Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan pada sistem pemerintahan yang awalnya menganut pola

pertanggungjawaban terpusat berubah menjadi pola desentralisasi. Otonomi

daerah dilaksanakan sesuai dengan landasan hukum yang mengaturnya yaitu

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah, kedua landasan tersebut merupakan satu kesatuan

yang tak dapat dipisahkan dengan pemerintah pusat dalam upaya meningkatkan

daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan

masyarakat serta telah membuka jalan bagi pelaksanaan reformasi sektor publik di

Indonesia.

Indonesia telah mengadopsi pemikiran new public management (NPM)

dengan melakukan reformasi keuangan negara yang mulai bergulir sejak akhir

tahun 2003, dengan dikeluarkannya tiga paket peraturan keuangan negara yang

baru, yaitu Undang-Undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

Undang-Undang No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara, dan Undang-

Undang No 15 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara. Dengan

ketiga paket peraturan keuangan negara tersebut telah merubah pola pikir yang

lebih efisien, profesionalitas, akuntabel, dan transparan, dengan melakukan

perubahan dari penganggaran tradisional menjadi penganggaran berbasis kinerja,

1
2

yang membuka koridor bagi penerapan basis kinerja di lingkungan pemerintah.

Dengan basis kinerja ini, arah penggunaan dana pemerintah menjadi lebih jelas

yang hanya mempunyai input dan proses sekarang menjadi berorientasi pada

output (Jahra, 2013).

Berdasarkan Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas

pokok dan fungsinya memberikan pelayanan kepada masyarakat dapat

menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel, berupa keleluasaan untuk

menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat dalam rangka memaksimalkan

pelayanan kepada masyarakat dengan tetap menonjolkan produktivitas, efisiensi,

dan efektivitas melalui BLU. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan BLU adalah instansi di

lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada

masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa

mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya

didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005

menyebutkan pula mengenai Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa

keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan

kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur

dalam peraturan pemerintah ini, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan

keuangan negara pada umumnya.


3

Rumah sakit sebagai salah satu institusi pelayanan publik memegang

peranan penting bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Rumah sakit

dituntut untuk dapat melayani masyarakat, dapat berkembang dan mandiri serta

harus mampu bersaing dan memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau

bagi masyarakat. Dalam hal ini rumah sakit umum daerah (RSUD) merupakan

salah satu institusi pelayanan publik milik pemerintah daerah yang termasuk ke

dalam BLUD.

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 Tentang

Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah

menyebutkan BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada

Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk

untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang

dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam

melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007

menyebutkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD merupakan pola pengelolaan

keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan

praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan

kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan

daerah pada umumnya. PPK-BLUD bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan

kepada masyarakat untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah


4

dan/atau pemerintah daerah dalam memajukan kesejahteraan umum dan

mencerdaskan kehidupan bangsa.

RSUD sebagai instansi yang tugas pokok dan fungsinya memberikan

pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan

BLUD. Namun pada implementasinya masih terdapat rumah sakit umum daerah

yang sudah menjadi BLUD dan menerapkan PPK-BLUD justru menunjukan

kinerja yang buruk. Beberapa kasus tentang kinerja buruk RSUD terjadi

diantaranya mengenai kasus kinerja SKPD yang buruk seperti yang dikutip dari

artikel haluan kepri Tanggal 14 Desember 2014 yang berjudul “Kinerja SKPD

Buruk”. Dalam artikel tersebut menyebutkan sejumlah Fraksi DPRD Kabupaten

Karimun menilai, kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sangat

buruk. Penilaian ini terungkap dalam Rapat Paripurna Penyampaian Nota

Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten

Karimun tahun 2014 oleh Bupati Karimun Nurdin Basirun di gedung DPRD.

Fraksi PDI misalnya, menyoroti anggaran APBD Karimun 2014 lebih

besar tersedot untuk Dinas Pendidikan yakni sebesar Rp650 miliar dari Rp1,077

triliun total APBD 2014. Parahnya, anggaran sebesar itu tidak sebanding dengan

pelayanan yang dilakukan guru di sekolah. "Guru lebih banyak menumpuk di

Pulau Karimun, sementara di daerah hinterland masih kekurangan guru," kata

Ketua Fraksi PDIP, Jamaluddin. Jamaluddin juga menyoroti buruknya pelayanan

di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karimun. Padahal, kucuran anggaran di

APBD Karimun untuk operasional di rumah sakit plat merah yang telah berganti
5

menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tersebut tiap tahun selalu

meningkat.

"Pelayanan di RSUD Karimun semakin tidak baik, padahal anggaran

untuk rumah sakit yang telah berganti menjadi BLUD tersebut tiap tahun selalu

meningkat. Saya juga meminta kepada Bupati agar meninjau kembali pelayanan

di RSUD Karimun itu. Jangan hanya menambah anggaran sementara pelayanan

tetap masih belum maksimal," ungkap Jamaluddin. Fraksi Bintang Reformasi juga

menyoroti buruknya pelayanan di RSUD Karimun. Menurut juru bicaranya,

Syahril, RSUD Karimun tahun 2014 ini mendapat kucuran dana melalui APBD

Karimun sebesar Rp50 miliar. Namun, pelayanan yang diberikan kepada

masyarakat Karimun masih biasa dan tidak sebanding dengan besaran anggaran

yang dikucurkan.

Kasus lain terjadi di RUSD mengenai kasus korupsi RSUD Bengkulu yang

dikutip dari artikel news okezone Tangal 17 Januari 2014 yang berjudul “Mabes

Polri Gelar Kasus Perkara Korupsi RSUD Bengkulu”. Dalam artikel tersebut

menyebutkan Bareskrim Mabes Polri telah melakukan gelar perkara kasus dugaan

korupsi RSUD dr.M.Yunus Bengkulu, yang diduga melibatkan Gubernur

Bengkulu Junaidi Hamsyah. Pemuda dan mahasiswa Bengkulu serta Indonesia

Police Watch (IPW), mendesak agar kasus dugaan korupsi Gubernur Bengkulu itu

segera ditangani oleh Mabes Polri.

Koordinator IPW Neta S.Pane mengatakan, tidak sedikit kasus korupsi

yang mengendap di daerah, termasuk kasus di Bengkulu ini. Kasus dugaan

korupsi yang diduga melibatkan gubernur bengkulu Junaidi Hamsyah terkuak


6

setelah Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan

Bengkulu menemukan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp.5,6 miliar

dalam proyek pembangunan RSUD dr.M.Yunus Bengkulu. Kerugian negara

terjadi karena adanya pembayaran jasa kepada tim pembina RSUD dr. M. Yunus

oleh manajemen rumah sakit. Pembayaran jasa tim pembina tersebut melanggar

ketentuan perundang-undangan karena tidak sesuai dengan PP No.23 Tahun 2005

Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan Pemendagri No.61

Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BLU Daerah.

Di dalam kedua peraturan tersebut, tidak ada organ struktur tim pembina

manajemen RSUD. Pembayaran jasa dilakukan oleh manajemen RSUD karena

diperintah oleh Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah, melalui SK yang dia

keluarkan pada 21 Februari 2011 bernomor Z.17.XXXVIII Tahun 2011 tentang

Tim Pembina Manajemen RSUD. Dalam SK tersebut diatur mengenai pembagian

uang jasa tim pembina sebesar 16 persen untuk gubernur dan 13 persen untuk

wakil gubernur. Sementara dananya diambil dari dana jasa pelayanan dan

perawatan pasien RSUD dr.M.Yunus (Anggriawan, 2014).

Selain itu kasus di RUSD juga terjadi di RSUD Garut yang dikutip dari

artikel m.indosiar Tanggal 29 September 2015 yang berjudul “RSUD Garut

Terancam Bangkrut”. Dalam artikel tersebut menyebutkan perusahaan bangkrut

sudah biasa. Namun bagaimana bila terjadi pada rumah sakit. Inilah yang dialami

Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Slamet Garut. Rumah sakit ini terancam

gulung tikar karena menanggung hutang hingga 21 milyar rupiah. Penyebabnya

karena rumah sakit ini lebih banyak menampung pasien miskin yang ditanggung
7

oleh Jamkesda. Akhirnya sejak 15 Juli 2015 lalu rumah sakit ini menutup

pelayanannya dan tentu ini berita duka bagi pasien rumah sakit. Padahal

pemerintah Kabupaten Garut, 25 Juli 2015 lalu telah resmi mengeluarkan

instruksi agar RSUD Dokter Slamet membuka kembali pelayanan Jamkesda.

Sekertaris Daerah (Sekda) Imam Ali Rahman, menegaskan pasien miskin tidak

boleh ditolak untuk mendapatkan pengobatan gratis.

Meski sudah mendapatkan jaminan dari Pemda Kabupaten Garut, namun

kenyataan dilapangan ternyata berbeda. Yang menjadi pertanyaan, kenapa RSUD

Garut sepertinya membangkang terhadap intruksi bupati? menurut Direktur

RSUD Dokter Slamet Garut, pihaknya bukan membangkang terhadap keputusan

bupati, tapi ini terkait dengan tanggungan hutang yang besar yang berdampak

pada terganggunnya biaya operasional rumah sakit. Tanggungan hutang itu

mencapai 21 milyar rupiah, karena RSUD Garut mengalami kelebihan kapasitas

pasien pengguna Jamkesda sejak tahun 2010 lalu. Karena itu pada tanggal 15 Juli

2015 lalu RSUD Garut menutup sementara pelayanan Jamkesda.

Itu dilakukan, untuk mengevaluasi kembali program Jamkesda yang

berlaku selama ini. Dan pada tanggal 25 Juli lalu pelayanan Jamkesda dibuka

kembali hanya melayani pasien miskin yang menderita penyakit berat. Penjelasan

Maksud itu sesuai dengan Peraturan Bupati Garut atau PERBUP, bahwa pasien

Jamkesda, dianjurkan berobat di Puskesmas terlebih dahulu. Namun jika

penyakitnya cukup berat maka dapat dirujuk ke RSUD dengan menggunakan

pelayanan Jamkesda. Itu dilakukan untuk menghindari pembengkakan biaya

pelayanan. Seperti diberitakan, RSUD Garut secara mendadak menghentikan


8

pelayanan kesehatan terhadap pasien Jamkesda sejak 15 Juli 2015 lalu karena

RSUD Garut tidak memiliki dana operasional akibat Pemkab Garut menunggak

utang pelayanan Jamkesda sebesar Rp.21 miliar. Jika pelayanan itu diteruskan

bisa berakibat RSUD Garut, terancam bangkrut.

Hal yang sama juga dialami RSUD Ciamis. Kasusnya hampir sama, yakni

pemda setempat tidak segera membayar tunggakan hutang biaya pasien Jamkesda

sebesar 2 milyar rupiah. Dan bila beban hutang itu tidak segera dibayarkan,

RSUD ini juga akan mengalami nasib sama, yakni berhenti beroperasi alias

bangkrut. Mengingat begitu banyaknya pasien miskin yang perlu segera

mendapat pertolongan medis, diharapkan pemerintah daerah segera melunasi

beban hutang untuk kompensasi pelayanan Jamkesda, agar rumah sakit bisa

beroperasi normal, dan pasien miskin yang jumlahnya jutaan, dapat segera

mendapat pertolongan medis.

Berdasarkan beberapa uraian kasus yang terjadi di beberapa RSUD

menunjukan bahwa kinerja di beberapa RSUD yang sudah menjadi BLUD dan

sudah menerapkan PPK-BLUD masih menunjukan kinerja RSUD yang belum

maksimal. Kasus-kasus tersebut terakit korupsi akibat lemahnya pengawasan dari

Dewan Pengawas dan Pegawai Badan Layanan Umum Daerah, serta kasus

pelayanan yang diberikan RSUD belum maksimal.

Beberapa penelitian yang berkaitan pernah dilakukan oleh peneliti

terdahulu diantaranya Puspadewi (2015) yang meneliti mengenai analisis

implementasi pengelolaan keuangan BLUD dan dampaknya terhadap kinerja pada

rumah sakit umum daerah nganjuk. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa setiap
9

tahunnya rumah sakit berpotensi mengalami kenaikan dalam pendapatan. Hasil

IKM menunjukkan setiap tahunnya mengalami peningkatan dan pada tahun 2012

sasaran mutu telah tercapai. Hasil indikator penilaian efisiensi pelayanan setiap

tahunnya menunjukkan peningkatan dan menunjukkan tren yang positif dan

pemanfaatan pelayanan yang terus meningkat. Kendala yang sejauh ini masih ada

didalam Rumah Sakit BLUD dan mempengaruhi kinerja pelayanan adalah belum

semua karyawan yang mengerti dan paham benar tentang Pengelolaan Keuangan

Badan Layanan Umum Daerah. Jumlah sarana dan prasarana belum mencukupi

untuk jumlah pasien yang terus meningkat sehingga sarana prasarana perlu

ditingkatkan untuk pelayanan yang lebih baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Jahra (2013) yang meneliti mengenai

analisis implementasi pola pengelolaan badan layanan umum pada rumah sakit

daerah Kalisat-Jember. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa secara

keseluruhan PPK BLUD berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja

keuangan, kinerja pelayanan serta kinerja mutu dan manfaat bagi masyarakat

sesudah penerapan PPK BLUD. Berdasarkan uraian latar belakang dan beberapa

penelitian terdahulu, maka peneliti bermaksud meneliti lebih jauh terkait masalah

implementasi PPK-BLUD dan Kinerja RSUD dengan judul penelitian sebagai

berikut :

“Pengaruh Implementasi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan

Umum Daerah (PPK-BLUD) Terhadap Kinerja Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Kota Garut”


10

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan penulis, dapat

diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana implementasi pola pengelolaan keuangan badan layanan

umum daerah (PPK-BLUD) di RSUD Kota Garut.

2. Bagaimana kinerja rumah sakit umum daerah (RSUD) di RSUD Kota

Garut.

3. Seberapa besar pengaruh implementasi pola pengelolaan keuangan badan

layanan umum daerah (PPK-BLUD) terhadap kinerja RSUD Kota Garut.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, secara khusus penelitian ini

bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi pola pengelolaan keuangan

badan layanan umum daerah (PPK-BLUD) di RSUD Kota Garut.

2. Untuk mengetahui bagaimana kinerja rumah sakit umum daerah (RSUD)

di RSUD Kota Garut.

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh implementasi pola

pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah (PPK-BLUD)

terhadap kinerja RSUD Kota Garut.


11

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat diantaranya

sebagai berikut :

1. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai PPK-BLUD dan Kinerja

RSUD Kota Garut antara konsep dengan implementasi PPK-BLUD di

RSUD Kota Garut.

2. Bagi Pemerintah

Bahan masukan kepada Pemerintah Kota Garut dalam mengambil

kebijaksanaan untuk terus meningkatkan kinerja instansi atau entitas yang

termasuk kedalam BLUD Kota Garut dan penerapan PPK-BLUD.

3. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk

pengembangan serta menjadi sumber informasi atau masukan bagi peneliti

selanjutnya dalam bidang yang sama.

4. Bagi Akuntansi Sektor Publik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi

untuk instansi akuntansi sektor publik agar dapat memahami konsep PPK-

BLUD dalam mempengaruhi kinerja RSUD Kota Garut.


12

1.5 Waktu dan Lokasi Penelitian

Dalam rangka untuk memperoleh data yang dibutuhkan oleh peniliti dalam

penulisan skripsi ini, peniliti melakukan penelitian pada Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Kota Garut atau RSU Dr.Slamet Jl.Rumah Sakit Umum No.12

Kota Garut, Jawa Barat, 44151. Waktu penelitian dilakukan dari bulan September

2015 sampai dengan selesai.

Anda mungkin juga menyukai