Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan


yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas
dan mortalitas tinggi. Biaya yang dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi.
Luka bakar terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda yang
menghasilkan panas (api secara langsung maupun tidak langsung, pajanan suhu
tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia, air, dll) atau zat-zat yang
bersifat membakar (asam kuat, basa kuat).1
Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem yang berat.
Perawatan dan rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya
mahal, tenaga terlatih dan terampil. Oleh karena itu, penanganan luka bakar lebih
tepat dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri dari spesialis bedah (bedah anak,
bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum), intensifis,spesialis penyakit dalam,
ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikologi.2 Biaya rumah sakit untuk
penanganan luka bakar diperkirakan lebih dari 1 juta dollar dalam setahun.
Tambahan biaya sangat dibutuhkan terutama karena masa rawat yang cukup lama,
kehilangan sumber pencaharian keluarga dan penggantian pekerja yang terluka
untuk memenuhi target pekerjaan.3
Electrical injury menyebabkan 2400 kasus di IGD setiap tahunnya, dengan
kematian mencapai 1500 kasus per tahun. Jumlah kasus kecelakaan terus saja
meningkat. Sepertiga pasien luka bakar listrik terjadi pada petugas listrik,
sepertiga lagi pada pekerja bangunan dan sisanya berupa kecelakaan yang tidak
berhubungan dengan pekerjaan. Ekstremitas merupakan bagian tubuh yang paling
sering terkena aliran listrik, terutama pada tungkai atas.3

Di Amerika serikat, kurang lebih 250.000 orang mengalami luka bakar


setiap tahunnya. Dari angka tersebut, 112.000 penderita luka bakar membutuhkan
tindakan emergensi, dan sekitar 210 penderita luka bakar meninggal dunia. Di

1
Indonesia, belum ada angka pasti mengenai luka bakar, tetapi dengan
bertambahnya jumlah penduduk serta industri, angka luka bakar tersebut makin
meningkat.1

Luka bakar berat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang lebih
tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Luka bakar menyebabkan
hilangnya integritas kulit dan juga menimbulkan efek samping sistemik yang
sangat kompleks. Beratnya luka tergantung pada dalam, luas, dan letak luka,
selain itu umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya merupakan faktor
yang sangat mempengaruhi prognosis.1

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : An. I
Umur : 10 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : RT 02 Desa Mendis Kecamatan Bayung lincir
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Masuk RS : 19 Juni 2018

2.2 ANAMNESIS
Keluhan utama:
Pasien datang dengan keluhan luka bakar pada bagian punggung, kedua
lengan atas, leher dan kepala

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien datang dengan keluhan luka bakar pada bagian punggung, kedua
lengan atas, leher dan kepala sejak ± 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Kejadian
berawal saat pasien sedang bermain obor api dengan teman-temannya di halaman
rumah, beberapa saat kemudian pasien berteriak karena api menyambar baju
pasien, saat kejadian ibu pasien langsung membukakan pakaian anaknya dan
menyelimuti pasien dengan handuk basah, dan api pun padam. Orang tua pasien
segera membawa pasien ke rumah sakit terdekat, dan setelah mendapatkan
penanganan di rumah sakit bayung lincir pasien di rujuk ke rumah sakit RSUD
Raden Mattaher Jambi. Pada saat kejadian itu pasien menggunakan baju berbahan
sablon yang mudah terbakar, kejadian tersebut berlangsung ± 5 menit. Pasien
merasa lemas, merintih kesakitan, mual (-), muntah (-), sesak nafas (-), BAB dan
BAK normal.

3
Riwayat penyakit dahulu:
Tidak ada

Riwayat penyakit keluarga:


Tidak ada

2.3 Pemeriksaan Fisik


TANDA VITAL
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 90x/i
RR : 26x/i
Suhu : 36,2 ºC
BB : 25 Kg
STATUS GENERALISATA
Kulit
Warna : Putih Suhu : 36,2ºC
Efloresensi : (-) Turgor : Baik
Pigmentasi : Dalam batas normal Ikterus : (-)
Jar. Parut : (+) trunkus posterior, eksremitas atas dan Edema
: (-)
Rambut : Rambut tumbuh merata
Kelenjar
Pembesaran Kel. Submandibula : (-)
Jugularis Superior : (-)
Submental : (-)
Jugularis Interna : (-)
Kepala
Bentuk kepala : Normocephali
Ekspresi muka : Tampak sakit sedang

4
Simetris muka : Simetris
Rambut : Tampak hitam tumbuh merata
Perdarahan temporal : (-)
Nyeri tekan syaraf : (-)
Luka : Terdapat jahitan pada kulit kepala belakang
Mata
Exophthalmus/endopthalmus : (-/-)
Edema palpebra : (-/-)
Conjungtiva anemis : (-/-)
Sklera Ikterik : (-/-)
Pupil : Isokor (+/+)
Lensa : Tidak keruh
Reflek cahaya : (+/+)
Gerakan bola mata : Baik kesegala arah
Hidung
Bentuk : Normal Selaput lendir : normal
Septum : Deviasi (-) Penumbatan : (-)
Sekret : (-) Perdarahan : (-)
Mulut
Bibir : Sianosis (-)
Gigi geligi : Dbn
Gusi : Berdarah (-)
Lidah : Tremor (-)
Bau pernafasan : Dbn
Leher
Kelenjar getah bening : Pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : Pembesaran (-)
Tekanan vena jugularis : (5-2) cm H2O
Thorax
Bentuk : Simetris
 Paru-paru

5
 Inspeksi : Pernafasan simetris
 Palpasi : Tidak dilakukan
 Perkusi : Tidak dilakukan
 Auskultasi : Tidak dilakukan
 Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Tidak dilakukan
 Perkusi : Tidak dilakukan
 Auskultasi : Tidak dilakukan
 Abdomen
 Inspeksi : Cembung, terdapat luka bakar
 Palpasi : Tidak dilakukan
 Perkusi : Tidak dilakukan
 Auskultasi : Tidak dilakukan
Genetalia Eksterna
Terdapat sedikit luka bakar pada bagian penis
Ekstremitas atas
Gerakan : Antebrachii dex terbatas Nyeri sendi : (-)
Akral : Hangat, CRT < 2 detik Edema : Antebrachii dex (+)
Extremitas bawah
Gerakan : Dbn Akral : Hangat, CRT < 2 detik
Nyeri sendi : (-) Edema : (-)

STATUS NEUROLOGIS

2.3 Pemeriksaan Penunjang


Darah Rutin (12-01-2018)
WBC : 10,06 109/L (4-10)

6
RBC : 5,3 1012/L (3,50- 5,50)
HGB : 11,8 g/dl (11,0-16,0)
HCT : 37 % (35-50)
PLT : 113 109/L (100-300)
MCV : 69,9 fL (88-99)
MCH : 22,3 pg (26-32)
MCHC : 319 g/dl (320-360)
GDS : 68 mg/dl (<200)

2.4 Diagnosa Kerja


Combusio Grade IIB 21%

2.5 Diagnosis Banding


(-)

2.6 Penatalaksanaan
- IVFD RL 20gtt
- Inj Ceftriaxone 2x1 gr
- PO : Asam Mefenamat 3x1/2 tab

2.7 Rencana pemeriksaan penunjang


(-)

2.8 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

Follow Up Pasien
13 Januari 2018

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT

Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai
peranan dalam homeostasis. Kulit merupakan organ terberat dan terbesar dari
tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa
sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit
bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis
kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit
bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan,
telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis kulit berasal
dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan
lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari
mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan
ikat. Kulit sangat kompleks, elastis, dan sensitif, bervariasi pada keadaan
iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.(7,8)
Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang utamanya disusun oleh sel-
sel epitel. Sel –sel yang terdapat dalam epidermis antara lain: keratinosit (sel
terbanyak pada lapisan epidermis), melanosit, sel merkel dan sel Langerhans.
Epidermis terdiri dari lima lapisan yang paling dalam yaitu stratum basale,
stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lucidum dan stratum
corneum. (7,8)
Dermis merupakan lapisan yang kaya akan serabut saraf, pembuluh darah
dan pembuluh darah limfe. Selain itu, dermis juga tersusun atas kelenjar
keringat, kelenjar sebasea, dan folikel rambut. Dermis terdiri dari dua lapisan
yaitu lapisan papillaris dan lapisan retikularis, sekitar 80% dari dermis adalah
lapisan retikularis. (7,8)

8
Gambar 3: Anatomi kulit
(Dikutip dari : Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com)

Fungsi kulit adalah sebagai berikut :


1) Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam terhadap gangguan fisis atau
mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya
zat-zat kimiawi terutama yang bersifat iritan, misalnya lisol, karbol, asam,
dan alkali. Gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar
ultra violet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur.
2) Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan
benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap,
begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap
air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.
Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel menembus sel-sel
epidermis atau melalui muara saluran kelenjar.
3) Fungsi ekskresi, kelenjar kulit mengeluarkan zat yang tidak berguna lagi
atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, Urea, asam urat, dan
amonia. Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan ini selalu
meminyaki kulit jua menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit
tidak menjadi kering.

9
4) Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis
dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan–badan
ruffinidermis dan sukutis.
5) Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), kulit melakukan peranan ini
dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah
kulit.
6) Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak
di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Pigmen disebar ke
epidermis melalui tangan-tangan dendrit. Sedangkan ke lapisan kulit di
bawahnya dibawa oleh sel melanofag.
7) Fungsi Kreatinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai sel utama yaitu
keratinosit, sel langerhans, melanosis.
8) Fungsi pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan mengubah 7
dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.(2,7)

3.1.1 Fase Penyembuhan Luka

Luka adalah hilang / rusaknya sebagian jaringan tubuh, dapat disebabkan


oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan,
sengatan listrik, atau gigitan hewan. Proses penyembuhan luka dibagi dalam
tiga fase:1

1. Fase hemostasis dan inflamasi.

 Terjadi dari awal luka hingga hari ke 5


 Pada fase awal, terdapat paparan matriks ekstrasel terhadap platelet
yang menyebabkan agregasi, degranulasi, dan aktivasi faktor-
faktor koagulasi
 Terjadi pengeluaran substansi inflamasi oleh platelet.
 Pada fase lanjut, mulai terjadi migrasi sel-sel leukosit seperti PMN
dan neutrofil serta monosit ke dalam luka

10
 migrasi sel-sel ini memicu pelepasan sitokin-sitokin spseri IL-1,
TNF dan TGF yang mrmicu dimulainya fase proliferasi
2. Fase Proliferasi.
 Berlangsung sampai akhir minggu ke 3
 Pada fase ini, integritas jaringan dibentuk kembali
 terjadi infiltrasi dari fibroblas dan sel endotelial dan prilferasi dari
sel tersebut akibat sitokin dan faktor perumbuhan yang dilepaskan
oleh makrofag.
 Proliferasi dari sel endotelial juga membantu proses angiogenesis.
 Dalam fase ini, terjadi sintesis dari beberapa matriks penting
misalnya kolagen dan proteoglikan.
 Epitel tepi luka terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi
permukaan luka, terjadilah proses mitosis dan migrasi kea rah yang
lebih rendah/ datar.
 Setelah permukaan luka tertutup, mulailah proses remodelling.
3. Remodelling
o Terjadi proses penyerapan kembali jaringan yang berlebih
pengerutan yang sesuai dangan gaya gravitasi, dan akhirnya
perupaan ulang jaringan yang baru
 Dapat berlangsung berbulan bulan dan berakhir jika semua tanda
radang sudah lenyap
 Selama proses ini, dihasilkan jarigan parut yang pucat, tipis, lentur
serta mudah digerakkan dari dasar.
 Kira-kira setelah penyembuhan, kulit mampu menahan regangan
kira-kira 80% kemampuan kulit normal.1

11
3.2 LUKA BAKAR

3.2.1 Definisi

Luka bakar, trauma yang sering terjadi pada kulit, disebabkan oleh trauma
termal radiasi ultraviolet atau zat kimiawi. Luka bakar merupakan suatu jenis
trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan
penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.1

3.2.2 Epidemiologi
Dari laporan American Burn Association 2012 dikatakan bahwa angka
morbiditas 96,1% lebih banyak terjadi pada wanita (69%). Berdasarkan
tempat kejadian, 69 % di rumah tangga dan 9% di tempat kerja, 7% di jalan
raya, 5% di rekreasi atau olahraga 10% dan lain-lain.(5)
Menurut surat kabar Tribun pada tanggal 8 Februari 2012, pada
Simposium Indonesia Burn and Wound Care Meeting yang diselengarakan
Universitas Padjadjaran di Bandung dilaporkan data terakhir yang dikeluarkan
unit luka bakar RSCM Januari 1998 - Mei 2001 menunjukkan bahwa 60%
karena kecelakaan rumah tangga, 20% karena kecelakaan kerja, dan 20%
sisanya karena sebab-sebab lain. Dan angka kematian akibat luka bakar pun di
Indonesia masih tinggi, sekitar 40%, terutama diakibatkan luka bakar berat.(6)

3.2.3 Etiologi
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin, ataupun zat
kimia.Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh
derajat panas , durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit..(1,4,7,10)
1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
Luka bakar termal disebabkan oleh air panas(scald), jilitan api ke
tubuh (flash), koboran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak
dengan objek-objek panas lainnya (misalnya plastik logam panas dan lain-
lain).

12
2. Luka Bakar Zat Kimia( Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabaka oleh asam kuat atau alkali
yang biasa digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih
yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga.
3. Luka Bakar Listrik(Electrical Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api,
dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang
memiliki resistensi paling rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama
pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan
gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi
kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun ground.
4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber
radioaktif. Tipe luka bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan
radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam kedokteran dan industri.
Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan
luka bakar radiasi.

13
Gambar 4: Tipe luka bakar
(Dikutip dari : Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus)

3.2.4 Patofisiologi
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi.
Sel darah yang ada di dalamnya ikut mengalami destruksi, sehingga dapat
terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan
menimbulkan bula yang banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya
volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan
kehilangan cairan akibat evaporasi yang berlebihan, masuknya cairan ke bula
yang terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari
keropeng luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi
tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin,
berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin
berkurrang. Pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah
delapan jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang
terhisap. Oedem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan
jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak
bewarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon monoksida
akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi
mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing,
mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bisa lebih dari
60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12 – 24 jam,
permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi serta penyerapan kembali
cairan edema ke pembuluh darah. Ini di tandai dengan meningkatnya diuresis 3

14
Respon Lokal
Terdapat 3 zona luka bakar menurut Jackson 1947 yaitu: (1)
1. Zona Koagulasi
Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan
sumber panas dan terjadi nekrosis dan kerusakan jaringan yang irevisibel
disebabkan oleh koagulasi constituent proteins.
2. Zona Stasis
Zona stasis berada sekitar zona koagulasi, di mana zona ini
mengalami kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit, leukosit
sehingga penurunan perfusi jaringan diikuti perubahan permeabilitas
kapiler(kebocoran vaskuler) dan respon inflamasi lokal. Proses ini
berlangsung selam 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin berkakhir
dengan nekrosis jaringan.
3. Zona Hiperemia
Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi,
jaringannya masih viable. Proses penyembuhan berawal dari zona ini
kecuali jika terjadi sepsi berat dan hipoperfusi yang berkepanjangan.

Gambar 5: Zona luka bakar Jackson 1947 dan efeknya terhadap


resusitasi adekuat dan inadekuat.
(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)

15
Respon Sistemik
Perlepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya
luka bakar memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan
tubuh. Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai efek sistemik tersebut berupa: (1)
1. Gangguan Kardiovaskuler, berupa peningkatan permeabilitas vaskuler yang
menyebabkan keluarnya protein dan cairan dari intravaskuler ke interstitial.
Terjadi vasokontriksi di pembuluh darah splanchnic dan perifer. Kontratilitas
miokardium menurun, kemungkinan adanya tumor necrosis factor-α (TNF-α).
Perubahan ini disertai dengan kehilangan cairan dari luka bakar menyebabkan
hipotensi sistemik dan hipoperfusi organ.
2. Gangguan respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokontriksi, dan
pada luka bakar yang berat dapat timbul Respiratory Distress Syndrome
(RDS).
3. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali
lipat. Hal ini disertai dengan dengan adanya hipoperfusi splanchnic
menyababkan dibutuhkannya pemberian makanan enteral secara agresif untuk
menurunkan katabolisme dan mempertahankan integritas saluran pencernaan.
4. Gangguan imunologis, terdapat penurunan sistem imun yang mempengaruhi
sistem imun humoral dan seluler.

16
Gambar 6:Respon sistemik terjadi setelah luka bakar
(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)

Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel
akibat dan cedera termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan
berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi
ini hampir selalu berlanjut dengan Mutli-system Organ Dysfunction Syndrome
(MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi jaringan yang berkepanjangan
akibat gangguan sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan
perfusi (sirkulasi mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi.(1)

3.2.5 Klasifikasi
Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan
berdasarkan kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka bakar. .(1,4,7)
I. Berdasarkan kedalamannya.
1. Luka bakar derajat I(superficial burns)
Luka bakar derajat ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis.
Gejalanya berupa kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari
dermis, nyeri, hangat pada perabaan dan pengisian kapilernya cepat.
Pada derajat ini, fungsi kulit masih utuh. Contoh luka bakar derajat I
adalah bila kulit terpapar oleh sinar matahari terlalu lama, atau tersiram
air panas. Proses penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka bakar
derajat ini tidak menghasilkan jaringan parut, dan pengobatannya
bertujuan agar pasien merasa nayaman dengan mengoleskan soothing
salves dengan atau tanpa gel lidah buaya. .(1,2,4)
2. Luka bakar derajat II (partial thickness burns)
Luka bakar derajat II merupakan luka bakar yang kedalamanya
mencapai dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan
dermis, luka bakar ini dikenali sebagai superficial partial thickeness
burns atau luka bakar derajat II A. Luka bakar derajat II A ini tampak
eritema, nyeri, pucat jika ditekan, dan ditandai adanya bulla berisi

17
cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas
dindingya meningkat. Luka ini mereepitelisasi dari struktur epidermis
yang tersisa pada rete ridge, folikel rambut dan kelenjar keringat dalam
7-14 hari secara spontan. Setelah penyembuhan, luka bakar ini dapat
memiliki sedikit perubahan warna kulit dalam jangka waltu yang lama.
.(1,2,4,7,10)

Luka bakar derajat II yang mengenai sebagian bagian reticular


dermis (deep partial thickeness) , luka bakar ini dikenali sebagai deep
partial thickeness burns atau luka bakar derajat II B. Luka bakar
derajat II B ini tampak lebih pucat, tetapi masih nyeri jika ditusuk
degan jarum (pin prick test). Luka ini sembuh dalam 14-35 hari
dengan reepitelisasi dari folikel rambut, keratinosit dan kelenjar
keringat, seringkali parut muncul sebagai akibat dari hilangnya dermis.
(1,2, 4,7,10)

3. Luka bakar derajat III (full-thickess burns)


Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan
epidermis sampai ke lemak subkutan. Luka bakar ini ditandai dengan
eskar yang keras, tidak nyeri, dan warnanya hitam, putih, atau merah
ceri. Tidak ada sisa epidermis maupun dermis sehingga luka harus
sembuh dengan reepitelisasi dari tepi luka. Full-thickness burns
memerlukan eksisi dengan skin grafting. (1,2, 4,7,10)
4. Luka bakar derjat IV
Luka bakar derajat ini bisa meluas hingga mencapai organ
dibawah kulit seperti otot dan tulang. (1,2, 4,7,10)

18
Gambar 7: Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman
(Dikutip dari : 2. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam)

II. Berdasarkan luas permukaan luka bakar.


Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas
permukaan tubuh atau Total Body Surface Area (TBSA). Untuk
menghitung secara cepat dipakai Rules of Nine atau Rules of Walles dari
Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada orang dewasa,
karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda. Pada anak-
anak dipakai modifikasi Rule of Nines menurut Lund and Browder, yaitu
ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun. (1,2, 4,7,10)

19
Gambar 8: Wallence Rule of Nines
(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)

Gambar 9: Lund and Browder


(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)

III. Berdasarkan derajat ringan luka bakar menurut American Burn


Association: (1,4,7,10)
1. Luka Bakar Ringan
a. Luka bakar derajat II < 5%
b. Luka bakar derajat II 10% pada anak
c. Luka bakar derajat II < 2%(1,3.6, 8)

20
2. Luka Bakar Sedang
a. Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III < 10%(1,3.6, 8)
3. Luka Bakar Berat
a. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III 10% atau lebih
d. Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan
genitalia/perineum.
e. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.
(1,4,7,10)

3.2.6 Kriteria Perawatan


Kriteria perawatan luka bakar menurut American Burn Association yang
digunakan untuk pasien yang harus diadministrasi dan dirawat khusus di unit
luka bakar adalah seperti berikut: (1,4,7,10)
1. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns
(luka bakar derajat III) dengan >10 % dari TBSA pada pasien berumur
kurang dari 10 tahun atau lebih dari 50 tahun.
2. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns
(luka bakar derajat III) dengan >20 % dari TBSA pada kelompok usia
lainnya.
3. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns
(luka bakar derajat III) yang melibatkan wajah, tangan, kaki, alat kelamin,
perineum, atau sendi utama.
4. Full-thickness burns (luka bakar derajat III) lebih >5 persen TBSA pada
semua kelompok usia.
5. Luka bakar listrik, termasuk cedera petir.

21
6. Luka bakar pada pasien dengan riwayat gangguan medis sebelumnya yang
bisa mempersulit manajemen, memperpanjang periode pemulihan, atau
mempengaruhi kematian.
7. Luka bakar kimia.
8. Trauma inhalasi
9. Setiap luka bakar dengan trauma lain (misalnya, patah tulang) di mana
luka bakar tersebut menimbulkan risiko terbesar dari morbiditas dan
mortalitas.
10. Luka bakar pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit tanpa unit
perawatan anak yang berkualitas maupun peralatannya.
11. Luka bakar pada pasien yang membutuhkan rehabilitasi khusus seperti
sosial, emosional, termasuk kasus yang melibatkan keganasan pada anak.
(1,4,7,10)

3.2.7 Penatalaksanaan
1. Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka
bakar di tempat kejadian adalah menghentikan proses kebakaran.
Maksudnya adalah membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan
memperhatikan keselamatan diri sendiri. Bahan yang meleleh atau
menempel pada kulit tidak bisa dilepaskan. Air suhu kamar dapat
disiriamkan ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian, namun air
dingin tidak dapat diberikan untuk mencegah terjadinya hipotermia dan
vasokonstriksi. (1,2,4,7,10)
2. Resusitasi jalan nafas
Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada
luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan
sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Sebelum
dilakukan intubasi, oksigen 100% diberikan dengan menggunakan face
mask. Intubasi bertujuan untuk mempertahankan patensi jalan napas,
fasilitas pemeliharaan jalan napas (penghisapan sekret) dan

22
broncoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi perdebatan
karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya lebih besar
dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang
diperkirakan akan lama menggunakan ETT yaitu lebih dari 2 minggu pada
luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi. Kemudian dilakukan
pemberian oksigen 2-4 liter/menit melalui pipa endotracheal. Terapi
inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik disaluran napas
dengan cara uap air menurunkan suhu yang meningkat pada proses
inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih mudah
dikeluarkan. Pada cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala dan
distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak, gelisah,takipneu,
pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu pernapasan dan stridor.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas darah
serial dan foto thorax. (1,2,4,7,10)

3. Resusitasi cairan
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
1. Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh
vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
2. Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak
diperlukan.
3. Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk
menjamin survival seluruh sel
4. Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan
stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.
(1,4,7,10)

23
I. Jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan
hipertonik dan koloid: (1,4,7,10)
Larutan kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini
adalah Ringer Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati
kadarnya dalam plasma atau memiliki osmolalitas hampir sama
dengan plasma. Pada keadaan normal, cairan ini tidak hanya
dipertahankan di ruang intravaskular karena cairan ini banyak keluar
ke ruang interstisial. Pemberian 1 L Ringer Laktat (RL) akan
meningkatkan volume intravaskuer 300 ml. (1,4,7,10)
Larutan hipertonik
Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali
dan penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid.
Larutan garam hiperonik tersedia dalam beberapa konsentrasi, yaitu
NaCl 1,8%, 3%, 5 %, 7,5% dan 10%. Osmolalitas cairan ini melebihi
cairan intraseluler sehingga cairan akan berpindah dari intraseluler ke
ekstraseluler. Larutan garam hipertonik meningkatkan volume
intravaskuler melalui mekanisme penarikan cairan dari intraseluler.
(1,4,7,10)

Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan
Dextran. Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi
membran kapiler, oleh karena itu sebagian akan tetap dipertahankan
didalam ruang intravaskuler. Pada luka bakar dan sepsis, terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul akan berpindah ke
ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema interstisium yang
ada. (1,3.6, 8)
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued amilopectin
sintetik, HES berbentuk larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik.
T ½ dalam plasma selama 5 hari, tidak bersifat toksik, memiliki efek

24
samping koagulopati namun umumnya tidak menyebabkan masalah
klinis. HES dapat memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara
menutup celah interseluler pada lapisan endotel sehingga
menghentikan kebocoran cairan, elektrolit dan protein. Penelitian
terakhir mengemukakan bahwa HES memiliki efek antiinflamasi
dengan menurunkan lipid protein complex yang dihasilkan oleh
endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan permeabilitas kapiler. Efek anti
inflamasi diharapkan dapat mencegah terjadinya SIRS. (1,4,7,10)

II. Dasar pemilihan Cairan


Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan cairan
adalah efek hemodinamik, distribusi cairan dihubungkan dengan
permeabilitas kapiler, oksigen, PH buffering, efek hemostasis,
modulasi respon inflamasi, faktor keamanan, eliminasi praktis dan
efisien. Jenis cairan terbaik untuk resusitasi dalam berbagai kondisi
klinis masih menjadi perdebatan terus diteliti. Sebagian orang
berpendapat bahwa kristaloid adalah cairan yang paling aman
digunakan untuk tujuan resusitasi awal pada kondisi klinis tertentu.
Sebagian pendapat koloid bermanfaat untuk entitas klinik lain. Hal ini
dihubungkan dengan karakteristik masing-masing cairan yang
memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada kasus luka bakar, terjadi
kehilangan ciran di kompartemen interstisial secara masif dan
bermakna sehingga dalam 24 jam pertama resusitasi dilakukan dengan
pemberian cairan kristaloid. (1,4,7,10)

III. Penentuan jumlah cairan


Untuk melakukan resusitasi dengan cairan kristaloid dibutuhkan
tiga sampai empat kali jumlah defisit intravaskuler. 1 L cairan
kristaloid akan meningkatkan volume intravaskuler 300 ml. Kristaloid
hanya sedikit meningkatkan cardiac output dan memperbaiki transpor
oksigen.(1,4,7,10)

25
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau ringer asetat,
menggunakan beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau kasus
luka bakar > 25-30% atau dijumpai keterlambatan > 2 jam. Dalam <4 jam pertama
diberikan cairan kristaloid sebanyak 3[25%(70%xBBkg)]ml. 70% adalah volume
total cairan tubuh, sedangkan 25% dari jumlah minimal kehilangan cairan tubuh
dapat menimbulkan gejala klinik sidrom syok. (1,4,7,10)
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas < 25-
30%, tanpa atau dijumpai keterlambatan < 2 jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan
rumus baxter 3-4 ml/kgBB/% LB. (1,4,7,10)
Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum
digunakan pada kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode ini
mengacu pada waktu iskemik sel tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih tepat
diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak terlalu luas tanpa keterlambatan.
(1,4,7,10)

Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut: (1,4,7,10)


1. Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam
pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak dan
orang tua, kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila dijumpai cedera inhalasi
maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari kebutuhan.
2. Penggunaan zat vasoaktif (dopamin dan dobutamin) dengan dosis 3
mg/kgBB dengan titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5% jumlah
tetesan dibagi rata dalam 24 jam.
3. Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena sentral
(minimal 6-12cm H20) sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah produksi
urin melalui kateter, saat resusitasi (0,5- 1ml /kg BB/jam maka jumlah
cairan ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya.
4. Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan
sedimen).

26
5. Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan kuantitas
cairan lambung melaui pipa nasogastrik. Jika , 200ml tidak ada gangguan
pasase lambung, 200-400ml ada gangguan ringan, >400 ml gangguan
berat. (1,4,7,10)

Penatalaksanaan 24 jam kedua


1. Pemberian cairan yang menggunakan glukosa dan dibagi rata dalam 24
jam. Jenis cairan yang dapat diberikan adalah glukosa 5% atau 10% 1500-
2000 ml. Batasan ringer laktat dapat memperberat edema interstisial.
2. Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah
produksi uin <1-2 ml/kgBB/jam,berikan vasoaktif samapi 5 mg/kgBB
3. Pemantauan analisa gas darah, elektrolit(1,4,7,10)

Penatalaksanaan setelah 48 jam


4. Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintanance
5. Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4 ml/kgBB),
hemoglobin dan hematokrit. (1,4,7,10)

Rumus Baxter:
Pada dewasa:

1. Hari I: 3-4 ml x kgBB x % luas luka bakar

2. Hari II: Koloid: 200-2000 cc + glukosa 5%

Pemberian cairan ½ volume pada 8 jam pertama dan ½ volume diberikan 16 jam
berikutnya.

Pada anak:

Hari I:

RL: dex 5% = 17:3

(2cc x kgBB x % luas luka bakar) + keb. faal

27
Kebutuhan Faal:

<1 thn = kgBB X 100cc

1 – 5 thn = kgBB X 75cc

5-15 thn = kgBB X 50cc

Hari II: sesuai kebutuhan faal

Formula Parkland: (1,4,7,10)


Hari I (24jam pertama):
8 jam pertama: [0,5 x (4 cc x kgBB x % TBSA )] / 8 jam =cc/jam
16 jam kedua: [0,5 X (4 cc x kg BB x % TBSA)] / 16 jam = cc/jam

Penambahan cairan rumatan pada anak :


4 cc/kgBB/jam dalam 10 kg pertama
2 cc/kg BB/jam dalam 10 kg kedua (11-20kg)
1 cc/kgBB/jam untuk tiap >20kg

Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1%


dari kebutuhan.Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari
produksi urin yaitu pada dewasa 0,5-1,0 cc/kg/jam dan pada anak 1,0-1,5
cc/kg/jam. (1,4,7,10)

4. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas,
mekanisme bernapas dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi
debridement secara alami, mekanik (nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi),

28
pencucian luka, wound dressing dan pemberian antibiotik topikal . Tujuan
perawatan luka adalah untuk menutup luka dengan mengupaya proses
reepiteliasasi, mencegah infeksi, mengurangi jaringan parut dan kontraktur
dan untuk menyamankan pasien. Debridement diusahakan sedini mungkin
untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini
dilakukan setelah keadaan penderita stabil, karena merupakan tindakan yang
cukup berat. Untuk bullae ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan
untuk ukuran besar(>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapisan epidermis
diatasnya. (1,4,7,10)
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada luka
bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab
pengerutan keropeng(eskar) da pembengkakan yang terus berlangsung dapat
mengakibatkan penjepitan (compartment syndrome) yang membahayakan
sirkulasi sehingga bahgian distal iskemik dan nekrosis(mati). Tanda dini
penjepitan (compartment syndrome) berupa nyeri kemudian kehilangan daya
rasa (sensibilitas) menjadi kebas pada ujung-ujung distal. Keaadan ini harus
cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang yang membuka keropeng
sampai penjepitan bebas. (1,4,7,10)
Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan pasien
atau dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut
dengan kasa lembab steril dengan atau tanpa krim pelembap. Perawatan luka
tertutup dengan occlusive dressing untuk mencegah penguapan berlebihan.
Penggunaan tulle (antibiotik dalam bentuk sediaan kasa) berfungsi sebagai
penutup luka yang memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim
antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi pada luka. (1,4,7,10)

5. Eksisi dan graft


Luka bakar derajat IIB dan III tidak dapat mengalami penyembuhan
spontan tanpa autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati ini akan
menjadi fokus inflamasi dan infeksi. Eksisi dini dan grafting saat ini dilakukan
sebagian besar ahli bedah karena memiliki lebih banyak keuntungan

29
dibandingkan debridement serial. Setelah dilakukan eksisi, luka harus ditutup
melalui skin graft (pencakokan kulit) dengan menggunakan biological
dressing. Terdapat 3 bahan biological dressing yaitu homografts (kulit mayat
dan penutup luka sementara), xenografts/heterografts (kulit binatang seperti
babi dan penutup luka sementara) dan autografts (kulit pasien sendiri dan
penutup luka permanen). Idealnya luka ditutup dengan kulit pasien sendiri
(autograft). Terdapat 2 tipe primer autografts kulit yaitu split-thickness skin
grafts (STSG) dan full-thickness skin grafts (FTSG). Pada luka bakar 20-30%
biasanya dapat dilakukan dalam satu kali operasi dengan penutupan oleh
STSG diambil dari bagian tubuh pasien. (1,4,7,10)

6. Lain-lain
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis
infeksi dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam3-5 hari pertana
populasi kuman yang sering dijumpai adalah bakteri Gram positif non-
patogen.Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri Gram negative patogen. Dalam 1-
3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan steril sehingga tidak
diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang dapat digunakan
adalah silver sulfadiazine 1%, silver nitrate dan mafenide (sulfamylon) dan
xerofom/bacitracin. Antasida diberikan untuk pencegahan tukak beban (tukak
stress/stress ulcer), antipiretik bila suhu tinggi dan analgetik bila nyeri. (1,4,7,10)
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbnagan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak
2500-3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu makanan
diberikan melalui enteral atau ditambah dengan nutrisi parenteral. Pemberian
nutrisi enteral dini melalui nasaogastik dalam 24 jam pertama pasca cedera
bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi mukosa usus. Pemberian enteral
dilakukan dengan aman bila Gastric Residual Volume (GRV) <150 ml/jam
yang menandakan pasase saluran cerna baik. (1,4,7,10)
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk
memperlancarkan peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu

30
sendi diistirahatkan dalam posisi fungsional degan bidai.Penderita luka bakar
luas harus dipantau terus menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat
dilihat dari diuresis normal yaitu 1ml/kgBB/jam. Yang penting juga adalah
sirkulasi normal atau tidak dengan menilai produksi urin,analisa gas darah,
elektrolit, hemoglobin dan hematokrit. (1,4,7,10)

3.2.8 Komplikasi
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat
perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi dan
grafting.Kompilkasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS, sepsis
dan MODS.Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga dapat terjadi, yaitu
atrofi mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas usus menurun dan
ileus. Pada ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis karena perfusi ke renal
menurun. Skin graft loss merupakan komplikasi yang sering terjadi, hal ini
disebabkan oleh hematoma, infeksi dan robeknya graft. Pada fase lanjut suatu
luka bakar, dapat terjadi jaringan parut pada kulit berupa jaringan parut
hipertrofik., keloid dan kontraktur.Kontraktur kulit dapat menganggu fungsi
dan menyebabkan kekeauan sendi. Kekakuan sendi memerlukan program
fisioterapi yang intensif dan kontraktur memerlukan tindakan bedah. (1,4,7,10)

3.2.9 Prognosis
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas
permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi,
dan kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor ini dapat sembuh
5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh
dalam 10-14 hari dan mugkin dapat menimbulkan luka parut. Jaringan parut
akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan dapat
diperlukan untuk membuang jaringan parut. (1,4,7,10)

31
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

\
Pasien dengan riwayat luka bakar pada daerah wajah, ekstremitas atas
kiri dan kanan, dan daerah dada dan punggung dialami sejak 1 jam sebelum
masuk rumah sakit yang disebabkan tersiram air panas. Pasien mengeluh adanya
nyeri dan kemerahan pada daerah tempat luka bakar tersebut. Pasien belum
pernah berobat ke RS sebelumnya dengan keluhan yang sama.
Kemudian dari pemeriksaan fisik yang bermakna, pasien tampak sakit
sedang, gizi cukup, compos mentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 72
x/menit, pernapasan 20x/menit, suhu 36.8°C (axilla). Dari pemeriksaan tempat
luka, didapatkan pada daerah wajah tampak luka bakar bakar grade II A-II B 5% ,
kemerahan dan udem tapi tidak terdapat hematom, ketika di tekan akan terasa
nyeri. Pada daerah Extremitas atas kiri dan kanan, tampak luka bakar grade II A-II
B 10% , terdapat udem dan bulla, ketika di tekan akan terasa nyeri. Pada daerah
dada dan punggung, tampak luka bakar grade II A-II B 18% , kemerahan, udem
dan adanya bulla, ditekan terasa nyeri.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, terdapat peningkatan dari jumlah
leukosit (sel darah putih) yaitu 15.600 yang dalam keadaan normal berjumlah
4.000-10.000.

Resusitasi cairan dalam rangka mengatasi resiko terjadinya syok harus


dilakukan sejak dari awal masuk rumah sakit dengan pemberian cairan berupa
Ringer Laktat mengikuti Rumus Baxter yaitu :
Hari I: 4 ml x kgBB x % luas luka bakar
= 4 x 42 x 33
= 5544 ml/24 jam

32
Berdasarkan Formula Parkland maka pemberiannya :
Hari I (24jam pertama):
8 jam pertama: [0,5 x (4 cc x kgBB x % TBSA )] / 8 jam =cc/jam
= (0,5 x 4 x 42 x 33) /8 = 346 cc/jam
16 jam kedua: [0,5 X (4 cc x kg BB x % TBSA)] / 16 jam = cc/jam
= (0,5 x 4 x 42 x 33) / 16 = 173 cc/jam

Resusitasi cairan yang telah diberikan pada pasien yaitu 5500 mL


kristaloid dengan pemberian 8 jam pertama 540cc/ jam dan 16 jam kedua
diberikan 173 cc/jam. Produksi urin sebanyak 40 cc/jam menunjukkan produksi
urin yang cukup.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 2. EGC. Jakarta. p 66-88
2. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam :
Surabaya Plastic Surgery.
3. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier.
Philadelphia. p 118-129
4. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12.
McGraw-Hill Companies. New York. p 245-259
5. Jerome FX Naradzay. http: // www. emedicine. com/ med/ Burns, Thermal.
November 2006
6. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus.
Januari 2008
7. Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com.
Agustus 2008
8. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s
Principles of Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216
9. St. John Ambulance. First aid: First on the Scene: Activity Book, Chapter
19. http://en.wikipedia.org/wiki/Burn_%28injury%29. Agustus 2007
10. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.mayo.clinic.com. Januari
2006

34

Anda mungkin juga menyukai