Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembedahan merupakan pengalaman unik perubahan terancana pada tubuh
terdiri dari tiga fase: pre operatif, intraoperatif, dan pascaoperatif (Kozier, Erb,
Berman & Snyder, 2011, hlm. 360). Menurut Muttaqin dan Sari, (2009) prosedur
pembedahan akan memberikan suatu reaksi emosional bagi pasien. Kecemasan
pra operatif merupakan suatu respon antisipasi terhadap pengalaman yang dapat
dianggap pasien sebagai suatu ancaman terhadap perannya dalam hidup, integritas
tubuh, atau bahkan kehidupan itu sendiri (Liza, Suryani, & Meikawati, 2014).
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya (Stuart, 2006, hlm. 144).
Kecemasan adalah satu kondisi kegelisahan mental, keprihatinan, ketakutan, atau
firasat atau perasaan putus asa karena ancaman yang akan terjadi atau ancaman
antisipasi yang tidak dapat diidentifikasi terhadap diri sendiri atau terhadap
hubungan yang bermakna (Kozier, 2011, hlm. 525).
Keadaan cemas pasien akan berpengaruh kepada fungsi tubuh menjelang
operasi. Kecemasan yang tinggi, dapat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh
yang ditandai dengan adanya peningkatan frekuensi nadi dan respirasi, pergeseran
tekanan darah dan suhu, relaksasi otot polos pada kandung kemih dan usus, kulit
dingin dan lembab, peningkatan respirasi, dilatasi pupil, dan mulut kering.
Kondisi ini sangat membahayakan kondisi pasien, sehingga dapat dibatalkan atau
ditundanya suatu operasi. Akibat lainnya, lama perawatan pasien akan semakin
lama dan menimbulkan masalah finansial. Maka, perawat harus mampu mengatasi
kecemasan pada pasien, sehingga kecemasan tersebut dapat dikurangi secara
efektif (Smeltzer & Bare, 2002 dalam Putri, Kristiyawati & Arif, 2014).
Data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2007, Amerika
Serikat menganalisis data dari 35.539 klien bedah dirawat di unit perawatan

1
2

intensif antara 1 Oktober 2003 sampai 30 September 2006, sebanyak 8.922 klien
(25,1%) mengalami kondisi kejiwaan dan 2.473 klien (7%) mengalami kecemasan
(Safitri, 2015). Di Indonesia prevalensi kecemasan diperkirakan berkisar 9%-21%
populasi umum. Sedangkan angka populasi yang lebih besar diantara pasien-
pasien dalam dunia medis bervariasi antara 17%-27% tergantung kriteria
diagnostik yang digunakan. Kecemasan pada pasien operasi banyak terjadi,
didapatkan bahwa sekitar 80% pasien pre operasi mengalami kecemasan
(Mardini, 2014).
Menurut penelitian Sandra (2004) dengan judul tingkat kecemasan pasien
dalam menghadapi rencana pembedahan di tinjau dari tingkat pendidikan, umur,
dan jenis kelamin di Ruang B2 (Seruni) RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dengan
hasil pasien yang mengalami tingkat kecemasan ringan 7,5%, sedang 60%, berat
60% dan panik 12,5% (Kasana, 2014). Penelitian lain yang dilakukan oleh
Mulyani dalam Endang & Agus (2008), menunjukkan yang mengalami
kecemasan ringan (52,5%) dan kecemasan sedang (47,5%) dari 40 pasien klien
rawat inap di ruang penyakit bedah dan non bedah. Pada penelitian Aulele (2010)
bahwa dari 35 responden pasien pre operasi di Kamar Operasi Rumah Sakit
Imanuel Bandar Lampung diperoleh hasil pasien yang mengalami tidak
kecemasan sebanyak 14 orang, kecemasan ringan sebanyak 13 orang, kecemasan
sedang 5 orang, dan kecemasan berat sebanyak 3 orang (Rafsanjani, 2015).
Penelitian Rahmayati dan Handayani (2016) menyimpulkan bahwa terapi
psikoreligius lebih efektif menurunkan kecemasan dibandingkan dengan terapi
musik klasik Mozart dengan pengukuran menggunakan ZRSA. Kecemasan yang
muncul pada pasien pre operasi umumnya disebabkan oleh kekhawatiran akan
tindakan pembiusan, suasana kamar operasi dengan berbagai peralatan, nyeri,
risiko kecacatan atau kematian meskipun pasien telah diberikan penjelasan pada
saat inform concent dan penandatanganan surat izin operasi.
Penatalaksanaan kecemasan terbagi menjadi farmakologi, pendekatan
suportif dan psikoterapi. Dari beberapa penelitian didapat bahwa penatalakasaan
nonfarmakologis dapat menurunkan kecemasan diantaranya: terapi musik dapat
menurunkan kecemasan (Ferawati, 2015), terapi relaksasi napas dalam dapat
3

menurunkan tingkat kecemasan (Istikomah & Murwati, 2016), terapi imajinasi


terbimbing dapat menurunkan tingkat kecemasan (Sarsito, 2015) dan terapi humor
dapat menurunkan tingkat kecemasan (Deliyani, Majudin & Adiningsih, 2015).
Tehnik relaksasi yang biasa digunakan adalah relaksasi otot (relaksasi otot
progresif, rendam air hangat, tarik nafas dalam), relaksasi dengan imajinasi
terbimbing, dan respon relaksasi dari Benson (Smeltzer & Bare, 2002 dalam
Setyaningrum, 2015). Berdasarkan penelitian Andi dan Yuwanto (2014), tentang
pengaruh hidroterapi (rendam kaki air hangat) terhadap penurunan tingkat
kecemasan pada lansia di Desa Sumbersari Kecamatan Maesan Kabupaten
Bondowoso didapatkan hasil bahwa ada pengaruh hidroterapi (rendam air hangat)
terhadap penurunan tingkat kecemasan pada lansia yang ditunjukan dengan nilai
p = 0,021. P < α yaitu 0,021 < 0,05 sehingga Ho ditolak .
Sementara Margaret dan Edward (2010), meneliti tentang pengaruh
hidroterapi pada kecemasan, nyeri, respon neuroendrokin, dan kontraksi dinamik
selama proses persalinan. Metode ini dilakukan kepada sebelas wanita ( rata – rata
berumur 24,5 tahun) pada persalinan spotan yang direndam sampai xifoideus
dalam suhu 37 oC selama 1 jam. Hidroterapi terkait dengan penurunan kecemasan,
vasopresin, dan tingkat oksitosin pada 15 dan 45 menit. Penurunan nyeri
berkurang lebih untuk wanita dengan nyeri awal yang tinggi dibandingkan wanita
dengan tingkat nyeri awal yang rendah pada 15 dan 45 menit.
Pemberian informasi pra bedah merupakan prosedur rutin dan menjadi
bagian dari standar prosedur operasional pasien pre operatif sehingga semua
pasien yang akan dilakukan pembedahan wajib diberikan informasi dan diberi
kesempatan meminta penjelasan sampai jelas oleh dokter penanggung jawab
dengan disaksikan oleh perawat. Namun pada kenyataannya pada beberapa
pasien, jika hanya pemberian informasi pra bedah saja belum mampu
menghilangkan kecemasan pasien. Dengan data di atas diketahui bahwa beberapa
penatalaksanaan kecemasan non farmakologis sudah pernah diteliti sebelumnya
yang memiliki dampak positif berupa penurunan kecemasan, namun belum
ditemukan terapi manakah yang paling efektif untuk menurunkan kecemasan
diantara terapi-terapi tersebut. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan
4

penelitian lebih lanjut tentang analisis efektifitas pengaruh terapi humor,


aromaterapi lavender, terapi relaksasi progresif, terapi psikoreligius atau rendam
kaki air hangat terhadap penurunan kecemasan pasien pre operatif.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut : Apakah aromaterapi lavender, relaksasi progresif dan guided imagery
efektif menurunkan kecemasan pasien pre operatif ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui efektifitas aromaterapi lavender, relaksasi progresif dan guided
imagery untuk menurunkan kecemasan pasien pre operatif.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kecemasan sebelum dilakukan intervensi pada kelompok
intervensi
b. Mengetahui kecemasan sebelum dilakukan intervensi pada kelompok
kontrol
c. Mengetahui kecemasan setelah dilakukan intervensi pada kelompok
intervensi
d. Mengetahui kecemasan sebelum dilakukan intervensi standar pada
kelompok kontrol
e. Mengetahui efetifitas penurunan kecemasan setelah intervensi pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

D. Temuan Yang Diharapkan


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menemukan jenis intervensi yang tepat
untuk menurunkan kecemasan pada pasien pre operatif di rumah sakit sehingga
intervensi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai salah satu standar dalam intervensi
keperawatan berbasis bukti ilmiah.
5

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap salah


intervensi keperawatan mandiri pada aspek kebutuhan rasa aman dan nyaman
dalam asuhan keperawatan pasien pre operasi.

2. Manfaat Aplikatif

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap


rumah sakit khususnya dalam menyusun intervensi keperawatan pada
aspek kebutuhan rasa aman nyaman dalam asuhan keperawatan pasien pre
operasi yang mengalami kecemasan.

b. Bagi responden penelitian, dengan berpartisipasi dalam penelitian ini


diharapkan dapat memperoleh manfaat penurunan tingkat kecemasan
melalui intervensi yang diberikan.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecemasan
1. Pengertian dan Batasan Kecemasan

Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan


perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak
mengalami gangguan dalam menilai kenyataan, kepribadian masih tetap utuh atau
tidak mengalami keretakan kepribadian normal (Hawari, 2008). Hal tersebut dapat
merupakan perasaan yang ditekan kedalam bawah alam sadar bila terjadi
peningkatan akan adanya bahaya dari dalam. Kecemasan bukanlah suatu panyakit
melainkan suatu gejala. Kecemasan adalah keadaan dimana individu atau
kelompok mengalami perasaan gelisah dan aktivasi sistem saraf autonom dalam
merespon ancaman yang tidak jelas. Kecemasan akibat terpajan pada peristiwa
traumatik yang dialami individu yang mengalami, menyaksikan atau menghadapi
satu atau beberapa peristiwa yang melibatkan kematian aktual atau ancaman
kematian atau cidera serius atau ancaman fisik diri sendiri (Doenges, 2006).

Kecemasan adalah respon subjektif terhadap stres, ciri-ciri kecemasan


adalah keperihatinan, kesulitan, ketidakpastian atau ketakutan yang terjadi akibat
ancaman yang nyata atau dirasakan (Isaacs, 2004). Ketika merasa cemas, individu
merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa
malapetaka. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus
kecemasan. Kecemasan merupakan alat peringatan internal yang memberikan
tanda bahaya kepada individu. Menurut Freud dalam Fahmi (2015), kecemasan
merupakan suatu keadaan perasaan afektif yang tidak menyenangkan yang disertai
dengan sensasi fisik yang memperingatkan orang terhadap bahaya yang akan
datang. Keadaan yang tidak menyenangkan itu sering kabur dan sulit menunjuk
dengan tepat, tetapi kecemasan itu sendiri selalu dirasakan (Tomb, 2003 dalam
Fahmi, 2015).
7

2. Tingkat Kecemasan

Towsend (dalam Tim MGBK, 2010 dalam Fahmi, 2015) membagi tingkat
kecemasan menjadi:

a. Kecemasan ringan: kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam


kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan persepsinya. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah
kelelahan, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan
tingkah laku sesuai situasi.

b. Kecemasan sedang: memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada


masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang
terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat,
kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot
meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit,
mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun,
perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas,
mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis.

c. Kecemasan berat: pada tingkat ini sangat mengurangi persepsi seseorang.


Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu
yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Manifestasi
yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, tidak dapat
tidur (insomnia), sering kencing, diare, berfokus pada dirinya sendiri, perasaan
tidak berdaya dan bingung.

e. Panik : panik berhubungan dengan terpengarah, ketakutan dan teror karena


mengalami kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini
adalah susah bernapas, pucat, tidak dapat berespon terhadap perintah yang
sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.
8

3. Faktor Pendukung Kecemasan

Beberapa teori yang mengemukakan faktor pendukung terjadinya kecemasan


menurut Stuart dan Sundeen (1998) antara lain:

a. Teori Psikoanalitik: menurut pandangan psikoanalitic, kecemasan terjadi


karena adanya konflik yang terjadi antara emosional elemen kepribadian yaitu
id, ego dan super ego. Id mewakili insting, super ego mewakili hati nurani,
sedangkan ego mewakili konflik yang terjadi antara kedua elemen yang
bertentangan. Dan timbulnya kecemasan merupakan upaya dalam memberikan
bahaya pada elemen ego.
b. Teori Interpersonal: menurut pandangan interpersonal kecemasan timbul dari
perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.
c. Teori Behaviour: berdasarkan teori behaviour (perilaku), kecemasan
merupakan produk frustrasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu
kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
d. Teori Prespektif Keluarga: kajian keluarga menunjukkan pola interaksi yang
terjadi didalam keluarga kecemasan menunjukkan adanya interaksi yang tidak
adaptif dalam sistem keluarga.
e. Teori Prespektif Biologis: kesehatan umum seseorang menurut pandangan
biologis merupakan faktor predisposisi timbulnya kecemasan. Menurut Stuart
& Sundeen (1998) faktor pencetus (presipitasi) yang menyebabkan terjadinya
kecemasan ada 2 jenis yaitu : (1) ancaman terhadap Integritas biologi seperti:
berbagai penyakit fisik terutama yang kronis yang mengakibatkan invaliditas
dapat menyebabkan stres pada diri seseorang, misalnya : penyakit jantung, hati,
kanker, stroke dan HIV/AIDS, trauma fisik dan pembedahan, (2) ancaman
terhadap konsep diri seperti: proses kehilangan, perubahan peran, perubahan
lingkungan, perubahan hubungan dan Status sosial ekonomi.
Tingkat kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terkait meliputi
hal berikut: potensi stressor, maturasi (kematangan) individu, status pendidikan
dan status ekonomi, tingkat pengetahuan, keadaan fisik, tipe kepribadian, sosial
budaya, lingkungan atau situasi, usia dan jenis kelamin.
9

4. Faktor-faktor yang dapat mengurangi kecemasan antara lain:


a. Represi, yaitu tindakan untuk mengalihkan atau melupakan hal atau keinginan
yang tidak sesuai dengan hati nurani.

b. Relaksasi, relaksasi dan rekreasi bisa menurunkan kecemasan dengan cara tidur
yang cukup, mendengarkan musik, tertawa dan memperdalam ilmu agama
(Dale Carneige, 2007).

c. Komunikasi perawat, yaitu komunikasi yang disampaikan perawat pada


pasien dengan cara memberi informasi yang lengkap mulai pertama kali pasien
masuk dengan menetapkan kontrak untuk hubungan profesional mulai dari fase
orientasi sampai dengan terminasi atau yang disebut dengan komunikasi
teraupetik (Tamsuri, 2006).

d. Psikofarmaka, yaitu pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan


seperti diazepam, bromazepam dan alprazolam yang berkhasiat memulihkan
fungsi gangguan neurotransmiter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf
pusat otak (lymbic system) (Hawari, 2001).

e. Psikoterapi, merupakan terapi kejiwaan dengan memberi motivasi, semangat


dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi
keyakinan serta kepercayaan diri (Hawari, 2001).

f. Psikoreligius, merupakan terapi kejiwaan dengan memasukkan unsure agama


seperti doa maupun ritual ibadah lainnya.

5. Pengukuran Kecemasan

Pengukuran tingkat kecemasan dapat dilakukan dengan beberapa skala


diantaranya bisa menggunakan hamilton anxiety rating scale, hospital anxiety
depression scale dan zung self-rating anxiety scale (Videbeck, 2008). Diantara
skala pengukuran tersebut yang paling umum dikenal dan digunakan oleh para
ahli serta pada penelitian - penelitian sebelumnya adalah The Zung-Self-rating
Anxiety Scale dari dr William K Zung oleh karena skala ini memiliki validitas
yang tinggi (Biggs et al, 1978). Selain itu skala ini dapat diisi sendiri dan
10

kerahasiaannya juga lebih terjamin. Untuk Zung Self-Rating Anxiety Scale berupa
kuisioner yang terdiri dari 20 pertanyaan dengan 15 pertanyaan tentang gejala
untuk somatis dan 5 pertanyaan tentang gejala untuk sikap. Dalam skala
pengukuran Zung untuk kecemasan, pasien diminta untuk menentukan frekuensi
dengan gejala yang dialami yaitu dengan pilihan, tidak pernah/sedikit, kadang -
kadang, cukup sering, hampir sering/selalu. Dimana setiap frekuensi tersebut
mempunyai porsi nilai sendiri. Untuk masing - masing skala nantinya diperoleh
total skor yang dikelompokkan dalam tingkatan :

Zung Self-rating Anxiety Scale : Skor 0-45 : minimal anxiety, 45-59 : mild
anxiety, 60-74 : moderate anxiety dan skor > 75 : severely anxiety

Instrumen ini juga digunakan oleh peneliti terdahulu di seperti Fahmi,


Agustine Sixtine (2015) serta Lestari, Adriana & Fauzan (2015), Rahmayati &
Handayani (2016).

B. Penatalaksanaan kecemasan

Banyak cara yang digunakan untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan


oleh pasien seperti telah dikemukakan diatas yaitu secara : represi, relaksasi,
komunikasi perawat, psikofarmaka, psikoterapi, dan psikoreligius. Selain
psikofarmaka, terapi lainnya sering disebut sebagai terapi pelengkap atau terapi
komplementer. Beberapa jenis terapi komplementer saat ini telah dikembangkan
dengan tujuan untuk merelaksasikan pasien adalah terapi musik, terapi
psikoreligius, terapi relaksasi otot (relaksasi otot progresif, rendam kaki dengan
air hangat), aromaterapi lavender dan terapi humor.

a. Aromaterapi
Minyak atsiri merupakan komponen utama aromaterapi yang langsung
memberikan efek terhadap badan. Minyak atsiri adalah penyembuh yang kuat
(powerful healing agent). Minyak ini sangat pekat dan berkekuatan sangat besar
dalam menyembuhkan. Oleg karena itu dianjurkan agar penggunaanya dalam
jumlah kecil saja. Pengenceran biasanya dilakukan antara 0,05-3%, tergantung
11

jenis minyaknya. Minyak atsiri, agar bisa memberikan efek kesembuhannya harus
dikenakan pada badan manusia. Dalam hal ini berbagai cara untuk melakukannya.
Dalam aromaterapi, minyak atsiri masuk ke dalam badan melalui tiga jalan
utama yaitu, ingesti, olfaksi, dan inhalasi, selain itu dapat juga absorbsi melalui
kulit. Dibandingkan dengan kedua cara lainnya inhalasi merupakan cara yang
paling banyak digunakan, meskipun aplikasi topikal juga tidak kalah pentingnya.

1. Ingesti
Yang dimaksud dengan masuknya minyak atsiri ke dalam badan dengan
cara ingesti adalah melalui mulut dan kemudian ke saluran pencernaan.
Ingesti merupakan cara aplikasi utama minyak atsiri ke dalam badan oleh
aromatolog dan para dokter di Perancis. Cara ini belum banyak digunakan
oleh aromaterapis di negara-negara lain.
Ada berbagai metode ingesti, di antaranya adalah per os, yaitu
memasukkan minyak atsiri, tepatnya larutan minyak atsiri, ke dalam badan
melalui mulut. Untuk itu haruslah diketahui betul sifat dan cara pemakaian
minyak atsiri yang akan digunakan, terutama dosis dan toksisitasnya.

Minyak atsiri yang digunakan dalam cara ini harus dalam keadaan
terlarut. Para aromatolog biasanya menggunakan alkohol dan madu atau
minyak lemak sebagai pelarutnya. Dosisinya 3 tetes, tiga kali sehari dengan
penggunaan maksimal 3 minggu. Yang perlu diwaspadai, ingesti secara
kontinu untuk waktu yang lama akan menyebabkan keracunan yang
disebabkan oleh adanya penumpukan minyak tersebut dalam hati. Oleh
karena itu setelah menggunakannya selama tiga minggu, orang harus berhenti
meminumnya selama beberapa hari supaya hati dapat menetralisir racun
(detoksikasi) yang menumpuk terlebih dahulu.

2. Olfaksi atau Inhalasi

Akses minyak atsiri melalui hidung merupakan rute yang jauh lebih cepat
disbanding cara lain dalam penanggulangan problem emosional sperti stres
dan depresi, termasuk beberapa jenis sakit kepala, karena hidung mempunyai
12

kontak langsung dengan bagian-bagian otak yang bertugas merangsang


terbentuknya efek yang ditimbulkan oleh minyak atsiri. Hidung sendiri
bukanlah organ yang membau, tetapi hanya memodifikasi suhu dan
kelembaban udara yang masuk serta mengumpulkan benda asing yang
mungkin ikut terhisap. Saraf otak pertama bertanggung jawab terhadap indera
pembau dan menyampaikannya pada sel-sel reseptor.
Ketika minyak atsiri dihirup, molekul yang mudah menguap dari minyak
tersebut dibawa oleh arus udara ke “atap” hidung dimana silia-silia yang
lembut muncul dari sel-sel reseptor. Ketika molekul-molekul itu menempel
pada rambut-rambut tersebut, suatu pesan elektrokimia akan ditransmisikan
melalui bola dan saluran olfactory ke dalam sistem limbik. Hal ini akan
merangsang memori dan respon emosional. Hipotalamus berperan sebagai
relak dan regulator, memunculkan pesan-pesan yang harus disampaikan ke
bagian lain otak serta bagian badan yang lain. Pesan yang diterima itu
kemudian diubah menjadi tindakan yang berupa pelepasan senyawa
elektrokimia yang menyebabkan euphoria, relaks, atau sedative. System
limbik ini terutama digunakan dalam ekspresi emosi.
Apabila seseorang menghirup uap, molekul-molekul uap itu akan
melakukan perjalanan ke arah paru-paru, bila molekul-molekul itu
mempunyai aktivitas menghilangkan kesukaran dalam bernafas, maka dia
akan melakukan tugasnya disitu. Endothelium hidung itu tipis, terletak dekat
dengan otak, oleh karena itu ketika molekul minyak atsiri dihirup, ketika uap
berada dalam rongga hidung, uap itu juga akan segera berefek pada saraf
sekitarnya, termasuk otak.
Dalam perjalanan ke paru-paru, molekul-molekul itu akan diaborbsi oleh
lapisan membran mukosa dari jalan nafas dan bronchi serta bronchioli. Ketika
sampai pada tempat pertukaran gas dalam alveoli, molekul-molekul itu
ditransfer ke dalam darah yang bersirkulasi dalam paru-paru. Jadi minyak
atsiri dapat sampai pada peredaran darah bila dihisap melalui hidung. Bila
minyak atsiri dihisap dengan tarikan nafas ke dalam badan pun akan menjadi
lebih banyak.
13

Inhalasi dilakukan dengan berbagai cara seperti:

a. Dengan bantuan botol semprot

Botol semprot biasa digunakan untuk menghiangkan udara yang


berbau kurang enak pada kamar pasien. Minyak atsiri yang biasa
digunakan adalah minyak pinus sylvestris, Thymus vulgaris, Syzigum
aromaticum, Eucalyptus smithii, dan Mentha piperita. Dengan dosis 10-
12 tetes dalam 250 ml air, setelah dikocok kuat-kuat terlebih dahulu,
kemudian disemprotkan ke kamar pasien.

b. Dihirup melalui tissue/masker


Inhalasi dari kertas tissue/masker yang mengandung minyak atsiri
5-6 tetes (3 tetes pada anak kecil, orang tua tau wanita hamil) sangat
efektif bila dibutuhkan hasil yang cepat, dengan 2-3 tarikan nafas dalam-
dalam. Untuk mendapatkan efek yang panjang tissue dapat diletakkan di
dada sehingga minyak atsiri yang menguap akibat panas badan tetap
terhirup oleh nafas pasien.

c. Dihisap melalui telapak tangan


Inhalasi dengan menggunakan telapak tangan merupakan metode
yang baik, tetapi sebaiknya hanya dilakukan oleh orang dewasa saja. Satu
tetes minyak atsiri diteteskan pada telapak tangan yang kemudian
ditelangkupkan, digosokkan satu sama lain dan kemudian ditutupkan ke
hidung. Mata pasien sebaiknya dipejamkan saat melakukan hal ini.
Pasien dianjurkan untuk menark nafas dalam-dalam. Cara ini sering
dilakukan untuk mengatasi kesukaran dalam pernafasan atau kondisi
stress.

d. Penguapan
Cara ini digunakan untuk mengatasi problem respirasi dan masuk
angin. Untuk kebutuhan ini dibutuhkan suatu wadah dengan air panas
yang ke dalamnya diteteskan minyak atsiri sebanyak 4 tetes, atau 2 tetes
untuk anak-anak dan wanita hamil. Kepala pasien menelungkup di atas
14

wadah dan disungkup dengan handuk sehingga tidak ada uap yang keluar
dan pasien dapat menghirupnya secara maksimal. Selama penanganan,
pasien diminta untuk menutup matanya. Untuk mengobatu pasien
asmatik hanya digunakan 1 tetes karena bila terlalu banyak dapat
menyebabkan tersedak.

d. Teknik Relaksasi Otot Progresif


Teknik relaksasi meliputi meditasi, yoga, zen, teknik imajinasi, dan
latihan relaksasi progresif (Potter & Perry, 2006). Teknik relaksasi
memungkinkan klien mengendalikan respon tubuhnya terhadap ketegangan
dan kecemasan. Terapi relaksasi otot progresif yaitu terapi dengan cara
peregangan otot kemudian dilakukan relaksasi otot (Gemilang, 2013 dalam
Rahayu, 2014). Relaksasi progresif dilakukan dengan cara klien menegangkan
dan melemaskan sekelompok otot secara berurutan dan memfokuskan
perhatian pada perbedaan perasaan yang dialami antara saat kelompok relaks
dan saat otot tersebut tegang (Kozier, 2011).
Teknik relaksasi banyak digunakan guna menurunkan tingkat stress
dan nyeri kronis. Teknik ini didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh
berespon pada ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi
penyakitnya. Hal utama yang dibutuhkan dalam pelaksanaan teknik relaksasi
adalah klien dengan posisi yang nyaman, klien dengan pikiran yang
beristirahat, dan lingkungan yang tenang (Asmadi, 2009).
Pelaksanaan relaksasi otot progresif memerlukan waktu sekitar 15
menit. Pelaksanaan terapi ini diberikan 2 kali selama sehari. Klien memberi
perhatian pada tubuh, memperlihatkan daerah ketegangan. Daerah yang tegang
digantikan dengan rasa hangat dan relaksasi. Latihan relaksasi progresif
meliputi kombinasi latihan pernafasan yang terkontrol dan rangkaian kontraksi
serta relaksasi kelompok otot (Potter & Perry, 2006).

a. Tujuan Terapi Relaksasi Otot Progresif


Menurut Herodes (2010), Alim (2009), dan Potter (2005) dalam
15

Setyoadi dan Kushariyadi (2011) bahwa tujuan dari teknik ini adalah:
a. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan
punggung, tekanan darah tinggi serta frekuensi jantung.
b. Meningkatkan rasa kebugaran dan konsentrasi.
c. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.
d. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, spasme otot, fobia ringan,
dan gagap ringan.
e. Membangun emosi positif dari emosi negatif.
b. Indikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif
Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011) bahwa indikasi dari
terapi relaksasi otot progresif, yaitu klien yang mengalami insomnia, klien
sering stress, klien yang mengalami kecemasan, klien yang mengalami
depresi.

c. Kontra Indikasi
Beberapa hal yang dapat menjadi kontra indikasi latihan relaksasi otot
progresif antara lain cidera akut atau ketidaknyamanan muskuloskeletal,
infeksi atau inflamasi dan penyakit jantung berat atau akut. Latihan
relaksasi otot progresif juga tidak dilakukan pada bagian otot yamg sakit.

d. Pelaksanaan Teknik Relaksasi Otot Progresif


Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011) pelaksanaan untuk
melakukan teknik ini terdiri dari dua tahap yaitu persiapan dan prosedur.
Persiapan klien yaitu:
1. Pahami tujuan, manfaat, prosedur.
2. Posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan mata tertutup
menggunakan bantal di bawah kepala dan lutut atau duduk di kursi
dengan kepala ditopang, hindari posisi berdiri.
3. Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam,
dan sepatu.
4. Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain sifatnya
mengikat.
16

Menurut Solehati & Kosasih (2015) prosedur tenik relaksasi otot


relaksasi otot progresif yaitu sebagai berikut:
1. Jelaskan tujuan terapi dan prosedur yang akan dilakukan
2. Berikan posisi yang nyaman
3. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman tersebut
4. Anjurkan klien untuk berbaring atau duduk bersandar (ada
sandaran untuk kaki dan bahu)
5. Bimbing pasien untuk melakukan latihan menarik nafas dalam
dan menarik nafas melalui hidung dan mengeluarkan melalui
mulut seperti bersiul perlahan
6. Bimbing pasien untuk mengencangkan dahi selama 5 sampai
dengan 7 detik. Kemudian, bimbing pasien untuk
merelaksasikan otot selama 20 sampai 30 detik. Pasien diminta
untuk merasakan rileksnya daerah dahi.
7. Bimbing pasien untuk mengencangkan bahu dengan cara
menarik bahu keatas selama 5 sampai dengan 7 detik. Kemudian,
bimbing pasien untuk merelaksasikan bahu selama 20 sampai 30
detik. Pasien diminta untuk merasakan rileksnya bahu dan
merasakan aliran darah mengalir secara lancar
8. Bimbing pasien untuk mengepalkan telapak tangan dan
mengencangkan otot bisep selama 5-7 detik, kemudian
rileksasikan selama 20-30 detik. Pasien diminta untuk merasakan
rileksnya dan merasakan aliran darah mengalir semakin lancar.
9. Bimbing pasien untuk mengencangkan betis dengan cara ibu jari
ditarik ke belakang bisep selama 5-7 detik, kemudian relaksasikan
selama 20-30 detik. Pasien diminta untuk merasakan rileksnyadan
rasakan aliran darah mengalir dengan lancar.
C. Penelitian terkait
JUDUL PENELITIAN HASIL PENELITIAN
Penelitian lain yang Pemberian lavender sangat efektif untuk menurunkan tingkat
dilakukan oleh Woelk dan kecemasan umum (generalized anxiety disorder) dibandingkan
Schlafke (2010) dengan pemberian Lorazepam.
17

Conrad dan Adams (2012) Pemberian aromaterapi dapat menurunkan secara signifikan
tingkat kecemasan dan depresi pada wanita melahirkan dengan
resiko tinggi
Deliyani (2015) tentang Hasil : Didapatkan penurunan tingkat kecemasan pada kelompok
Efektifitas Terapi Humor perlakuan, dengan nilai p = 0,001.
Dengan Media Film Komedi
untuk menurunkan
Kecemasan Pada Lansia di
Panti Tresna Werda Hargo
Dedali Surabaya
Triwijaya (2014), tentang Hasil penelitian menunjukkan tingkat kecemasan sebagian besar
pengaruh teknik relaksasi responden sebelum mendapatkan perlakuan yang mengalami
otot progresif terhadap cemas ringan sebanyak 4 orang (8.7%), cemas sedang sebanyak
penurunan tingkat kecemasan 40 orang (87.0%), cemas berat sebanyak 2 orang (4.3%).
ibu intrantal kala I. Sedangkan sesudah perlakuan yang mengalami cemas ringan
sebanyak 34 orang (73.9%), cemas sedang sebanyak 12 orang
(26.1%), dan yang mengalami cemas berat tidak ada.
Rahayu (2014) tentang Hasil penelitian menunjuk-kan bahwa dari responden yaitu
pengaruh terapi relaksasi otot 40 klien sebelum dilakukan terapi otot progresif jumlah
progresif terhadap penurunan klien yang mengalami kecemasan berat adalah 25 orang
tingkat kecemasan pada klien (62,5%), dan tidak ada yang tidak menderita kecemasan.
diabetes mellitus tipe 2 di Sesudah dilakukan terapi otot progresif jumlah klien yang
Wilayah Kerja Puskesmas mengalami kecemasan sedang adalah 12 orang (30%), dan
Karangdoro Semarang. jumlah klien yang mengalami kecemasan berat adalah 6 orang
(15%).

E.Kerangka Teori
Skema 2.1.
Kerangka Teori

Respon fisiologi yg
mengganggu fungsi
tubuh : TD ↑,
Nadi↑,
Pernafasan↑, fokus
menyempit↑
18

Ancaman terhadap Kecemasan :


integritas biologi ; ringan, sedang,
rencana pembedahan berat, panik

Dipengaruhi oleh :
potensi stressor,
maturasi (kematangan)
individu, status Mengganggu proses
pendidikan dan status operasi; pembatalan,
ekonomi, tingkat pe↑ nyeri, gangguan
pengetahuan, keadaan hemodinamik
fisik, tipe kepribadian,
sosial budaya,
lingkungan atau situasi,
usia dan jenis kelamin.

Diatasi dengan : Represi, relaksasi (relaksasi


otot progresif), aromaterapi, psikofarmaka,
psikoterapi

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Dan Rancangan Penelitian


19

Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah desain Quasi-
experimental dengan rancangan non equivalent control group. Pada penelitian ini
responden penelitian akan dilakukan pengukuran tingkat kecemasan sebelum dan
sesudah intervensi pada saat menjelang operasi. Skema desain penelitian ini dapat
dilihat pada skema berikut ini :

Skema 3.1
Desain Penelitian

A1 INTERVENSI A2 A3

Desain penelitian ini menggambarkan Sekelompok responden yang diberikan


intervensi. Penjelasan skema desain penelitian diatas adalah sebagai berikut :

A1 : Pengukuran kecemasan pada kondisi baseline yaitu kondisi dimana


responden belum diberikan intervensi
Intervensi : Responden diberikan perlakuan berupa kombinasi aromaterapi
lavender, relaksasi progresif dan guided imagery .
A2 : Pengukuran kecemasan pada kondisi pasien setelah intervensi
A3 : Pengukuran kecemasan pada kondisi pasien menjelang pindah ke
kamar operasi.

Beberapa variabel dalam penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian


sebelumnya namun mempunyai perbedaan dalam hal subyek penelitian. Seperti
diketahui pada tabel penelitian terkait sebelumnya, rata-rata penelitian dilakukan
untuk mengintervensi kecemasan selain kecemasan pre operatif. Pada penelitian
ini intervensi dilakukan untuk menurunkan kecemasan pada pasien pre operatif
dan subyek yang dipilih sebagai responden adalah pasien-pasien pre operatif
elektif tanpa pembatasan jenis kasus. Selain itu, pada penelitian ini setelah uji
bivariat akan dilakukan uji multivariat dengan memperhatikan faktor konfonding
pada subyek penelitian. Pada akhirnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat
20

memberikan sumbangsih terhadap alternatif tindakan mandiri keperawatan dalam


mengatasi kecemasan pasien preoperatif secara non farmakologis.
Penjelasan bagaimana penelitian akan dilakukan dapat dilihat dari
rancangan penelitian yang disusun oleh peneliti mulai dari pemilihan populasi dan
sampel, pengelompokan dan perlakuan yang akan diberikan hingga pada variabel
yang akan diukur. Rancangan penelitian ini digambarkan dalam skema kerangka
konsep penelitian berikut ini

Skema 2.3
Kerangka Konsep

POPULASI
Pasien Pre Operasi di RS

Purposive
Sampling

SAMPEL
Sebagian dari populasi yang
memenuhi kriteria inklusi

Tingkat Kecemasan Tingkat Kecemasan Tingkat Kecemasan


sebelum dan sesudah sebelum dan sesudah sesudah terapi 2 kl
terapi terapi pengukuran

Variabel Konfonding
Usia, Pendidikan, Jenis Kelamin, Pengalaman Operasi

B. Luaran Penelitian
Hasil penelitian ini secara menyeluruh akan disusun menjadi laporan
penelitian dan produk modul intervensi serta bahan ajar intervensi keperawatan
terhadap kecemasan pre operatif. Hasil penelitian terhadap variabel intervensi
yang di eksperimenkan terhadap subyek penelitian akan dijadikan bahan kajian
21

utama dalam bahan ajar tersebut sebagai sumber rujukan intervensi keperawatan
berdasarkan evidence based.

C. Waktu dan Tempat penelitian

Waktu penelitian direncanakan akan berlangsung dari Bulan Juni s.d


September 2017. Penelitian ini dilakukan di RS Abdul Moeloek Provinsi
Lampung.

D.Subjek Peneltian
1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien dewasa yang akan
menjalani operasi bedah elektif di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung pada kisaran Agustus s.d September 2017 dengan estimasi populasi
berdasarkan data RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung adalah rata-rata
300 orang per bulan.

2. Sampel

Perhitungan besar sampel yang diambil untuk menguji hipotesis penelitian ini
ditetapkan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Sample Size Calculator
For Designing Clinical Research untuk one group before after study dari
http://www.sample-size.net/sample-size-study-paired-t-test/ dengan menggunakan
uji statistik paired t-test. Dengan menetapkan Alpha 0,01, Betha 0,100, Effect Size
0,500 dan Standar Deviasi 1,00 maka jumlah sampel untuk memenuji asumsi uji
statistik yang digunakan yaitu sebesar 60 orang. Teknik pengambilan sampel
(sampling) yang akan digunakan pada penelitian ini menggunakan metode acak
sederhana. Anggota populasi yang memenuhi kriteria inklusi ditentukan masuk
menjadi responden dengan kriteria :
a. Pasien pre operatif bedah elektif
b. Mengalami kecemasan sedang-berat pada pengukuran sebelum intervensi
c. Kesadaran komposmentis
d. Tidak mengalami gangguan mental/ patologis kejiwaan
22

e. Dapat membaca dan menulis

E. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini terdiri dari 2 yaitu variable independent (X) dan variable
dependent (Y). Adapun variabel independen penelitian ini adalah : kombinasi
aromaterapi lavender, terapi relaksasi progresif, dan terapi guided imagery.
Sedangkan variabel dependennya adalah tingkat kecemasan pasien pre operatif
sebelum dan sesudah tindakan.

F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian diatas maka peneliti merumuskan
hipotesis penelitian sebagai berikut :
Ada pengaruh kombinasi aromaterapi lavender, terapi relaksasi progresif, dan
terapi guided imagery terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien pre operasi.

G. Definisi Operasional
Semua konsep yang ada dalam penelitian harus dibuat dalam istilah yang
operasional agar tidak ada makna ganda dalam istilah yang digunakan dalam
penelitian tersebut sehingga tidak menimbulkan kerancuan dalam pengukuran,
analisis serta simpulan (Sastroasmoro & Ismael, 2007). Definisi operasional
masing-masing variabel dalam penelitian ini dijelaskan dalam tabel 3.1.
23

Tabel 3.1
Definisi Operasional

CARA & ALAT


VARIABEL DEFINISI HASIL UKUR SKALA
UKUR
1 2 3 4 5
Karakteristik Responden

Observasi Mean, media, SD,


Usia Usia responden (dalam tahun) yang di
Lembar Observasi Minimum, Maksimum Interval
hitung berdasarkan ulang tahun terakhir.
Observasi 1 : wanita Nominal
Jenis Kelamin Karakteristik seks primer responden
Lembar Observasi 0 : pria
Wawancara 1 : pernah Ordinal
Pengalaman Operasi sebelumnya Riwayat menjalani operasi sebelumnya
Panduan Wawancara 0 : belum pernah
1 : SD – SLTP
Tingkat pendidikan formal terakhir Wawancara
Pendidikan 2 : SLTA Ordinal
responden Panduan Wawancara
3 : Perguruan Tinggi
Variabel Independent
1. Teknik relaksasi otot progresif Teknik relaksasi diberikan pada responden
dengan gerakan mengencangkan dan
melemaskan otot-otot pada beberapa bagian
tubuh tertentu, dilakukan 1x sehari oleh
individu selama ± 15 menit

Aromaterapi lavender yang digunakan


2. Aromaterapi Lavender dalam bentuk minyak esensial oil, yang
diberikan pada pasien pre operasi H-1
dengan metode inhalasi.
24

Tindakan memperlihatkan gambar


pemandangan dan menuntun imajinasi
3. Guided Imagery responden menenangkan diri sesuai gambar
yang dilihat
Variabel dependent

Respon emosional subyektif yang dialami


Tingkat kecemasan sebelum dan pasien sebelum tindakan operasi berupa
Mengisi Kuisioner Skor BAI dengan rentang
sesudah tindakan perasaan takut yang tidak jelas interval
Kuisioner Beck’s nilai antara 0 - 42
penyebabnya yang diukur sebelum dan
Anxiety Index
sesudah diberikan tindakan dan dianalisis
perbedaannya
25

H.Cara dan alat pengumpulan data


Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari bagian A dan
bagian B yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Instrumen pengumpulan data Bagian A
Bagian ini dirancang untuk mengumpulkan data karakteristik responden
meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, diagnosa medik, pengalaman operasi
sebelumnya.
b. Instrumen pengumpulan data Bagian B
Bagian ini dirancang untuk mengumpulkan data hasil kuisioner dengan BAI.
Isi pada bagian ini mengacu pada Beck’s Anxiety Index yang dibuat oleh Bekc
A.T, Epstein N., Brown., G.Stein (1988).

I. Tahapan Pelaksanaan Penelitian


1. Alat & Bahan Penelitian
Alat dan bahan penelitian ini adalah : Earphone, Digital Music & Video
Player, Kuisinoer BAI, Aromaterapi lavender .

2. Persiapan
Persiapan penelitian diawali dengan melakukan : memperoleh persetujuan
pelaksanaan penelitian dari Poltekkes Tanjungkarang Kemenkes RI, memperoleh
izin penelitian dari Direktur RS yang dituju dan melakukan sosialisasi kegiatan
penelitian di ruangan

3. Pelaksanaan penelitian
Pelaksanaan penelitian pada kelompok akan dilakukan sebagai berikut :
3.1. Jika responden setuju maka mempersilahkan untuk membaca lembar
persetujuan (informed consent) kemudian tanda tangan.
3.2. Memberikan kuesioner BAI pada responden dan memberi penjelasan cara
pengisian kuesioner. Penilaian kecemasan sebelum dilakukan intervensi
minimal 24 jam sebelum operasi
3.3. Responden diberikan penjelasan agar mengikuti instruksi sesuai modul dan
yang diinstruksikan dari video player.
26

3.4. Aromaterapi lavender diteteskan kedalam keramik dan ditunggu sampai


harumnya menyebar ke ruangan, responden menghirup aroma terapi lavender
dengan nafas dalam yang teratur dan ritmik.
3.5. Responden mengikuti instruksi relaksasi otot progresif dari video player yaitu
3.5.1. Mnarik nafas dalam dan menarik nafas melalui hidung dan
mengeluarkan melalui mulut seperti bersiul perlahan, kencangkan dahi
selama 5 sampai dengan 7 detik.
3.5.2. Kemudian relaksasikan otot selama 30 detik. Pasien diminta untuk
merasakan rileksnya daerah dahi.
3.5.3. Kencangkan bahu dengan cara menarik bahu keatas selama 5 detik.
Kemudian relaksasikan bahu selama 30 detik. Pasien diminta untuk
merasakan rileksnya bahu dan merasakan aliran darah mengalir
secara lancar.
3.5.4. Pasien diminta untuk mengepalkan telapak tangan dan
mengencangkan otot bisep selama 5 detik, kemudian rileksasikan
selama 30 detik.
3.5.5. Pasien diminta untuk merasakan rileksnya dan merasakan aliran darah
mengalir semakin lancar.
3.5.6. Bimbing pasien untuk mengencangkan betis dengan cara ibu jari
ditarik ke belakang bisep selama 5 detik, kemudian relaksasikan
selama 30 detik. Pasien diminta untuk merasakan rileksnya dan
rasakan aliran darah mengalir dengan lancar.
3.6. Pasien diinstruksikan untuk memandang gambar pemandangan dan
membayangkan ia berada di tempat tersebut selama 10 menit
3.7. Setelah beristirahat 5 menit pasien diminta mengisi kembali kuesioner yang
telah diisi, kemudian dikumpulkan langsung pada peneliti.
3.8. Responden diminta kembali mengisi kuisioner ketika akan berangkat ke
kamar operasi.
27

J. Etika Penelitian

Untuk memenuhi unsur-unsur dalam prinsip etik dalam penelitian maka


peneliti melaksanakan beberapa prinsip etik untuk memenuhi prinsip etik dalam
penelitian menurut Polit dan Hungler (1999) yaitu:

1. Beneficience : hasil penelitian memiliki potensi terapeutik yang artinya


bahwa responden mendapatkan manfaat melalui prosedur yang diberikan.
Manfaat penggunaan murottal atau musik klasik berguna untuk member efek
menenangkan pada pasien. Perlakuan yang digunakan juga berasal dari nilai-
nilai spiritual dan universal manusia khususnya umat muslim.

2. Justice : prinsip etik berkeadilan harus dipenuhi sebagai bagian dari


pelaksanaan etika penelitian. Untuk memenuhi aspek justice, pada waktu
pelaksanaan penelitian ini peneliti tidak melakukan diskriminasi pada kriteria
yang tidak relevan saat memilih subjek penelitian, namun berdasarkan
alasan yang berhubungan langsung dengan masalah penelitian. Setiap subjek
penelitian diberikan peluang yang sama untuk dikelompokkan pada kelompok
intervensi maupun kelompok kontrol.

3. Respect For Human Dignity. : prinsip menghargai martabat manusia


diterapkan dengan cara sebelum penelitian dilakukan, responden
mendapatkan penjelasan secara lengkap. Pemberian informasi yang lengkap
tentang penelitian meliputi tujuan, prosedur, gambaran resiko dan
ketidaknyamanan yang mungkin akan terjadi, serta keuntungan yang ada.
Kesediaan pasien untuk menjadi responden dibuktikan dengan menandatangi
surat persetujuan menjadi responden penelitian. Jika pada saat
dilaksanakannya penelitian responden bertanya tentang sesuatu yang tidak
diketahui, maka responden berhak mendapatkan informasi ulang. Responden
mempunyai hak untuk menentukan keikutsertaanya dalam penelitian, begitu
pula bila pada saat penelitian sedang dilakukan responden diberikan hak
memutuskan untuk berhenti dari keikutsertaannya.
28

K. Pengolahan Data Penelitian


Data yang telah dikumpulkan sebelum dianalisis, terlebih dahulu
dilakukan editing, coding, entri data, dan cleaning. Pada tahap ini dilakukan
pengolahan data yang telah dimasukkan dalam program komputer sehingga
dihasilkan informasi yang dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan penelitian. Analisis data dalam penelitian ini adalah :

1. Analisis univariat : analisis univariat pada penelitian ini memberikan gambaran


terhadap mean, median, standar deviasi dari variabel numerik yaitu usia.
Dalam hal ini dilakukan uji explore untuk mengetahui output dari nilai
tersebut. Jika seluruh data normal, uji statistik parametrik dapat digunakan
untuk menganalisis variabel-variabel penelitian. Analisis univariat untuk
variabel katagorik dengan skala nominal maupun ordinal dalam bentuk nilai
distribusi frekuensi dilakukan pada variabel jenis kelamin, pengalaman dan
pendidikan.

2. Analisis Bivariat : Analisis bivariat dan uji statistik yang digunakan untuk
melihat ada tidaknya pengaruh akan digunakan Uji T (T-test) apabila asumsi-
asumsi data yang dihasilkan dapat terpenuhi salah satunya adalah uji
normalitas, namun jika asumsi data tidak terpenuhi maka akan dilakukan
analisis dengan uji Wilcoxon Sign Rank Test. Sedangkan untuk melihat ada
tidaknya perbedaan pengaruh akan dilakukan uji regresi ordinal.
3. Analisis Multivariat : Analisis multivariate dilakukan untuk menilai apakah
variabel konfonding mempengaruhi hubungan intervensi yang
dieksperimenkan terhadap subyek penelitian.
29

BAB IV
BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

A. Biaya Penelitian

Secara ringkas, biaya yang diusulkan untuk pelaksanaan kegiatan


penelitian ini adalah :

Tabel 4.1. Ringkasan Anggaran Biaya Penelitian Hibah Bersaing Tahun 2017

Biaya Yang
NO Jenis Pengeluaran
Diusulkan
01 Honorarium Tim Peneliti Rp. 7.300.000
02 Bahan Habis Pakai Rp. 8.100.000
03 Perjalanan Rp. 6.050.000
04 Lain-lain : Publikasi, seminar, laporan, Izin Rp. 2.780.000
penelitian, dll
JUMLAH (100%) Rp. 24.230.000

Secara terperinci, rincian dan justifikasi usulan dana terlampir dalam lampiran.

B. Jadwal Penelitian

Terlampir
30

Anda mungkin juga menyukai