Hiperglikemia Fiks
Hiperglikemia Fiks
HIPERGLIKEMIA
Disusun Oleh:
Kelas 3 A
YOGYAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
Rahmat, Karunia, serta Taufik dan Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “TATALAKSANA KEGAWATDARURATAN SISTEM
ENDOKRIN: HIPERGLIKEMIA” ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan di dalamnya. Kami juga berterima kasih kepada Ibu Septiana
Fathonah, S.Kep.,Ns.M.Kep selaku Dosen mata ajar Riset Keperawatan yang
telah memberikan tugas ini kepada kami.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Tujuan ...................................................................................................... 3
C. Manfaat .................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian ................................................................................................
B. Etiologi ......................................................................................................
C. Klasifikasi .................................................................................................
D. Tanda Gejala .............................................................................................
E. Patofisiologi .............................................................................................
F. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................
G. Komplikasi ................................................................................................
H. Penatalaksaan Medis .................................................................................
I. Penatalaksanaan Keperawatan ..................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................
B. Saran .........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hiperglikemi berasal dari bahasa Yunani diantaranya, hyper yang artinya lebih,
glyc artinya manis dan emia yang berarti darah, jadi hiperglikemi merupakan
keadaan dimana jumlah glukosa dalam darah melebihi batas normal (> 200 mg/dl
atau 11,1 mmol/L). Peningkatan glukosa dalam darah terjadi ketika pankreas
memiliki sedikit insulin atau ketika sel tidak dapat menerima respon insulin untuk
menangkap glukosa dalam darah (American Assisiation Diabetes,
2000).Hiperglikemia dapat menyebabkan dehidrasi seluler akibat keluarnya
glukosa dalam urin yang menyebabkan diuresis osmotik oleh ginjal.Akibatnya
terjadilah gejala-gejala DM, yaitu poliuria, polidipsia, berat badan menurun dan
kecenderungan makan berlebihan (Waspadji, 2009).
Penyebab tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui kekurangan
insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter yang memegang peranan
penting. Akibat pengangkatan pancreas yang lain, pengerusakan secara kimiawi
sel beta pulau langerhans. Faktor predisposisi herediter, obesitas.Faktor imunologi;
pada penderita hiperglikemia khususnya DM terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Respon ini mereupakan repon abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggap sebagai jaringan asing. Pergeseran pola penyakit saat ini terus terjadi,
dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif.Hiperglikemi adalah penyakit
degeneratif yang angka kejadiannya cukup tinggi di berbagai negara dan
merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat.
World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita
3
hiperglikemi mencapai lebih dari 180 juta jiwa diseluruh dunia. Kejadian ini akan
meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2030 (WHO, 2006).
Menurut survei yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan ke-4
dengan jumlah penderita hiperglikemi terbesar di dunia setelah India, Cina, dan
Amerika Serikat.Menurut data Depkes, jumlah pasien hiperglikemi rawat inap dan
rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit
endokrin (Depkes RI 2005). Jumlah orang yang menderita hiperglikemi
diperkirakan akan meningkat dengan cepat dalam 25 tahun, dengan perkiraan
peningkatan sebesar 42 persen terjadi pada negara berkembang. Perkiraan ini
didasarkan pada perubahan demografi pada masyarakat, tanpa mempertimbangkan
perubahan gaya hidup. Di negara berkembang angka kejadian kelebihan berat
badan dan kegemukan terus meningkat dengan cepat karena menurunnya aktivitas
fisik dan banyak makan.Kejadian ini meningkat dengan cepat pada angka kejadian
hiperglikemi (Glumer et al. 2003).
Hiperglikemi merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada
produktivitas dan dapat menurunkan mutu sumber daya manusia.Penyakit ini tidak
hanya berpengaruh secara individu, tetapi juga pada sistem kesehatan suatu
negara. Walaupun belum ada survei nasional, sejalan dengan perubahan gaya
hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia diperkirakan penderita
hiperglikemi ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa ke
atas pada seluruh status sosial ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan penyakit
hiperglikemi belum menempati skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan,
walaupun diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar antara lain
komplikasi kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak, sistem saraf,
hati, mata dan ginjal (DepkesRI, 2003).
Peningkatan dapat diturunkan dengan melakukan pencegahan, penanggulangan
baik secara medis maupun non medis, baik oleh pemerintah maupun masyarakat
sesuai dengan porsinya masing-masing. Perawat sebagai salah satu tim kesehatan
mempunyai peran yang sangat besar dalam mengatasi hiperglikemi. Diperlukan
3
peran perawat sebagai pelaksana dan pendidik dengan tidak mengabaikan
kolaboratif. Pentingnya peran perawat sebagai pendidik agar penderita
hiperglikemi mau dan mampu untuk melakukan pencegahan terhadap terjadinya
hiperglikemi.
B. Tujuan
1. Umum
Untuk menjelaskan konsep dasar penyakit hiperglikemia dan tatalaksana pada
pasien dengan hiperglikemia.
2. Khusus
a. Mengetahui pengertian dari hiperglikemia.
b. Mengetahui etiologi dari hiperglikemia.
c. Mengetahui patofisiologi/perjalanan hiperglikemia.
d. Mengetahui klasifikasi hiperglikemia.
e. Mengetahui manifestasi klinis dari hiperglikemia.
f. Mengetahui penatalaksanaan dari hiperglikemia.
g. Memberikan gambaran tentang pengkajian asuhan keperawatan pada pasien
dengan hiperglikemia.
h. Memberikan gambaran tentang diagnosa keperawatan yang akan muncul
pada pasien dengan hiperglikemia.
i. Memberikan gambaran tentang intervensi keperawatan pada pasien dengan
hiperglikemia.
C. Manfaat
a. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan
Diharapkan dapat menambah informasi tentang tatalaksana hiperkalemia.
b. Bagi masyarakat
Bagi masyarakat khususnya klien dengan penyakit hiperglikemia dapat
menambah pengetahuan mengenai penyebab, tanda gejala, dan pengobatan
pada klien hiperglikemia.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Hiperglikemi berasal dari bahasa Yunani diantaranya, hyper yang artinya lebih,
glyc artinya manis dan emia yang berarti darah, jadi hiperglikemi merupakan
keadaan dimana jumlah glukosa dalam darah melebihi batas normal (> 200 mg/dl
atau 11,1 mmol/L). Peningkatan glukosa dalam darah terjadi ketika pankreas
memiliki sedikit insulin atau ketika sel tidak dapat menerima respon insulin untuk
menangkap glukosa dalam darah (American Assisiation Diabetes, 2000).
Hiperglikemia adalah kondisi dimana kadar gula darah puasa lebih dari 126mg/dl
dan kadar gula darah 2 jam setelah makan lebih dari 200mg/dl. Hiperglikemia
terjadi karena adanya gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin) dan rendahnya
respon tubuh terhadap insulin atau resistensi insulin (Smeltzer & Bare,
2008).Hiperglikemia dapat menyebabkan dehidrasi seluler akibat keluarnya
glukosa dalam urine yang menyebabkan diuresis osmotic oleh ginjal.Akibatnya
terjadilah gejala-gejala DM, yaitu polyuria, polydipsia, berat badan menurun dan
kecenderungan makan berlebihan (Waspadji, 2009).
Hiperglikemi berbeda dengan diabetes mellitus, hiperglikemia merupakan tanda
dari diabetes mellitus.Seseorang yang memiliki hiperglikemia belum tentu
memiliki penyakit diabetes mellitus. Namun ketika hiperglikemia semakin kronis,
hal ini bias memicu timbulnya diabetes dan ketoasidosis (AIDS info, 2005).
3
B. Etiologi
Menurut ADA (2009), etiologi dari hiperglikemia dibagi menjadi:
1. Defisiensi insulin, seperti yang dijumpai pada DM tipe I.
2. Penurunan responsivitas sel terhadap insulin, seperti yang dijumpai pada DM
tipe II karena adanya penyebab obesitas, usia, dan kurang aktivitas fisik.
3. Stress kronis
Respon terhadap stress mencakup aktivitas system saraf simpatis dan pelepasan
hormone pertumbuhan (tyroid), ketekolamin epinefrin dan norepinefrin dari
kelenjar adrenal yang selanjutnya akan merangsang peningkatan pemecahan
simpanan glukosa di hepar dan otot rangka.
4. Hipertiroid
Hormon-hormon tersebut menstimulasi pelepasan insulin yang berlebihan oleh
sel-sel pancreas, sehingga akhirnya terjadi penurunan respon sel terhadap
insulin.
5. Autoimun
Autoimun menyebabkan kerusakan sel-sel beta pancreas yang berakibat
defisiensi insulin sampai kelainan yang menyebabkan retensi terhadap kerja
insulin.
6. Alkoholisme
Dianggap menambah resiko terjadi kerusakan sel-sel beta pada pancreas.
C. Klasifikasi
Klasifikasi pada hiperglikemia menurut Frier, dkk (2004) antara lain :
1. Hiperglikemia sedang
Peningkatan kadar gula dalam darah pada fase awal dimnaman gula darah
dalam level >126 mg/dl untuk gula darah puasa.
2. Hiperglikemia berat
Peningkatan kadar gula dalam darah pada level 200 mg/dl untuk gula darah
puasa setelah terjadi selama beberapa periodik tanpa adanya hypoglycemic
3
medication. Pada hiperglikemia kronis sudah harus dilakukan dengan segera,
karena dapat meningkatkan resiko komplikasi pada kerusakan ginjal, kerusakan
neurologi, jantung, retina, ekstremitas dan diabetic neuropaty merupakan hasil
dari hiperglikemi jangka panjang.
3
E. Patofisiologi
Faktor Predisposisi
Osmotik diuresis
- Kehilangan Asidosis Gangguan
< volume cairan sodium, CI, metabolik nutrisi < keb.
Poliuria
tubuh
potasium,
Mobilisasi lemak
fosfat
Polidipsi - Glukosa
Metabolisme lemak keluar
abnormal
bersama
urin
Kolestrol mengendap
pd dinding pembuluh Resiko ke-tidak Protein negatif
darah seimbangan tidak seimbang BB + polifagia
elektrolit
Astenia/ energi <
Aterosklerosis
3
5) Angka kematian tinggi
Hiperosmolalitas cairan tubuh yang diakibatkan oleh berlipatnya kadar gula
darah ini, dibanding ketosis, asidosis, atau penipisan volume yang terutama
menyebabkan penurunan kesadaran yang kemudian akhirnya koma yang
terjadi sebagai memburuknya ketoasis diabetikum.
2. Komplikasi Kronik
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi
coroner, vaskuler perifer dan vaskuler serebral.
b. Mikrovaskuler (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata
(retinopati), dan ginjal(nefropati). Control kadar glukosa darah untuk
memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskueler
maupun makrovaskuler.
c. Peyakit neuropati
Mengenai syaraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang masalah
seperti impotensi dan ulkus kaki. Rentan infeksi, seperti tuberculosis paru
dan infeksi saluran kemih.
d. Ulkus/gangrene/ kaki diabetic.
H. Tatalaksana Medis
1. Terapi cairan intravena
Pasien kritis dengan hiperglikemia berat akibat DKA atau HHS harus segera
ditangani dengan bolus normal saline. Defisit cairan rata-rata untuk pasien
dengan DKA adalah 3-5 liter; resusitasi cairan pada pasien muda, jika tidak
sehat harus dimulai dengan bolus cepat 1 liter garam biasa diikuti dengan infus
normal saline pada 500 ml / jam selama beberapa jam. Pasien dengan HHS
sering mengalami dehidrasi berat, dengan defisiensi cairan kumulatif 10 liter
atau lebih. Namun, karena mereka cenderung lebih tua dan lemah, mereka
membutuhkan resusitasi yang hati-hati. Pendapat ahli mendukung bolus 250 ml
normal saline berulang-ulang sesuai kebutuhan sampai pasien membaik. Terapi
3
cairan dilanjutkan pada tingkat 150-250 ml / jam berdasarkan status
kardiopulmoner dan osmolalitas serum. Pilihan dan tingkat cairan IV untuk
pasien dengan DKA yang tidak sakit kritis harus didasarkan pada natrium
serum dan status cairan yang dikoreksi. Sambil menunggu hasil studi
laboratorium, sebagian besar pasien ini diberi bolus 500 ml normal saline.
Pasien dengan DKA ringan sampai sedang harus diberi normal saline pada 250
ml / jam.
2. Terapi insulin
Pasien yang sakit kritis dengan DKA harus diberikan dosis pemuatan insulin
reguler pada 0,1 unit / kg berat badan sampai maksimum 10 unit diikuti dengan
infus insulin biasa 0,1 mil / kg berat badan / jam, sampai maksimum 10 unit /
jam. Pasien dengan DKA ringan harus diberi infus insulin reguler 0,1 milimeter
/ kg berat badan / jam tanpa dosis pemuatan, untuk meminimalkan risiko
hipoglikemia, Insulin tidak boleh diberikan sampai hipovolemia ditangani dan
kalium serum telah dikonfirmasi > 3,5 mEq / L. Pemberian insulin kepada
pasien dengan tingkat potassium serum <3,5 mEq / L dapat memicu aritmia
yang mengancam jiwa. Pendapat ahli mengenai penggunaan insulin untuk
pasien dengan HHS dicampur karena, beberapa pasien dengan HHS mencapai
euglycemia dengan resusitasi cairan saja, dan diberi risiko teoritis untuk
memicu gagal ginjal oliguric atau edema serebral pada resusitasi cairan yang
tidak cukup. Insulin tidak boleh diberikan sebagai bagian dari terapi awal.
Namun, jika glukosa serum pasien tidak berkurang 50-70 mg / dl per jam
meskipun ada penanganan cairan yang tepat, bolus insulin reguler IV pada 0,1
unit / kg berat badan maksimal 10 unit bisa diberikan.
3. Pengganti Elektrolit
Pasien dengan DKA atau HHS mengalami pergeseran cepat potasium selama
resusitasi yang bisa memicu aritmia. Kematian saat resusitasi awal pasien
dengan DKA biasanya disebabkan oleh hiperkalemia, sedangkan hipokalemia
adalah penyebab kematian paling umum setelah pengobatan dimulai. Oleh
3
karena itu, kalium serum harus diperiksa setiap 2 jam sampai stabil pada semua
pasien dengan hiperglikemik, dan pasien ini harus tetap berada di monitor
jantung.
Sedangkan menurut Wekk, (2012) penatalaksanaan utama terapi hiperglikemia
adalah mencoba menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah dan upaya
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropati. Ada 4 komponen
penatalaksanaan hiperglikemia, yaitu:
1. Diet komposisi makanan:
a. Karbohidrat= 60% - 70%
b. Protein= 10% - 15%
c. Lemak= 20% - 25%
d. Jumlah kalori perhari= antara 110 – 2300Kkal
Kebutuhan basal:
1) Laki-laki = 30 Kkal/kg BB
2) Perempuan = 25Kkal/kg BB
3) Penilaian status gizi: BBR = TB-100 X 100%
Jumlah kalori yang diperlukan sehari untuk penderita DM yang bekerja biasa
adalah:
Kategori Kebutuhan kalori
Kurus BBx 40-60 kal/hari
Normal BB x 30 kal/hari
Gemuk BB x 20 kal/hari
Obesitas BB x 10-15 kal/hari
Table 1.2 Kebutuhan kalori
2. Latihan Jasmani
a. Tujuan:
1) Menjaga kebugaran
2) Menurunkan BB
3) Meningkatkan kepekaan reseptor sel-sel terhadap insulin.
3
4) Melancarkan peredaran darah sehingga pemanfaatan glukosa menjadi
lebih baik.
3. Penyuluhan dilakukan pada kelompok resiko tinggi:
a. Umur diatas 45 tahun
b. Kegemukan lebih dari 120% BB idaman atau IMT > 27kg/m2
c. Hipertensi >140/90 mmHg
d. Dyslipidemia, HDL 250mg/dl
e. Para TGT atau GPPT (TGT > 140 mg/dl s/d 2200 mg/dl), glukosa plasma
puasa derange/GPPT > 100 mg/dl dan < 126 mg/dl).
f. Jenis Obat Obat
g. Sulfoniluria: glibenglamida, glikosit, gliguidon, glimiperide, glipizid.
Biguanit (Metformin): Bekerja dihepar untuk menjaga pengeluaran glukosa
dari pemecahan glikogen. Thiazolidinesiones: Meningkatkan sensitifitas sel-
sel diotot terhadap insulin.
I. Tatalaksana Keperawatan
1. Pengkajian
a. primary Surve
1) Airway: Kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum
atau benda asing yang menghalangi jalan nafas.
2) Breathing: Hiperventilasi, napas bau aseton.
3) Disability: Perubahan kesadaran (jika sudah terjadi ketoasidosis
metabolik).
b. Secondary Survey
1) Exposure: -
2) Five intervension:
a) Glukosa dara: meningkat 100-200 mg/dl, atau leih.
b) Aseton plasma (keton): positif secara mencolok
c) Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
3
d) Osmolaritas serum: meningkat tetapi biasanya kurang dari 330mOsm/l
e) Elektrolit:
(1) Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun.
(2) Kalium: normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler)
selanjutnya akan menurun.
(3) Fosfor: lebih sering menurun (Agusyanti, 2014).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme
regulasi.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sensasi.
d. Resiko ketidakseimbangan elektrolit dengan faktor resiko gangguan
mekanisme regulasi.
e. Resiko ketidakstabilan kadar gula darah.
3
3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa NOC NIC
3
3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor karakteristik luka (warna, bau, ukuran).
kulit berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam, 2. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka.
dengan gangguan kerusakan integritas kulit teratasi 3. Catat setiap perubahan luka.
sensasi dengan kriteria hasil :
4. Edukasi pasien dan keluarga mengenai
1. Integritas kulit baik (hidrasi,
perawatan luka.
sensasi, elastisitas).
2. Luka membaik dari sebelumnya.
3
5. Risiko Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kadar glukosa darah sesuai indikasi
ketidakseimbangan keperawatan selama 3x24 jam, 2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemi.
kadar glukosa darah diharapkan masalah teratasi dengan 3. Monitor status cairan, input output sesuai
dengan faktor risiko kriteria hasil : kebutuhan.
manajemen diabetes 1. Memperlihatkan kadar glukosa 4. Berikan insulin sesuai resep
tidak tepat darah dipertahankan pada deviasi 5. Monitor ketonurin sesuai.
ringan sedang dari kisaran normal
2. Urin glukosa dan urin keton
dipertahankan pada deviasi ringan
sedang dari kisaran normal
3. Memperlihatkan peningkatan urin
output dalam batas normal
4. Memperlihatkanperubahan status
mental yang ringan
5. Memperlihatkan peningkatan A1C
dalam batas normal
3
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hiperglikemi merupakan suatu keadaan kegawatdaruratan medis yang masih
banyak terjadi pada kalangan masyakat. Namun sebenarnya dengan managemen
diet dan upaya pencegahan lain dapat meminimalkan angka kejadian hiperglikemi.
Maka disini peran perawat sangat dibutuhkan. Sedangkan dalam kasus
hiperglikemi ada beberapa diagnosa yang umum di alami pasien diantaranya
kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient, kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan gangguan sensasi serta resiko ketidakseimbangan elektrolit dengan faktor
resiko gangguan mekanisme regulasi.
B. Saran
1. Perawat lebih aktif dalam melakuakan edukasi kepada pasien sebagai upaya
pencegahan kejadian hiperglikemi.
2. Melakukan pendekatan dengan keluarga untuk bekerja sama dalam mengawasi
diet dan kegiatan pasien.
3. Untuk pasien lebih tertib lagi dalam mengatur diet agar gula darah tubuh stabil.
3
DAFTAR PUSTAKA
ADA. 2009. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care, 27 (1),
S5-S10
Frier, B.M. 2004.Acute Hyperglicemia Alters Mood State and Impairs Cognitive
Performance in People with type 2 Diabetes. Diabetes Care 27 (10): 2335
Jauch, C.K., et all. 2007. Mood and Cognitive Function During Acute Hyperglicemic
and Mild Hyperglicemia in type 2 Diabetes Patients. Diabete 115 (1): 42
3
Mansjoer, A.dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. 2008. Brunner and Suddarth’s textbook of medical
surgical Nursing. Jakarta: EGC