbernya, akan berujung pada alam juga. Dalam buku “Life
Workbook, Melangkah dalam Pencerahan, Kendala dalam Perjalanan, dan Cara Mengatasinya”,
Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2007, Anand Krishna menyampaikan……… Bhuta
Rina, utang terhadap lingkungan. Jauh sebelum ilmuwan modern mulai memperhatikan
lingkungan, flora dan fauna, jauh sebelum mereka mencetak istilah baru eco system, para bijak
sudah memaparkan, menjelaskan hubungan manusia dengan lingkungannya. Sekedar menjaga
kebersihan lingkungan saja tidak cukup, kita harus melestarikan alam. Merawat flora dan fauna.
Jaman dulu, manusia tidak bisa seenaknya menebang pohon. Adat menentukan usia pohon yang
dapat ditebang. Itu pun untuk keperluan tertentu. Ketentuan adat berlaku, Walau puhon itu
berada di atas tanah kita sendiri. Kita memiliki tugas, kewajiban serta tanggungjawab terhadap
kelstarian alam. Jangan mencemari air dan udara. Berhati-hatilah dengan penggunaan energi.
Jangan mengeksploitasi bumi seenaknya. Gunakan ruang yang tersedia, juga tanah yang
tersebuda secara bijak……..

Keharmonisan Alam

Bila kita mengamati alam semesta secara jeli, terlihat bahwa segala sesuatu dalam alam ini
memang “teratur”. Ada yang mengaturnya. Makhluk-makhluk hidup, pepohonan, hewan bahkan
bebatuan, gunung, sungai, laut, semuanya mengikuti suatu pola yang sangat teratur. Bila kita
memperhatikan ekosistem di sekitar kita maka kita lihat adanya keseimbangan yang harmonis.
Adalah suatu kearifan untuk tidak memotong pohon di daerah tangkapan air. Akar-akar pohon
mampu menahan air, sehingga volume air di mata air tetap. Pembabatan pohon membuat volume
mata air menyusut. Pohon perlu dihormati, tidak ditebang dengan semena-mena. Pada zaman
dahulu, semasa gunung masih diselimuti hutan belantara, air krasan singgah di antara akar-akar
pohon dan enggan mengalir kesebelah bawah. Perbedaan volume air di musim penghujan dan
musim kemarau tidak begitu besar. Begitu selimut hutan tersingkap karena dibabat manusia,
dijadikan perumahan dan vila-vila peristirahatan, air sudah tidak krasan lagi di gunung, di musim
penghujan air langsung berkumpul di sungai meluap menjadi banjir, dan dimusim kemarau air di
gunung sudah tidak tersisa, kekeringan terjadi dimana-mana. Butir-butir tanahpun terseret banjir
dan diendapkan di sungai-sungai yang menyebabkan pendangkalan yang pada gilirannya
membuat banjir lebih cepat karena kapasitas sungai telah berkurang. Membangun vila dan
perumahan di daerah tangkapan air harus memperhatikan keseimbangan lingkungan. Pemanasan
global semakin merusak keseimbangan alam. Hujan menjadi jauh lebih lebat dan sering terjadi
badai sedangkan kemarau menjadi semakin kering, dan arah angin menjadi berubah-ubah
sehingga kerap muncul angin puting beliung.

Seluruh bencana alam ini bukanlah kehendak Tuhan. Bukan ini yang Tuhan kehendaki dari
manusia. Tidak. Ini semua salah kita sendiri. Kita telah menyebabkan “pemanasan global”.
Naiknya suhu lautan telah menyebabkan berbagai bencana di bumi ini, termasuk di negeri kita
tercinta ini. Dan kitalah yang membuat suhu tersebut naik. Kita telah menyiksa Ibu Alam kita.
Kita telah menghina lingkungan hidup dan merusak seluruh ekosistem. Kini hasilnya sangatlah
jelas untuk kita lihat bersama. Demikian pandangan Anand Krishna dalam buku “Think on These
Things, Hal Hal Yang Mesti Dipikirkan Seorang Anak Bangsa”, Anand Krishna, Koperasi
Global Anand Krishna, Bali, 2008.

Emosi Tanaman

Penemuan Dr. Masaru Emoto, bahwa air mempunyai kesadaran, membentuk hexagonal yang
cantik ketika mendapat vibrasi kasih dan rusak bentuknya ketika mendapat vibrasi negatif dapat
memperjelas fenomena alam. Tanaman yang sebagian besar kandungannya berupa air, jelas akan
terpengaruh oleh vibrasi negatif ataupun positif sesuai dengan penemuan Dr. Masaru Emoto.

Seorang Amerika menghubungkan kedua elektrode “lie detector” pada sebatang bunga Adhatoda
Vasica, kemudian menyiramkan air pada bagian akar bunga, setelah itu dia menemukan pena
elektronik dari lie detector dengan cepat menggoreskan suatu garis lengkung. Garis lengkung ini
persis sama dengan garis lengkung dari otak manusia ketika dalam waktu yang sangat pendek
mengalami suatu rangsangan maupun kegembiraan. Selanjutnya, dia meletakkan dua tanaman
dalam pot dan salah seorang siswa diminta menginjak-injak salah satu tanaman sampai mati, dan
kemudian tanaman yang masih hidup dipindah ke dalam ruangan dan dipasangi lie detector.
Empat orang siswa diminta masuk ruangan satu per satu. Ketika giliran siswa kelima, siswa yang
menginjak tanaman masuk ke dalam, belum sampai berjalan mendekat, pena elektronik segera
menggoreskan suatu garis lengkung, suatu garis lengkung yang terjadi saat manusia merasa
ketakutan. Luar biasa, tanaman mempunyai emosi, tanaman mempunyai kesadaran.

Adanya Kehidupan dalam Tanaman


Pada tanaman terdapat zat hidup, dan kala tanaman kehilangan zat hidupnya, maka dia akan layu
dan mati. Zat hidup itu sering dinamakan ruh. lmuwan Sir Jagdish Chandra Bose mulai
melakukan percobaan pada tanaman di tahun 1900. Ia menemukan bahwa setiap tanaman dan
setiap bagian dari tanaman memiliki sistem saraf yang peka dan dapat bereaksi. Bose juga
menemukan bahwa tanaman tumbuh lebih cepat di tengah-tengah musik yang menyenangkan
dan lebih lambat di tengah suara bising. Ia juga mengklaim bahwa tanaman dapat “merasakan
sakit, memahami rasa sayang”. Menurut dia, tanaman yang diperlakukan dengan perawatan dan
kasih sayang akan memberikan sebuah getaran yang berbeda dibandingkan dengan tanaman
yang mengalami penyiksaan.

Menghormati Alam

Kita mengenal konsep Tri Hita Karana. Hita ialah “Kemakmuran”, dan Karana berarti “Sebab”.
Tiga Sebab Kemakmuran, atau lebih tepatnya Sejahtera lahir-batin – itulah arti Tri Hita Karana.
Atau, kalau mau, bisa juga diartikan sebagai tiga panduan untuk hidup seimbang dengan
keberadaan. Untuk menjaga keseimbangan dan harmoni antara manusia dan Tuhan; antara
manusia dan manusia lain, dan antara manusia dengan lingkungan alam. Sebetulnya ketiga
hubungan tersebut adalah satu. Manusia dan lingkungan adalah wujud, proyeksi dari Tuhan juga.
Bila kita membeda-bedakan dan menganggap hubungan dengan Tuhan lebih tinggi dan
hubungan horisontal dapat dikalahkan, maka manusia dapat menafikan keberadaan manusia
lainnya dan lingkungan. Terjadilah perang atas nama Tuhan dan alam semesta dirusak atas nama
manusia. Jika kita menganggap manusia dan lingkungan alam berada di luar Tuhan, maka
sekecil apa pun Tuhan akan mempunyai saingan, padahal Tuhan adalah Maha Kuasa, tidak ada
bandingannya dan tak dapat diserupakan dengan apa pun juga. Einstein mengatakan bahwa
segala yang ada pada hakikatnya adalah energi. Elemen pokok pembentuk alam: tanah, air, api,
udara dan ruang adalah energi dengan kemampatan yang berbeda. Tuhan adalah Energi Agung
menurut Einstein.

Vibrasi kasih terhadap tanaman, seperti menyiram dan memberi pupuk, memberikan pengaruh
positif. Leluhur kita menghormati seluruh alam seperti misalnya memberikan sesajen di bawah
pohon tua besar di tepi sendang. Nenek-moyang kita bukan menyembah pohon, akan tetapi
melakukan persembahan, bersyukur dan berterima kasih terhadap Gusti yang telah memberikan
karunia kehidupan terhadap pohon yang menjaga kelestarian sendang atau mata air sumber
penghidupan para petani. Menghormati pohon dengan sesajen nampak seperti perbuatan syirik,
akan tetapi tujuannya adalah mulia bagaimana menjaga kelestarian alam, agar pohon tidak
dibabat semena-mena.

Ya Tuhan, Ya Rabb, jernihkan pandanganku sehingga aku bisa melihat wajah-Mu di Timur di
Barat dan di mana-mana. Tuhan ada dimana-mana sehingga kita harus menghormati seluruh
alam ini. Kesalahan dilakukan ketika kita bertindak tidak selaras dengan alam…… Terima
kasih….. TW.

Anda mungkin juga menyukai