Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Penyakit Paru Obstruktif Kronik
B. Faktor Risiko
1. Kebiasaan merokok
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia
C. Patofisiologi
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan
structural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi
otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.
Karunia Wicaksono Yunanto (178115039) B5
D. Tanda dan Gejala
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) pada tahun 2017 mengatakan
bahwa terdapat bebarapa tanda dan gejala untuk diagnosis PPOK terdiri dari :
1. Batuk kronis Terjadi berselang atau setiap hari, seringkali terjadi sepanjang hari.
2. Produksi sputum secara kronis Semua produksi sputum kronis dapat mengindikasikan
adanya PPOK.
3. Sesak napas (dyspnea), Progresif (makin hari makin buruk Persisten (terjadi setiap hari)
Memburuk dengan latihan Memburuk selama ada infeksi saluran napas.
4. Riwayat terpapar faktor risiko Asap rokok Debu industri dan kimiawi Asap yang
dihasilkan bahan bakar.
E. Tingkat Keparahan
Tingkat keparahan dari PPOK dapat ditentukan lewat nilai Forced Expiratory Volume
(FEV) atau biasa disebut nilai volume ekspirasi paksa.
(GOLD, 2017)
F. Tujuan Terapi
Memperbaiki keadaan obstruksi saluran nafas
Mencegah eksaserbasi berulang
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Menigkatkan kualitas hidup penderita
Mencegah Progresifitas penyakit
Mencegah dan mengobati komplikasi
Mengurangi angka kematian
Karunia Wicaksono Yunanto (178115039) B5
G. Terapi Farmakologi
Golongan obat-obatan pada terapi PPOK :
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada
derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek
panjang ( long acting).Macam - macam bronkodilator :
1. Golongan antikolinergik
2. Golongan agonis beta – 2
3. Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2
4. Golongan xantin
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi
inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi
sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein.
Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai
pemberian yang rutin
d. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
e. Antibiotik
Antibiotik diberikan hanya jika terjadi infeksi :
- Lini I : amoksisilin, makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid
(PDPI, 2003)
Karunia Wicaksono Yunanto (178115039) B5
(GOLD, 2017)
Karunia Wicaksono Yunanto (178115039) B5
Daftar Pustaka :
Dipiro, J. T., Robert L. T., et al, 2010, Pharmacoterapy: A Patofisiology Approach, 8th
edition, The McGraw-Hill Companies, Inc., New York, p. 482.
Global Initiative for Chronic Lung Disease (GOLD), 2017, Pocket Guide to COPD
Diagnosis, Management and Prevention, GOLD, Inc., pp. 6 & 12.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2003, Pedoman Diagonis dan Penatalaksaan
Penyakit Paru Obstruksi Kronik di Indonesia, PDPI, Jakarta.