Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha atau kegiatan domestik,
komersil, institusi dan industri. Beberapa bentuk dari air limbah ini berupa tinja, air seni,
limbah kamar mandi, dan juga sisa kegiatan dapur rumah tangga. Jumlah air limbah yang
dibuang akan selalu bertambah dengan meningkatnya jumlah penduduk dengan segala
kegiatannya. Apabila jumlah air yang dibuang berlebihan melebihi dari kemampuan alam
untuk menerimanya maka akan terjadi kerusakan lingkungan. Lingkungan yang rusak akan
menyebabkan menurunnya tingkat kesehatan manusia yang tinggal pada lingkungannya itu
sendiri sehingga oleh karenanya perlu dilakukan penanganan air limbah yang seksama dan
terpadu baik itu dalam penyaluran maupun pengolahannya (Zevri, 2010).
Prinsip dari sistem penyaluran air buangan adalah mengalirkan air buangan dari suatu
kawasan (sumber air buangan) ke Bangunan Pengolah Air Buangan (BPAB) melalui jarak
yang sependek-pendeknya agar waktu penyaluran yang dibutuhkan cukup singkat dan efektif.
Sistem perencanaan penyaluran air buangan ini menggunakan suatu metode pembuangan air
buangan yang dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Desain sistem penyaluran air
buangan untuk suatu kawasan disesuaikan dengan kebutuhan dari daerah yang akan dilayani
dan prediksi perkembangan wilayah perencanaan selama periode perencanaan. Desain yang
dibuat diusahakan mengeluarkan dana pembangunan dan perawatan yang sedikit tetapi masih
memenuhi kriteria teknis. Untuk menentukan teknologi yang akan digunakan terlebih dahulu
harus dilakukan analisis terhadap kondisi umum, batasan-batasan yang ada dan potensi yang
dimiliki daerah pelayanan (Hardjosuprapto, 2000).
Desain sistem penyaluran air buangan sangat dipengaruhi oleh kondisi eksisiting topografi
dari daerah pelayanan. Kondisi topografi yang tidak teratur akan menambah biaya
pembangunan SPAB. Karena kemungkinan akan menambah bangunan pelengkap seperti
pompa ataupun joint pipa. Pada desain sistem penyaluran air buangan diusahakan penyaluran
dilakukan secara gravitasi, karena dengan gravitasi tidak diperlukan energi tambahan untuk
menyalurkan air limbah. Namun pada beberapa kasus tertentu penggunaan pompa untuk
menambah tekanan bagi aliran air buangan tidak dapat dihindarkan. Pada pemilihan pompa
pun diharapkan pompa yang dipilih memiliki kualitas baik, biaya terjangkau, dan
perawatannya mudah (Hardjosuprapto, 2000).
2.1.1 Sumber-Sumber Air Buangan
Sebelum melakukan perencanaan penyaluran air buangan, perlu diketahui mengenai sumber-
sumber air buangan, antara lain (Burton, 2003):
1. Sumber domestik
Berasal dari pemukiman penduduk, daerah komersial, dan bangunan-bangunan
institusional.
Ciri-ciri air buangan dari sumber domestik ini adalah:
a. Banyak mengandung zat fisis, biologis, dan organik;
b. Terdiri dari kotoran berupa larutan dan suspensi;
c. Jumlahnya tergantung pemakaian air bersih.
2. Sumber industri
Berasal dari berbagai jenis industri. Ciri-ciri dari air buangan industri adalah (Burton,
2003):
a. Berasal dari proses industri dan komposisi air buangan tergantung dari jenis
industrinya;
b. Mengandung unsur-unsur kimia yang paling dominan.
3. Infiltrasi:
a. Adanya air dari luar yang menelusup kedalam pipa;
b. Banyaknya tergantung pada dimensi dan panjang pipa;
c. Laju Infiltrasi biasanya 1-3 L/detik.
Karakteristik air limbah perlu dikenal karena hal ini akan menentukan cara pengolahan yang
tepat sehingga tidak mencemari lingkungan hidup. Secara garis besar karakteristik air limbah
ini digolongkan sebagai berikut (Hardjosuprapto, 2000):
1. Karakteristik fisik
Sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan-bahan padat dan
suspensi. Terutama air limbah rumah tangga, biasanya berwarna suram seperti larutan
sabun, sedikit berbau. Kadang-kadang mengandung sisa-sisa kertas, berwarna bekas
cucian beras dan sayur, bagian-bagian tinja, dan sebagainya.
2. Karakteristik kimiawi
Biasanya air buangan ini mengandung campuran zat-zat kimia anorganik yang berasal
dari air bersih serta bermacam-macam zat organik berasal dari penguraian tinja, urine dan
sampah-sampah lainnya. Oleh sebab itu pada umumnya bersifat basa pada waktu masih
II-2
baru dan cenderung bersifat asam apabila sudah mulai membusuk. Substansi organik
dalam air buangan terdiri dari 2 gabungan, yakni :
a. Gabungan yang mengandung nitrogen, missalnya urea, protein, amine dan asam
amino.
b. Gabungan yang tak mengandung nitrogen, misalnya lemak, sabun dan
karbohidrat, termasuk selulosa.
3. Karakteristik bakteriologis
Kandungan bakteri patogen serta organisme golongan coli terdapat juga dalam air limbah
tergantung darimana sumbernya namun keduanya tidak berperan dalam proses
pengolahan air buangan.
Sesuai dengan zat-zat yang terkandung didalam air limbah ini maka air limbah yang tidak
diolah terlebih dahulu akan menyebabkan berbagai gangguan kesehatan masyarakat dan
lingkungan hidup antara lain (Hardjosuprapto, 2000):
1. Menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit, terutama kolera,
typhus abdominalis, disentri baciler;
2. Menjadi media berkembang biaknya mikroorganisme patogen;
3. Menjadi tempat-tempat berkembang biaknya nyamuk atau tempat hidup larva
nyamuk;
4. Menimbulkan bau yang tidak enak serta pandangan yang tidak sedap;
5. Merupakan sumber pencemaran air permukaan, tanah dan lingkungan hidup
lainnya;
6. Mengurangi produktivitas manusia karena orang bekerja dengan tidak nyaman
dan sebagainya.
II-3
2. Untuk Kota Sedang Tujuh puluh lima persen (75%) dari penduduk dilayani dengan sistem
sanitasi setempat, dengan penyediaan truk tinja dan instalasi pengolahan lumpur tinja
(IPLT).
3. Untuk Kota Kecil Enam puluh persen (60%) dari penduduk dilayani dengan sistem sanitasi
setempat dengan penyediaan lumpur tinja.
4. Untuk Daerah Perdesaan Tujuh ribu desa (7000) akan menerima fasilitas sanitasi setempat.
Target pelayanan adalah 60%.
Sistem sanitasi setempat (on site sanitation) adalah sistem pembuangan air limbah dimana air
limbah tidak dikumpulkan serta disalurkan ke dalam suatu jaringan saluran yang akan
membawanya ke suatu tempat pengolahan air buangan atau badan air penerima, melainkan
dibuang di tempat. Contohnya adalah jamban cubluk dan tangki septik. Sistem ini dipakai jika
syarat-syarat teknis lokasi dapat dipenuhi dan menggunakan biaya relatif rendah. Sistem ini
sudah umum karena telah banyak dipergunakan di Indonesia (Zevri, 2010).
Cubluk merupakan sistem pembuangan tinja yang paling sederhana. Terdiri atas lubang yang
digali secara manual dengan dilengkapi dinding rembes air yang dibuat dari pasangan batu
bata berongga, anyaman bambu dan lain-lain. Cubluk biasanya berbentuk bulat atau kotak,
dengan potongan melintang sekitar 0,5-1,0 m2, dengan kedalaman 1-3 m. Hanya sedikit air
II-4
yang digunakan untuk menggelontorkan tinja ke dalam cubluk. Cubluk ini biasanya di desain
untuk waktu 5-10 tahun (Zevri, 2010).
Dalam mendesain cubluk kembar, ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan:
1) Luas permukaan atas cubluk = 1 m2;
2) Cubluk bagian atas diberi lapisan penguat (bata atau beton) untuk mencegah longsor;
3) Bahan pelat jongkok yang digunakan adalah bata dan beton;
4) Terdapat bangunan pelindung yang terbuat dari bata, beton, kayu dan ditambahkan
dengan atap.
II-5
Berdasarkan DPU tahun 2002 Perhitungan volume cubluk dapat mengunakan rumus di
bawah ini :
V = 1,33 × KOJ (Cubluk < 4m) .....................(2.1)
2. Tangki septik
Tangki septik merupakan suatu ruangan yang terdiri atas beberapa kompartemen yang
berfungsi sebagai bangunan pengendap untuk menampung kotoran padat agar mengalami
pengolahan biologis oleh bakteri anaerob dalam jangka waktu tertentu. Untuk mendapat
proses yang baik, sebuah tangki septik haruslah hampir terisi penuh dengan cairan, oleh
karena itu tangki septik haruslah kedap air. Prinsip operasional tangki septik adalah
pemisahan partikel dan cairan partikel yang mengendap (lumpur) dan juga partikel yang
mengapung (scum) disisihkan dan diolah dengan proses dekomposisi anaerobik. Pada
umumnya bangunan tangki septik dilengkapi dengan sarana pengolahan effluent berupa
bidang resapan (sumur resapan). Tangki septik dengan peresapan merupakan jenis fasilitas
pengolahan air limbah rumah tangga yang paling banyak digunakan di Indonesia. Pada
umumnya diterapkan di daerah pemukiman yang berpenghasilan menengah ke atas,
perkotaan, serta pelayanan umum. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan
tangki septik (Zevri, 2010):
a. Kecepatan daya serap tanah > 0.0146 cm/menit;
b. Cocok diterapkan di daerah yang memiliki kepadatan penduduk < 500 jiwa/ha;
c. Dapat dijangkau oleh truk penyedot tinja;
d. Tersedia lahan untuk bidang resapan.
II-6
Gambar 2.2 Tangki septik
Sumber: Zevri, 2010
Perhitungan volume tangki septik dapat mengunakan rumus di bawah ini (DPU, 2002):
3. Beerput
Sistem ini merupakan gabungan antara bak septik dan peresapan. Oleh karena itu bentuknya
hampir seperti sumur resapan. Untuk penerapan sistem beerput, terdapat beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi, yaitu tinggi air dalam saluran beerput pada musim kemarau tidak kurang
dari 1,3 m dari dasar, jarak dengan sumur minimal 8 m, volume diameternya tidak boleh < 1m
dan apabila dibuat segi empat maka sisi-sisinya harus lebih besar dari 0,9 m
Sistem sanitasi terpusat (off site sanitation) merupakan sistem pembuangan air buangan
rumah tangga (mandi, cuci, dapur, dan limbah kotoran) yang disalurkan keluar dari lokasi
pekarangan masing-masing rumah ke saluran pengumpul air buangan dan selanjutnya
disalurkan secara terpusat ke bangunan pengolahan air buangan sebelum dibuang ke badan
perairan. Contoh dari sistem ini antara lain Mandi Cuci Kakus (MCK) dan jaringan air
perpipaan atau limbah (public sewer) (Zevri, 2010).
II-8
Sistem penyaluran air buangan terbagi menjadi 5 yaitu sistem penyaluran terpisah dan
tercampur, sistem small bore sewer, sistem shallow sewer, sitem pressure sewer, serta sistem
vaccum sewer.
Sistem penyaluran terpisah atau biasa disebut separate system/ full sewerage adalah sistem
dimana air buangan disalurkan tersendiri dalam jaringan riol tertutup, sedangkan limpasan air
hujan disalurkan tersendiri dalam saluran drainase khusus untuk air yang tidak tercemar
(Zevri, 2010).
Kelebihan sistem ini adalah masing-masing sistem saluran mempunyai dimensi yang relatif
kecil sehingga memudahkan dalam konstruksi serta operasi dan pemeliharaannya. Sedangkan
kelemahannya adalah memerlukan tempat luas untuk jaringan masing-masing sistem saluran.
Household wastewater
(toilet, sinks, etc)
catch basin
sewer pipe
storm drain
tunnel
II-9
Sistem penyaluran tercampur merupakan sistem pengumpulan air buangan yang tercampur
dengan air limpasan hujan. Sistem ini digunakan apabila daerah pelayanan merupakan daerah
padat dan sangat terbatas untuk membangun saluran air buangan yang terpisah dengan saluran
air hujan, debit masing–masing air buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan, memiliki
kuantitas air buangan dan air hujan yang tidak jauh berbeda serta memiliki fluktuasi curah
hujan yang relatif kecil dari tahun ke tahun (Zevri, 2010).
Kelebihan sistem ini adalah hanya diperlukannya satu jaringan sistem penyaluran air buangan
sehingga dalam operasi dan pemeliharaannya akan lebih ekonomis. Selain itu terjadi
pengurangan konsentrasi pencemar air buangan karena adanya pengenceran dari air hujan.
Sedangkan kelemahannya adalah diperlukannya perhitungan debit air hujan dan air buangan
yang cermat. Selain itu karena salurannya tertutup maka diperlukan ukuran riol yang
berdiameter besar serta luas lahan yang cukup luas untuk menempatkan instalasi pengolahan.
Buangan (Zevri, 2010).
rain (stormwater)
wastewater
down pipe
r
To the wastewater
Treatment plant
Saluran pada sistem riol ukuran kecil (small bore sewer) ini dirancang, hanya untuk menerima
bagian-bagian cair dari air buangan kamar mandi, cuci, dapur dan limpahan air dari tangki
septik, sehingga salurannya harus bebas zat padat. Saluran tidak dirancang untuk self
cleansing, dari segi ekonomis sistem ini lebih murah dibandingkan dengan sistem
konvensional. Daerah pelayanan relatif lebih kecil, pipa yang dipasang hanya pipa persil dan
servis yang menuju lokasi pembuangan akhir, pipa lateral dan pipa induk tidak diperlukan,
kecuali untuk beberapa daerah perencanaan dengan kepadatan penduduk sangat tinggi dan
II-10
timbulan air buangan yang sangat besar. Sistem ini dilengkapi dengan instalasi pengolahan
sederhana (Zevri, 2010).
Syarat yang harus dipenuhi untuk penerapan sistem ini (Zevri, 2010):
1. Memerlukan tangki yang berfungsi untuk memisahkan padatan dan cairan, tangki ini
biasanya tangki septik;
2. Diameter pipa minimal 50 mm karena tidak membawa padatan;
3. Aliran yang terjadi dapat bervariasi;
4. Aliran yang terjadi dalam pipa tidak harus memenuhi kecepatan self cleansing karena tidak
harus membawa padatan;
5. Kecepatan maksimum 3 m/detik.
Instalasi pengolahan
Drainase air limbah
Jaringan perpipaan
II-11
3. Sistem Riol Dangkal (Shallow Sewer)
Sistem ini cocok diterapkan sebagai sewerage di daerah perkampungan dengan kepadatan
tinggi, tidak di lewati oleh kendaraan berat dan memiliki kemiringan tanah sebesar 1%.
Shallow sewer harus dipertimbangkan untuk daerah perkampungan dengan kepadatan
penduduk tinggi dimana sebagian besar penduduk sudah memiliki sambungan air bersih dan
kamar mandi pribadi tanpa pembuangan setempat yang memadai. Sistem ini melayani air
buangan dari kamar mandi, cucian, pipa servis, pipa lateral tanpa induk serta dilengkapi
dengan pengolahan mini (Zevri, 2010).
(a) (b)
Gambar 2.7 Skema Saluran Shallow Sewerage pada Perumahan Tidak Teratur (a)
dan Teratur (b)
Sumber: Zevri, 2010
4. Pressure Sewer
Pressure sewer merupakan sistem penyaluran air buangan yang banyak digunakan di desa-
desa terpencil. Semua air limbah yang dihasilkan dari rumah-rumah akan diarahkan ke unit.
Ketika volume di unit mencapai tingkat yang telah ditetapkan, saklar akan mengaktifkan
pompa penggiling. Pompa beroperasi sampai level yang l berkurang ke titik penggal. Jumlah
pompa yang dioperasikan bervariasi tergantung jumlah arus limbah dari rumah. Umumnya,
jumlah arus limbah lebih tinggi pada pagi dan sore hari. Semua unit pompa sistem
II-12
pengumpulan saluran pressure sewer umum terletak di pinggir jalan dan kemudian dialirkan
ke pabrik pengolahan (George, 1998).
5. Vacuum Sewer
Vacuum sewer pertama kali dipasang di Eropa pada tahun 1882. Implementasi teknis Vacuum
sewer awalnya hanya digunakan di kapal, kereta api dan pesawat terbang. Seiring
perkembangan teknologi, supermarket, penjara, marina dan banyak bangunan komersil
menggunakan sistem vakum serta toilet vakum yang dapat mengurangi jumlah pemakaian air
kurang dari 1 liter per flush. Bahkan, NASA menggunakan teknologi toilet vakum untuk
mengurangi kebutuhan air selama di antariksa (Hardjosuprapto, 2009).
Vacuum sewer adalah sistem penyaluran air buangan menggunakan tekanan diferensial antara
tekanan atmosfer dan vakum parsial. Tekanan diferensial ini memungkinkan stasiun vakum
sentral untuk mengumpulkan air limbah dari beberapa ribu rumah, tergantung pada medan
dan situasi lokal. Vacuum sewer memanfaatkan lereng alam yang tersedia di suatu daerah,
sehingga sistem ini sangat ekonomis (Hardjosuprapto, 2009).
Sistem vakum tidak mampu mengangkut limbah dengan jarak yang sangat panjang, tetapi
dapat memompa jarak jauh dari stasiun vakum ke selokan gravitasi utama. Sistem penyaluran
air buangan vakum hanya mampu mengumpulkan limbah dalam sistem terpisah (tidak
bercampur dengan air hujan). Sistem vakum hanya dapat memompa hingga 3-4 km jika
berada di daerah datar, karena keterbatasan akibat headloss dan gesekan (Hardjosuprapto,
2009).
II-13
Gambar 2.9 Vacuum Sewer
Sumber: Hardjosuprapto, 2009
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengaliran air buangan ini ialah (Hardjosuprapto,
2009):
1. Pengaliran dilakukan secara gravitasi;
2. Debit aliran air buangan;
3. Dianjurkan dengan kecepatan yang diisyaratkan dapat membersihkan saluran air dengan
sendirinya;
4. Dapat mensirkulasikan udara dan air buangan;
5. Agar tidak terjadi pembusukan air buangan sampai ke BPAB usahakan dalam waktu
kurang dari 18 jam;
6. Pipa air buangan tidak boleh penuh (maksimal 80%).
Perhitungan hidrolis perpipaan merupakan dasar untuk desain dan operasi fasilitas penyaluran
air buangan. Ada beberapa jenis aliran, yaitu:
a. Aliran tunak (steady), terjadi apabila debit konstan dengan waktu;
b. Aliran tidak tunak, terjadi apabila debit berubah dengan waktu;
c. Aliran seragam, terjadi apabila kecepatan aliran dan kedalaman tetap sama;
d. Aliran tidak seragam, terjadi apabila kecepatan aliran dan kedalaman berubah.
II-14
Aliran dalam pipa riol (air buangan) merupakan aliran terbuka dan tunak. Aliran dalam pipa
riol sering tidak seragam namun diasumsikan seragam.
3. Persamaan Energi/Bernaulli
Energi mekanis akibat tinggi tempat dan tekanan. Nilai energi spesifik per kg air pada setiap
v2
titik sepanjang lajur dalam pipa adalah: H0 =d+ hp + (2 g) .....................(2.6)
Persamaan 2.3 ditulis terhadap bidang persamaan horizontal dikenal dengan persamaan
v12 v2
Bernaulli : Z1 + + hp + d1 + E1 = Z2 + 2 1g +hp2 +d2 +hf .....................(2.7)
2g
II-15
5. Persamaan Darcy-Weisbach
f L v2
H= d 2g .....................(2.8)
Dalam menentukan besarnya debit air domestik di suatu daerah ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, antara lain:
1. Proyeksi jumlah penduduk;
2. Jenis pemakaian air bersih;
3. Standar pemakaian air bersih;
4. Faktor pemakaian air bersih menjadi air buangan.
II-16
Penentuan debit air buangan domestik diperoleh dari besarnya pemakaian air bersih dengan
memperhitungkan faktor kehilangan air (Burton, 2003). Sehingga dirumuskan sebagai
berikut:
Qr ab = (60 - 80%) Qr am .....................(2.11)
Pada pengaliran air buangan, air yang masuk ke dalam jalur perpipaan juga akan bertambah,
yaitu air yang berasal dari infiltrasi tanah, air hujan dan air permukaan.
Debit infiltrasi air tanah berkisar 1-3 L/detik/1000 m panjang pipa, resapan air tanah ke dalam
sistem diperhitungkan dengan persamaan (Hardjosuprapto, 2000) :
Qinf = L qinf .....................(2.12)
Besarnya harga debit harian maksimum (Qmd) bervariasi antara 1,1- 1,25 dari debit rata-rata
air buangan (DPU, 1986). Rumus yang digunakan adalah (Hardjosuprapto, 2000) :
Qmd = (1,1 – 1,25) Qr .....................(2.13)
Sistem small bore sewer mempunyai debit maksimum (Qmax) sama besar dengan debit rata-
rata (Qr). Hal ini disebabkan adanya tangki interseptor yang berfungsi juga sebagai
penyeimbang aliran yang masuk ke saluran menjadi rata-rata. Aliran air buangan yang masuk
ke saluran akan berkurang dalam tangki. Besarnya pengurangan ini merupakan fungsi dari
luas permukaan cairan tangki dan lamanya waktu pembuangan ke dalam tangki. Berdasarkan
penelitian yang ada, besarnya faktor puncak (fp) mencapai 1,2 -1,3 bahkan 2. Rumus yang
digunakan adalah (Hardjosuprapto, 2000) :
Qp = Qr × fp .....................(2.14)
Dalam desain penyaluran dan instalasi pengolahan air buangan debit perencanaan yang
merupakan akumulasi debit puncak dengan debit infiltrasi (Hardjosuprapto, 2000) :
Qdesain = Qp + Qinf .....................(2.16)
Kandungan yang ada dalam air buangan adalah bahan organik dan bahan anorganik.
Sedangkan debit air buangan sangat bergantung kepada (Metcalf & Eddy, 1979):
Berdasarkan persamaan diatas, debit air buangan juga tergantung pada jenis pipa dalam
jaringan Pipa:
1. Debit pipa persil (Qpp)
Qpp = 5 . p0,5 . Qmd .....................(2.21)
Qps
Qpsr .....................(2.27)
m
II-19
dimana: Qpk = Debit puncak musim kering (L/detik)
Qpb = Debit puncak musim basah (L/detik)
Qinf = Debit tambahan dari infiltrasi air hujan (L/detik)
m = Jumlah lajur pipa servis
Qpsr = Debit puncak rata-rata pipa servis (L/detik)
b. Persamaan Babbit, digunakan untuk penduduk 4000-1 juta jiwa.
Qpk= 5 . p0,8 . Qm ...................(2.28)
Qpb = Qpk + Qinf ...................(2.29)
Qinf = Fr . Qr + L . qinf ...................(2.30)
Qmin= 1/5 . p1,2 . qmin ...................(2.31)
qmin= 0,8 qr ...................(2.32)
dimana: Fr . Qr = Debit infiltrasi pada daerah retikulasi
Fr = Faktor infiltrasi retikulasi
c. Untuk daerah elit, Fr = 0,1
d.Untuk daerah sedang, Fr = 0,2
e. Untuk daerah jelek, Fr = 0,3
Qr = Debit rata-rata (L/detik)
qinf = Debit saluran infiltrasi dalam pipa mayor (l/dtk/km)
Qmin = Debit minimum (L/detik)
f. Persamaan Babbit & Modifikasi Babbit, digunakan untuk penduduk > 1 juta jiwa.
Qpk = 5 . p1-z . Qmd ....................(2.33)
Fp = 5 . p-z ....................(2.34)
Qmin = 1/5 . p1+z . qmin ....................(2.35)
qmin = 0,8 qr ....................(2.36)
log 4
z= 0,2 ....................(2.37)
log p
p = penduduk dalam ribuan
Dalam merancang sistem penyaluran air buangan, diperlukan kriteria perencanaan agar
rancangan dapat terarah dan sesuai dengan sistem yang berlaku.
Kecepatan yang harus diperhatikan dalam pengaliran air buangan adalah (Babbit, 1982):
1. Kecepatan maksimum
a. Jika air buangan mengandung pasir : 2-2,4 m/detik;
b. Jika air buangan tidak mengandung pasir : 3 m/detik.
II-20
c. Pertimbangannya:
1) Saluran harus dapat menghantarkan air buangan secepatnya menuju instalasi;
2) Pada kecepatan tersebut pengerusan pada pipa belum terjadi, sehingga ketahanan
pipa dapat dijaga.
2. Kecepatan minimum
a. Untuk daerah datar : 0,6 m/detik;
b. Untuk daerah tropis : 0,9 m/detik.
c. Pertimbangannya:
1) Saluran mampu membersihkan diri sendiri (self cleansing atau purification);
2) Mencegah air buangan lama didalam pipa, untuk mencegah sulfur mengoksidasi
pipa.
Kedalaman aliran minimum (dmin) bisa saja sama dengan kedalamam berenang. Untuk pipa
PVC dmin-nya adalah 5 cm, sedangkan untuk pipa beton adalah 7,5-10 cm. Kedalaman
berenang adalah kedalaman yang dianggap mampu membawa partikel-partikel mengikuti
aliran pada saat kecepatan minimum. Perbandingan antara kedalaman (d) aliran terhadap
diameter (D) saluran adalah (Babbit 1982):
1. Awal saluran d/D = 0,6;
2. Akhir saluran d/D = 0,8;
3. Jika d/D > 0,8, maka D harus diperbesar atau kemiringan (S) diperbesar;
4. Kedalaman maksimum (dmaks) = 2/3D.
Besarnya kemiringan pipa atau saluran sangat berpengaruh, mengingat sifat aliran yang
terbuka, dengan cara pengaliran gravitasi. Kemiringan harus diusahakan sekecil mungkin,
tetapi mampu memberikan kecepatan yang diharapkan (0,6–3 m/detik), sehingga galian dapat
seminimal mungkin (Babbit, 1982).
Kemiringan pipa untuk berbagai diameter dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perletakkan saluran adalah (Babbit, 1982):
1. Jaringan jalan yang ada;
2. Pengaruh bangunan yang ada;
3. Jenis dan kondisi topografi tanah;
4. Adanya saluran air; jika ada maka saluran air buangan diletakkan paling bawah;
5. Ketebalan tanah urugan dan kedalaman pipa (min. 1,2 meter, maks. 7 meter).
2. Di tengah jalan, dengan syarat jalan tidak terlalu lebar, lalu lintas tidak ramai, serta di kiri
dan di kanan jalan sama banyak jumlah pemukimannya;
II-22
3. Jika di kiri dan di kanan jalan jumlah bangunannya tidak sama maka penempatan pipa
adalah pada pinggir jalan yang banyak perumahannya;
4. Bila elevasi jalan lebih rendah maka saluran diletakkan pada daerah yang lebih tinggi;
5. Bila kedua sisi jalan daerahnya padat maka bisa diletakkan di pinggir kiri dan kanan jalan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam waktu tempuh saluran adalah (Babbit, 1982):
1. Waktu tempuh dianjurkan tidak lebih dari 18 jam. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya proses penguraian/ pembusukan zat organik oleh mikroorganisme.
Zat organik + mikroorganisme + O2 CO2 + H2O
Proses penguraian ini menggunakan O2 yang semakin lama semakin menipis dan mencapai
nol selama 18 jam.
2. Bila O2 habis akan tercipta kondisi anaerobik yang dapat menghasilkan gas H2S (bau
tajam/busuk), NH3 (warna hitam), dan kondisi septik sehingga air buangan susah diolah.
3. Bila t > 18 jam, perlu dibuat beberapa lokasi Bangunan Pengolahan Air Buangan (BPAB)
namun sulit karena biaya mahal.
II-23
2.6.6 Jenis dan Profil Pipa
II-24
2. Bentuk saluran yang dipakai untuk saluran tertutup:
Pada umumnya sistem perpipaan penyaluran air buangan terdiri dari (Zevri, 2010) :
1. Pipa persil
Pipa persil adalah pipa saluran yang umumnya terletak di dalam rumah dan langsung
menerima air buangan dari instalasi plambing bangunan. Memiliki diameter 3”–4”,
kemiringan pipa 2%. Teknis penyambungannya dengan pipa servis adalah membentuk
sudut 45° dan apabila perbandingan antara debit dari persil dengan debit dari saluran
pengumpul kecil sekali maka penyambungannya tegak lurus.
II-25
2. Pipa servis
Pipa servis adalah pipa saluran yang menerima air buangan dari pipa persil yang kemudian
akan menyalurkan air buangan tersebut ke pipa lateral. Diameter pipa servis sekitar 6”–8”,
kemiringan pipa 0,5–1 %. Lebar galian pemasangan pipa servis minimal 0,45 m dan
dengan kedalaman benam awal 0,6 m. Sebaiknya pipa ini disambungkan ke pipa lateral di
setiap manhole.
3. Pipa lateral
Pipa lateral adalah pipa saluran yang menerima aliran dari pipa servis untuk dialirkan ke
pipa cabang, terletak di sepanjang jalan sekitar daerah pelayanan. Diameter awal pipa
lateral minimal 8”, dengan kemiringan pipa sebesar 0,5–1%.
4. Pipa cabang
Pipa cabang adalah pipa saluran yang menerima air buangan dari pipa-pipa lateral.
Diameternya bervariasi tergantung dari debit yang mengalir pada masing-masing pipa.
Kemiringan pipa sekitar 0,2–1%.
5. Pipa induk
Pipa induk adalah pipa utama yang menerima aliran air buangan dari pipa-pipa cabang dan
meneruskannya ke lokasi instalasi pengolahan air buangan. Kemiringan pipanya sekitar
0,2–1%.
1 1
2 2
Keterangan:
2 2
1. Pipa persil 2
3 3
2. Pipa servis
3. Pipa lateral
4. Pipa cabang 4
5. Pipa induk
5
BPAB
II-26
Material saluran yang digunakan dalam penyaluran air buangan terbagi atas (Soeparman &
Soeparman, 2001):
1. Pipa PVC (Poly Vinyl Chloride)
Pipa ini banyak digunakan karena mempunyai unggulan, antara lain mudah dalam
penyambungan, ringan, tahan korosi, tahan asam, flexibel, karaktristik aliran sangat baik,
kekuatannya cukup besar dan mudah dibentuk. Namun pipa PVC memiliki kelemahan,
yaitu tidak tahan panas, mudah pecah dan pipa yang sudah dibentuk sulit untuk diubah
kembali.
3. Pipa asbes
Pipa ini terbuat dari bahan asbes, semen Portland dan silica. Pipa asbes mampu menahan
tekanan yang diperlukan sampai 15 atm. Pipa asbes mempunyai kelebihan-kelebihan
antara lain tahan terhadap karat, tahan terhadap korosi, tahan terhadap asam, tahan
terhadap kondisi limbah yang sangat septik dan pada tanah yang alkalis, tidak mengalirkan
arus listrik, ringan, mudah dipotong dan mudah dipasang serta biaya transportasi lebih
murah.
II-27
Gambar 2.21 Pipa asbes
Sumber: Soeparman, 2001
4. Pipa beton
Pipa beton sering digunakan untuk saluran limbah cair berukuran kecil dan sedang
(diameter 600 mm). Penanganannya cukup mudah karena dapat dibuat langsung di
lapangan, hanya saja tidak kuat terhadap asam.
5. Pipa fiberglass
Pipa fiberglass banyak digunakan untuk keperluan bahan - bahan yang tahan karat, bersifat
anti korosi, dan penahan muatan berat. Selain itu pembuatan fiberglass tidak memerlukan
teknologi yang rumit. Untuk Indonesia, pipa fiberglass ini jarang ditemukan karena
harganya cukup mahal.
II-28
6. Pipa clay
Pipa ini sudah digunakan sejak zaman Babylonia dan sampai saat ini masih digunakan.
Pipa tanah liat umumnya memiliki diameter antara 450 – 600 mm. Pipa ini terbuat dari
tanah yang dicampur dengan air, dibentuk kemudian dijemur dan dipanaskan dalam suhu
yang tinggi. Keuntungan penggunaan pipa ini adalah tahan korosi akibat produksi H2S
limbah cair. Selain itu kelemahan pipa ini mudah pecah dan dibentuk dalam ukuran
pendek.
II-29
i. Panjang pipa PE 100 untuk diameter dibawah 110 mm dapat digulung 50-300 m atau
dalam bentuk batang standar 6 meter atau 12 meter;
j. Waktu pemasangan pipa ini jauh lebih cepat apabila dibandingkan pipa jenis lainnya;
k. Pipa HDPE memiliki sifat anti korosi, juga tahan terhadap asam, caustics, garam dan
gas. Permukaan dalam pipa polietilena cukup kuat sehingga cocok untuk berbagai tipe
abrasi lain.
Material saluran yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat secara teknis yaitu (Zevri,
2010):
1. Saluran harus tertutup;
2. Kedap air, sehingga kemungkinan terjadinya infiltrasi bisa diatasi.
Selain syarat-syarat diatas, dalam pemilihan material saluran harus diperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut (Zevri, 2010):
1. Material saluran yang dipakai harus dapat mengalirkan air buangan dengan baik;
2. Memiliki kekuatan dan daya tekan yang tinggi;
3. Tahan terhadap asam dan korosi;
4. Kekasaran pipa, yang akan mempengaruhi aliran dalam saluran;
5. Kemudahan dalam konstruksi, mudah didapat di pasaran;
6. Tanah tempat penanaman pipa.
Beberapa faktor yang menjadi bahan pertimbangan pemilihan bahan pipa adalah (Zevri,
2010):
1. Kondisi lapangan, drainase, topografi tanah;
2. Sifat aliran dalam pipa, koefisien geseran;
3. Lifetime yang diharapkan;
4. Tahan gesekan, asam, alkali, gas, dan pelarut;
5. Mudah penanganan dan pemasangannya;
II-30
6. Kekuatan struktur dan tahan terhadap korosi tanah;
7. Jenis sambungan dan kemudahan pemasangannya serta kedap air dan mudah diperoleh di
pasaran;
8. Tersedianya bahan, adanya pabrik pembuatan dan perlengkapannya;
9. Tersedianya pekerja terampil dan tenaga ahli dalam riolering sehingga dapat memilih pipa
yang tepat dan ekonomis.
Perbandingan bahan saluran yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pemilihan bahan
saluran dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Pola-pola jaringan yang umum diterapkan pada sisyem penyaluran air buangan (Fair, Geyer &
Okun, 1986):
1. Pola perpendicular ( tegak lurus)
Pola ini dapat diterapkan untuk sistem jaringan penyaluran air buangan pada sistem
terpisah maupun tercampur, namun pada pola ini banyak diperlukan Badan Pengelolaan
Air Buangan (BPAB)
2. Pola interceptor
Pola interceptor adalah pola sistem campuran terkendali yaitu ke dalam pipa riol hulu
dimasukkan sejumlah tertentu air hujan dengan pemasukan terkendali. Ketika pemasukan
air hujan terjadi, pipa riol hulu penuh dan bertekanan dari awal sampai pipa riol
II-31
interceptor, tetapi dibatasi tidak mempunyai gradien hidrolis yang mengakibatkan
peluapan atau air balik ( back water) pada perlengkapan saniter daerah pelayanan. Ujung
akhir riol hulu didesain melintas di atas riol interceptor, sedangkan outfall bypassnya
menuju badan air penerima terdekat. Pola ini cocok untuk diterapkan di daerah pantai.
Pola jaringan ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
3. Pola zona
Pola Zona atau wilayah adalah pola yang diterapkan pada daerah pelayanan yang terbagi
dua oleh adanya sungai di daerah pelayanan, dimana pipa penyeberangan atau siphon
tidak mungkin atau sangat mahal untuk dibangun. Pola jaringan ini dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
4. Pola kipas
Pola Kipas adalah pola yang diterapkan pada daerah pelayanan yang terletak di suatu
lembah. Pada pola ini pengumpulan aliran ke arah dalam dapat melalui lebih dari dua
cabang saluran, yang kemudian bersatu dalam pipa utama menuju suatu outfall atau
BPAB. Pola jaringan ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
II-32
Gambar 2.28 Pola Jaringan Kipas
Sumber: Fair, Geyer & Okun, 1986
5. Pola radial
Pada pola radial, pengumpulan aliran dilakukan ke segala arah, ke arah luar dimulai dari
daerah tinggi, jalur yang ditempuh pendek-pendek sehingga diperlukan banyak BPAB.
Pola jaringan ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Kedalaman penanaman pipa air buangan tergantung dari fungsi pipa itu sendiri. Jenis pipa
menurut fungsinya adalah pipa persil, servis, lateral, dan induk. Kedalaman awal pemasangan
pipa (Zevri,2010):
1. Pipa persil : (0,45 – 1,00) meter dari permukaan tanah;
2. Pipa servis : (0,88 – 1,20) meter dari permukaan tanah;
3. Pipa awal lateral : (0,88 – 1,20) meter dari permukaan tanah;
4. Kedalaman akhir benam maksimum pipa induk dan cabang disyaratkan tidak lebih dari 7
meter jika lebih dari 7 meter maka harus dinaikkan dengan pompa. Sedangkan kedalaman
awal pipa induk dan cabang adalah 1,2 meter, jika kurang dari 1,2 meter maka butuh drop
manhole.
5. Untuk pipa small bore sewer, penanaman pipa riolnya dari 0,6 m (di lahan persil =
sambungan rumah/gedung) sampai dalam sekali pada lajur saluran riol induknya (di
Indonesia maksimum sekitar 7,0 m).
II-33
2.6.9 Bangunan Pelengkap
d. Penempatan pada setiap perubahan diameter, perubahan slope dan perubahan arah
aliran (kecuali pada vertikal, horizontal diameter 22,50), pada setiap
pertemuan/percabangan saluran;
e. Diameter manhole tergantung juga pada kedalaman manhole dan disarankan untuk
dapat dimasuki dengan mudah. Diameter manhole terhadap kedalaman dapat dilihat
pada Tabel 2.4.
2. Drop manhole
Drop manhole adalah bangunan yang dipasang jika elevasi permukaan air pada riol
penerima lebih rendah dan mempunyai perbedaan ketinggian lebih besar dari 0,6 meter (2
ft) terhadap dasar riol pemasukkannya dalam satu manhole pertemuan. Sebelum sampai
di riol pertemuan itu, riol pemasukkannya harus dibelokkan terlebih dahulu miring atau
vertikal ke bawah di luar manhole dengan sambungan Y atau T (Zevri, 2010).
Drop manhole berfungsi untuk menghindari terjadinya spalshing air buangan yang dapat
merusak dasar manhole serta mengganggu operator. Selain itu drop manhole pun
berfungsi untuk mengurangi pelepasan H2S yang terbentuk dalam saluran.
II-35
Clean out berfungsi sebagai (Zevri, 2010):
a. Tempat untuk memasukkan alat pembersih ujung awal pipa servis/lateral;
b. Tempat memasukkan alat penerangan saat dilakukan pemeriksaan;
c. Tempat pemasukkan air penggelontor sewaktu diperlukan;
d. Menunjang kinerja manhole dan bangunan penggelontor;
e. Turut berperan dalam proses sirkulasi udara;
f. Ukuran pipa terminal cleanout sama dengan diameter pipa air buangan namun untuk
menghemat biaya digunakan pipa tegak berdiameter 8”.
4. Siphon
Siphon merupakan bangunan perlintasan aliran dengan defleksi vertikal/miring.
Misalnya, bila saluran harus melintasi sungai, jalan kereta api, jalan raya rendah, saluran
irigasi, lembah, dan sebagainya, dimana elevasi dasarnya lebih rendah dari elevasi dasar
saluran riol (Zevri, 2010).
a. Kriteria perencanaan
1) Diameter minimum 15 cm namun untuk memberikan kecepatan yang lebih tinggi
diameter bisa lebih kecil (minimal 10 cm) namun untuk menghindari penyumbatan
siphon harus dilengkapi pipa penguras (drain);
2) Pipa harus terisi penuh;
3) Kecepatan pengaliran harus konstan agar mampu menghanyutkan kotoran atau
buangan padat, kecepatan desain biasanya lebih besar (0,6-0,9) m/detik;
4) Dibuat tidak terlalu tajam agar mudah dalam pemeliharaan;
5) Perencanaan harus mempertimbangkan debit minimum, rata-rata, dan maksimum;
6) Pada awal dan akhir siphon harus dibuat sumur pemeriksaan untuk memudahkan
pembersihan.
II-36
b. Dimensi Pipa
Dimensi pipa siphon dapat dihitung dengan persamaan kontinuitas
Q = A.V=1/4 π D2 ......................(2.39)
c. Kehilangan tekanan
Kehilangan tekanan dalam siphon berperan dalam perencanaan siphon, dengan
mengetahui kehilangan tekanan maka perbedaan ketinggian awal dan akhir saluran
siphon dapat ditentukan dengan tepat. Berikut persamaan untuk menentukan
kehilangan tekanan (Zevri, 2010):
v2
H (1 a b L ) ......................(2.40)
2g D
1
a 1 ......................(2.41)
μ
II-37
d. Inlet chamber
Inlet chamber berfungsi sebagai bangunan peralihan dari pipa air buangan yang sifat
alirannya terbuka menuju pipa siphon yang sifat alirannya bertekanan, selain itu inlet
chamber pun berfungsi untuk mendistribusikan air buangan ke dalam masing-masing
pipa siphon sesuai dengan kondisi alirannya. Inlet chamber berbentuk bujur sangkar
atau persegi panjang yang dilengkapi dengan unit pembagi aliran (Zevri, 2010).
Dimensi:
1) Lebar = diameter pipa air buangan + diameter pipa siphon aliran rata-rata +
diameter pipa siphon aliran max + 2”;
2) Panjangnya disesuaikan dengan panjang manhole;
3) Ketinggiannya diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi overflow ke dalam
manhole di sampingnya.
e. Outlet chamber
Fungsi outlet chamber adalah kebalikan dari inlet chamber. Bentuk dimensinya sama
dengan inlet chamber hanya dilengkapi dengan sekat dan terjunan agar alirannya tidak
kembali masuk ke pipa siphon lainnya. Dimensi sekat memiliki ketinggian yang
disesuaikan dengan kedalaman alirannya sedangkan ketinggian terjunan
dipertimbangkan terhadap kedalaman penanaman pipa air buangan (Zevri, 2010).
II-38
f. Drain
Untuk pembersihan pipa bagian dasar, diperlukan pipa drain yang menyalurkan
kotorannya ke bak penampung yang terdapat dalam manhole, selanjutnya dipompa.
Bentuknya berupa pipa horizontal yang dihubungkan dengan pipa siphon dan
menggunakan ‘Y connection’ serta dilengkapi dengan valve. Diameternya sama
dengan diameter pipa siphon. Tempat penyambungannya pada bagian sisi pipa siphon
yang menurun (Zevri, 2010).
5. Ventilasi udara
Ventilasi udara diperlukan untuk (Zevri, 2010):
a. Mengeluarkan gas yang berbau;
b. Memasukkan udara segar ke dalam saluran;
c. Mencegah timbulnya gas H2S sebagai proses dekomposisi zat organik pada saluran;
d. Mengatur tekanan udara dalam pipa saluran air buangan atau manhole dan
menyelaraskan dengan tekanan udara diluar.
Ventilasi udara diperlukan jika perjalanan air buangan membutuhkan waktu lebih dari 18
jam ke BPAB. Jarak ventilasi untuk aliran yang ideal/lancar:
X v.t ......................(2.43)
II-39
6. Flush tank (Bangunan Penggelontor)
Fungsi dari bangunan ini adalah (Zevri, 2010):
a. Mencegah pengendapan kotoran;
b. Mencegah pembusukan;
c. Menjamin db (tinggi berenang) 5-10 cm.
Banyaknya air yang dibutuhkan untuk penggelontoran tergantung pada (Zevri, 2010):
a. Diameter saluran;
b. Kemiringan dan panjang pipa;
c. Kedalaman minimum (dmin);
d. Tinggi berenang (dB).
Kerugian:
1) Diameter saluran jadi besar;
2) Terjadi penambahan beban hidrolis;
3) Tidak ekonomis jika airnya dari penyediaan air minum.
II-40
b. Sistem berkala (dilakukan pada saat Qmin)
Kelebihan:
1) Dapat diatur sesuai kebutuhan pada saat debit minimum (Qmin);
2) Debit penggelontor dapat disesuai dengan kebutuhan;
3) Dimensi saluran kecil;
4) Tidak menambah beban hidrolis.
Kerugian:
1) Kemingkinan terjadinya penyumbatan besar;
2) Estetika saluran kurang terjamin;
3) Memerlukan unit bangunan penggelontor sepanjang pipa sesuai kebutuhan;
4) Pengoperasiannya memerlukan tenaga ahli.
Rumus penggelontoran:
Qg
Vg L L (Ag A min ) ......................(2.44)
Vw
g(Ag.dg - Amin.dmin)
Vw Vmin ......................(2.46)
A
A min (1 min )
Ag
Air yang digunakan untuk menggelontor dapat berasal dari (Burton, 1979):
a. Air tanah
Air ini cukup bersih, tapi dalam pemanfaatannya dibutuhkan tenaga untuk
menaikkannya dan butuh biaya untuk konstruksi dan pemeliharaan.
II-41
b. Air hujan
Air ini berasal dari sistem drainase kota dengan membuat Connection between the
Sewer and Drainage System (CSD). Sistem ini akan mengurangi tenaga manusia,
murah, dan airnya bersih karena menggunakan saringan. Penggunaan air ini
tergantung besar dan lamanya curah hujan dan butuh pemeliharaan terhadap
saringannya.
c. Air hidran
Keuntungan menggunakan air ini ialah airnya bersih, tidak mengandung pasir, dan
tidak mengandung padatan. Namun biayanya besar dan butuh tenaga ahli untuk
operasi dan pemeliharaannya.
d. Air sungai
Keuntungan penggunaan air ini ialah biayanya kecil dan kuantitasnya yang besar.
Tetapi air sungai banyak mengandung zat padat terlarut dan debitnya tergantung pada
musim.
Rumah pompa dilengkapi dengan sumur pengumpul atau wet well dengan waktu detensi
10-30 menit. Pompa yang biasa digunakan adalah pompa sentrifugal non clogging yang
terbagi atas (Zevri, 2010):
a. Axial flow
Digunakan untuk air hujan. Karakteristik pompa ini adalah mahal, head-nya < 9 meter
dan Ns = 8000-16000 rpm.
II-42
Gambar 2.39 Axial Flow
Sumber : Caseih, 2008
b. Mixed flow
Digunakan untuk air hujan dan juga air buangan. Pompa ini memiliki Ns = 4200-9000
rpm dan paling murah.
c. Radial flow
Digunakan untuk air buangan dan lebih banyak yang menggunakannya karena jarak
antara impeller-nya jauh sehingga memperkecil penyumbatan. Pompa ini memiliki Ns
= 4200-6000 rpm dan harganya sedang.
Ns adalah spesific speed yang menunjukkan efisiensi dari pompa. Cara penentuannya
ialah (Zevri, 2010):
N Q
Ns ......................(2.47)
H 0,75
II-43
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan pompa ialah (Zevri, 2010):
a. Pompa yang direncanakan pada aliran puncak;
b. Head pompa;
c. Jumlah pompa minimal 2 buah;
d. Pompa diatur otomatis sehingga pada saat waktu detensi tertentu pompa dapat bekerja.
8. Belokan
Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah (Zevri, 2010):
a. Pada belokan tidak terjadi perubahan penampang melintang saluran;
b. Dinding bagian dalam dibuat selicin mungkin;
c. Bentuk harus seragam, baik radius atau kemiringannya;
d. Harus dibuat manhole diatasnya;
e. Radius dan pembelokkan yang terlalu pendek harus dihindari untuk menghindari
kehilangan tekanan.