PROPOSALPENELITIAN
PROPOSALPENELITIAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembedahan merupakan pengalaman unik perubahan terancana pada tubuh
terdiri dari tiga fase: pre operatif, intraoperatif, dan pascaoperatif (Kozier, Erb,
Berman & Snyder, 2011, hlm. 360). Menurut Muttaqin dan Sari, (2009) prosedur
pembedahan akan memberikan suatu reaksi emosional bagi pasien. Kecemasan
pra operatif merupakan suatu respon antisipasi terhadap pengalaman yang dapat
dianggap pasien sebagai suatu ancaman terhadap perannya dalam hidup, integritas
tubuh, atau bahkan kehidupan itu sendiri (Liza, Suryani, & Meikawati, 2014).
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya (Stuart, 2006, hlm. 144).
Kecemasan adalah satu kondisi kegelisahan mental, keprihatinan, ketakutan, atau
firasat atau perasaan putus asa karena ancaman yang akan terjadi atau ancaman
antisipasi yang tidak dapat diidentifikasi terhadap diri sendiri atau terhadap
hubungan yang bermakna (Kozier, 2011, hlm. 525).
Keadaan cemas pasien akan berpengaruh kepada fungsi tubuh menjelang
operasi. Kecemasan yang tinggi, dapat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh
yang ditandai dengan adanya peningkatan frekuensi nadi dan respirasi, pergeseran
tekanan darah dan suhu, relaksasi otot polos pada kandung kemih dan usus, kulit
dingin dan lembab, peningkatan respirasi, dilatasi pupil, dan mulut kering.
Kondisi ini sangat membahayakan kondisi pasien, sehingga dapat dibatalkan atau
ditundanya suatu operasi. Akibat lainnya, lama perawatan pasien akan semakin
lama dan menimbulkan masalah finansial. Maka, perawat harus mampu mengatasi
kecemasan pada pasien, sehingga kecemasan tersebut dapat dikurangi secara
efektif (Smeltzer & Bare, 2002 dalam Putri, Kristiyawati & Arif, 2014).
Data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2007, Amerika
Serikat menganalisis data dari 35.539 klien bedah dirawat di unit perawatan
1
2
intensif antara 1 Oktober 2003 sampai 30 September 2006, sebanyak 8.922 klien
(25,1%) mengalami kondisi kejiwaan dan 2.473 klien (7%) mengalami kecemasan
(Safitri, 2015). Di Indonesia prevalensi kecemasan diperkirakan berkisar 9%-21%
populasi umum. Sedangkan angka populasi yang lebih besar diantara pasien-
pasien dalam dunia medis bervariasi antara 17%-27% tergantung kriteria
diagnostik yang digunakan. Kecemasan pada pasien operasi banyak terjadi,
didapatkan bahwa sekitar 80% pasien pre operasi mengalami kecemasan
(Mardini, 2014).
Menurut penelitian Sandra (2004) dengan judul tingkat kecemasan pasien
dalam menghadapi rencana pembedahan di tinjau dari tingkat pendidikan, umur,
dan jenis kelamin di Ruang B2 (Seruni) RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dengan
hasil pasien yang mengalami tingkat kecemasan ringan 7,5%, sedang 60%, berat
60% dan panik 12,5% (Kasana, 2014). Penelitian lain yang dilakukan oleh
Mulyani dalam Endang & Agus (2008), menunjukkan yang mengalami
kecemasan ringan (52,5%) dan kecemasan sedang (47,5%) dari 40 pasien klien
rawat inap di ruang penyakit bedah dan non bedah. Pada penelitian Aulele (2010)
bahwa dari 35 responden pasien pre operasi di Kamar Operasi Rumah Sakit
Imanuel Bandar Lampung diperoleh hasil pasien yang mengalami tidak
kecemasan sebanyak 14 orang, kecemasan ringan sebanyak 13 orang, kecemasan
sedang 5 orang, dan kecemasan berat sebanyak 3 orang (Rafsanjani, 2015).
Penelitian Rahmayati dan Handayani (2016) menyimpulkan bahwa terapi
psikoreligius lebih efektif menurunkan kecemasan dibandingkan dengan terapi
musik klasik Mozart dengan pengukuran menggunakan ZRSA. Kecemasan yang
muncul pada pasien pre operasi umumnya disebabkan oleh kekhawatiran akan
tindakan pembiusan, suasana kamar operasi dengan berbagai peralatan, nyeri,
risiko kecacatan atau kematian meskipun pasien telah diberikan penjelasan pada
saat inform concent dan penandatanganan surat izin operasi.
Penatalaksanaan kecemasan terbagi menjadi farmakologi, pendekatan
suportif dan psikoterapi. Dari beberapa penelitian didapat bahwa penatalakasaan
nonfarmakologis dapat menurunkan kecemasan diantaranya: terapi musik dapat
menurunkan kecemasan (Ferawati, 2015), terapi relaksasi napas dalam dapat
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut : Apakah aromaterapi lavender, relaksasi progresif dan guided imagery
efektif menurunkan kecemasan pasien pre operatif ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui efektifitas aromaterapi lavender, relaksasi progresif dan guided
imagery untuk menurunkan kecemasan pasien pre operatif.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kecemasan sebelum dilakukan intervensi pada kelompok
intervensi
b. Mengetahui kecemasan sebelum dilakukan intervensi pada kelompok
kontrol
c. Mengetahui kecemasan setelah dilakukan intervensi pada kelompok
intervensi
d. Mengetahui kecemasan sebelum dilakukan intervensi standar pada
kelompok kontrol
e. Mengetahui efetifitas penurunan kecemasan setelah intervensi pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Aplikatif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan
1. Pengertian dan Batasan Kecemasan
2. Tingkat Kecemasan
Towsend (dalam Tim MGBK, 2010 dalam Fahmi, 2015) membagi tingkat
kecemasan menjadi:
b. Relaksasi, relaksasi dan rekreasi bisa menurunkan kecemasan dengan cara tidur
yang cukup, mendengarkan musik, tertawa dan memperdalam ilmu agama
(Dale Carneige, 2007).
5. Pengukuran Kecemasan
kerahasiaannya juga lebih terjamin. Untuk Zung Self-Rating Anxiety Scale berupa
kuisioner yang terdiri dari 20 pertanyaan dengan 15 pertanyaan tentang gejala
untuk somatis dan 5 pertanyaan tentang gejala untuk sikap. Dalam skala
pengukuran Zung untuk kecemasan, pasien diminta untuk menentukan frekuensi
dengan gejala yang dialami yaitu dengan pilihan, tidak pernah/sedikit, kadang -
kadang, cukup sering, hampir sering/selalu. Dimana setiap frekuensi tersebut
mempunyai porsi nilai sendiri. Untuk masing - masing skala nantinya diperoleh
total skor yang dikelompokkan dalam tingkatan :
Zung Self-rating Anxiety Scale : Skor 0-45 : minimal anxiety, 45-59 : mild
anxiety, 60-74 : moderate anxiety dan skor > 75 : severely anxiety
B. Penatalaksanaan kecemasan
a. Aromaterapi
Minyak atsiri merupakan komponen utama aromaterapi yang langsung
memberikan efek terhadap badan. Minyak atsiri adalah penyembuh yang kuat
(powerful healing agent). Minyak ini sangat pekat dan berkekuatan sangat besar
dalam menyembuhkan. Oleg karena itu dianjurkan agar penggunaanya dalam
jumlah kecil saja. Pengenceran biasanya dilakukan antara 0,05-3%, tergantung
11
jenis minyaknya. Minyak atsiri, agar bisa memberikan efek kesembuhannya harus
dikenakan pada badan manusia. Dalam hal ini berbagai cara untuk melakukannya.
Dalam aromaterapi, minyak atsiri masuk ke dalam badan melalui tiga jalan
utama yaitu, ingesti, olfaksi, dan inhalasi, selain itu dapat juga absorbsi melalui
kulit. Dibandingkan dengan kedua cara lainnya inhalasi merupakan cara yang
paling banyak digunakan, meskipun aplikasi topikal juga tidak kalah pentingnya.
1. Ingesti
Yang dimaksud dengan masuknya minyak atsiri ke dalam badan dengan
cara ingesti adalah melalui mulut dan kemudian ke saluran pencernaan.
Ingesti merupakan cara aplikasi utama minyak atsiri ke dalam badan oleh
aromatolog dan para dokter di Perancis. Cara ini belum banyak digunakan
oleh aromaterapis di negara-negara lain.
Ada berbagai metode ingesti, di antaranya adalah per os, yaitu
memasukkan minyak atsiri, tepatnya larutan minyak atsiri, ke dalam badan
melalui mulut. Untuk itu haruslah diketahui betul sifat dan cara pemakaian
minyak atsiri yang akan digunakan, terutama dosis dan toksisitasnya.
Minyak atsiri yang digunakan dalam cara ini harus dalam keadaan
terlarut. Para aromatolog biasanya menggunakan alkohol dan madu atau
minyak lemak sebagai pelarutnya. Dosisinya 3 tetes, tiga kali sehari dengan
penggunaan maksimal 3 minggu. Yang perlu diwaspadai, ingesti secara
kontinu untuk waktu yang lama akan menyebabkan keracunan yang
disebabkan oleh adanya penumpukan minyak tersebut dalam hati. Oleh
karena itu setelah menggunakannya selama tiga minggu, orang harus berhenti
meminumnya selama beberapa hari supaya hati dapat menetralisir racun
(detoksikasi) yang menumpuk terlebih dahulu.
Akses minyak atsiri melalui hidung merupakan rute yang jauh lebih cepat
disbanding cara lain dalam penanggulangan problem emosional sperti stres
dan depresi, termasuk beberapa jenis sakit kepala, karena hidung mempunyai
12
d. Penguapan
Cara ini digunakan untuk mengatasi problem respirasi dan masuk
angin. Untuk kebutuhan ini dibutuhkan suatu wadah dengan air panas
yang ke dalamnya diteteskan minyak atsiri sebanyak 4 tetes, atau 2 tetes
untuk anak-anak dan wanita hamil. Kepala pasien menelungkup di atas
14
wadah dan disungkup dengan handuk sehingga tidak ada uap yang keluar
dan pasien dapat menghirupnya secara maksimal. Selama penanganan,
pasien diminta untuk menutup matanya. Untuk mengobatu pasien
asmatik hanya digunakan 1 tetes karena bila terlalu banyak dapat
menyebabkan tersedak.
Setyoadi dan Kushariyadi (2011) bahwa tujuan dari teknik ini adalah:
a. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan
punggung, tekanan darah tinggi serta frekuensi jantung.
b. Meningkatkan rasa kebugaran dan konsentrasi.
c. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.
d. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, spasme otot, fobia ringan,
dan gagap ringan.
e. Membangun emosi positif dari emosi negatif.
b. Indikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif
Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011) bahwa indikasi dari
terapi relaksasi otot progresif, yaitu klien yang mengalami insomnia, klien
sering stress, klien yang mengalami kecemasan, klien yang mengalami
depresi.
c. Kontra Indikasi
Beberapa hal yang dapat menjadi kontra indikasi latihan relaksasi otot
progresif antara lain cidera akut atau ketidaknyamanan muskuloskeletal,
infeksi atau inflamasi dan penyakit jantung berat atau akut. Latihan
relaksasi otot progresif juga tidak dilakukan pada bagian otot yamg sakit.
Conrad dan Adams (2012) Pemberian aromaterapi dapat menurunkan secara signifikan
tingkat kecemasan dan depresi pada wanita melahirkan dengan
resiko tinggi
Deliyani (2015) tentang Hasil : Didapatkan penurunan tingkat kecemasan pada kelompok
Efektifitas Terapi Humor perlakuan, dengan nilai p = 0,001.
Dengan Media Film Komedi
untuk menurunkan
Kecemasan Pada Lansia di
Panti Tresna Werda Hargo
Dedali Surabaya
Triwijaya (2014), tentang Hasil penelitian menunjukkan tingkat kecemasan sebagian besar
pengaruh teknik relaksasi responden sebelum mendapatkan perlakuan yang mengalami
otot progresif terhadap cemas ringan sebanyak 4 orang (8.7%), cemas sedang sebanyak
penurunan tingkat kecemasan 40 orang (87.0%), cemas berat sebanyak 2 orang (4.3%).
ibu intrantal kala I. Sedangkan sesudah perlakuan yang mengalami cemas ringan
sebanyak 34 orang (73.9%), cemas sedang sebanyak 12 orang
(26.1%), dan yang mengalami cemas berat tidak ada.
Rahayu (2014) tentang Hasil penelitian menunjuk-kan bahwa dari responden yaitu
pengaruh terapi relaksasi otot 40 klien sebelum dilakukan terapi otot progresif jumlah
progresif terhadap penurunan klien yang mengalami kecemasan berat adalah 25 orang
tingkat kecemasan pada klien (62,5%), dan tidak ada yang tidak menderita kecemasan.
diabetes mellitus tipe 2 di Sesudah dilakukan terapi otot progresif jumlah klien yang
Wilayah Kerja Puskesmas mengalami kecemasan sedang adalah 12 orang (30%), dan
Karangdoro Semarang. jumlah klien yang mengalami kecemasan berat adalah 6 orang
(15%).
E.Kerangka Teori
Skema 2.1.
Kerangka Teori
Respon fisiologi yg
mengganggu fungsi
tubuh : TD ↑,
Nadi↑,
Pernafasan↑, fokus
menyempit↑
18
Dipengaruhi oleh :
potensi stressor,
maturasi (kematangan)
individu, status Mengganggu proses
pendidikan dan status operasi; pembatalan,
ekonomi, tingkat pe↑ nyeri, gangguan
pengetahuan, keadaan hemodinamik
fisik, tipe kepribadian,
sosial budaya,
lingkungan atau situasi,
usia dan jenis kelamin.
BAB III
METODE PENELITIAN
Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah desain Quasi-
experimental dengan rancangan non equivalent control group. Pada penelitian ini
responden penelitian akan dilakukan pengukuran tingkat kecemasan sebelum dan
sesudah intervensi pada saat menjelang operasi. Skema desain penelitian ini dapat
dilihat pada skema berikut ini :
Skema 3.1
Desain Penelitian
A1 INTERVENSI A2 A3
Skema 2.3
Kerangka Konsep
POPULASI
Pasien Pre Operasi di RS
Purposive
Sampling
SAMPEL
Sebagian dari populasi yang
memenuhi kriteria inklusi
Variabel Konfonding
Usia, Pendidikan, Jenis Kelamin, Pengalaman Operasi
B. Luaran Penelitian
Hasil penelitian ini secara menyeluruh akan disusun menjadi laporan
penelitian dan produk modul intervensi serta bahan ajar intervensi keperawatan
terhadap kecemasan pre operatif. Hasil penelitian terhadap variabel intervensi
yang di eksperimenkan terhadap subyek penelitian akan dijadikan bahan kajian
21
utama dalam bahan ajar tersebut sebagai sumber rujukan intervensi keperawatan
berdasarkan evidence based.
D.Subjek Peneltian
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien dewasa yang akan
menjalani operasi bedah elektif di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung pada kisaran Agustus s.d September 2017 dengan estimasi populasi
berdasarkan data RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung adalah rata-rata
300 orang per bulan.
2. Sampel
Perhitungan besar sampel yang diambil untuk menguji hipotesis penelitian ini
ditetapkan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Sample Size Calculator
For Designing Clinical Research untuk one group before after study dari
http://www.sample-size.net/sample-size-study-paired-t-test/ dengan menggunakan
uji statistik paired t-test. Dengan menetapkan Alpha 0,01, Betha 0,100, Effect Size
0,500 dan Standar Deviasi 1,00 maka jumlah sampel untuk memenuji asumsi uji
statistik yang digunakan yaitu sebesar 60 orang. Teknik pengambilan sampel
(sampling) yang akan digunakan pada penelitian ini menggunakan metode acak
sederhana. Anggota populasi yang memenuhi kriteria inklusi ditentukan masuk
menjadi responden dengan kriteria :
a. Pasien pre operatif bedah elektif
b. Mengalami kecemasan sedang-berat pada pengukuran sebelum intervensi
c. Kesadaran komposmentis
d. Tidak mengalami gangguan mental/ patologis kejiwaan
22
E. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terdiri dari 2 yaitu variable independent (X) dan variable
dependent (Y). Adapun variabel independen penelitian ini adalah : kombinasi
aromaterapi lavender, terapi relaksasi progresif, dan terapi guided imagery.
Sedangkan variabel dependennya adalah tingkat kecemasan pasien pre operatif
sebelum dan sesudah tindakan.
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian diatas maka peneliti merumuskan
hipotesis penelitian sebagai berikut :
Ada pengaruh kombinasi aromaterapi lavender, terapi relaksasi progresif, dan
terapi guided imagery terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien pre operasi.
G. Definisi Operasional
Semua konsep yang ada dalam penelitian harus dibuat dalam istilah yang
operasional agar tidak ada makna ganda dalam istilah yang digunakan dalam
penelitian tersebut sehingga tidak menimbulkan kerancuan dalam pengukuran,
analisis serta simpulan (Sastroasmoro & Ismael, 2007). Definisi operasional
masing-masing variabel dalam penelitian ini dijelaskan dalam tabel 3.1.
23
Tabel 3.1
Definisi Operasional
2. Persiapan
Persiapan penelitian diawali dengan melakukan : memperoleh persetujuan
pelaksanaan penelitian dari Poltekkes Tanjungkarang Kemenkes RI, memperoleh
izin penelitian dari Direktur RS yang dituju dan melakukan sosialisasi kegiatan
penelitian di ruangan
3. Pelaksanaan penelitian
Pelaksanaan penelitian pada kelompok akan dilakukan sebagai berikut :
3.1. Jika responden setuju maka mempersilahkan untuk membaca lembar
persetujuan (informed consent) kemudian tanda tangan.
3.2. Memberikan kuesioner BAI pada responden dan memberi penjelasan cara
pengisian kuesioner. Penilaian kecemasan sebelum dilakukan intervensi
minimal 24 jam sebelum operasi
3.3. Responden diberikan penjelasan agar mengikuti instruksi sesuai modul dan
yang diinstruksikan dari video player.
26
J. Etika Penelitian
2. Analisis Bivariat : Analisis bivariat dan uji statistik yang digunakan untuk
melihat ada tidaknya pengaruh akan digunakan Uji T (T-test) apabila asumsi-
asumsi data yang dihasilkan dapat terpenuhi salah satunya adalah uji
normalitas, namun jika asumsi data tidak terpenuhi maka akan dilakukan
analisis dengan uji Wilcoxon Sign Rank Test. Sedangkan untuk melihat ada
tidaknya perbedaan pengaruh akan dilakukan uji regresi ordinal.
3. Analisis Multivariat : Analisis multivariate dilakukan untuk menilai apakah
variabel konfonding mempengaruhi hubungan intervensi yang
dieksperimenkan terhadap subyek penelitian.
29
BAB IV
BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
A. Biaya Penelitian
Tabel 4.1. Ringkasan Anggaran Biaya Penelitian Hibah Bersaing Tahun 2017
Biaya Yang
NO Jenis Pengeluaran
Diusulkan
01 Honorarium Tim Peneliti Rp. 7.300.000
02 Bahan Habis Pakai Rp. 8.100.000
03 Perjalanan Rp. 6.050.000
04 Lain-lain : Publikasi, seminar, laporan, Izin Rp. 2.780.000
penelitian, dll
JUMLAH (100%) Rp. 24.230.000
Secara terperinci, rincian dan justifikasi usulan dana terlampir dalam lampiran.
B. Jadwal Penelitian
Terlampir
30